Share

Syarat Gila

Author: Shira Aldila
last update Last Updated: 2023-11-01 10:27:34

Yuna berlari menuju ranjang. Mengangkat kasur pegas dan mengambil amplop cokelat yang tersimpan di bawahnya. Gadis itu membuka amplop. Dengan hati yang getir, dia mengecek jumlah uang yang ada di sana.

“Ngga sampai setengah. Ponco pasti ngga mau terima. Aduh!” Gadis itu terhenyak di lantai. Pikirannya kalut, bingung bagaimana cara menutup kekurangan tagihan hutang itu. 

“Semoga dia mau ngasih keringanan dan terima sebanyak ini dulu.” Harapan Yuna sungguh-sungguh di dalam hati. Gadis itu mengemas amplop ke dalam tas sandang hitam. Dia berlari cepat keluar kamar, namun pantulan bayangan dirinya di cermin membuatnya berhenti melangkah. 

“Gila aja aku ke sana dengan pakaian seperti ini.” 

Yuna tersadar bahwa tubuh mungilnya hanya terbungkus jas milik si Pria misterius dan dress mini. Pakaian yang sama sekali tidak aman untuk dikenakan ke tempat Ponco yang merupakan tempat sarangnya penyamun. Gadis itu cepat-cepat mengganti pakaian. Mengenakan jeans panjang, sweater hoddy berwarna burgundy dan sneakers. Tubuhnya tertutup sempurna dan berharap tidak akan menarik perhatian orang. 

Jam dua malam, Yuna meninggalkan kost. Berjalan lagi sendirian melewati gang gelap nan sempit untuk mencari ojek di perempatan.  Tak sampai 15 menit, dia tiba di depan gedung usang bercat kusam. Pencahayaan di sekitarnya remang-remang. Satu-satunya sumber cahaya di depan gedung itu adalah neon box yang tidak jelas lagi tulisannya, tergantung di atas pintu masuk berwarna hijau dengan cat yang mengelupas.

Yuna mendorong pintu, dia disambut alunan lagu dangdut koplo dan semerbak aroma minuman alkohol oplosan. Suara-suara meja dikeprak batu domino terdengar, bercampur dengan suara gelak tawa orang-orang. Gedung ini adalah rumah judi, juga menyediakan perempuan bagi yang membutuhkan. Tempat yang mirip seperti rumah kasino untuk para pria-pria pecundang. Pria-pria yang ketimbang memberikan jatah nafkah pada anak istri di rumah, melainkan mereka lebih memilih duduk melingkari meja, bermain kartu atau permainan apa saja dengan memasang uang taruhan. Jika mereka menang, duit yang didapatkan akan dihabiskan untuk bersenang-senang dengan perempuan-perempuan jalang. 

Yuna berjalan sepanjang lorong pengap yang berbau apek, bercampur bau keringat yang busuk. Ada pria-pria mabuk duduk tersandar di lantai. Mereka adalah orang-orang yang teler hingga tak sadarkan diri. 

Gadis itu mengabaikan dan terus berjalan. Saat tiba di dekat anak tangga, langkahnya dicegat oleh seseorang. 

“Kesasar ya, Neng? Temenin abang joget dong.” Suara parau seorang laki-laki beruban yang sedang teler mencengkeram lengan Yuna. 

“Lepaskan!” 

Yuna berontak. Tak perlu tenaga besar, gadis itu mampu mendorong tubuh si Pria tua teler sampai terjerembab ke anak tangga. Yuna bergegas menaiki anak tangga ke lantai dua, meninggalkan si Pria tua yang kini menyumpah serapah ulah kesal pada Yuna yang mendorongnya. 

Setiba di lantai dua, Yuna kembali disambut lorong panjang namun dalam keadaan sepi. Dia menuju pintu berwarna merah terang yang ada di ujung lorong. Pintu itu dalam keadaan tertutup. Yuna mengetuknya dengan gugup.

Pintu dibuka, seorang pria berambut gondrong keriting awut-awutan menyambut Yuna dengan wajah garang. 

“Cari siapa kau?” tanyanya dengan logat Medan yang kental.

“Cari Bang Ponco, Bang,” jawab Yuna gugup.

“Nama kau siapa? Urusan kau penting atau tidak?”

“Yuna, Bang. Masalah penting, kok. Mau kasih uang ke Bang Ponco.”

