Tepat setelah itu, semua orang mulai saling membidik lawan yang akan mereka hadapi dan pertarungan skala besarpun langsung pecah.
"Topan." Panggil Awan namun dengan ekspresi kesal.
Topan langsung mendekat dengan gugup karena tidak mengerti, apa alasan yang membuat bos besarnya tersebut sampai terlihat kesal begitu.
"Ya, bos?"
"Apa kamu tidak ingin memberi contoh yang baik pada anak buahmu?"
"Eh, ma-maksudnya bos?" Tanya Topan bingung.
"Masuklah kedalam sana! Ajak 9 pengawal kebanggaanmu itu. Kalian juga harus saling bertarung. Cuma karena level kalian berbeda, maka para pengawalmu harus saling berhadapan satu sama lain. Tidak adil, jika mereka harus berhadapan dengan anggota yang kemampuannya dibawah mereka. Dan itu termasuk dirimu." Ucap Awan tegas.
Topan tampak terkejut, Ia tidak menyangka jika Ia harus ikut terlibat dalam seleksi dasar seperti ini. Ia merasa dengan kemampuan yang dimilikinya serta para pengawalnya, mereka aka
Patrick Soze menganggukkan kepala sambil mengusap jenggot putihnya, Ia mulai paham apa rencana yang dimiliki oleh Awan. Cara paling cepat mengeluarkan kemampuan terbaik seseorang adalah dengan mendorongnya ke jurang kematian, dengan begitu Ia akan bertahan mati-matian untuk mempertahankan hidupnya. Sehingga kemampuan yang selama ini terkunci dalam diri mereka, akan dipaksa keluar sebagai bentuk pertahan alami.Patrick Soze lalu bertanya, "Apa tuan Awan ingin kami untuk melatih mereka?"Meski dalam sekte flamis, tanggung jawab untuk melatih pasukan adalah mereka yang berkelas sebagai kepala pengawal. Namun, jika itu adalah permintaan dari Zhuzi Ren, mereka sama sekali tidak keberatan."Tentu saja tidak. Aku memang meminta bantuan ketua Sekte dan empat dewa perang untuk melatih orang-orangku. Namun bukan mereka, tapi mereka..." Tunjuk Awan pada sekelompok orang yang baru saja datang. Itu adalah Lana yang sedang memimpin tujuh orang berjalan dibelakangnya,
Mendengar itu, para pimpinan tim elit ini langsung membungkuk hormat, "terimakasih senior, telah bersedia membimbing kami."Patrick Soze malambaikan tangannya dengan tenang, "Tidak usah terlalu formal, bagaimanapun kita melayani tuan yang sama. Sebagai gantinya, kalian harus bekerja keras untuk melewati ujian dari ku dan empat dewa perang sekte flamis. Ini tidaklah mudah dan kuingatkan sebelumnya, sistem beladiri kami berbeda dengan beladiri pada umumnya."Patrick memberi contoh dengan melambaikan tangannya kedepan, sebuah kabut hitam muncul dipermukaan telapak tangannya. Lalu, hanya dengan sebuah kibasan sebuah batu besar berukuran setengah orang dewasa yang berada tidak jauh didepan mereka, tiba beruba-rubah menjadi onggokan pasir berwarna hitam. Ini sudah seperti pertunjukan sihir, namun memiliki efek nyata. Tidak seperti sulap yang mengedepankan trik dan tipuan mata.Aldo dan yang lainnya sampai terperangah. Itu karena mereka menyadari sepenuhnya, jika kekua
Sementara itu, ditempat lainnya dalam sebuah rumah besar bergaya arsitektur Belanda klasik, sekelompok orang yang sedang mengenakan jubah serba hitam dengan topeng rubah, tampak sedang berkumpul dibalik meja berbentuk lingkaran. Dibagian tengah lingkaran dan yang memimpin orang-orang tersebut adalah Madam Guo, pemimpin The Shadow.Meski usia sudah melewati seratus tahun, Madam Guo memiliki kharisma yang sangat tenang namun sangat mengintimidasi. Alasan yang sama, yang membuatnya masih bertahan dan menjadi pimpinan tertinggi dalam organisasi rahasia terlarang itu hingga sekarang.Sebagai pimpinan dari organisasi yang mampu mengendalikan 7 keluarga elit di Asia itu, sudah cukup menjadi bukti kemampuannya yang tinggi dan disegani hingga Macanegara.Dibelakang Madam Guo berdiri dua orang dengan pakaian tradisional Tiongkok dan juga mengenakan topeng, namun dengan bentuk lebih sederhana.Madam Guo sendiri duduk sambil memainkan sebuah kucing ber
Dengan begitu, mereka akan bisa menguasai keluarga elit lainnya kedalam lingkaran mereka. Tidak masalah, jika satu keluarga Naga lainnya tidak bergabung bersama mereka, karena kekuatan terbesar yang sebenarnya sudah berada dalam genggaman mereka. Dengan begitu, tujuan mereka untuk menguasai negara ini secara keseluruhan akan tercapai.Dengan penuhnya kekuatan mereka, maka mereka akan dengan mudah mengendalikan siapapun orang yang akan menjadi pemimpin di Negeri ini untuk dijadikan sebagai boneka mereka....Calista baru saja memulai sepuluh menit kelas yang diajarnya, ketika seorang mahasiswa mengetuk pintu ruang kuliahnya.Betapa kesalnya Calista, dia paling tidak suka ketika sudah memulai kelas dan masih ada mahasiswa yang datang terlambat. Aturan itu sudah dijelaskannya diawal tahun ajaran, sehingga tidak ada mahasiswa yang berani melanggar aturan main yang telah ditetapkan oleh dosen cantik tersebut.Masih adanya mahasiswa yang tidak tahu
