Sekarang, semua orang menunggu pendapat Datuk Taring Putih. Datuk Taring Putih telah mendengar semua yang ingin dibicarakan oleh para tetua. Tentu saja, ia sudah menimbang segala untung ruginya bagi bangsa harimau."Benar apa yang dikatakan oleh Datuk Sirah. Kita tidak bisa menunggu seratus tahun ke depan, karena pangeran Samba sudah sangat dekat. Kita dan semua penduduk bangsa harimau, hanya akan mengalami penderitaan jika pangeran Samba berhasil masuk dan mengklaim senjata raja untuk dirinya sendiri. Saat itu, tidak akan ada satupun dari kita yang dapat keluar tanpa cidera sama sekali."Semua orang terdiam dan sudah bisa menebak, kemana arah pembicaraan dan keputusan Datuk Taring Putih. Karena itu, tidak ada lagi di antara para tetua yang berani bicara saat ini."Baiklah! Segera umumkan dan beritahu semua orang untuk berkumpul di lapangan istana raja. Hari ini, kita akan menyerahkan semuanya pada takdir! Jika pemuda ini ditakdirkan untuk mengklaim pusaka tertinggi bangsa kita, maka
Juna memiliki sebuah ide dalam benaknya dan itu membuat seringai licik mengembang di sudut bibirnya. Segera, ia berbisik pada salah seorang pengawalnya. Lalu, tidak lama setelah itu, pengawalnya segera pergi menuju tempat Datuk Belang Abu duduk.Saat semua orang sibuk dengan berbagai asumsi liar, Datuk Taring Putih tiba-tiba berdiri dari bangkunya, "Semuanya, hari ini aku akan mengumumkan sebuah berita penting!"Semua orang yang tadi berkasak-kasuk, langsung diam dan menyimak isi berita yang akan di sampaikan oleh Datuk Taring Putih.Selama raja tidak ada, Datuk Taring Putih adalah orang yang bertanggung jawab untuk mengendalikan bangsa harimau. Titahnya bisa dianggap sama dengan titah raja."Kalian semua sudah tahu, bahwa raja kita telah menitis pada seorang anak manusia dan bersiap untuk kebangkitan sejatinya. Hari ini, manusia itu telah datang dan bersiap mengklaim pusaka raja harimau." Ujar Datuk Taring Putih dengan suara lantang.Para penduduk tampak terkejut, mereka sudah lama m
Tidak hanya semua orang yang di stadion tercengang, Datuk Taring Putih bahkan juga mengerutkan keningnya ketika mendengar Datuk Belang Abu menyela pembicaraannya. Semua tetua tentunya sudah paham apa yang harusnya mereka lakukan setelah rapat tertutup di aula suci sebelumnya. Melihat Datuk Belang Abu menyelanya saat ini, Datuk Taring Putih menatapnya dengan dingin."Datuk Belang Abu, apa yang sebenarnya hendak kamu katakan?" Tanya Datuk Taring Putih datar.Jantung Datuk Belang Abu berdebar kencang ketika mendapat tatapan dingin dari tetua paling senior bangsa harimau tersebut. Namun, demi tujuannya, ia harus menebalkan mukanya saat ini."Maaf kelancangan saya, kakanda Datuk Taring Putih. Namun, saya bicara seperti ini murni demi kebaikan bangsa harimau.""Seperti yang kita tahu, pemuda ini memang titisan raja kita. Tapi, spirit raja sudah tidak ada di dalam dirinya. Meski masih tersisa warisan raja di dalam dirinya, namun itu bukan berarti ia pantas mengklaim warisan raja.""Semua ya