“Oh, kalau soal itu, dia pasti lansung mau bertemu kau. Kau tunggu di sini!” 

Pintu kembali ditutup. Yuna menunggu di luar dengan hati gelisah. Tak berapa lama, pintu dibuka lagi. Dua orang gadis belia berpakaian minim dan serampangan keluar ruangan sambil cengengesan. keduanya berwajah teler dan sedang lupa diri. Di belakang mereka, pria berlogat Medan muncul dan mempersilahkan Yuna untuk masuk. 

Ponco, pria flamboyan pemilik segudang bisnis hitam namun kebal hukum karena rajin menyumbang suapan. Dia duduk di kursi di balik meja, merapikan kemeja merah bermotif kembang sepatunya. Bibirnya terkembang sangat lebar saat menyambut Yuna.

“Eh, ada Dek Yuna, sudah terima surat abang? Sudah dibaca? Ada bagus tulisan Si Parlin?” sambutnya ramah, tapi jangan pernah terkecoh dengan sikap lembutnya itu. Ponco sangat licik dan berdarah dingin. 

“Sudah bang. Tapi aku cuma punya setengah.” Yuna menjawab takut-takut, dia terpaku berdiri di tengah ruang. Semakin gugup. 

“Kok cuma setengah, dek? Abang ‘kan minta bayaran penuh, sudah berapa bulan ini, lho?” balas Ponco masih dengan nada suara yang teramat ramah.

“Janjinya ‘kan minggu depan, Bang. Tapi abang sudah tagih aja hari ini.”

“Ya ngga jadilah, Dek. Bapak dek Yuna itu makin ngelunjak kalau dikasih waktu terus,” balas Ponco dengan gaya bicaranya yang mendayu-dayu.

“Terima aja dulu setengah ini, Bang. Saya janji minggu depan akan bayar lunas. Lepaskan dia, Bang. Kasian.” Yuna memohon. Sikap Ponco yang bersahabat membuatnya tak takut lagi. 

“Bapak kamu itu, kalau ngga diginiin, ngga akan kapok-kapok dia.” Ponco menjawab santai.

“Please, Bang. Seminggu lagi saya bayar kekurangannya. Lepaskan dia, biarkan dia pulang.” 

Ponco mendesah malas karena Yuna merengek terus. Kesabarannya sepertinya terkikis. Dia menggaruk jidat mengkilatnya sebentar kemudian menggamit cerutu yang ada di meja. Ponco membakar, menghisapnya dalam dan menghembuskan asap cerutu yang menggumpal. Aroma tembakau yang pahit menyergap hidung Yuna, hingga gadis itu terbatuk. 

“Ya, sudah. Bawa sini uangmu,” putus Ponco setelah menikmati cerutu.  

Yuna merogoh isi tas, mengeluarkan amplop cokelat. Sementara Ponco, memberi perintah pada laki-laki gondrong yang berlogat Medan tadi.

“Parlin, kau bawalah si Bakti itu ke sini.”

Hati Yuna merasa lega, akhirnya permohonannnya diterima. Bakti, ayah kandung Yuna akhirnya dibebaskan setelah tiga hari disekap Ponco karena tidak sanggup membayar hutang. 

Ponco tersenyum sungging menerima amplop. Dia membuka dan menghitung isinya. Pria itu juga mengangguk-angguk sambil tersenyum. Senyum aneh yang membuat Yuna tak nyaman. 

“Dek Yuna. Saya bebaskan bapakmu. Tapi saya punya syarat. Ngga bebas gitu aja. Syaratnya ngga berat, kok. Plus, hutang si Bakti akan saya anggap lunas.”

“Apa itu, Bang?” tanya Yuna harap-harap cemas. 

“Dek Yuna mau ngga tiga hari di sini. Jadi gadis-gadis abang. Dek Yuna ini cantik. Pasti banyak yang mau beli.” 

Yuna yang tadi sudah lega karena ayahnya dibebaskan, kini malah seperti tersambar petir. Meski Ponco mengucapkan hal itu dengan nada lembut, tapi arti dari kalimat itu tidaklah baik untuk nasib Yuna. 

“Maksudnya apa, Bang?” Yuna sebenarnya paham, tapi dia ingin Ponco menjelaskan maksudnya jauh lebih jelas lagi. 

