Langit terlihat mulai mendung dan sedikit gelap dengan suasana di sekitar sangat amat sunyi, Bahkan, tak terlihat satu pun penebang pohon lainnya. Setelah kami pikir aman, kami pun berhenti untuk beristirahat sejenak. Kami duduk di sebuah kedai di pinggir jalan.
“ Hey Kenshin. Kita tidak mungkin pulang jalan kaki bukan?” oceh Juna kepadaku. “ Iya sih, jadi gimana? Kita kembali lagi ke hutan terus kita ambil mobilmu?" jawabku dengan nafas yang belum normal dan terengah-engah.
“ Ya itu maksudku. Tapi...?” bilangnya begitu dan aku langsung memotong ucapannya “ Tapi apa? takut ada monster itu. Gak usah khawatir, ayo kita kembali. Cuaca disini sudah mulai mendung dan disini juga sepi. Kau tidak takut?” kataku. “ Ya sudah” jawabnya dengan nada gantung.
Langit benar – benar gelap dan keadaan kami berada ditengah-tengah hutan, lebih tepatnya berada di pinggir jalan yang dihimpit di antara hutan lebat. Kami pun berjalan kembali ke tempat semula kami menebang pohon. Ada sekitar 500 meter lagi hingga kami sampai ke tempat kami menebang pohon, namun hujan sudah turun dengan derasnya. Tentu, kami kebasahan. Dari kejauhan aku melihat seperti ada mobil di tempat semula Juna memarkirkan trucknya. Namun, aku belum yakin kalau itu truck milik Juna, sebab truck dia sudah terbalik-balik di hutan sebelumnya, sesaat di tendang oleh Bigfoot sebelumnya. Lagipula disini hujan, sehingga hanya terlihat samar-samar. Setelah kami sangat dekat dengan lokasi semula, benar saja bahwa mobil yang terlihat samar itu adalah truck Juna. Tapi anehnya, truck itu terparkir rapi di pinggir jalan dengan bekas peotan dimana-mana. Mungkin, monster tadi iba melihat kami, makanya dia meletakkan kembali mobil itu di pinggir jalan dengan keadaan lampu mobil hidup. Tapi, mana mungkin monster punya hati. Tanpa basa-basi lagi kami menaiki mobil itu dan kami pun akan pulang tanpa mendapatkan hasil pohon satu pun. Ketika Juna menghidupkan mobilnya, ternyata mesinnya tidak hidup dan terpaksa aku harus mendorongnya terdahulu, Aku mendorong trucknya dengan agak cepat yang kebetulan jalanannya sedikit menurun, hujan sudah turun dengan sangat deras dan aku semakin memperkuat doronganku. Tidak beberapa lama aku mendorong, terdengar suara aungan. Tapi entah dari hewan apa.
“ Suara apa itu shin?” kata Juna yang samar-samar karena hujan. “ Entah, sebaiknya kita cepat.” jawabku begitu. Aku mendorongnya lagi dan akhirnya mesinnya hidup, aku bergegas masuk ke dalam mobil karena mungkin aungan tadi dari sekitar sini. Kulihat dari pantulan spion yang di penuhi tetes air hujan. benar saja, ternyata ada seekor beruang besar yang bergerak cepat ke arah mobil Juna. Sangat jelas terlihat dan mungkin raungan sebelumnya di sebabkan oleh beruang tersebut.
“ Cepat Jun, gawat!” teriakku. Juna menjawab dengan spontan dan menancapkan gasnya yang membuat mobil kami melesat dengan sangat kencang meninggalkan beruang dan hutan tersebut. Cuaca semakin gelap; hujan pun belum berhenti, tapi kami belum sampai juga. Di pertengahan jalan, lampu depan mobilnya mati dan jalan mulai tidak terlihat. “ Pelankan laju mobilmu Jun” kataku. “ Santai aja, gak usah takut aku kan ahli.” jawabnya tanpa merasa takut, tapi menurunkan gas sedikit demi sedikit. Mobil juna melaju masih dalam keadaan cepat hingga dia mulai memperlambat laju mobilnya karena sudah berada di persimpangan St. Gonymph yang penduduknya sangat ramai dan di sini hujan sudah terlihat reda. Setelah melewati simpang St. Gonymph kami memasuki jalan Nymfa dan di jalan itu lah rumahku. Aku sampai dirumahku dengan pakaian basah. “ Aku luan Jun.” kataku sambil turun dari mobilnya. “ Ya” teriaknya dan memutar mobilnya.
Aku pun masuk ke dalam rumah dengan baju basah dan kotor, begitu pula rambutku yang berantakan. Aku mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi. Untuk mandi, bukan yang lain. Setelah mandi aku membenahi kamarku yang berantakan. Sebab tadi siang, aku tidak sempat membenahi kamar, setelah selesai membereskan kamar, lalu aku ke dapur untuk mengambil makanan dan membawanya ke ruang tamu, di sana aku melihat adik perempuanku satu-satunya, sedang melihat acara tv, yang menurutku itu hanyalah omong kosong. Adikku bernama Lidya Adam Landers, entah apa maksud ayahku mencantumkan nama lengkapnya di nama Lidya, walaupun itu terlihat aneh, tetap saja Lidya menyukai nama itu.
