Aku terbangun dari pingsan, aku telah duduk disebuah sofa diruang tamu mereka,
“ Ini..” ucapku lirih merasa aneh,
Disana tampak mereka sedang duduk tenang, Paman Jhonny masih berbicara pada Reinhard. Dan, Liliana berjalan menuju kesini, dari arah dapur.
“ Ah, I-ini. Mimpi atau aku keluar dari mimpi” dalam benakku.
Aku bertanya pada Tyrian, apakah aku sedang bermimpi atau tidak, kemudian dia menamparku dengan senyumannya. Ini kedua kalinya dia menamparku.
“ Ini nyata” jawabku senang, aku tertawa dan memecah keseriusan mereka.
“ Kau kenapa?” tanya Liliana.
Aku hanya diam dibarengi dengan senyuman.
“ Semua, tolong dengar aku!” ucapku didepan mereka semua tanpa berfikir panjang, padahal sebelumnya Paman Jhonny harus berbohong demi identitasku. Namun, jika aku masih diam, mungkin Liliana akan mati, meskipun mimpi itu tidak dipastikan kebenarannya, akan tetapi dari pengalamanku, ini mimpi akan menjadi kenyataan.
Merek
Aku terbangun dari tidurku, badanku masih terlihat lemas, aku membuka ponselku dan melihat jam yang tertera, ‘Huft.’ suara helaan nafasku. “ Jam 10 pagi” ucapku lirih melihat kelayar ponselku, Aku melirik kearah air laut yang berada dikamarku, ingin rasaku aku menceburkan diriku kesana, air laut itu seperti memanggilku dan ingin bermesraan denganku, namun keinginan itu terhalang oleh pakaian dan handuk yang tidak aku miliki. Diatas tempat tidur itu, aku mulai menatap kesekeliling ruangan, fokusku tertuju pada sebuah lemari yang berdiri disudut dekat pintu, aku berfikir kalau ruangan ini untuk seorang tamu, berarti seluruh isinya adalah untuk tamu. Aku berjalan mendekati lemari tersebut dam membukanya, aku mulai tersenyum jahat ketika melihat beberapa lipatan pakaian pria dan handuk didalam itu. Aku menanggalkan pakaian dan hanya menyisahkan celana pendek, ‘Cbuarrr’ suara jasadku yang loncat kedalam air.
Di luar panas sangat menyengat, mobil berlalu lalang sesekali, Restaurant ini terletak di jalan Arogane, jalan Arogane tidak jauh dari jalan Spinx dan sangat dekat dengan pusat kota, restaurant itu bernama 'Niceafood' pelesetan dari Nice Sea Food. Liliana menunjuk kearah sudut restaurant itu, dan mengajak kami untuk memilih tempat itu, kami berjalan perlahan menuju meja disudut reataurant, Liliana menarik bangku dan duduk diatasnya. Kami menyusul perbuatan Liliana, “ Diluar sangat panas, pilihan bagus memilih bagian indoor, Yah” ucap Liliana pada Paman Jhonny. Seseorang waitress datang menghampiri sembari membawa menu, dia menawari menu terbaik ditempat itu, dibarengi senyumnya kini dia menyapa Paman Jhonny dan Liliana. “ Sudah lama anda tidak berkunjung Tuan” ucapnya, Paman Jhonny hanya membalasnya dengan senyuman dan meminta kepada pelayan tersebut untuk membawa menu biasanya dia pesan, “ Bagaimana dengan kalian?” tanya Paman Jhonny pa
‘ Ingin menebang?’ sebuah pesan dari Juna, Aku hanya melirik isi pesan itu dan tidak membalasnya. Kami telah tiba di hutan perbatasan Lostcity, aku benar-benar tidak tahu di mana posisi Lhome Funeral itu, tapi cukup aneh, jika mereka membawaku ke hutan perbatasan Lostcity dan mengatakan bahwa Lhome Funeral terletak tidak jauh dari hutan. Disana terlihat sebuah jalan kecil yang dikanan dan kirinya ditumbuhin semak belukar, dan jalan kecil seperti jalan yang sering dilalui orang-orang, perihal jalan itu sangat bersih. Erina menuntun kami, dia juga mengatakan padaku bahwa tempat tinggal mereka berada tidak jauh dari hutan perbatasan Lostcity. Aku tidak terlalu mengingatnya. Setahuku, kami semua baru saja saling bertemu dan mengenal, namun hubungan kami sudah sedekat ini, aku tak menyangka bahwa itu akan terjadi. Seminggu lalu aku hanya menatap Erina sebagai gadis polos yang ramah, sekarang aku memandang dia sebagai wanita yang berambisi, Empat hari lalu aku men
