Awan melambaikan tangannya dengan acuh tak acuh, "Sudah, percaya padaku. Kalau aku bilang akan mentraktir kalian, itu tandanya aku mampu. Santai saja, nikmati makanannya."Setelah diyakinkan Awan seperti itu, barulah Yanuar dan dua temannya berani memilih menu yang menurut mereka cocok. Setelah memilih menu dan makanan mereka datang, mereka bicara sambil menikmati makanan diatas meja.Siapa lagi yang menjadi topik pembicaraan mereka jika bukan Hanna.Mereka begitu penasaran dan senang bisa bicara dengan Hanna yang bersikap rendah hati."Sebentar, kalian semua memanggilku dengan sebutan 'kak', tapi kenapa kalian memanggil kak Awan dengan namanya saja?" Tanya Hanna heran.Gina dan yang lainnya saling menatap satu sama lain, teman Gina disebelahnya berkata, "Bukannya seharusnya begitu? Awan kan satu angkatan sama kita."Ucapannya seperti diaminkan oleh yang lainnya, justru mereka heran mendengar Hanna menanyakan hal itu pada mereka."Loh, kalian tidak tahu?" "Tahu apa?""Alasan kenapa A
Semua orang membulat mulutnya dan kompak menjawab 'O'. Mereka lega, karena antara Awan dan Hanna tidak ada hubungan yang spesial.Namun tidak dengan Gina, Ia sempat terbelalak kaget dan berkata-kata dalam hatinya, 'Tetanggaan? di Bandung? Bukankah pemuda yang ada didalam video Hanna waktu itu adalah cowok tetangganya. Kamar mereka berseberangan dan cowok itu entah kenapa sekilas mirip dengan Awan. Sekarang, Aku bisa yakin sepenuhnya, jika cowok itu adalah Awan.'Memikirkan hal itu, Gina hanya bisa menahan getir dalam dadanya. Awan baru bisa menarik nafas lega begitu mendengar jawaban dari Hanna. Ia sempat khawatir jika Hanna akan bicara tentang hubungan mereka secara terbuka. Namun, detik berikutnya. Awan merasakan sebuah tatapan mengancam dari kejauhan. Inilah yang dikhawatirkannya, ternyata musuhnya telah mulai mengawasi keberadaannya. Andai saja, Hanna berbicara lugas tentang mereka sebelumnya, maka Ia bisa menjadi perhatian musuh. Tentu saja, hal itu dapat mengancam keselamatan
Seorang pemuda bergaya perlente, tampak berjalan terburu menuju arah parkiran kampus. Sekilas, tidak ada yang salah dengan penampilannya. Perawakannya tegap dengan tinggi 170an dengan usia awal 20an.Ia terlihat seperti mahasiswa pada umumnya.Namun, reaksi pemuda tersebut yang berjalan terburu seperti dikejar sesuatu, seakan menunjukkan jika pemuda tersebut sedang berusaha pergi dari sana sejauh mungkin yang dia bisa.Beberapa detik sebelumnya, Ia mengirimkan sebuah pesan pada rekannya yang lain, 'Kita ketahuan, misi gagal, segera pergi.'Tiga kalimat pendek, namun memperlihatkan betapa cemasnya pemuda tersebut. Langkah kakinya yang panjang, mengantar dirinya pergi dengan gerak yang cukup cepat menuju basement kampus yang ada di gedung 3.Itu adalah area parkir motor, suasananya cukup sepi karena masih dalam jam perkuliahan. Si pemuda yang sudah hapal letak motornya, langsung berjalan ke arah pojokan dimana sebuah Yamaha R6 berwarna biru terparkir. Hanya sebentar lagi, begitu Ia ke
Glek. Jantung si pemuda berdegub kencang, Ia tidak menyangka jika musuh benar-benar telah mengetahui tujuannya. Tidak ada cara lain, Ia harus bisa memikirkan sebuah cara agar dapat keluar dari sana secepatnya. Namun, pemuda didepannya, meski bergaya selenge'an. Tapi, dia tidak bisa menganggapnya enteng. Apalagi sikapnya yang acuh tak acuh itu, membuat si pemuda kesulitan untuk berkelit. "Maaf saya tidak mengerti maksud anda. Saya hanya mahasiswa disini. Tidak mungkin saya mata-mata seperti yang anda tuduhkan." Ucap si pemuda, masih coba berkilah. Huo melotot tajam pada si pemuda, Ia berkata dengan dingin, "Sepertinya kamu tidak mengerti apa maksud ucapanku sebelumnya. Baiklah." Huo menarik dua jarinya kedepan, seperti orang sedang menggunakan pistol, dan,,, Bang. "Arghk." 'Mustahil.' Pikir si pemuda ditengah erang kesakitannya. Dia tidak menyangka, jika gerakan barusan ternyata benar-benar mengeluarkan serangan yang cukup mematikan. Sekarang bahu kirinya, berlubang tepat seuku
