Sesampainya di rumah, Jane memeriksa keadaan putrinya yang sedang bermain bersama adik sepupu Jane. Setelah memastikan bahwa keadaan putrinya aman, Jane lantas masuk ke dalam kamar, lalu dengan santai berbaring di kasur memainkan handphone miliknya. Sebuah chat masuk melalui email pribadi miliknya. Itu merupakan pesan dari sahabatnya yang bekerja di Jepang. Apa kabar, Jane? Bulan lalu kamu bertanya tentang kuliah di sini. Sudah mulai terpikir kemari kah? Aku hanya terpikir untuk kuliah. Terserah di mana saja! tapi sepertinya belum ada kesempatan yang tepat. Kamu mau tahu tentang beasiswa di sini? Aku bisa mempersentasekannya untukmu. Jika nanti aku sudah merasa saatnya tiba untuk kuliah. Aku pasti akan mempertimbangkan tawaranmu. Bagaimana dengan pernikahanmu? Rumit Jangan katakan kau mulai tertarik dengan pria lain! Tentu saja tidak! Kamu yakin? Entahlah… haha LOL Masih ters
Jane duduk di sudut ruang kerja Ayahnya yang dulu, memandangi jendela. Langit sedang mendung seperti hatinya yang kesal karena belum juga bisa menghubungi Haikal. Tidak pikir panjang, Jane lantas menuju rumah Haikal.Sesampainya di sana, Haikal tidak ada di tempat. Ia bertanya kepada beberapa karyawan yang sedang bersih-bersih di sana dan mereka berkata bahwa Haikal secara mendadak pergi dan pindah ke luar negeri. Jane merasa ada yang aneh dengan Haikal. Kenapa Haikal tidak memberitahukannya terlebih dahulu. Kenapa terlalu mendadak? Dan kenapa harus menghindari kontak dari Jane?Handphone Jane berdering, ia mengangkatnya dengan cepat meski itu adalah panggilan dari Reno.“Iya.”“Kamu di mana? Aku sedang berada di rumahmu.”“Untuk apa?”“Ada yang ingin aku bicarakan. Saat ini aku sedang bermain dengan putri kita.”“Aku sedang diluar, Mas. Tapi, sekarang akan segera pulang. Tunggu saja di sana.”“Baik, sayang. Aku menunggumu.”Jane lantas mengakhiri pembicaraan itu. Bulu kuduknya berdi
(Kembali ke sudut pandang Jane)Waktu menunjukkan pukul lima sore, Aku masih termenung di belakang rumah setelah kemarin Retno mendatangiku. Aku bertanya sendiri kepada diriku, apa sebenarnya dosa yang telah kuperbuat sehingga harus mengalami rasa yang sangat hancur seperti sekarang?Sejujurnya hatiku masih belum bisa menerima jika suamiku jatuh hati lagi dengan wanita lain. Untuk menerima kenyataan itu saja, aku sudah sangat terpukul hingga pada suatu waktu, ada haikal yang sedikit mengobati laraku.Aku tidak tahu apakah Haikal benar-benar sangat berarti bagiku ataukah Haikal hanya pelarian saja. Yang jelas, saat ini aku sadar bahwa aku butuh seseorang untuk menjadi rumah untuk berteduh dari badai yg gelap dan kelam. Dan kupikir seseorang itu harusnya adalah Haikal.“Kamu sedang apa, Jane?” Ibuku datang menegur.“Ibu!” Aku menggeser kursi agar bisa diduduki Ibu.“Kamu sedang memikirkan Reno? Kamu belum cerita apa-apa loh tentang kedatangan Reno kemarin.”Mendengar itu, Aku hanya ters
