Awan sedikit menyipitkan mata ke arah mereka, dengan dingin Ia berkata, "Siapa yang berani mencegahku masuk ke dalam ruanganku sendiri?"
Mendengar itu, ke enam pengawal berwajah kasar tersebut tampak sedikit ragu. Mereka tidak menyangka akan bertemu dengan petinggi perusahaan secara langsung.
Tapi, majikan mereka sudah memberi perintah untuk tidak membiarkan siapapun masuk ke dalam ruangan, selama mereka belum keluar atau memberikan perintah lainnya.
Kejadian itu sendiri, tidak lepas dari pegamatan parak eksekutif senior yang saat itu hanya berani menatap dari dalam ruangan mereka. Mereka takut untuk keluar dan melibatkan diri, karena mereka mengira ini adalah konflik kekuasaan dalam keluarga pemilik perusahaan. Sehingga tidak ada satupun yang berani ikut campur.
Dikalangan para petinggi sendiri, bukan rahasia umum lagi jika bos besar mereka adalah keturunan seorang keturunan Sanjaya dan yang datang hari ini adalah keluarga utama Sanjaya, yaitu putra pert
Selama beberapa detik, Awan hanya diam tanpa bicara sama sekali. Itu membuat Magdalena dan Hadi sulit menebak apa yang dipikirkannya.Magdalena mengira jika Awan ketakutan saat ini, karena menyadari posisinya yang hanya sebagai anak tak dianggap dalam keluarga Sanjaya dan Hadi tetaplah sebagai putra tertua dan pewaris yang lebih berhak mewarisi Klan Sanjaya dimasa depan.Dimata Magdalena, Awan hanyalah sebagai anak kampung dan anak haram saudara Iparnya, Kelvin Sanjaya. Karena alasan yang sama, dia tidak pernah menganggap Awan sama sekali dan memandangnya tidak lebih dari sekedar sampah yang bisa diinjak-injak sesuka hatinya."Baguslah, kalau kamu sudah datang kesini hari ini." Ucap Magdalena dengan senyum angkuhnya. Tampak sekali penghinaan dimatanya ketika memandang Awan."Kamu harus sadar dimana posisimu. Kamu hanyalah anak haramnya Kelvin, karena itu kamu harus tempat dimana kamu berada seharusnya.""Dimasa depan, hanya ada Hadi yang akan
Awan mendengar itu, langsung tertawa mengejeknya. "Hadi-Hadi.. Coba ingatkan padaku, bagaimana tepatnya kamu akan menjadi kepala keluarga? Apa kamu lupa apa yang diumumkan Ayah kita 4 tahun yang lalu? Atau.. Aku perlu mengingatkan padamu apa yang diucapkan Ayah dalam setiap kalimatnya?"Awan tidak lagi menyebut Hadi dengan sebutan panggilan 'kak' seperti sebelumnya. Itu artinya, tidak ada lagi penghormatan untuk kakak tirinya tersebut dalam dirinya.Mendengar kata-kata Awan, raut wajah Hadi sontak menjadi keras. Itu karena Ia tahu persis apa yang diucapkan Ayahnya waktu itu, namun Ia dan keluarganya menolak untuk menerima hal tersebut begitu saja. Bagi mereka, status Hadi tetaplah yang nomor satu dan kelak akan menggantikan Kelvin Sanjaya sebagai kepala keluarga Sanjaya.Dengan dingin, Hadi menjawab, "Terus kenapa? Ayah hanya mengumumkannya diantara keluarga utama Sanjaya dan petinggi bisnis dalam aliansi Sanjaya. Dunia bahkan belum mendengarnya secara lan
Selama ini, Hadi belum pernah menguji kemampuan bertarung Awan secara langsung. Dia hanya menganggap Awan sebagai pewaris yang kebetulan terpilih sebagai penerus utama keluarga dan masih belum berhasil membangkitkan kekuatan sejatinya. Karena seperti Ayahnya dulu, untuk bisa membangkitkan kekuatan sejati 'warisan' keluarga mereka, perlu melakukan ritual pertarungan antara pewaris utama dan calon penerusnya.Awan belum melakukan hal itu.Hadi tidak mengetahui jika kasus Awan mengalami hal yang berbeda, karena sejatinya Ia memiliki dua kekuatan dalam dirinya. Tanpa harus melewati ritual seperti seharusnya, Ia dapat membangkitkan kekuatan sejatinya.Dulu ketika Hadi berhasil memanfaatkan Steven untuk menyerang Awan. Saat itu Awan berhasil mengalahkan Steven, namun dari laporan yang diterimanya, mereka bertarung hebat sebelum akhinya Awan keluar sebagai pemenang. Sehingga, Hadi hanya menilai kemampuan Awan dari laporan yang diterimanya saat itu.Hadi ha