Datuk Belang Perak mencibir, "Jangan bilang kalau kamu akan mencalonkan dirimu untuk bersaing mendapatkan pusaka raja?"Datuk Belang Abu tertawa acuh tak acuh, "Aku? Tentu saja, tidak! Kita adalah tetua dan telah bersumpah setia pada raja. Mana berani aku bermimpi untuk mendapatkan pusaka raja. Tapi, tentu saja yang bisa mengikuti sayembara ini adalah mereka yang pernah berhubungan dengan raja. Tidak peduli, apa itu ia mewarisi kekuatan raja atau pernah menjadi murid raja."Senyum Datuk Belang Abu menyimpan maksud tersembunyi. Namun, Datuk Taring Putih yang sudah tahu maksudnya tidak bisa berbuat banyak. Apalagi saat ini, sebagian besar bangsa harimau mendukung saran Datuk Belang Abu."Di antara kita semua, hanya ada tiga orang yang menjadi murid raja Gumara. Dua di antaranya adalah tetua. Jadi, mereka tidak bisa mengikuti sayembara ini." "Apa itu artinya, kamu menyodorkan nama cucumu, Juna untuk mengikuti sayembara ini dan melawan pewaris langsung raja Gumara?" Tanya Datuk Taring Pu
Datuk Taring Putih hanya bisa menghela napas dalam. Meski ia setuju dengan pendapat Andini, tapi ia tidak mungkin menentang suara mayoritas rakyat saat ini."Keputusan sudah dibuat. Dia mampu atau tidaknya, maka itu akan menjadi takdirnya dan juga takdir bangsa harimau."Lalu, Datuk Taring Putih menambahkan, "Terakhir, keputusan akhirnya tetap ada pada pusaka itu sendiri. Pusaka Raja Harimau bukanlah pusaka yang bisa di klaim oleh sembarang orang. Siapapun yang menang, maka dia harus di akui oleh pusaka terlebih dahulu. Jika ternyata pusaka raja harimau menolaknya, maka pihak yang kalah bisa tetap maju untuk mengklaim pusaka raja."Ya, itu adalah pilihan yang paling bijak yang bisa diambil oleh Datuk Taring Putih.Meski sedikit tidak senang dengan kalimat Datuk Taring Putih, namun sedetik kemudian, senyum Datuk Belang Abu segera mengembang. Itu karena ia yakin dengan peluang cucunya untuk mendapatkan pusaka raja tersebut nantinya. Paling tidak, cucunya itu dapat menghancurkan Awan ter
Ketika semuanya sudah selesai, tubuh Awan dibanjiri oleh keringat."Apa kamu dapat melihat semuanya?" Tanya Andini begitu ia membuka matanya dan melepaskan tautan kening mereka."A-apa itu?" Tanya Awan tidak mengerti.Tubuhnya masih menyesuaikan diri dengan kejutan dalam kepalanya barusan."Aku tahu, mungkin ini tidak akan terlalu banyak membantu. Itu adalah jurus andalan milik keluargaku. Karena kamu akan menghadapi Juna, mungkin itu akan dapat membantu. Tapi, kamu harus hati-hati!""Juna itu sangat licik! Jangan terlalu memaksakan diri melawannya.""Selain itu, usahakan jangan menghadapinya secara langsung. Serangannya bersifat eksplosif, itu adalah jurus penghancur milik raja. Jadi, yang harus kamu lakukan ketika berhadapan dengan Juna adalah menghindar dan sesekali mencuri serangan darinya, paham?"Andini memberikan tips untuk menghadapi Juna. Ia tidak rela kalau Juna memanfaatkan momen ini untuk menghabisi Awan nantinya.Awan mencerna setiap kata dan saran Andini semaksimal mungk
Sementara itu, di salah satu perkampungan yang terletak lima puluh kilometer dari kampungya Awan, tampak sisa-sisa rumah penduduk yang masih mengepulkan asap. Bau asap sudah tidak menentu, karena di antara bau puing yang terbakar, juga tercium aroma daging gosong dan darah.Tidak salah, karena di sekitar tempat ini telah dipenuhi oleh banyak mayat manusia. Darah yang keluar dari tubuh mereka, bahkan sudah mengering dan berubah menjadi cairan hitam.Kabut hitam dan awan pekat mengelilingi seluruh langit.Di antara bekas puing dan tumpukan mayat tersebut, berdiri seorang pria bertelanjang dada, berusia empat puluhan. Matanya terlihat tajam dan terkesan bengis, ia bahkan tidak terpengaruh dengan keadaan mengerikan di sekitarnya.Justru dengan semua pemandangan mengerikan itu, bibirnya menyunggingkan sebuah senyum kepuasan. Dari sudut matanya yang tajam, bahkan menyiratkan kalau dirinya masih menginginkan korban lebih banyak dari ini. Semua penduduk di kampung ini, telah dihabisi olehny