Ibunya Jane hadir di halaman rumah saat mobil-mobil mewah itu melintas pergi meninggalkan kediaman mereka. Ibunya bertanya tentang maksud dan tujuan kedatangan mereka kepada Jane, tetapi Jane hanya tersenyum lalu merangkul Ibunya berjalan masuk ke dalam rumah. Jane mengalihkan pertanyaan kepada Ibunya tentang apa yang akan ia masak untuk Tania. Ibunya Jane tersenyum, seolah paham bahwa anaknya sedang menenangkan dirinya. Di perjalanan, Sania terus saja mengomeli Reno karena tidak berhasil membuat Jane dan cucunya ikut serta di acara lamaran tersebut. Reno berkata bahwa ini masih sangat berat untuk dihadapi oleh Jane. Reno juga tidak mau nanti jika dipaksakan, Jane malah buat keributan di sana.Sania kembali meremehkan Jane, “Tuh, benar, ‘kan? Kamu saja takut dia buat onar, apalagi Mama. Lagian kan, bukan dia yang diharapkan ikut, tapi Tania. Cucu kesayangan Mama,” ujar Sania kesal.“Bagaimana bisa Tania ikut tanpa Jane. Mereka itu satu paket, Ma!”“Halah! alas
BAB 29ANGLE FOTODua hari setelah hari lamaran Anggi“Selamat pagi, Mbak Jane!”“Anggi?” Jane terkejut melihat Anggi di suatu tempat perbelanjaan.“Iya, saya mbak.”Hati Jane berdebar, mendengar Anggi menyebutkan kata Mbak paska acara lamaran sebelumnya. “Kenapa kamu bisa ada di sini? Kamu mengikuti saya?” tanya Jane heran. Kenapa bisa sangat kebetulan Anggi ada di sana.“Kalau dibilang kebetulan sih, tidak, tapi jika dibilang mengikuti juga tidak, Mbak. Mas Reno yang bilang Mbak Jane sedang ada di swalayan ini untuk membeli belanja bulanan sendirian,” jawab Anggi santai.“Lalu untuk apa kamu mendatangi saya?”“Saya ingin membantu Mbak Jane belanja. Bukankah nantinya kita harus kompak?” jawab Anggi dengan senyuman sinis.“Tidak perlu! Saya tidak butuh bantuan kamu!” jawab Jane.“Jangan terlalu keras dengan hubungan ini, Mbak. Sudah saatnya Mbak Jane menyerah dengan ego dan mencoba legowo dengan takdir.”“Kamu ini bukan Tuhan, Nggi. Kamu tidak berhak bicara tentang takdir.”“Semakin M
BAB 30 Jarum jam terdengar berdetak jelas sekali, kali ini hati Jane benar-benar berdebar kencang melebihi detak jarum jam tersebut. Ia sudah tidak sabar mendengarkan rahasia besar tentang Ayah kandungnya. Segala gerak-gerik Anggi dan Reno ia perhatikan secara detail. Ini adalah tentang kebenaran dan keluarga. Yang benar harus terungkap. Anggi menyiapkan televisi di depan Jane dan mulai memutar video tersebut sembari menjelaskan isi dari video. Anggi menatap Reno yang sedikit gugup menyaksikan semua ini.“Dengar, Mbak. Setelah ini, kamu punya janji yang harus ditepati sesuai dengan surat perjanjian yang telah kamu tanda tangani di atas materai.”“Bolehkah langsung saja! tidak usah lagi berbasa-basi! Kita sudah membahas itu sebelumnya!”“Baiklah, Mbak. Aku hanya mengingatkan!”Anggi mulai memutar video tersebut, itu adalah video rekaman cctv milik kampus. Terlihat dua orang mengangkat sesuatu yang mirip jasad yang terbungkus oleh kantong jasad berwarna orang
Hari itu adalah hari rabu saat Reno dan Anggi menggelar pernikahan mereka. Ibu Jane sengaja dibiarkan tidak mengikuti acara sakral tersebut. Tania yang merupakan putri tunggal dari Reno dan Jane ikut serta dalam prosesi acara. Anggi tampak sangat menyayangi Tania dengan terus memangkunya saat acara akad belum dimulai. Setelah panitia mengatakan bahwa prosesi ijab kabul akan segera berlangsung, barulah Sania memberikan gadis kecil itu kepada Jane.Beragam rasa kini bercampur aduk di sanubari Jane, ia tidak tahu mengapa merasa sangat sedih di acara itu. Apalagi saat bapak penghulu membuat guyonan lucu tentang beruntungnya Reno bisa memiliki dua istri yang akur. Semua tertawa terbahak-bahak, seakan tidak ada yang peduli dengan hati Jane. Tidak ada yang bisa sedikit bersimpati kepadanya. Jelas-jelas hanya dia saja yang tidak menganggap lucu guyonan tersebut. Jika bukan karena janji mereka, maka tidak akan Jane sudi berada di tengah-tengah mereka.Sampai salah seorang sahabat Reno di penga