“ Ibu mana, Lid?” tanyaku. “ Bagaimana aku bisa tahu kalau ibu saja tidak memberitahukan kepadaku. Mungkin, bayar pinjaman ke bank.” jawabnya sedikit sinis, aku hanya mengecapkan bibirku. Lidya belakangan ini memang sedikit berubah sikapnya dan sedikit sentimentil terhadapku tanpa alasan yang jelas.
Setelah makan, aku pun beranjak dan kembali ke kamarku. Badan ini terasa sangat letih dan seperti remuk setelah apa yang terjadi pada hari ini. Masalah datang setelah aku mimpi aneh seperti itu. Tapi, setelah jumpa Erina hidup ini terasa sedikit nyaman. Aku masih penasaran dengan bau badannya. Mungkin, kalau terjawab, aku tidak perlu pusing-pusing memikirkannya.
Oah
aku menguam, “ Letih sekali” ucapku. Perlahan-lahan mataku terpejam dan mulai larut oleh keheningan kamar. Namun keheningan itu pecah dan menjadikanku tersentak saat itu pula dan aku pula menjadi sedkit syok, karena aku telah berada di tempat lain kala itu. “ Apa-apaan ini. Di mana aku?” ucapku yang saat itu tidak sadar dimana lokasiku.
Orang-orang disini, tidak ada yang kukenal. Tapi, mereka terlihat begitu damai dan tenang. Anak kecil bermain-main dan terlihat bahagia,
“ Dimana aku sebenarnya.”
Aku mencoba bertanya tapi mereka tidak ada yang menjawab. “ Siapa mereka atau siapa aku ini?” pikirku, “ Hey Bu, ini di mana?” aku bertanya kepada seorang ibu-ibu yang mengenakan syal bewarna merah belang. “ Masa kamu tidak tanda di kotamu sendiri?” Jawab ibu-ibu itu. Aku kaget mendengarnya.
“ Kotaku sendiri, apa ini Lostcity?” gumamku. “ Bukan kotaku bukan seperti ini. Ini seperti kota di era abad ke-13 atau lebih sedikit, bukan abad ke-20. Apa mungkin ini Lostcity era abad ke-13 atau 14 atau bahkan lebih ” ungkapku bertanya-tanya dalam diri.
Aku melihat-lihat daerah sekitar untuk memastikan nama jalan atau apa pun itu yang kemungkinan aku mengenalinya. Ya, mungkin ini benar-benar Lostcity Lima Ratus Tahun yang lalu atau Lostcity di abad pertengahan. Setelah aku telusuri, aku bertemu seorang bapak-bapak dan dia memberiku sebuah makanan berbentuk seperti kue. Dia berkata makanan ini, makanan khas daerah sini. Tapi, aku tidak pernah tahu, kalau makanan ini, makanan khas kota Lostcity. Aku mencicipinya, ternyata makanan yang berbentuk kue ini sangat enak. “ Hey Pak, Makanan apa ini namanya?” tanyaku pada bapak tua itu.
“ Madora, Nak. Madora nama makanan itu.” jawabnya. Mendengar jawaban tersebut, aku hanya tersenyum.
Aku pun berjalan lagi untuk melihat-lihat. Tiba-tiba, ada beberapa orang menaiki kuda mendatangi sebuah toko, mereka ada sekitar Lima orang. Tak lama setelahnya, terjadi sebuah bentrokan di sana, sontak suasana yang tadinya bahagia dan damai. Kini, menjadi kacau dan ribut. Suara tembakkan ada di mana-mana, petugas keamanan lokal pun mengambil tindakan. Aku tidak terlalu memperdulikan kejadian itu. Dari keramaian itu pula, aku melihat seorang wanita muda berkulit putih, ia sedang membeli sayuran di pasar dan tidak peduli akan suasana yang terjadi. Jadi, aku mencoba untuk mendekatinya dan bertanya tentang tempat ini. Aku tidak tahu wajahnya, sebab aku melihatnya dari belakang.
“ Ini di mana?” tanyaku, tangan kananku memegang pundaknya untuk menyadarkan dirinya akan kehadiranku. Dia tak menjawab. “ Hey.” sahutku kembali.
Tapi, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang berasal dari sebuah gedung besar.
BLAAAM
Suara itu membuat semua orang ketakutan. Awalnya, kukira ledakan itu hanya terjadi di gedung itu saja. Tapi, ternyata ledakan itu terjadi sampai lebih dari wilayah ini.