“Layani tamu-tamu Abanglah. Enak kerjaannya, tinggal ngangk4ng, terus dibayar.” Ponco menerangkan teramat santai seolah tak punya hati. 

“Ta-tapi, Bang ….” Yuna ketakutan dengan syarat yang diberikan Ponco. 

“Tapi, apa Dek? Bisnis sama Ponco, ngga ada pakai tapi-tapian. Saya sudah kasih kamu keringanan. Syarat dari saya mutlak harus diterima.”

Nada suara Ponco berubah total. Nada suara yang awalnya ramah, kini berubah dingin penuh tekanan. Sorot matanya tajam memandang Yuna. Gadis itu meneguk ludah, tak terbayangkan bagaimana nasibnya kini, Yuna tidak akan punya pilihan lain untuk menolak tawaran gila itu. 

Related chapters

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Sang Dewa Penolong

    “Bang, ngga ada syarat lain, bang? Saya ngga bisa mengerjakan pekerjaan seperti itu.” Yuna gusar. Sebenarnya dia tahu, apa pun bentuk penolakan yang ia sampaikan akan terbantahkan. Ponco tidak bisa didebat. “Kenapa ngga bisa? Belum pengalaman?” Ponco membalas dengan kekehan genit. Dia berdiri dari kursi, berpindah tempat. Laki-laki itu duduk di pinggir meja tepat di hadapan Yuna. Ponco mencondongkan tubuhnya ke depan. Wajahnya kini hanya berjarak 5-sentimeter saja dari wajah Yuna. “Atau mau abang ajarkan dulu?” Jemari Ponco membelai dagu Yuna. Yuna menepis kasar, emosinya tersulut karena diperlakukan seperti itu. Sepertinya Ponco tidak menyukai penolakan.“Eh, ngga sopan Dek Yuna ini. Mau nolak saya, yah?” Ponco berubah beringas. Dia yang tadi duduk, kini berdiri, kemudian mencengkeram tubuh mungil Yuna. Gadis itu dibekap dari depan kemudian dibaringkan di meja. Ponco menindih Yuna seperti kesurupan serigala yang dikuasai nafsu, berperilaku liar dan lepas kendali. “Bang, lepaskan

    Last Updated : 2023-11-01
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Namaku Ares

    “Aku ngga sengaja mampir.”“Apa? Kamu sering mampir ke sini?”Si Pria tidak sempat menjawab pertanyaan Yuna. Dia menoleh dengan cepat ke arah Ponco yang bangkit menyerangnya. Si pria lansung menyambut Ponco dengan tendakan telak di bagian leher. Membuat laki-laki yang telah tertembak di bagian kaki itu seketika terkapar dan pingsan. Sementara Parlin, terus memohon agar jangan dihajar, si Pria mengampuni dan dia berlari dengan kaki terpincang-pincang ke luar ruangan. Yuna lansung melompat turun dari meja dan histeris melihat keadaan Bakti. Dia bersimpuh di lantai di sebelah tubuh Bakti yang bersimbah darah dan lemah. “Ayah … ayah.” Yuna mengguncang tubuh Bakti. Ayahnya masih sadar dan sanggup membuka mata. “Ayah, bertahanlah.” Tangis Yuna pecah lagi melihat kondisi ayahnya yang sekarat. Sementara tangan Bakti terangkat lemah ke atas, ingin menyentuh pipi Yuna yang lebam. Suaranya lirih dan parau mengucapkan kata maaf.“A-aku memang pecundang, Yuna. Maafkan ayah.”“Kamu memang pecund

    Last Updated : 2023-11-01
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Hilang Sabar

    Jam lima pagi, Ratna, Ibu tiri Yuna, tergopoh-gopoh memasuki ruangan IGD tempat Bakti dirawat. Tangannya penuh dengan belanjaan sayur dan lauk untuk dagangan warteg. Wanita 40-tahunan itu sedang berbelanja di pasar subuh tadi saat Yuna mengabari tentang keadaan Bakti. “Oalah, Bang. Ini kamu kenapa? Kok bisa babak belur begini? Memangnya beberapa hari ini kamu kemana?” Ratna lansung memburu Bakti dengan ribuan tanya. Wanita itu meletakkan kantong-kantong belanjaan lauk dan sayurnya di atas ranjang rumah sakit yang bersprei putih bersih.“A-ku, aku ….” Bakti terbata menjawab pertanyaan Ratna. Dia tidak berani jujur. Laki-laki itu melirik ke arah Yuna, berharap putrinya mau membantunya untuk menjelaskan. Ratna juga ikut melirik ke arah Yuna yang sedang duduk di kursi sebelah ranjang dengan wajah penuh tanda tanya. “Kenapa bapakmu, Yun?” “Ayah dihajar Ponco karena ngga bisa bayar hutang.” Yuna menjawab singkat dan jujur. Sudah tak perlu