Peluangnya untuk melarikan diri, hampir mustahil dengan kakinya yang sekarang terluka. Belum lagi, tembakan aneh yang keluar dari jari pria didepannya itu. Dia sama sekali tidak bisa melihat bagaimana tembakan itu dikeluarkan, apalagi coba menghindarinya. Satu-satunya cara agar ia dapat selamat adalah dengan berkompromi dengan musuhnya. "Satu, dua, ti.." Huo mulai tidak sabaran dan mulai menghitung angka untuk melancarkan tembakan berikutnya. Pemuda tersebut keburu menyelanya dan berkata, "Tunggu-tunggu, aku akan bicara, aku akan bicara.." Ucap pemuda tersebut panik, khawatir kalau Huo benar-benar akan menembaknya kembali. Ia mungkin tidak akan sanggup lagi menahan rasa sakit lebih dari ini. "Cepat bicara, gue gak ada waktu banyak nih." Sahut Huo gusar. ""Na-nama saya Julius.." "Eh busyet, siapa yang nanyain nama lu, kampret. Lu gira gue homo? Gue gak butuh nama lu. Cukup jawab, siapa yang nyuruh lu dan apa tujuan lu?" Hardik Huo tidak sabaran. Mata-mata yang bernama Julius te
..."Ngomong-ngomong kak Awan kemana ya? Kenapa belum kembali dari toiletnya?" Tanya Hanna begitu melihat bangku yang diduduki Awan masih kosong. Sementara mereka semua sudah selesai dengan makan siangnya.Ia tahu jika Awan keluar karena ada suatu alasan yang menganggunya, sebelumnya Hanna sempat melihat isi pikiran Awan, ketika Ia beralasan hendak pergi ke toilet. Karena itu, Hanna sengaja mengalihkan perhatian semua orang pada dirinya , agar mereka tidak bertanya banyak kemana Awan pergi.Apapun itu, Hanna percaya Awan dapat mengatasinya. Namun, yang membuatnya heran. Panggilan suara bathinnya sama sekali tidak direspon oleh Awan, apa ada sesuatu yang terjadi diluar perkiraannya?"Eh, iya. Perasaan Awan sudah pergi dari dua puluh menit yang lalu dan belum kembali." Sahut Yanuar yang terasadar jika sahabatnya itu masih belum datang."Kebelet kali, mungkin gak cocok makan pedas dia." Imbuh Yuma. Dia memperhatikan makanan Awan yang serba pedas dan masih bersisa sebagian dipiringnya."M
Ia meraga sukma sampai masuk alam ghoib segitiga bermuda dan membuatnya tanpa sadar telah keluar dari raganya selama seminggu lebih, dan itu diluar kendalinya. Tapi, itu bukan alasan yang seharusnya dapat membuat seorang Calista sampai semarah itu padanya. Atau,.. jika mengingat kalimat terahir Calista padanya, ada kemungkinan jika dosen cantik tersebut cemburu dengan kehadiran Hanna dikelasnya. "Masa karena hal seperti itu saja Calista harus cemburu?" Pikir Awan tidak mengerti. Mereka tidak memiliki hubungan khusus, pacar bukan, tunangan juga bukan, TTM? Apalagi! "Jangan bilang, ciuman itu membuat Calista jatuh cinta padaku?" Awan sempat terkejut ketika memikirkan kemungkinan tersebut. Karena itu, Awan ingin kejelasan dibalik sikap dingin Calista kepadanya. Ia paling tidak suka, membiarkan satu urusan mengambang tanpa kepastian sama sekali atau itu akan membuat perasaan tidak nyaman dan memberi pikirannya beban yang tidak perlu. Saat Awan sudah berjarak 20 langkah dari Calista,
"Benar juga sih. Tidak mungkin pangerannya itu Awan, pastinya dia adalah lelaki dari kalangan atas. Mungkin mereka hanya sekedar dekat, bukankah Diva Hanna orangnya humbel dan suka berteman dengan siapa saja? Dugaan gue, Awan hanya memanfaatkan kedekatannya dengan Kak Hanna untuk bisa pamer didepan kita semua." "Hust, kalian kenapa selalu berpikiran negatif saja terhadap Awan?" Tegur Gina yang merasa kupingnya panas karena gosip tidak mengenakan teman-temannya. "Ini bukan masalah kami berpikir negatif atau tidaknya, Gin. Tapi, lihat saja kenyataannya. Lu lihat sendiri, kak Hanna begitu polos dan begitu perhatian pada Awan, tapi orangnya malah cuek diperhatikan seperti itu. Sok penting banget gak sih?" Gina sempat merasa kesal dan menyesal membawa teman-temannya bergabung bersama kelompok Awan. Tahu jika mereka akan sememalukan ini dan selalu memandang sinis Awan, Gina akan berpikir seribu kali untuk mengajak mereka sebelumnya. Mereka berpikir mungkin ucapan mereka tidak akan diden