“ Iya” jawab wanita tadi sembari membalikan badannya. Tapi sayang, ketika dia membalikkan diri. Tiba-tiba, cahaya seperti kilat menghalangi penglihatanku, mungkin efek dari ledakan itu. Semua yang disana, mungkin rata oleh tanah.
“ Siapa ulah dari semua ini ?” pikirku dalam sebuah ledakan. Tapi anehnya, aku tidak mati.
“ Apa yang terjadi denganku, semua lenyap sedangkan aku tidak.” Aku berbicara dengan diriku sendiri yang sedang berada diruang hampa tanpa kendali dan kesadaran.
“ Kenshin, Kenshin. Bangun ini sudah jam setengah tujuh loh” ucap seseorang berbayang di kepalaku.
Aku tersentak bangun. Penglihatanku masih dalam keadaan samar-samar. Rupanya, ibuku telah membangunkanku. “ Sial! berarti yang tadi, bahkan, semuanya cuma mimpi dan wanita itu juga” pikirku kesal.
“ Kok di bangunin sih, Bu” tanyaku kesal. “ Loh, kamu gak kuliah!.” jawab ibuku sambil keluar dari kamarku. Aku duduk dan merenung di atas tempat tidurku hingga tenagaku pulih. Aku menarik nafas dan mencoba berfikir sejenak.
“ Hem, tadi mimpi yang buruk. Tapi, ada indahnya juga. Apa ini akan menjadi sebuah kenyataan? Mimpi yang lalu saja belum kelar dengan seluruh hiruk-pikuknya. Masa datang mimpi baru lagi sih? Apa ada kaitannya dengan mimpi yang kemarin? Sepertinya, tidak mungkin. Dalam mimpiku tadi, kota ini berada sekitar 500-an tahun yang lalu. Jadi, tidak mungkin menjadi sebuah kenyataan” feelingku yang sudah menjadi sedikit was-was.
Aku masih terlihat santai dengan wajah yang belum kubasuh. Aku beranjak dan membuka komputer milikku. Lalu, aku menghidupkan modem, agar komputerku dapat terhubung jaringan. “ Kota Lostcity 500 tahun lalu.” begitu kuketikkan di dalam kotak pencaharian di internet explore untuk memuaskan rasa penasaranku.
“ Akh sial, ternyata tidak ada. yang ada malah yang lain”.
Lantas, aku membuka satu persatu, hingga sepuluh kali pencaharian yang terkait oleh tema diatas. Namun, tdak ada sedikit pun referensi tentang Lostcity 500 Tahun lalu. Aku pun menyerah dan aku berfikir kembali. “ Makanan Madora” kuketik sekali lagi di dalam mesin pencaharian. Ternyata ada, terus aku membuka Wikipedianya dan perlahan membacanya.
“ Madora berasal dari dua kata yaitu, Madore dan madoru. Madore memiliki arti kue dan Madora memiliki arti adonan, makanan ini, tidak diketahui asal dari mana. makanan ini di ambil dari bahasa Gresogn yaitu bahasa yang di pakai orang-orang Gresmory, sejak lebih dari 500 tahun lalu. Sekarang, makanan ini sudah tidak di produksi massal lagi, hanya kaum tertentu saja yang memakannya”.
“ Madora, persis penjelasannya dengan penjelasan yang di berikan pak tua dalam mimpi itu. Tapi, sepertinya aku pernah mendengar kata ‘Gresmory’ sebelumnya. Hem,?” pikirku sembari menggarukkan kepalaku.
Tidak ada sedikitpun referensi yang berguna tertinggal, melainkan, orang-orang Gresmory. Aku melihat jam, ternyata sudah jam tujuh. Aku mematikan komputer dan bergegas mandi. Kemudian aku makan dan menyantap hidangan yang disajikan, setelah ibuku menyuruhku untuk makan. Selepasnya, aku bangkit dan menuju ke bagasi motor. Ketika aku mengeluarkan motorku yaitu Binter. Aku baru sadar kalau ini hari Minggu,
Aku tertawa konyol, “ Astaga, konyolnya diriku.” Pikirku, setelah menyadarinya. Aku memasukkan kembali Binterku, lalu aku kembali ke kamar.
“ Loh, Kenshin. kok gak jadi pergi?” ibuku bertanya. “ Ibu gak ingat apa? Inikan hari Minggu.” ucapku kesal. “ Hah. Iya, ya, Ibu lupa.” jawab ibu sambil tertawa. “ Lidya mana, Bu? udah pergi sekolah juga?” tanyaku. “ Gak, dia ada di kamarnya.” Jawab ibuku.