Rani tersenyum usil menggoda Calista yang saat itu sedang mengintrogasi Awan didalam ruang kerja mereka. Rani sendiri tidak menyangka jika Calista akan mengambil inisiatif duluan untuk mengundang Awan ke dalam ruangannya."Uhuk uhuk." Rani sengaja batuk-batuk kecil dan sambil terus mengecek meja kerjanya. Padahal sedang tidak ada sama sekali yang dikerjakannya saat itu."Bu Rani, kamu kenapa?" Tanya Calista tenang, namun matanya melotot tajam pada Rani karena telah sengaja menggodanya. Padahal jelas-jelas, tujuannya membawa Awan ke dalam ruangannya adalah karena formalitas, antara dosen dan mahasiswa. Alasannya, Awan tidak masuk lebih dari seminggu dan sebagai dosen Ia berkewajiban untuk menegur dan memperingatkan mahasiswanya."Oh, tidak apa-apa bu Calista. Ini saya sedang mencari pena saja, untuk mencatat momen penting." Jawab Rani sambil pura-pura memeriksa mejanya.Melihat betapa tidak naturalnya reaksi Rani, Awan hanya menahan senyumnya."Bu,
"Kamu.. kenapa kamu senyum-senyum begitu?""Eh, tidak ada bu." Jawab Awan terkesiap, Ia hampir lupa kalau saat itu sedang membayangkan orangnya tepat didepan orangnya secara langsung. Awan pun dengan cepat mengubah sikapnya, "Maaf, Bu Cal. Saya dipanggil kesini, kenapa ya?" Tanya Awan agar tidak larut dengan lamunannya.Ketika melihat Awan senyum-senyum sendiri barusan, Calista sudah menduga jika pemuda itu pasti sedang menghayalkan ciuman dengannya tempo hari. Ia mau marah, tapi entah kenapa ketika melihat wajah maskulin Awan Ia tidak bisa meluapkan emosinya begitu saja. Beruntung Awan dengan cepat menanyakan alasan pemanggilannya, sehingga Ia bisa melupakan tentang ciuman itu untuk sesaat.Calista pun dengan cepat menata emosinya, Ia mengeluarkan dua amplop dari dalam tas kecil diatas mejanya, lalu mengangsurkannya ke depan Awan."Apa ini, Bu Cal?" Tanya Awan ketika mengambil surat dihadapannya dengan kening sedikit berkerut heran."Baca." Suruh
Adapun surat peringatan ini, bisa jadi dari pihak manajemen kampus yang tidak mengetahui latar belakang Awan sebenarnya.Tapi, Awan urung mengungkapkan hal tersebut begitu menyadari tujuan Calista memarahinya adalah karena besarnya kepedulian Calista terhadapnya. Sehingga, Awan lebih memilih menjadi anak penurut dan mendengar Calista seperti halnya anak kecil yang sedang menuruti perintah orang tuanya."Maaf, tapi Aku benar-benar dalam kesulitan seminggu kemarin." Ucap Awan dengan sengaja memasang ekspresi sedih, sambil dalam hati memikirkan alasan yang dapat diterima oleh Calista."Kesulitan seperti apa, sampai membuatmu meninggalkan kuliah tanpa ada kabar berita sama sekali? Kamu tahu apa artinya surat ini? Satu surat lagi dan kamu resmi DO dari kampus ini." Sahut Calista dengan mata memerah. Ia marah dengan Awan yang lebih mementingkan kesulitan diluar sana dibandingkan masa depannya sendiri.Awan merasa tidak enak hati melihat Calista bisa sampai seem
Entah kenapa, ketika Calista mendengar itu Ia seperti ikut merasakan kesedihan Awan. Ia tidak tahu bagaimana rasanya tinggal seorang diri tanpa keluarga, karena Ia masih memiliki keluarga yang lengkap dan bahagia. Namun sebagai seorang berpendidikan dan berperasaan halus, Calista coba berempati dengan kondisi Awan saat ini. Andai dia yang berada dalam posisi Awan, dia mungkin tidak akan sanggup melewati semua itu dengan kepala masih berdiri tegak.Tinggal sebatang kara dan dia harus berjuang keras untuk menghidupi dirinya dan juga harus bekerja keras untuk membiayai pendidikannya. Mengingat semua orang kebanyakan hanya berjuang untuk bisa bertahan hidup, namun Awan bekerja lebih keras lagi untuk membiayai pendidikannya. Berdasarkan poin ini saja membuat Calista harus menghargai semangat juangnya.Secara tidak langsung, Calista merasakan kekaguman dalam dirinya melihat ketegaran Awan."Ma-maaf, Aku tidak tahu jika kamu mengalami kondisi seperti itu. Apa kamu suda