“Sayang!”“Biasa saja memanggilku, Mas. Aku merinding mendengarnya!” keluh Jane.“Kapan kamu pindah ke rumah baru kita?”“Kamu mau aku satu atap dengan kalian, Mas? Kamu sudah gila ya?”“Tidak. Aku hanya memikirkan kebaikanmu. Aku sudah berbicara pada Mama tentang impianmu untuk pendidikan. Mama siap membantumu mewujudkan impianmu sebab kini sudah ada Anggi yang akan membantu mengurusku.”Di dalam benak Jane ia menyesalkan sifat suaminya yang sedikit-sedikit harus lapor Ibunya seolah tidak punya pendirian. Tapi sejenak Jane berpikir tentang tawaran yang diberikan oleh Reno. Melanjutkan pendidikan memang merupakan hal yang ia inginkan ditambah lagi keadaan baru ini sedikit membuatnya merasa rumit dan aneh. Mungkin, ia bisa mencoba dunia baru untuk sejenak lepas dari sebuah kenyataan yang ia anggap beban.“Maksud kamu, aku bisa kuliah lagi, Mas?”“Iya. Tentu saja!”“Lalu, bagaimana dengan Tania?”“Biar Anggi yang mengurusnya.”“Kamu percaya dengan Anggi?”“Tentu saja aku percaya. Dia ak
Malam hari, sambil menyandang ransel besar yang penuh terisi buku-buku hukum. Jane berjalan cepat menuju mobil meninggalkan rumah ibunya yang sudah sepi karena semua penghuni sudah tertidur pulas. Belum sampai ke mobil, sebuah mobil masuk ke dalam pekarangan rumah Ibu Jane. Itu adalah mobil milik Haikal. Jane tertegun menurunkan tas ranselnya karena terlalu berat jika terus-terusan dipikul. Haikal keluar dari mobil dengan senyuman, lalu mendekati Jane.“Kamu mau ke mana, Jane?”“Ke rumah teman, dia berprofesi sebagai pengacara. Jadi, aku mau tanya banyak hal ke padanya.”“Tengah malam begini?”Jane terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Sebab, mulanya ia ingin ke rumah Haikal untuk memastikan secara langsung tentang sejauh mana kasus ayahnya kini bergulir. Haikal lantas mengangkat tas ransel milik Jane, lalu menggiringnya masuk ke dalam rumah.“Ibu sudah tidur?”“Iya, sudah. Oh, iya. Mau aku buatkan teh atau kopi?” tanya Jane.“Kopi saja, Jane.”“Baiklah kalau begitu. Sebentar ya
Jane menutup buku yang sedari tadi ia baca. Ia mempelajari pasal-pasal kuhp yang diarahkan Haikal untuk ia pelajari. Masalah hutang ayahnya sudah lunas secara tuntas kepada pihak-pihak rentenir dengan menggunakan sebagian uang claim asuransi perusahaan. Dimana salah satu rentenir tersebut adalah Sania yakni Ibu mertuanya sendiri.Jane telah berbicara secara serius dengan ayahnya tentang konsekuensi strategi yang akan mereka tempuh setelah ini. Ayah Jane menyatakan ia siap untuk semuanya asal ia bisa kembali menyandang nama asli, lalu bisa bertatap muka dan berbicara langsung dengan Istri dan anaknya. Mendengar itu Jane terharu meski awalnya ia ragu. Sedangkan masalah ganti rugi yang pasti juga akan menjadi masalah sudah diantisipasi oleh Haikal.Sejak awal, Ayah Jane memberikan sejumlah saham dan uang kepada Haikal untuk dikembangkan demi hari ini. Hari dimana Ayahnya Jane akan mengakui kesalahannya di mata hukum atas pemalsuan kematian serta membayar ganti rugi atas uang asuransi ya