Aku langsung menuju ke kamarku, aku mengganti bajuku dan menghidupkan komputerku kembali, seperti biasa, aku mengaktifkan modem dan bermain sosial media. Iseng-iseng, aku pun mencari nama akun media sosialnya teman baruku yaitu Erina Mctreat, aku mencoba mengetik namanya dan mencarinya, setelah ketemu dan pasti kalau itu dia, tanpa ragu aku langsung menambahkan dia sebagai teman. Dalam hitungan detik, dia menerima permintaan pertemananku, dia terlihat sedang aktif saat itu. Aku ingin memulai chattingan dengannya, hanya saja aku bingung pesan apa yang ingin aku tanyakan kepadanya. Aku mencoba mengecek kembali daftar pertemananku, ternyata teman-temanku seperti Rinsky, juga sedang aktif. Aku mencoba mengirim pesan pertanyaan kelada Rinsky tentang kejadian 500 tahun lalu.
“ Hey, Ki. Kau tahu tentang insiden 500 tahun yang lalu? Aku membutuhkan referensi darimu?” aku mengirim chat kepada Rinsky. Dia tidak membalasnya. Aku berfikir sejenak dan mencoba berfikir positif tentang Rinsky. Sekarang aku tahu harus memulai dari mana untuk chat dengan Erina, “ Hi Erina, kamu tahu tragedi 500 tahun lalu? Aku membutuhkan sedikit referensi tentangnya” tanyaku. Sepertinya dia sedang membalas pesanku, sebab, di kotak pesan terlihat sedang mengetik. Namun, tidak lama kemudian, tulisan itu hilang dan timbul kembali, kelihatannya dia belum tahu mengoperasikan sosial media tersebut. Tidak lama kemudian, setelah menutup kotak pesan.
Terdengar bunyi “ PING!” tanda kalau pesanku telah dibalas. Tepat sekali, yang balas adalah Erina. Aku membuka kotak pesan darinya.
“ Tentu saja aku tahu. Pada tahun 1392, Dinasti Goryeo digantikan oleh Dinasti Joseon, yang akan menguasai Semenanjung Korea selama kurang lebih 500 tahun. Pada dekade yang sama, pemerintahan Dinasti Yuan di Tiongkok digulingkan oleh rakyat dan digantikan dengan pemerintahan Dinasti Ming (1368–1644) oleh orang Han. Di Eropa tersendiri sedang mengalami Zaman Kegelapan sekitaran abad pertengahan atau yang lebih jelas disebut periode kekuasaan agama, dimana seluruh hukum akan kembali ke gereja. Namun pengecualian untuk Andalusia yang saat itu, dalam masa kejayaan. Begitulah setahuku yang tertulis dibuku. Namun faktanya, tidak seluruh Eropa berada pada zaman itu. Wabah Black Death yang menebarkan rumor menakutkan, itu hanyalah sesuatu kesalahan yang banyak memakan korban di era Dark Ages. Bahkan di Eropa Utara, penduduknya tidak sesuram Eropa Barat.” pesan Erina.
Erina menjelaskan sesuatu yang tidak masuk diakal dan sangat jauh dari apa yang aku harapkan, memang benar bahwa pada abad pertengahan, banyak sekali insiden-insiden yang muncul. Tapi, aku tidak pernah tahu bahwa Eropa Utara dalam keadaan baik-baik saja.
“ Terima kasih. Sebenarnya, aku hanya bertanya tentang insiden yang bersangkut paut dengan ledakan.” kirimku pesan balasan kepada Erina. Dia membalas dengan cepat. “ Emangnya, ada apa bertanya seperti itu? Setahuku, ledakan bom yang dahsyat baru muncul pada abad ke-19 keatas. Ya sama-sama” pesannya.
“ Ehh iya, kalau aku boleh tahu,. Dimana letak kota Gresmory itu? Maaf sebelumnya, tapi kau pernah menyebutnya saat perkenalan ?” tanyaku dalam bentuk pesan, karena penasaran. Awalnya kukira dia akan membalas, ternyata dia tidak membalasnya. lalu aku bertanya kepadanya tentang siapa saja yang dia hubungi. “ Sama kamu, Rinsky, Kyo, Rey dan lainnya” balasnya polos. Aku telah menduga hal itu sebelumnya.
“ Sialan Rinsky, mereka telah mendahuluiku” ucapku kesal dalam hati.
“ Men, dalam mengejar wanita itu harus adil dan jujur tanpa perlu keributan.” begitu pesan Rinsky kepadaku, yang seketika ucapannya terngiang dikepalaku.
“ Ehh erina, kamu ada waktu ? Kalau ada. Aku mau jumpaan sama kamu, itu pun kalau boleh? Sebab kamu terlihat berilmu dan aku ingin mengetahui beberapa tragedi abad pertengahan dan tentang ledakan juga.” Pesanku. “ Boleh, dimana?” balasnya dengan cepat. “ Terserah kamu?” Kukirim pesanku.
Mungkin ini adalah kesempatanku, supaya aku tau, siapa dia sebenarnya. Aku membuka tab baru di internet exploreku, sebelum dia membalasnya. Aku mengetikkan tentang ledakan abad ke-15. Setelah aku mencermati layar komputerku, aku masih belum mendapatkan sedikitpun referensi tentang sebuah ledakan itu, aku mencarinya lagi dan pada akhirnya, aku menemukan sebuah blog yang menceritakan beberapa tragedi abad pertengahan. Blog itu ditulis oleh seseorang yang disamarkan, gaya tulisannya sangat mirip dengan tulisan berita di mading yang aku lihat tadi pagi.