...Saat Jabrik dan pasukannya sedang bergerak ke kampung tuo, Awan justru harus berjibaku dengan Juna.Juna sempat melihat ketika Andini sedang mentransfer jurus andalannya pada Awan. Sekilas lihat, keduanya terlihat seperti orang sedang berpelukan dan itu membuat Juna dibakar api cemburu.Sehingga, ketika Datuk Taring Putih menyatakan pertarungan antara mereka sudah dimulai. Juna langsung menyerang Awan tanpa menahan dirinya sama sekali.Melihat itu, para penonton langsung bersorak senang."Sepertinya tuanku Juna sedang bersemangat.""Kasihan manusia itu, dia pasti sedang sial hari ini karena harus menghadapi tuanku Juna yang sedang serius.""Aku khawatir, jika dia akan berakhir dengan kondisi yang sangat menggenaskan hari ini."Andini di sisi lain, mengkhawatirkan kondisi Awan. Ia duduk dengan gelisah.Bagaimana pun, ia telah menaruh harapan yang sangat besar pada Awan. Karena itu, ia berani mentransfer kemampuan andalannya pada Awan.Masalahnya, apa Awan bisa menguasai jurus terse
Satu setengah tahun kemudian.Tiga istri Awan, Annisa, Amanda dan Calista, tampak sedang cemas menunggu di luar kamar di rumah tuo, kampung halaman Awan. Di tengah mereka, tampak dua orang balita yang sedang digendong oleh Annisa dan Calista, sementara Amanda tampak sedang bermain dengan kedua balita berjenis kelamin perempuan tersebut dengan sesekali mencubit gemas pipi keduanya.Kalian mungkin bertanya-tanya, di mana Rhaysa alias Raine? Awan belum berhasil melamarnya hingga detik ini. Awan pernah mencoba melamar Raine setengah tahun yang lalu. Hanya saja, lamarannya langsung ditolak. Ratu Samudera memberikan syarat yang sangat berat jika Awan ingin melamar putrinya, yaitu Awan harus berada di level Divine atau dewa terlebih dahulu. Hasilnya, Awan telah berjuang keras di selama berada di tanah dewa untuk terus meningkatkan kemampuannya. Meski begitu, sepertinya ia masih harus bersabar untuk bisa melamar Raine.Kembali ke ruang tamu, rumah tua Awan.Tidak sama seperti Amanda yang terl
Rombongan Cakar Hitam mencibir ucapan Awan yang dinilai terlalu berani dan tidak bercermin, siapa lawan yang akan ia hadapi. Sementara, Datuk Cakar Putih dan bangsa harimau Bukit Larangan lebih mencemaskan nasib Awan. Mereka masih mengira. jika Awan hanya mengandalkan kekuatan warisan Gumara. Itu semua tidak akan cukup untuk menghadapi Cakar Hitam. "Uda!" Andini menarik ujung baju belakang Awan dan terang-terangan menunjukkan kekhawatirannya. Namun, Awan hanya tersenyum cuek dan memintanya untuk tidak perlu khawatir. Entah karena kalimat yang diucapkan Awan padanya atau cara penyampaian dan ketenangan yang ditunjukkan oleh Awan, membuat Andini merasa jauh lebih tenang dan merasa bisa mempercayai Awan. Roaaar! Cakar Hitam melompat ke depan dan tibat-tiba saja, ia sudah berubah wujud menjadi harimau besar dengan belang hitam di sekujur tubuhnya. Untuk bisa mengalahkan Awan, Cakar Hitam sudah bertekad untuk mengerahkan seluruh kekuatan dan berubah menjadi wujud terbaiknya. Cakar H