Kengerian tergambar jelas diwajahnya sekarang, Ia tidak menyangka jika saudara tirinya yang disangka adalah orang yang polos, ternyata bisa bertindak sekejam itu.BugAwan mendorong kepala Hadi kelantai dan mulai menginjak kepalanya dibawah sepatu pentofel miliknya, "Begitukah caramu berbicara denganku?" Tanya Awan dingin.Hadi terkesiap, Ia tidak pernah merasakan penghinaan sebesar itu dalam hidupnya. Tapi, Ia berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Ia terpaksa menelan kembali makian yang telah siap dilontarkannya. Melihat dari sikap Awan sekarang, Ia bahkan tidak akan ragu sedikitpun untuk membunuhnya saat ini."Ku-kumohon, tolong hentikan!" Jawab Hadi tidak berdaya. Ingin rasanya Ia mengubur dirinya jauh kedasar lantai saat itu juga, tidak pernah terbayangkan dalam hidupnya jika Ia akan memohon pengampunan pada pria yang dianggap tidak pernah layak berada dalam keluarganya tersebut."Sekarang kutanya sekali lagi, apa kamu masih mau mengamb
PlakkSebuah tamparan membuat tubuh berisi Magdalena terbang kebalik sofa dan membuatnya meringkuk diatas lantai. Dua gigi sebelah kirinya copot dan membuat genangan darah segar keluar dari mulutnya.Magdalena terbelalak tidak percaya, "Ka-kau.. Kamu berani-beraninya memukulku..."PlaakkkTamparan berikutnya kembali membuat tubuh Maglena terbang kearah berlawanan. Dua lagi gigi Magdalena lainnya ikut copot.Melihat empat giginya sudah rontok terkena dua tamparan Awan, Magdalena langsung menangkupkan kedua tangannya ke wajahnya untuk mencegah Awan menamparnya kembali.Awan berkata dengan ekspresi dingin diwajahnya, itu karena Ia tahu jika Magdalena lah yang telah memukul Vannesa dan dua orang karyawatinya, "Aku memukulmu, terus kenapa?"Baik Hadi maupun Vannesa dibuat terdiam seribu bahasa, mereka tidak menyangka jika Awan bahkan tidak pandang bulu dalam melampiaskan kekejamannya.Bagaimana Magdalena masih berani bicara?
"Hmn.. Aku juga orang barbar dan pendendam, jadi sebaiknya tidak ada kata lain kali ketika kalian memiliki keinginan yang sama untuk coba memprovokasiku lagi." Ujar Awan dengan leluasa membalikkan semua ucapan Hadi dan Magdalena.Magdalena dan Hadi terpaksa meneguk ludah, mereka melihat Awan tidak ubahnya seperti monster, karena Ia pasti dapat melakukan apapun yang diucapkannya. Meski mereka datang dengan rencana lainnya, tapi tidak ada diantara mereka yang berani bicara sedikitpun dan memilih untuk memendamnya dalam hati. Paling tidak, sampai waktunya tiba. Hari dimana mereka bisa membalaskan rasa sakit hati yang mereka terima hari ini.Melihat bibi tiri dan suadara tirinya tidak lagi berani bicara, Awan pun tersenyum puas. Sambil menepuk kedua tangannya, Awan memberi perintah pada dua securitynya, "Kalian berdua, seret mereka berdua kebawah. Pastikan kalian membawa mereka berdua kembali, tepat dijalur mana mereka lewati sebelumnya. Pastikan semua orang menya
"Mik.. Kamu tidak menghubunginya dulu sebelum berangkat?"Mikha yang sedang membawa beberapa tas ransel dengan troli langsung berhenti sejenak, wajahnya tampak ragu dan dengan berat hati berkata, "Aku sudah memberitahu Awan tentang keberangkatan hari ini. Tapi.. sepertinya Ia lupa atau sedang banyak kerjaan.""Yah bisa jadi seperti itu! Tapi, kamu akan pergi cukup jauh dan dalam waktu yang lama. Apa kamu yakin, tidak ingin bertemu Awan terlebih dahulu."Mikha hanya tersenyum getir, jauh dalam lubuk hatinya Ia ingin bertemu Awan sebelum pergi. Padahal kepergiannya kali ini hanya untuk magang dan akan kembali setelah beberapa bulan, namun entah kenapa langkah kakinya terasa begitu berat. Seolah Ia akan sulit kembali setelah pergi kali ini.Jika sudah begitu, apa yang paling ditakutkannya?Ia takut, tidak lagi bisa bertemu dengan Awan lagi nantinya."Baiklah, Aku akan menghubunginya?" Kata Mikha setelah memikirkan kata-kata Rose. Ia
Rose sendiri, entah kenapa merasa tidak enak ketika melihat Mikha pergi dalam keadaan seperti itu. Ia puh sadar, jika hubungan antara Mikha dan Awan tidak lebih dari sekedar teman dekat, terasa begitu ambigu. Tapi, sesama wanita, Rose juga paham perasaan sebenarnya dari Mikha untuk Awan. Ia merasa tidak berdaya untuk masuk ke dalam lingkaran tersebut. Disatu sisi, Awan adalah penyelamatnya dan disisi lain, Mikha adalah sahabatnya. Ia hanya berharap, waktu akan memberikan yang terbaik untuk dua orang itu. Saat ini, pesawat Mikha sudah 10 menit lebih take off dari bandara. Rose baru melihat Awan yang saat itu sedang berjalan terburu menuju arahnya, "Mikha sudah berangkat?" Rose hanya bisa mengangguk dan tampak wajah Awan yang begitu kecewa. Awan merutuki dirinya sendiri, Ia hampir lupa jika hari ini adalah hari keberangkatan Mikha ke Jepang. Padahal Ia sudah berjanji dua hari yang lalu untuk bisa mengantar Mikha ke Bandara, namun insiden