“ PING!” bunyi suara pesan.
“ Di taman kampus aja.” Aku membaca pesan Erina. “ Ok” kirimku.
Rambut kusisir rapi, agak miring ke kanan sedikit, menggunakan jacket kulit hitam , dengan jeans panjang berwarna biru kehitam-hitaman. Tidak lupa pula memakai minyak wangi. Lalu, aku mengeluarkan motorku dan kemudian aku pergi menuju taman kampus. “ Mau kemana Kenshin?” teriak ibu dari dalam rumah. “ Sebentar Bu.” jawabku. Aku pun berangkat. Sengaja aku mempercepat laju motorku, agar cepat sampai di taman kampus terdahulu, tidak sopan kalau membuat wanita menunggu. Di taman keadaannya masih sangat sepi, tidak ada orang disana. Melainkan, hanya tukang sapu jalanan saja. Aku mencari tempat duduk yang pas, agar terhindar dari panas matahari, Lima menit menunggu, akhirnya Erina datang juga, aku tersenyum melihat dia dari kejauhan yang memakai baju panjang dengan rok hitam panjang. Tapi tunggu, tidak lama Erina datang, aku melihat dua orang yang datang kemari menyusul Erina dari belakang. Di sisi kanan, kulihat gaya berjalannya, seperti Rinski dan dari sisi
Tidak terasa hari sudah mulai petang, terlihat dari kejauhan matahari mulai tersipu malu dan ingin menyembunyikan dirinya dari pandanganku, aku mulai memandangi keadaan luar melalui sepetak jendela kamarku yang menghadap ke arah samping kanan rumah. Rumahku, memiliki tingkat Dua dan ada empat buah kamar, dan satu bagasi motor, sekaligus gudang. Jarak rumah tetangga disamping kanan, sekitar Dua Ratus meter. Sedangkan, jarak rumah di samping kiri tidak begitu jauh, begitu pula jarak rumah didepan dan dibelakang rumahku, hanya dipisahi oleh jalan seukuran kendaraan roda empat. Ada sekitar Dua Belas rumah di jalan Nymfa dan jalan ini buntu. Aku melihat suasana disana, memang benar-benar sepi, tidak ada satu pun orang saat itu. Aku metutup jendela kamarku perlahan-lahan, kamarku mulai terlihat gelap, karena saat itu, aku belum menghidupkan lampu kamarku. PING! Bunyi sebuah pesan yang masuk ke ponselku. Aku melihatnya, rupanya pesan itu
“ Hey kemana saja kamu? Aku tadi ingin mentraktirmu makan.” tanya Erina, yang menghampiriku dan datang bersama beberapa teman wanita. “ Apa kamu serius tentang itu?” kataku merayunya. “ Tidak juga, aku lagi tidak selera makan” jawab Erina. “ Oh ya, ngomong–ngomong parfume yang kamu kenakan belinya dimana?” tanyaku ingin tahu. “ Penasaran atau kamu hanya basa-basi saja, agar cari perhatian gitu” gumamnya dengan tawa kecil menghiasi wajahnya. “ Ah, aku pulang duluan ya, Erina. Membosankan disini.” Sapaku dan berjalan perlahan meninggalkan kampus, “ Woahhhh, libur sebulan.” ucapku dengan mengangkat kedua tangan keatas. “ Yah, dia malah kabur. hati –hati Shin” katanya dari belakangku. “ Aku pulang woi.” sapaku kepada teman-teman yang berada disekitar . “ Ya” jawab mereka serempak. Langit sedikit mendung. Badan Geografi menyatakan, bahwa bulan ini, cuaca mengalami keadaan yang tidak stabil. Aku mengambil kendaraanku dari parkiran sepeda motor, lalu aku mulai
Kami melanjutkan perjalanan kami kembali, saat ini kami telah memasuki jalan setapak yang mirip dengan jalan setapak sebelumnya. “ Oh iya, Juna. kau tahu buku Gresognian atau Gresmonian, Sepertinya begitu ejaannya” tanyaku. “ Ya, tentu aku tahu.” jawabnya sambil menyusuri jalan setapak. “ Aku mencari di internet, bahwa itu adalah buku yang misterius dan jika ada yang bisa membacanya pasti dia bisa memecahkan misteri tentang buku itu.” beritahuku berbohong pada Juna. “ Kau mencoba menipuku, Kenshin. Data tentang buku itu, tidak tertulis sama sekali di internet. Bahkan, judulnya saja tidak ada yang tahu.” Ucap Juna, tertawa kecil. Aku sontak kaget mendengar pernyataan Juna. “ Jika buku itu tidak diketahui judulnya. Jadi, Paman Jhonny adalah salah satu yang bisa membaca buku itu dan dia. Kenapa dia secara blak-blakkan memberitahukannya kepadaku ” pikirku begitu. “ Kenshin, aku akan mencoba menjelaskannya, setelah kita sampai di bangunan tua itu” beritahu Juna.