Aku kembali kerumah indah itu bersama Liliana, Mia dan Randa. Aku menatap kearah kanan dan kiriku hingga penglihatanku mendapatkan sesuatu yang tak asing bagiku, aku melihat seorang wanita yang sedang menyapu halaman rumahnya, rumahnya adalah salah satu diantara kesepuluh rumah disana, dia membelakangi kami. Kami berjalan hingga melewati wanita tersebut, aku mulai sedikit meliriknya dan memperhatikannya, dia sama sekali tidak menghiraukan pandanganku dan hanya fokus tertunduk menatap apa yang dia sapu. ‘Huft’ suara nafasnya sembari menegakkan diri dan mengusap keringat dikeningnya, Aku menatapnya dan ternyata dia benar-benar adalah wanita yang kukenal, sebelumnya Erina juga bertanya-tanya tentang kenapa aku yang dipilih oleh Rosalina untuk mengantarnya keliling, dan dari apa yang kulihat saat ini, aku sadar makna dari ucapannya, bahwa Rosalina yang kerap kami panggil Bu Ros adalah salah satu dari mereka, maksudku Para Gresmonian. “ Bu
Kami berjalan meninggalkan rumah tersebut, dan pemukiman disekitar terlihat sangat sunyi, padahal waktu menunjukkan pukul Lima sore, seharusnya banyak orang-orang yang sedang bersih-bersih halaman mereka. Kami melanjutkan perjalanan ke Tarling menuju kerumah Paman Jhonny, Selang satu jam kami sampai dirumahnya, badanku begitu lelah karena aktifitas beruntun hari ini dan tidur yang tidak teratur, aku seperti menganggap rumah Paman Jhonny sebagai rumahku, setelah Liliana memutar kunci dan membuka pintu rumah, langsung saja aku masuk dan menuju kekamar yang disediakan, aku berbaring diatas kasur akibat kelelahan, aku berharap malam ini akan mendapatkan pesan yang lebih baik dari sebelumnya. ‘Knock, knock.’ Suara ketukan pintu dari luar kamar, Jujur aku sangat ingin tidur saat itu, namun seseorang mengganggu istirahatku. Aku bangkit dan membuka pintuku, terlihat Paman Jhonny sedang memegang sebuah buku, dia memberikan buku itu padaku untuk
Sore ini ada konferensi di Lhome Funeral, aku memberi pesan kepada Erina untuk hadir, namun tetap memakai identitas sebagai anak Paman Jhonny, setelah mendapatkan mimpi itu, aku menjadi sedikit was-was jika menunjukkan identitas asliku, untungnya Paman Jhonny sudah memperhatikan hal-hal kecil seperti itu. Kami telah memasuki Lostcity, Paman Jhonny tidak mengucapkan sepatah katapun dari awal mengemudi hingga memasuki kota Lostcity, aku masih bingung dengan tingkah Lidya, tidak pernah sedikitpun dia menangis seperti itu sebelumnya, setahuku dia adalah adik yang cukup cuek. Setelah kami sampai dirumahku, aku lekas keluar dari dalam mobil dan menuju kedalam rumah, pintu depan tidak terkunci sehingga aku menerobos masuk, jika pintu tidak dikunci kemungkinan ibu dirumah, sebab jika Lidya sendiri, terkadang dia mengunci pintunya karena khawatir pencuri. Aku berlari kecil mencari Lidya, “ Lidya!” pekikku, mencari kordinat Lidya. Aku tertuju kekamar Lidya yang tertutu