lBerminggu-minggu sudah terlewati menjadi istri yang memiliki madu. Jane tidak merasa semakin bahagia dan tidak pula merasa rumah tangganya semakin sakinah. Reno tidak bisa membagi waktu secara adil dan Anggi terlalu possesif kepada Reno.“Pokoknya, Jane tidak boleh hamil sebelum aku berhasil hamil dan melahirkan anak!” tegas Anggi di depan Jane dan Reno di sebuah kantin kampus, tempat Jane kuliah. Reno mengunjungi Jane untuk memberikan paket makanan untuk Tania. Tidak lama kemudian, tanpa diundang, Anggi hadir dan langsung bergabung di meja yang sama dengan mereka. Pada awalnya, Anggi hanya diam, tetapi melihat Jane dan Reno mulai bercanda gurau. Anggi menjadi cemburu dan membahas hal yang tidak nyambung dengan maksud pertemuan itu.“Waduh, tapi bagaimana ya? Aku sepertinya sedang hamil anak kedua.” Jane menjawab usil.“Kalau begitu gugurkan!” tegas Anggi.“Kamu sudah gila yaa, Nggi. Kamu tidak berhak mengatur hidup Jane,” bentak Reno.“Terima kasih untuk paketnya, Mas. Aku masuk
BAB 34Sup IGA Asin Untuk AnggiLama Reno termenung selepas ia mendirikan shalat shubuh hari ini. Ia sengaja mengunci kamar dari dalam agar Anggi tidak tidur dengannya malam tadi. Namun, di balik rasa kecewa terhadap perbuatan Anggi kepada putri yang amat ia sayangi, Reno juga kasihan dengan Anggi.Ia tahu bahwa Anggi tidak berniat untuk melukai Tania. Ia hanya mempermudah cara menjaga Tania dengan cara yang amat salah. Sejak kecil Anggi dibesarkan dengan gelimang harta dan kemewahan. Termasuk, dengan penjaga, pelayan dan pembantu di dalam hidupnya. Pastilah sulit untuk menerima tanggung jawab menjadi Ibu sambung dan harus menyisihkan waktu untuk bertugas menjaga anak tirinya.Meski begitu, ia belum tampak lunak terhadap Anggi karena rasa bersalah yang besar kepada Jane. Ia malu karena takut pada akhirnya ucapan Jane benar yakni tidak mungkin ada yang bisa menggantikan posisinya menjadi Ibu Tania.Reno bingung dan belum bisa berpikir jernih untuk hal yang harus diperbuat setelah ini.
BAB 33“Aku bisa jelaskan, Mas!” Kini Anggi mulai menangis dengan raut muka ketakutan.“Sebaiknya kamu diam!” ujar Reno membantu Jane membuka rantai.“Dasar wanita tidak berperasaan! Jangan mentang-mentang Tania bukan anakmu, kamu bisa berbuat seperti ini!” bentak Sania.Jane hanya menangis dan segera menggendong putri kesayangannya. Tidak lama kemudian, ia mengemasi barang-barangnya dengan tetap menggendong Tania. Reno bertanya ia sedang melakukan apa? Jane menjawab bahwa ia akan pulang ke rumah Ibunya.Jane dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak terima dengan perbuatan Anggi kepada anaknya dan tidak pernah lagi bisa percaya kepada Anggi untuk menjaga anaknya. Reno berusaha menenangkan dan berkata ia bisa menegur Anggi, tetapi Jane tidak boleh pergi. Reno menjamin bahwa semua akan baik-baik saja. Jane kemudian berteriak.“Cukup, Mas! Cukup!” geram Jane.“Jane….” Reno panik.“Aku tidak mau lagi tinggal di sini!” ujar Jane sangat yakin.“Tapi….” Reno masih berusaha menahan Jane.“Tapi,
“Sayang!”“Biasa saja memanggilku, Mas. Aku merinding mendengarnya!” keluh Jane.“Kapan kamu pindah ke rumah baru kita?”“Kamu mau aku satu atap dengan kalian, Mas? Kamu sudah gila ya?”“Tidak. Aku hanya memikirkan kebaikanmu. Aku sudah berbicara pada Mama tentang impianmu untuk pendidikan. Mama siap membantumu mewujudkan impianmu sebab kini sudah ada Anggi yang akan membantu mengurusku.”Di dalam benak Jane ia menyesalkan sifat suaminya yang sedikit-sedikit harus lapor Ibunya seolah tidak punya pendirian. Tapi sejenak Jane berpikir tentang tawaran yang diberikan oleh Reno. Melanjutkan pendidikan memang merupakan hal yang ia inginkan ditambah lagi keadaan baru ini sedikit membuatnya merasa rumit dan aneh. Mungkin, ia bisa mencoba dunia baru untuk sejenak lepas dari sebuah kenyataan yang ia anggap beban.“Maksud kamu, aku bisa kuliah lagi, Mas?”“Iya. Tentu saja!”“Lalu, bagaimana dengan Tania?”“Biar Anggi yang mengurusnya.”“Kamu percaya dengan Anggi?”“Tentu saja aku percaya. Dia ak