Wajah Taring Hitam seketika memerah panas melihat sikap Andini yang dengan terang-terangan menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan seorang pria asing seperti Awan. Ia telah mengagumi Andini sejak lama, bagaimana ia bisa menerima, wanita yang disukainya bermesraan dengan pria lain tepat di depan hidungnya? Tidak peduli, apa pria itu dicintai Andini atau tidak. Bagi Taring Hitam, hanya dialah yang pantas menjadi pasangan Andini. Dia tidak habis pikir dengan sikap bodoh Andini, bagaimana ia bisa memilih seorang pria yang bukan apa-apa jika dibanding dirinya? Dia kuat dengan seluruh tubuh dipenuhi oleh otot-otot baja. Selain itu, dia adalah seorang pangeran dengan masa depan cerah. Bersamanya, Andini pasti akan jauh lebih bahagia. Bangsa harimau rata-rata memiliki tubuh yang besar dan berotot. Sehingga melihat tubuh Awan yang biasa, membuat Taring Hitam menilainya sebagai sosok yang sangat lemah. Dengan tatapan penuh kecemburuan dan kebencian, Taring Hitam akhirnya tidak bisa lagi menaha
Tatapan Cakar Hitam menjadi dingin dan tidak lagi menunjukkan keramahan pura-puranya, "Cakar Putih, apa kamu tahu konsekuensi dari pilihanmu hari ini?" Sambil menekan rasa gugup dalam hatinya, Datuk Cakar Putih berusaha tersenyum tenang dan berkata, "Keputusan kami bersifat final dan anda bisa kembali." "Kamu?" Kilat kemarahan terbesit di mata Cakar Hitam dan tiba-tiba saja ia sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri. Wus! Terlalu cepat! Datuk Cakar Putih terkesiap. Meski ia sudah menduga reaksi akhir dari Cakar Hitam. Namun, gerakannya terlalu cepat untuk bisa ia ikuti dan detik berikutnya, Cakar Hitam sudah muncul tepat di depan Datuk Cakar Putih dan melayangkan sebuah serangan yang tidak bisa ditahannya. Braaak. Datuk Cakar Putih tidak bisa menahan pukulan itu sepenuhnya dan membuatnya terbang membelah barisan pasukan di belakangnya. "Datuk Cakar Putih?" Pekik orang-orang tertahan dan terkejut melihat keberanian Cakar Hitam yang telah menyerang tetua mereka tepan dih
Suasana di alam bangsa harimau tampak tegang dan semua penjaga perbatasan memasang wajah serius dan penuh waspada.Awan sengaja menyamarkan penampilannya dan mengeluarkan aura harimau yang ada di dalam tubuhnya dan membuat ia berhasil membaur dengan para penduduk bangsa harimau tanpa ketahuan. Setelah kedatangannya terakhir kali ke tempat itu, Awan memiliki memori yang sangat tajam tentang semua sudut tempat ini, yang memungkinkannya bisa berpindah kemanapun yang ia inginkan.Tidak lama setelah kedatangan Awan, rombongan Taring Hitam juga datang bersama ayah, para tetua dan juga puluhan prajurit terbaik bangsanya.Taring Hitam tampak tidak main-main dengan ancamannya. Hal itu, membuat gelisah bangsa harimau yang tinggal di Bukit Larangan.Para petinggi yang dipimpin oleh Datuk Cakar Putih tampak serius membahas masalah ini di aula tetua."Datuk, kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkan apa yang mereka mau. Bagaimanapun, raja sedang tidak ada di sini dan kita semua berkewajiban me
Seminggu yang lalu, ada sekolompok orang asing yang datang ke Kampung Tuo. Anehnya, mereka melewati batas Kampung Tuo begitu saja dan ternyata, tujuan mereka adalah kampung mistis yang ada di Bukit Larangan, tempat di mana bangsa harimau tinggal. Kelompok ini dipimpin oleh seorang pemuda bernama Taring Hitam, putra dari raja harimau Cakar Hitam yang berasal dari gunung Medan. Tujuan mereka datang, karena Taring Hitam yang sudah cukup usia untuk menikah, menginginkan Andini sebagai istrinya. Meski mereka tahu bahwa Andini adalah pasangan yang disiapkan untuk raja. Hanya saja, bangsa harimau dari gunung Medan ini tahunya bahwa raja Gumara telah lama tiada dan tidak memiliki pewaris sama sekali. Hal itu, coba dimanfaatkan oleh Taring Hitam untuk mendapatkan Andini. Taring Hitam yang terpesona dengan kecantikan Andini, ketika berkunjung ke bukit Larangan beberapa tahun lalu, berniat menjadikan Andini sebagai miliknya dan begitu ia mencapai usia layak menikah, Taring Hitam langsung me