    Last Updated : 2023-11-14
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Ketiduran

    Ruangan senyap dan tegang. Di pintu, pria seram berkepala plontos itu tidak sendiri. Di belakang tubuhnya, ada empat orang pria lain dengan perawakan yang sama. Sama-sama seram dan berbadan besar.  Salah satu pria berambut gondrong, berkaos hitam, sedang mencengkeram kerah kemeja Ko Hendri, manajer Yuna. Dia ketakutan setengah mati, rambut klimisnya berantakan, kaca matanya pecah sebelah. “Cepat katakan siapa yang bernama Yuna di sini?!” Suara laki-laki berkepala pelontos terdengar lagi menghardik pada siapa saja yang ada di ruangan ini, termasuk pada Ko Hendri, sang manajer. Tapi ruangan tetap saja senyap, tidak ada yang menjawab. Enam orang rekan kerja Yuna kompak tutup mulut. Mereka tentu tidak akan memberitahukan yang mana yang bernama Yuna. Mereka ingin melindungi gadis itu. Jelas sekali yang datang ini adalah orang jahat, jika mereka memberitahu, tentu Yuna akan disakiti. Namun itu tidak berlaku untuk Ko Hendri, manajer Yuna yang terkenal pengecut

    Last Updated : 2023-11-14
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Rumah Ares

    “Ares! Jawab pertanyaanku!” Yuna sudah tidak bisa mengendalikan dirinya lagi, gadis itu terus menjejali Ares dengan ribuan pertanyaan kenapa penculikan ini bisa terjadi. Dia ingin tahu, gadis itu sedang terlibat dalam masalah apa. Namun Ares terus saja fokus mengendarai mobil yang kini melaju kencang di jalanan tol yang lengang.  “Habis aku. Benar-benar tamat riwayatku. Gara-gara segerombolan laki-laki jahat tadi, aku pasti dipecat sama si Ko Hendri.”  Yuna masih meracau panik. Sementara Ares meliriknya sebentar. Melempar senyum tipis karena menurutnya Yuna sangat lucu bersikap panik seperti itu. Tangan laki-laki itu membuka laci dashboard, mengeluarkan sebotol air mineral dan menyerahkannya pada Yuna. “Minum dulu, Yun. Tenangkan dulu diri kamu,” tawarnya lembut. “Aku ngga bisa tenang, pokoknya aku ngga bisa tenang sebelum kamu jawab semua pertanyaanku.” “Minum dulu!” Suara Ares berubah tegas. Entah mengapa, Yuna lansung ci

    Last Updated : 2023-11-14
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Dipecat

    Alunan musik lembut menyambut Yuna saat keluar dari kamar. Ini memang kebiasaan Ares yang selalu mendengarkan music relaksasi saat pagi hari, sebelum memulai harinya yang penuh gejolak adrenalin.  Yuna lansung menuju dapur. Ares tengah menata hidangan sarapan ke meja dan menyeduh dua cangkir kopi. Laki-laki itu juga sudah rapi. Tubuhnya yang atletis terbalut jas abu-abu gelap dengan dalaman kaos putih, tampak casual dan santai.  “Wow, ligat banget kamu nyiapin semua ini. Mana udah selesai mandi juga.”  Yuna menyapa. Gadis itu menarik kursi. Dia duduk di hadapan meja. Ares terkekeh membalas sapaannya seraya menyodorkan kopi padanya.  “Sudah biasa sat set sat set,” ucap laki-laki itu. Dia menyeruput kopi dengan mata yang tak lepas memandang Yuna. Matanya menelisik pada pakaian yang dipilih oleh gadis itu. “Mau masuk kerja lagi? Kok pilih pakai kemeja?” tanya Ares.  Yuna yang sedang menyeruput kopi lansung membalas tatapan Ares, kemudia

    Last Updated : 2023-11-15
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Musuh Kiri Kanan