Malam itu purnama bersinar terang, terdengar lolongan anjing dimalam yang masih baru memunculkan purnama, terdengar suara gitar dari belakang rumah, aku menduga bahwa itu adalah suara gitar dari Lumi, Lumi sendiri adalah anak perempuan dari pasangan Walker dan Bethy, mereka adalah keluarga yang pindah Lima tahun lalu ke belakang rumah kami, meskipun orang-orang tidak terlalu ramah, namun itu pengecualian bagi mereka, keluarga Walker sangat bersahabat dengan kami. Lumi yang pandai memetik gitar, sangat piawai memainkan gitarnya di malam itu sehingga mampu menenangkan pikiranku. “ Bu, apa kau tahu rumah Paman Jhonny?” tanyaku pada ibu sesaat dia sedang melihat acara televisi bersama Lidya. Ibu terlihat terkejut dan dia mengerenyitkan keningnya, dia merasa heran dengan pertanyaanku, dia bertanya apa yang terjadi padaku sehingga aku menjadi peduli dengan Paman Jhonny. “ Tenanglah, Bu, aku hanya ingin mengunjunginya.” jawabku dengan wajah meyakinkan. “ Ibu
‘cyit, cyit, Draaak’ suara pintu perpustakaan yang besar perlahan tertutup. “ Kami hanya mampir, Hamada. Kenapa kau terlalu overprotektif seperti itu?” ucap Erina yang membuatku bingung kembali, dengan situasi itu. “ Tak mungkin Seorang Grasumian datang kemari hanya untuk mampir, kecuali ada sesuatu yang sedang dicari.” ucap Hamada. “ Sopankah begitu di depan tamu baru kita” Erina berkata menunjuk kearahku. “ Aku bisa memberi dia keringanan dengan keluar dari sini. Tapi, bagaimana dengan dua orang Marsum kerabat Grasumian” ucap Hamada menunjuk Paman Jhonny dan Liliana. “ Kenshin, bacalah buku yang kau suka, dan temani dia Liliana. biar aku dengan Nyonya Erina yang berbincang dengan Hamada. “ Baik, Ayah.” ucap Liliana kepada ayahnya. Kemudian aku dan Liliana menjauh dari mereka, kami naik kelantai dua dan mulai mencari buku Gresognian, kami mencarinya dengan terburu-buru. ‘Braaak’ terdengar suara gemuruh yang mengge
“ Sial, mimpi yang membingungkan” ucapku pelan. Aku duduk disebuah bangku di dapur dan meneguk segelas air. “ Ini terlalu pagi, kau sudah bangun saja” ucap Liliana berjalan melintasiku, dia mengenakan sebuah tanktop putih degan celana pendek ketat diatas lutut bewarna hitam dengan rambut terkucir. Aku hanya menatap kosong kepadanya, pikiranku masih kacau saat itu. Setelah mendapat mimpi liar seperti tadi, diriku masih merasakan gairah yang menggebu-gebu. Kini, ditambah lagi, aku menyaksikan Liliana dengan pakaian mini seperti itu. Aku mencoba mengalihkan pandanganku darinya, karena aku takut hal buruk akan menghasutku, bentuk tubuh Liliana sangat menawan, kulit tubuhnya juga oriental seperti orang-orang asia bagian tenggara. “ Ya, aku hanya tersentak bangun dari mimpi”. Jawabku lirih. “Ini adalah posisi tidak bagus” pikirku begitu. Aku bangkit dari tempat duduk, lalu meletakkan gelas disebelah tempat minum. Kemudian, aku kembali kekamarku. Liliana mencuci
Saat ini, kami telah berada didalam perpustakaan, terlihat ada sekitar tiga orang berada dilantai satu dan kami secara sembunyi-sembunyi berusaha menyelinap kelantai dua, kami mencari buku Gresognian, namun kami tak menemukannya di semua rak di lantai dua. Lalu, kami menyelinap kelantai tiga yang disana ada dua orang penjaga, kami keliling sembari bersembunyi dan tidak menemukan Gresognian juga. “ Apa kau tahu bentuk bukunya” ucap Liliana padaku. “ Tentu, sebelumnya paman Jhonny telah mendeskripsikannya dengan sangat jelas.” Lugasku. Aku berfikir dan berkata kepada Liliana, bahwa buku itu pasti telah diletakkan ditempat rahasia diperpustakaan. Karena, Setahuku buku itu termasuk aset dunia yang dilindungi. Kami memutuskan untuk menyelinap lagi besok dan akan mundur untuk saat ini. Saat kami berjalan ingin menuju kearah pintu belakang perpustakaan, kami melihat ada sedikit celah terbuka disebuah ruangan yang sepertinya tidak memperbolehkan
Elenorie adalah salah satu marga dari segelintir marga yang ada di kota Gresmory di masa lalu, setelah kejadian ledakan itu, mereka hanya beberapa kali terlihat dan kemudian hilang berabad-abad hingga muncul saat ini. Yang jelas, mereka berpihak pada Who dengan alasan yang tak bisa dipahami. Ombak ganas beberapa kali menghantam kapal mereka, keadaan diatas semakin tidak stabil. Namun Reinhard terlihat santai mendengar penjelasan dari Hernandez. Hernandez menceritakan bahwasanya dia tidak pernah tahu menahu tentang kejadian-kejadian yang terjadi didaratan karena selama ini mereka hampir tak pernah berada ditanah Gresmory. Selama berabad-abad menghilang mereka hanya terus-terusan mencari daratan baru dan melakukan ekspedisi ke negara-negara lain untuk melakukan sejumlah bisnis kapal, hal itu dapat mereka lakukan karena William atau suami Clara, yang memberikan izin kepada mereka dengan mengatasna