Fikri dan Purnama yang semula berdebat, bahkan sampai berhenti dan tercengang mendengar wanita pujaan mereka dilamar oleh pria lain, tepat di depan mereka. Bagaimana mungkin mereka menerimanya?Jika pria lainnya, mungkin akan diam. Namun, mereka tidak mungkin bisa membiarkan ada lelaki lain merebut wanita yang mereka idamkan dari tangan mereka."Hei, bung! Apa maksudmu melamar dokter Nisa siang hari bolong begini?""Apa kamu tahu, siapa dokter Annisa? Sepuluh kamu, tidak bisa dibandingkan dengan seorang dokter Nisa.""Lebih baik kamu pergi dari sini! Atau kami akan memanggil satpam untuk mengusirmu."Ujar Fikri dan Purnama yang kali ini bisa kompak. Melihat reaksi keduanya, Awan cukup terkejut dan selanjutnya justru terkekeh geli. Ia melihat keduanya tidak ubahnya seperti badut yang sedang membuat pertunjukan.Awan melirik Annisa sekilas untuk menanyakan siapa mereka dan tampak balasan wajah jengah Anisa dan ketidakberdayaannya. Annisa membisikan identitas keduanya ke telinga Awan.
Rumah sakit umum ASA.Meski terletak di lokasi terpencil karena berada di bawah kampung Tuo dan lokasi yang jauh dari kabupaten, ditambah akses jalan ke sana yang tidak selebar jalan kabupaten. Kenyataannya, rumah sakit ini memiliki fasilitas medis yang sangat lengkap dan tidak kalah dengan rumah sakit yang berstandar internasional sekalipun. Sebuah alasan yang membuat rumah sakit ini banyak dihuni oleh tenaga medis terampil dan membuat reputasinya cepat terkenal hingga ke berbagai daerah di ranah Minang. Ditambah, kepala rumah sakit dan sekaligus menjadi dokter spesialis bedah di sana merupakan seorang wanita berparas cantik dan terkenal dengan keramahannya, Dr. Annisa Azzahra, Sp.B.Meski terkenal dengan keramahannya, sebagai penanggung jawab rumah sakit, Dokter Nisa menerapkan standar tinggi bagi tenaga medis yang bekerja di rumah sakitnya. Semua itu tentu saja sepadan dengan gaji tinggi yang mereka terima selama bekerja di sana. Banyak yang memuji dan banyak juga pihak yang mera
Setelah sekian lama, Awan kembali melihat tangis mama angkatnya tersebut. Namun kali ini, bukan tangisan yang membuatnya kehilangan kembali akal sehatnya. Itu adalah tangis kerinduan dan juga kebahagiaan. Tangis kerinduan seorang ibu yang telah lama tidak berjumpa dengan anaknya. Awan membiarkan Lina menumpahkan segala tangisannya dalam pelukan Amanda seraya memberi kode pada Amanda dan syukurnya, Amanda cukup peka dengan keadaan tersebut. Ada sekitar sepuluh menit lamanya, Lina menumpahkan tangis kebahagiaannya dalam pelukan Amanda. Sampai, Lina tersadar kembali dan mengurai pelukan mereka. "Maaf ya, nak. Tante terlalu sentimentil, kamu terlalu mirip dengan..." "Tidak apa-apa, ma." Sebelum Lina menyelesaikan kalimatnya, Amanda sudah lebih dulu menyelanya. Ia sekarang mengerti alasan Awan membawanya kemari dan Amanda sama sekali tidak keberatan untuk menggantikan posisi Renata untuk sesaat dan memberi kebahagiaan untuk ibunya Renata. Selama arwah Renata masih bersamanya dahulu,