Hari itu adalah hari rabu saat Reno dan Anggi menggelar pernikahan mereka. Ibu Jane sengaja dibiarkan tidak mengikuti acara sakral tersebut. Tania yang merupakan putri tunggal dari Reno dan Jane ikut serta dalam prosesi acara. Anggi tampak sangat menyayangi Tania dengan terus memangkunya saat acara akad belum dimulai. Setelah panitia mengatakan bahwa prosesi ijab kabul akan segera berlangsung, barulah Sania memberikan gadis kecil itu kepada Jane.Beragam rasa kini bercampur aduk di sanubari Jane, ia tidak tahu mengapa merasa sangat sedih di acara itu. Apalagi saat bapak penghulu membuat guyonan lucu tentang beruntungnya Reno bisa memiliki dua istri yang akur. Semua tertawa terbahak-bahak, seakan tidak ada yang peduli dengan hati Jane. Tidak ada yang bisa sedikit bersimpati kepadanya. Jelas-jelas hanya dia saja yang tidak menganggap lucu guyonan tersebut. Jika bukan karena janji mereka, maka tidak akan Jane sudi berada di tengah-tengah mereka.Sampai salah seorang sahabat Reno di penga
BAB 30 Jarum jam terdengar berdetak jelas sekali, kali ini hati Jane benar-benar berdebar kencang melebihi detak jarum jam tersebut. Ia sudah tidak sabar mendengarkan rahasia besar tentang Ayah kandungnya. Segala gerak-gerik Anggi dan Reno ia perhatikan secara detail. Ini adalah tentang kebenaran dan keluarga. Yang benar harus terungkap. Anggi menyiapkan televisi di depan Jane dan mulai memutar video tersebut sembari menjelaskan isi dari video. Anggi menatap Reno yang sedikit gugup menyaksikan semua ini.“Dengar, Mbak. Setelah ini, kamu punya janji yang harus ditepati sesuai dengan surat perjanjian yang telah kamu tanda tangani di atas materai.”“Bolehkah langsung saja! tidak usah lagi berbasa-basi! Kita sudah membahas itu sebelumnya!”“Baiklah, Mbak. Aku hanya mengingatkan!”Anggi mulai memutar video tersebut, itu adalah video rekaman cctv milik kampus. Terlihat dua orang mengangkat sesuatu yang mirip jasad yang terbungkus oleh kantong jasad berwarna orang
BAB 29ANGLE FOTODua hari setelah hari lamaran Anggi“Selamat pagi, Mbak Jane!”“Anggi?” Jane terkejut melihat Anggi di suatu tempat perbelanjaan.“Iya, saya mbak.”Hati Jane berdebar, mendengar Anggi menyebutkan kata Mbak paska acara lamaran sebelumnya. “Kenapa kamu bisa ada di sini? Kamu mengikuti saya?” tanya Jane heran. Kenapa bisa sangat kebetulan Anggi ada di sana.“Kalau dibilang kebetulan sih, tidak, tapi jika dibilang mengikuti juga tidak, Mbak. Mas Reno yang bilang Mbak Jane sedang ada di swalayan ini untuk membeli belanja bulanan sendirian,” jawab Anggi santai.“Lalu untuk apa kamu mendatangi saya?”“Saya ingin membantu Mbak Jane belanja. Bukankah nantinya kita harus kompak?” jawab Anggi dengan senyuman sinis.“Tidak perlu! Saya tidak butuh bantuan kamu!” jawab Jane.“Jangan terlalu keras dengan hubungan ini, Mbak. Sudah saatnya Mbak Jane menyerah dengan ego dan mencoba legowo dengan takdir.”“Kamu ini bukan Tuhan, Nggi. Kamu tidak berhak bicara tentang takdir.”“Semakin M