Mati saja, Mas.Senja terlihat manis di ujung jendela rumah sakit ini. Aku sendiri menikmati rasa rindu dan rasa senang untuk kehadirannya. Pukul berapa ini? Kenapa Jane belum kunjung datang? Tapi biarlah, yang terpenting adalah dia berkata bahwa dia akan datang hari ini.“Mas Reno!” Gadis itu datang ke dalam ruangan.“Ke-Kenapa kamu di sini?” tanyaku kebingungan. Suaraku sampai tercekat karena terkejut melihatnya sudah berada di dalam ruangan dengan disusul mamaku.“Kami yang seharusnya bertanya, kenapa Jane yang berada di luar kota lebih dahulu tahu berita keadaanmu dibandingkan kami!” Mama memotong.Gadis itu adalah Anggi, dan saat ini ia sedang menangis, aku panik, meski begitu, aku masih sempat memperhatikan wajahnya yang terlihat cantik saat menghapus air mata.“Aku tidak apa-apa. Bisakah kalian pulang saja untuk saat ini?” jelasku mulai merasa kewalahan, memikirkan apa yang akan terjadi jika Jane datang.“Kenapa harus pulang? Mama masih geram dikirimi fotomu dalam keadaan berd
(Dari sudut pandang Haikal)Namaku Haikal. Semua orang yang pernah dekat denganku mengatakan bahwa selain tampan, aku juga sangat loyal dan perhatian. Itulah mengapa setiap wanita yang dekat denganku selalu merasa aku perlakukan secara spesial. Padahal, tidak ada yang spesial. Semua sama. Wanita manapun memanglah harus diperlakukan dengan sebaik mungkin. Sebelum akhirnya aku bertemu dengan Jane. Kakak kelas saat aku duduk di bangku SMU.Awalnya aku memang ingin selalu memperhatikannya, mengapresiasi setiap prestasinya hingga secara diam-diam menjadi penggemar rahasianya. Tapi, ternyata kebiasaanku memuji-muji namanya, membuat tidak nyaman teman les pianoku sekaligus tetanggaku, Anggi. Putri tunggal dari keluarga kaya raya dari kalangan pengusaha international. Anggi kerap sekali kesepian ditinggal orang tuanya untuk urusan bisnis keluar negeri.Aku masih ingat sekali saat terakhir Anggi pergi meninggalkanku dan tidak ingin lagi dekat denganku adalah saat Jane menikah dengan Reno. Saat
“Aku boleh mengerjakan beberapa contoh soal ujian masuk bersamamu ya, Kal?” Jane memegang lenganku. Kami dari perjalanan pulang belanja buku di tempat biasa. Bus umum yang kami tumpangi penuh.Aku menoleh dan bertanya, “Bersamaku?” Bukan tidak mau, aku hanya menjaga-jaga hati agar tidak berakhir sebagai pelampiasan atau pelarian dari masalah rumah tangga Jane. “Kamu sudah berpengalaman dengan dunia perkuliahan dan ujian masuk ke berbagai kampus. Ditambah lagi, aku juga tidak punya siapa-siapa yang bisa diandalkan untuk saat ini.” Jane memajang muka memelas.Aku berpikir sejenak. “Oke deh.”Bus yang kami tumpangi terus melaju seperti detak jantungku di dekat Jane. Wanita yang sudah lama kukenal. Saat hari sudah mulai menggelap, halte tempat aku seharusnya berhenti sudah sampai. Aku enggan turun namun apa yang akan dipikirkan Jane jika aku masih terus mengikutinya untuk hari yang melelahkan ini. Baiklah, aku turun.“Aku duluan, ya!”“Okay!” jawab Jane dengan senyumanKami akhirnya berp
Sejak tadi, Aku tetap terjaga di kamar. Berbagai kegiatan sudah kulakukan untuk menditraksi pikiran tentang kalimat Anggi, tapi fokusku tetap terikut oleh bayangannya.Kini aku berada di jalan, mengendarai mobil, berpikir dan menciptakan seribu satu skenario tentang apa gerangan yang Anggi ketahui tentang misteri kematian Ayah Jane. Apa mungkin ia benar-benar mengetahui tentang apa yang terjadi pada malam itu? Jika benar, mengapa ia baru mengungkapkannya sekarang. Apa keuntungan yang ia ambil dengan menyimpan sendiri rahasiaku. Dia tidak mungkin berpikir bahwa aku adalah tersangkanya, tapi kalau sepercaya diri itu, mana mungkin ia tidak punya suatu fakta sebagai pegangan dan benakku pun tak berhenti berceloteh.Handphone milikku berdering. Itu panggilan dari Anggi. Antara malas dan penasaran, aku akhirnya mengangkat panggilan tersebut.“Ya, Halo.”“Kenapa belum tidur?”“Haruskah aku menjawabmu?”“Apakah masih kepikiran dengan ancamanku?”“Tidak sama sekali.”“Benarkah?”“Dari awal,