Swooosh Ia melangkahkan kakinya mendekati reruntuhan itu, sembari melindungi pandangannya dengan lengan kanannya, angin kala itu cukup kuat hingga mulai menerbangkan dahan – dahan besar pepohonan bahkan beberapa puing reruntuhan. Dengan kekuatan lengannya, Paman Jhonny mencoba mengangkat beberapa puing hingga ia menemukan seorang pria yang tertindih reruntuhan bangunan. Dia menarik seseorang itu dan membawanya ke mobil, Bruakk Suara tubuh yang jatuh di bangku depan mobil, “ Dia masih berdetak, tapi sangat lemah” ucap Dawan sembari mengecek detak jantungnya. Tak lama kemudian, sesosok makhluk mengetuk kaca mobil. Makhluk itu adalah salah seorang Tarmus. Ia hanya penasaran dengan mobil yang masih bisa terparkir rapi disana sehingga ia mencoba memastikan keberadaan orang didalamnya. Kesempatan itu tidak disia-siakan Paman Jhonny dan anak-anaknya. Mereka
Semua hanyalah kehampaan sejauh mataku memandang, tidak ada solusi, tidak ada keyakinan, tidak ada keberanian, semua hanyalah bayang-bayang yang menyelimuti dan pula aku benar-benar dalam kebingungan saat ini. Aku bangkit dari kursi dan menatap keluar jendela rumah, langit hitam kemerahan menyelimuti atap Lostcity dan beberapa kota disekitarnya termasuk Tarling dan Brimhall. Bahkan aku bisa mendengar suara angin yang memaksa dirinya untuk masuk kedalam rumah yang aku injak sekarang ini melalui jendela yang aku menatap jauh keluarnya. Kraack Perlahan kaca-kaca jendela mulai retak secara pasti dan menyebar, Ctasss Hingga para angin akhirnya pun berhasil masuk kedalam rumah, untungnya aku cepat menghindari serpihan kaca yang pecah, sehingga aku masih dalam keadaan tak tergores sedikitpun. Gusar masih mengelilingi wajahku, tak ada sedikitpun
Setidaknya begitulah imajinasiku saat berada dihadapan Laire kali ini, tapi siapa aku, berani-berani berfikiran hal aneh seperti itu. Laire hanya menatapku kemudian memanggilku,“ Selamat datang kembali anakku!” sapanya kepadaku.Dia menatap sedikit kearahku, lalu dia mengucapkan beberapa kalimat kekami semua, kalimat yang menandakan bahwasanya perang akan dimulai.“ Berhati-hatilah dengan badai darah. Atmosphere kali ini jauh lebih brutal dari yang aku dengar. Bukankah begitu Landers?” beritahu Laire kepada semuanya dan mencari fakta penguatnya dari ku. Aku mengangguk dan seluruh kepala keluarga keluar dari ruangan tersebut. Mereka mengepalai keluarga masing-masing dan mengambil posisi. Ada satu hal yang membuatku takjub, mereka yang tak memiliki evolusi penuh akan memakai topeng untuk menyamarkan identitasnya.Laire menyaksikan para tetua keluarga yang sedang bersiap dan mulai menuju pusat kota, begitupun keluarga G
Maaf untuk semua, karena sudah sangat lama tidak update. Saya benar-benar minta maaf untuk para pembaca sekali lagi. Tapi, sebisa mungkin saya akan update cerita ini secepatnya. Dan juga saya telah merevisi cerita ini dari awal. karena saya rasa sangat banyak penulisan dannkarakter huruf yang bersalahan termasuk tanda bacanya. Jadi saya sangat berharap untuk kritik dan sarannya dikemudian hari. sekali lagi saya hanturkan permintaan maaf saya yang sebesar-besarnya untuk para pembaca cerita saya ini. Jujur saya sangat senang dengan reaksi dan respon para pembaca. Demikianlah kata-kata yang dapat saya sampaikan. Terima kasih banyak semua nya. Tetap semangat untuk kita semua. **
Tidak ada yang mencurigakan bagi Aeri, Rakisha, Arin bahkan Lidya dan ibu setelah beberapa menit aku dan Bashra meninggalkan rumah, mereka terlihat tampak asyik dengan selimut tebal yang menemani mereka di hari yang berangin dingin ini. Perlahan, Arin mulai merasakan keberadaanku yang semakin surut melalui indra penciumannya yang lumayan tajam, dia juga merasakan keberadaan Bashra yang ikut surut secara bersamaan. Sebagai seorang wanita plegmatis, Arin tidak ingin menimbulkan rasa cemas kepada ibuku dan mencoba memberitahukan hal itu kepada Rakhisa, dengan alasan bahwa dia ingin melihat keluar sebentar bersama Rakhisa. Aeri juga merasakan hal yang sama dan ikut menyusul mereka. Hari ini adalah puncak dari bencana, setidaknya begitulah menurutku. Setelah Arin dan kedua temannya berbincang. Rakhisa mencoba mencari kami dengan penglihatan yang sangat tajam miliknya untuk memantau dan mencariku dengan Bashra. Kali ini barulah timbul kecurigaan pada hati mereka.