Aku tidak menatap kepada apapun, aku tidak merasakan apapun, semuanya hanya kosong. Suara-suara yang awalnya tidak ada, kini mulai terdengar. Aku bisa mendengar suara detakkan jam, suara kicau burung dan beberapa suara lainnya, perlahan-lahan aku mulai tersadar bahwa aku telah bangun dari tidurku, aku menatap kearah jam disudut atas kamarku, dia menunjukkan kearah 02.30 siang, tidak terlalu lama aku beristirahat. Aku keluar dari kamar dan mencoba memastikan keadaan Paman Jhonny dan Liliana, aku berjalan menuruni tangga dan melihat mereka sedang duduk diruang tengah bersama Lidya, mereka menyaksikan kartun yang tayang ditelevisi, “ Apa kita berangkat sekarang?” tanyaku pada mereka, sembari menuruni tangga dan berjalan mendekat. Paman Jhonny yang mendengarnya, langsung mengalihkan pandangannya kearahku sembari melihat jam ditangannya, lalu dia menaikkan salah satu alisnya, “ Bersiaplah, kita akan berangkat.” Ucapnya Aku hanya membasuh wajahku de
Aku menatap keseluruh penjuru ruangan, ruangan yang penuh dengan orang-orang yang diluar nalar, posisi hall ini sama seperti posisi hall didalam sebuah gereja. Bedanya, disini tidak terdapat patung, atau tanda semisalnya, ruangan ini tidak memiliki ukiran apapun. Seorang pria memulai konferensi dan menjadi seorang moderator, seluruh orang didalam hall menjadi hening. “ Salam, demender jami’ah fi associate…”( Salam, selamat datang semuanya di perkumpulan/konferensi) ucap moderator, Salah seorang bangkit dari kursi dan mengangkat tangannya, dia mencoba mengajukan pertanyaan, “ Tuan Gulliver, bisakah kau menggunakan bahasa latin. Banyak perwakilan baru dari setiap marga yang tidak mengerti bahasa Gresognian.” Semua mata tertuju pada pria yang bertanya itu. Pertanyaan pria itu sekaligus mewakiliku yang tidak paham dengan bahasa Gresognian, pria itu diam sejenak dan tampak sedang berbicara dengan Laire yang duduk disam
Elenorie adalah salah satu marga dari segelintir marga yang ada di kota Gresmory di masa lalu, setelah kejadian ledakan itu, mereka hanya beberapa kali terlihat dan kemudian hilang berabad-abad hingga muncul saat ini. Yang jelas, mereka berpihak pada Who dengan alasan yang tak bisa dipahami. Ombak ganas beberapa kali menghantam kapal mereka, keadaan diatas semakin tidak stabil. Namun Reinhard terlihat santai mendengar penjelasan dari Hernandez. Hernandez menceritakan bahwasanya dia tidak pernah tahu menahu tentang kejadian-kejadian yang terjadi didaratan karena selama ini mereka hampir tak pernah berada ditanah Gresmory. Selama berabad-abad menghilang mereka hanya terus-terusan mencari daratan baru dan melakukan ekspedisi ke negara-negara lain untuk melakukan sejumlah bisnis kapal, hal itu dapat mereka lakukan karena William atau suami Clara, yang memberikan izin kepada mereka dengan mengatasna
Swooosh Ia melangkahkan kakinya mendekati reruntuhan itu, sembari melindungi pandangannya dengan lengan kanannya, angin kala itu cukup kuat hingga mulai menerbangkan dahan – dahan besar pepohonan bahkan beberapa puing reruntuhan. Dengan kekuatan lengannya, Paman Jhonny mencoba mengangkat beberapa puing hingga ia menemukan seorang pria yang tertindih reruntuhan bangunan. Dia menarik seseorang itu dan membawanya ke mobil, Bruakk Suara tubuh yang jatuh di bangku depan mobil, “ Dia masih berdetak, tapi sangat lemah” ucap Dawan sembari mengecek detak jantungnya. Tak lama kemudian, sesosok makhluk mengetuk kaca mobil. Makhluk itu adalah salah seorang Tarmus. Ia hanya penasaran dengan mobil yang masih bisa terparkir rapi disana sehingga ia mencoba memastikan keberadaan orang didalamnya. Kesempatan itu tidak disia-siakan Paman Jhonny dan anak-anaknya. Mereka