Pagi itu, semua kehidupan yang membeku dalam satu malam, kini mulai mencair lagi. Kicauan burung terdengar samar, tertelan deru kendaraan yang saling ingin mendominasi pembukaan hari yang ramai. Semuanya bergerak, bertarung dengan waktu untuk mengalahkan hari. Tapi tidak dengan Haikal. Semalaman dia tidak bisa tidur dengan lelap. Bahkan, pagi ini tubuhnya masih tergeletak di atas kasur. Video yang dikirim Anggi berhasil mengganggu jiwanya. Ini bukan hanya mengenai dirinya dan Anggi, tetapi juga mengenai Jane dan Ibunya Jane. Masih teringat jelas di ingatan Haikal, dulu, beberapa tahun yang lalu. Sebagai anak yang masih duduk di bangku sekolah menengah biasa, tetapi sudah sangat tertarik dengan penelitian-penelitian sains di luar negeri.Haikal butuh bantuan seorang profesor untuk menjadikan eksperimennya menjadi sebuah jurnal yang layak dikirimkan ke email sebuah perguruan tinggi luar negeri yang tahun itu mengadakan kompetisi riset international.Haika
Sesampainya di rumah, Jane memeriksa keadaan putrinya yang sedang bermain bersama adik sepupu Jane. Setelah memastikan bahwa keadaan putrinya aman, Jane lantas masuk ke dalam kamar, lalu dengan santai berbaring di kasur memainkan handphone miliknya. Sebuah chat masuk melalui email pribadi miliknya. Itu merupakan pesan dari sahabatnya yang bekerja di Jepang. Apa kabar, Jane? Bulan lalu kamu bertanya tentang kuliah di sini. Sudah mulai terpikir kemari kah? Aku hanya terpikir untuk kuliah. Terserah di mana saja! tapi sepertinya belum ada kesempatan yang tepat. Kamu mau tahu tentang beasiswa di sini? Aku bisa mempersentasekannya untukmu. Jika nanti aku sudah merasa saatnya tiba untuk kuliah. Aku pasti akan mempertimbangkan tawaranmu. Bagaimana dengan pernikahanmu? Rumit Jangan katakan kau mulai tertarik dengan pria lain! Tentu saja tidak! Kamu yakin? Entahlah… haha LOL Masih ters
Jane duduk di sudut ruang kerja Ayahnya yang dulu, memandangi jendela. Langit sedang mendung seperti hatinya yang kesal karena belum juga bisa menghubungi Haikal. Tidak pikir panjang, Jane lantas menuju rumah Haikal.Sesampainya di sana, Haikal tidak ada di tempat. Ia bertanya kepada beberapa karyawan yang sedang bersih-bersih di sana dan mereka berkata bahwa Haikal secara mendadak pergi dan pindah ke luar negeri. Jane merasa ada yang aneh dengan Haikal. Kenapa Haikal tidak memberitahukannya terlebih dahulu. Kenapa terlalu mendadak? Dan kenapa harus menghindari kontak dari Jane?Handphone Jane berdering, ia mengangkatnya dengan cepat meski itu adalah panggilan dari Reno.“Iya.”“Kamu di mana? Aku sedang berada di rumahmu.”“Untuk apa?”“Ada yang ingin aku bicarakan. Saat ini aku sedang bermain dengan putri kita.”“Aku sedang diluar, Mas. Tapi, sekarang akan segera pulang. Tunggu saja di sana.”“Baik, sayang. Aku menunggumu.”Jane lantas mengakhiri pembicaraan itu. Bulu kuduknya berdi
(Kembali ke sudut pandang Jane)Waktu menunjukkan pukul lima sore, Aku masih termenung di belakang rumah setelah kemarin Retno mendatangiku. Aku bertanya sendiri kepada diriku, apa sebenarnya dosa yang telah kuperbuat sehingga harus mengalami rasa yang sangat hancur seperti sekarang?Sejujurnya hatiku masih belum bisa menerima jika suamiku jatuh hati lagi dengan wanita lain. Untuk menerima kenyataan itu saja, aku sudah sangat terpukul hingga pada suatu waktu, ada haikal yang sedikit mengobati laraku.Aku tidak tahu apakah Haikal benar-benar sangat berarti bagiku ataukah Haikal hanya pelarian saja. Yang jelas, saat ini aku sadar bahwa aku butuh seseorang untuk menjadi rumah untuk berteduh dari badai yg gelap dan kelam. Dan kupikir seseorang itu harusnya adalah Haikal.“Kamu sedang apa, Jane?” Ibuku datang menegur.“Ibu!” Aku menggeser kursi agar bisa diduduki Ibu.“Kamu sedang memikirkan Reno? Kamu belum cerita apa-apa loh tentang kedatangan Reno kemarin.”Mendengar itu, Aku hanya ters