Xanna adalah seorang pria dimasa lalu, sebelumnya aku mengira Xanna adalah seorang wanita karena dari namanya dia terlihat seperti sosok wanita. Namun, setelah Rakhisa menjelaskan tentang garis keturunan Landers barulah aku sadar bahwa Xanna adalah pria dan dia adalah kakek buyutku. Tidak ada pilihan bagi mereka selain mrmpercayai ucapanku, meski kabar kematianku telah menyebar. Aku menjelaskan kepada mereka bahwa aku berhasil melarikan diri dari cengkraman Clara dan bersembunyi selama seminggu tetakhir ini. Mendengar penjelasanku yang mendetail mereka semakin yakin. Tuan Adian Derborra mengambil ponsel miliknya dan menghubungi seseorang, “ Laire, berhati-hatilah disana dan jangan gegabah. Seseorang mendatangi markas kami dan mengaku sebagai Landers, dia menjelaskan bahwa badai itu bukan badai biasa!” begitu ucap Adian. Dia bahkan tidak berbasa-basi dalam panggilannya, kemudian dia hanya menjawab seluruh pertanyaan dari wanita yang dia telpon.
Awan mulai tergiring angin menuju Lostcity, seakan-akan mereka sedang mengadai pertemuan besar disana. Langit sore yang memerah kini mulai berdampingan dengan gelapnya awan. Aku masih tidak tahu apa yang akan terjadi di Lostcity, namun setelah melihat jauh kearah awan gelap yang menuju ke Lostcity, aku bisa memprediksi bahwa badai yang akan terjadi sangatlah besar. Pastinya kota-kota disekitarnya juga akan terkena dampak badai tersebut, meskipun tidak akan menimbulkan kerusakan yang terlalu besar dari titik badai. Hati menjadi kalut dan dibayangi akan orang-orang yang ku kenal disana. Aku jadi teringat dengan Meelan, Kyo, Rinski dan lainnya, tapi jika itu Liliana dan para Gresmonian, aku tidak terlalu mengkhawatirkan mereka sebab mereka bahkan bisa selamat dari tembakan peluru. Dari tadi aku merasakan seperti ada sesosok yang mengikuti aku dan Bashra, beberapa kali aku melirik kearah sekeliling, akan tetapi aku tidak menemukan siapapun disana, bahkan suara kak
Aku yakin sekali bahwa itu bukan hanya sekedar badai biasa, angin merah yang bertiup kencang dan menusuk setiap senti permukaan kulitku, tak bisa aku lupakan. “ Aku tidak yakin tapi gumpalan awan yang terlihat dimimpiku seperti perpaduan antara darah dengan langit malam. Dia hitam kemerah-merahan, angin itu juga membawa air yang dengan kecepatannya mampu menghasilkan rasa sakit ketika terkena kulit. Aku melihat disebuah banner yang terbang, dia tertulis sebuah alamat dan lokasinya di Lostcity.” Aku tersadar berkat sebuah banner, aku tersadar bahwa dimasa lalu banner tidak terlihat semodern didalam mimpiku, entahpun tidak ada. “ Aku sangat khawatir tentangmu, tapi setelah melihatmu datang hari ini, khawatirku telah hilang.” Jelas Lidya, dia sedikit menundukkan wajahnya. Apa yang dia jelaskan telah membuktikan bahwa dia memiliki mimpi yang sama denganku, dan itu menjadikanku yakin bahwa mimpiku bukanlah dari masa lalu, melainkan pertanda bencana