Semua hanyalah kehampaan sejauh mataku memandang, tidak ada solusi, tidak ada keyakinan, tidak ada keberanian, semua hanyalah bayang-bayang yang menyelimuti dan pula aku benar-benar dalam kebingungan saat ini. Aku bangkit dari kursi dan menatap keluar jendela rumah, langit hitam kemerahan menyelimuti atap Lostcity dan beberapa kota disekitarnya termasuk Tarling dan Brimhall. Bahkan aku bisa mendengar suara angin yang memaksa dirinya untuk masuk kedalam rumah yang aku injak sekarang ini melalui jendela yang aku menatap jauh keluarnya. Kraack Perlahan kaca-kaca jendela mulai retak secara pasti dan menyebar, Ctasss Hingga para angin akhirnya pun berhasil masuk kedalam rumah, untungnya aku cepat menghindari serpihan kaca yang pecah, sehingga aku masih dalam keadaan tak tergores sedikitpun. Gusar masih mengelilingi wajahku, tak ada sedikitpun
Setidaknya begitulah imajinasiku saat berada dihadapan Laire kali ini, tapi siapa aku, berani-berani berfikiran hal aneh seperti itu. Laire hanya menatapku kemudian memanggilku,“ Selamat datang kembali anakku!” sapanya kepadaku.Dia menatap sedikit kearahku, lalu dia mengucapkan beberapa kalimat kekami semua, kalimat yang menandakan bahwasanya perang akan dimulai.“ Berhati-hatilah dengan badai darah. Atmosphere kali ini jauh lebih brutal dari yang aku dengar. Bukankah begitu Landers?” beritahu Laire kepada semuanya dan mencari fakta penguatnya dari ku. Aku mengangguk dan seluruh kepala keluarga keluar dari ruangan tersebut. Mereka mengepalai keluarga masing-masing dan mengambil posisi. Ada satu hal yang membuatku takjub, mereka yang tak memiliki evolusi penuh akan memakai topeng untuk menyamarkan identitasnya.Laire menyaksikan para tetua keluarga yang sedang bersiap dan mulai menuju pusat kota, begitupun keluarga G
Maaf untuk semua, karena sudah sangat lama tidak update. Saya benar-benar minta maaf untuk para pembaca sekali lagi. Tapi, sebisa mungkin saya akan update cerita ini secepatnya. Dan juga saya telah merevisi cerita ini dari awal. karena saya rasa sangat banyak penulisan dannkarakter huruf yang bersalahan termasuk tanda bacanya. Jadi saya sangat berharap untuk kritik dan sarannya dikemudian hari. sekali lagi saya hanturkan permintaan maaf saya yang sebesar-besarnya untuk para pembaca cerita saya ini. Jujur saya sangat senang dengan reaksi dan respon para pembaca. Demikianlah kata-kata yang dapat saya sampaikan. Terima kasih banyak semua nya. Tetap semangat untuk kita semua. **
Tidak ada yang mencurigakan bagi Aeri, Rakisha, Arin bahkan Lidya dan ibu setelah beberapa menit aku dan Bashra meninggalkan rumah, mereka terlihat tampak asyik dengan selimut tebal yang menemani mereka di hari yang berangin dingin ini. Perlahan, Arin mulai merasakan keberadaanku yang semakin surut melalui indra penciumannya yang lumayan tajam, dia juga merasakan keberadaan Bashra yang ikut surut secara bersamaan. Sebagai seorang wanita plegmatis, Arin tidak ingin menimbulkan rasa cemas kepada ibuku dan mencoba memberitahukan hal itu kepada Rakhisa, dengan alasan bahwa dia ingin melihat keluar sebentar bersama Rakhisa. Aeri juga merasakan hal yang sama dan ikut menyusul mereka. Hari ini adalah puncak dari bencana, setidaknya begitulah menurutku. Setelah Arin dan kedua temannya berbincang. Rakhisa mencoba mencari kami dengan penglihatan yang sangat tajam miliknya untuk memantau dan mencariku dengan Bashra. Kali ini barulah timbul kecurigaan pada hati mereka.
Xanna adalah seorang pria dimasa lalu, sebelumnya aku mengira Xanna adalah seorang wanita karena dari namanya dia terlihat seperti sosok wanita. Namun, setelah Rakhisa menjelaskan tentang garis keturunan Landers barulah aku sadar bahwa Xanna adalah pria dan dia adalah kakek buyutku. Tidak ada pilihan bagi mereka selain mrmpercayai ucapanku, meski kabar kematianku telah menyebar. Aku menjelaskan kepada mereka bahwa aku berhasil melarikan diri dari cengkraman Clara dan bersembunyi selama seminggu tetakhir ini. Mendengar penjelasanku yang mendetail mereka semakin yakin. Tuan Adian Derborra mengambil ponsel miliknya dan menghubungi seseorang, “ Laire, berhati-hatilah disana dan jangan gegabah. Seseorang mendatangi markas kami dan mengaku sebagai Landers, dia menjelaskan bahwa badai itu bukan badai biasa!” begitu ucap Adian. Dia bahkan tidak berbasa-basi dalam panggilannya, kemudian dia hanya menjawab seluruh pertanyaan dari wanita yang dia telpon.
Awan mulai tergiring angin menuju Lostcity, seakan-akan mereka sedang mengadai pertemuan besar disana. Langit sore yang memerah kini mulai berdampingan dengan gelapnya awan. Aku masih tidak tahu apa yang akan terjadi di Lostcity, namun setelah melihat jauh kearah awan gelap yang menuju ke Lostcity, aku bisa memprediksi bahwa badai yang akan terjadi sangatlah besar. Pastinya kota-kota disekitarnya juga akan terkena dampak badai tersebut, meskipun tidak akan menimbulkan kerusakan yang terlalu besar dari titik badai. Hati menjadi kalut dan dibayangi akan orang-orang yang ku kenal disana. Aku jadi teringat dengan Meelan, Kyo, Rinski dan lainnya, tapi jika itu Liliana dan para Gresmonian, aku tidak terlalu mengkhawatirkan mereka sebab mereka bahkan bisa selamat dari tembakan peluru. Dari tadi aku merasakan seperti ada sesosok yang mengikuti aku dan Bashra, beberapa kali aku melirik kearah sekeliling, akan tetapi aku tidak menemukan siapapun disana, bahkan suara kak
Aku yakin sekali bahwa itu bukan hanya sekedar badai biasa, angin merah yang bertiup kencang dan menusuk setiap senti permukaan kulitku, tak bisa aku lupakan. “ Aku tidak yakin tapi gumpalan awan yang terlihat dimimpiku seperti perpaduan antara darah dengan langit malam. Dia hitam kemerah-merahan, angin itu juga membawa air yang dengan kecepatannya mampu menghasilkan rasa sakit ketika terkena kulit. Aku melihat disebuah banner yang terbang, dia tertulis sebuah alamat dan lokasinya di Lostcity.” Aku tersadar berkat sebuah banner, aku tersadar bahwa dimasa lalu banner tidak terlihat semodern didalam mimpiku, entahpun tidak ada. “ Aku sangat khawatir tentangmu, tapi setelah melihatmu datang hari ini, khawatirku telah hilang.” Jelas Lidya, dia sedikit menundukkan wajahnya. Apa yang dia jelaskan telah membuktikan bahwa dia memiliki mimpi yang sama denganku, dan itu menjadikanku yakin bahwa mimpiku bukanlah dari masa lalu, melainkan pertanda bencana