    “Sudah nangisnya?” Ares merasakan senyap. Dia tidak mendengar suara tangis Yuna lagi yang sedari tadi meraung-raung di bangku samping kemudi. Laki-laki itu membuka headset yang menutupi telinga, kemudian matanya menoleh pada gadis itu. Ares membuka laci dashboard dan mengeluarkan tisu.“Itu, ingusnya netes.” Ares berucap hati-hati, takut Yuna akan tersinggung. Jidat laki-laki itu berkerut melihat wajah Yuna yang bersimbah air mata dan ingus.“Makasih.” Yuna menerima uluran tisu dengan sesegukkan. Dengan sedikit terisak, dia mengelap air mata dan membersihkan semua sisa tangis di wajahnya. Hati gadis itu kacau balau. Kehilangan pekerjaan akan membuat separuh dunianya hancur. Kemiskinan sedang menunggu di depan. Kalau Yuna tidak bekerja, bagaimana dia akan membayar kost dan kebutuhan hidupnya. Menumpang tinggal bersama Ayah dan Ratna, sepertinya tak pernah terlintas di benak gadis itu. Jangankan melakukan, membayangkannya saja sudah mengerikan. Rasanya pasti mirip seperti

    Last Updated : 2023-11-15
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Diburu Lagi

    “Katanya mau makan, kenapa ngejus doang?” Yuna melirik pesanan Ares yang diantarkan pelayan Buffe, sementara dirinya sedari tadi menolak untuk ikut memesan. Yuna tak lapar, malah lambungnya bergejolak memikirkan kejadian di kost.“Ini buat kamu. Kamu butuh tenaga lebih.” Ares mendorong segelas jus mangga ke hadapan Yuna.“Buat aku?”“Iya, kamu butuh energi buat menghadapi kenyataan hidup.” Ares terkekeh menertawakan dengan jahil, Yuna memberungut.“Kamu jangan ngetawaain aku. Aku sudah sial begini. Bingung tahu ngga? Gara-gara utang Ayahku, aku kayak diseret ke jalur neraka. Ada aja masalah yang datang. Bertubi pula. Sedih.”Gadis itu murung lagi, wajahnya mengerut dengan manik mata yang mulai berkaca-kaca. Andai dia tidak mengambil pekerjaan di Club VVIP, dia mungkin tidak akan bertemu dengan Ares dan mendapatkan tambahan masalah. Tapi andainya lagi tidak bertemu pria yang duduk di hadapannya ini, mungkin Yuna sekarang sudah menjadi budak cuan Ponco. Dilema, itu yang dirasakan Yuna

    Last Updated : 2023-11-16

Latest chapter

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Diburu Lagi

    “Katanya mau makan, kenapa ngejus doang?” Yuna melirik pesanan Ares yang diantarkan pelayan Buffe, sementara dirinya sedari tadi menolak untuk ikut memesan. Yuna tak lapar, malah lambungnya bergejolak memikirkan kejadian di kost.“Ini buat kamu. Kamu butuh tenaga lebih.” Ares mendorong segelas jus mangga ke hadapan Yuna.“Buat aku?”“Iya, kamu butuh energi buat menghadapi kenyataan hidup.” Ares terkekeh menertawakan dengan jahil, Yuna memberungut.“Kamu jangan ngetawaain aku. Aku sudah sial begini. Bingung tahu ngga? Gara-gara utang Ayahku, aku kayak diseret ke jalur neraka. Ada aja masalah yang datang. Bertubi pula. Sedih.”Gadis itu murung lagi, wajahnya mengerut dengan manik mata yang mulai berkaca-kaca. Andai dia tidak mengambil pekerjaan di Club VVIP, dia mungkin tidak akan bertemu dengan Ares dan mendapatkan tambahan masalah. Tapi andainya lagi tidak bertemu pria yang duduk di hadapannya ini, mungkin Yuna sekarang sudah menjadi budak cuan Ponco. Dilema, itu yang dirasakan Yuna

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Musuh Kiri Kanan

    “Sudah nangisnya?” Ares merasakan senyap. Dia tidak mendengar suara tangis Yuna lagi yang sedari tadi meraung-raung di bangku samping kemudi. Laki-laki itu membuka headset yang menutupi telinga, kemudian matanya menoleh pada gadis itu. Ares membuka laci dashboard dan mengeluarkan tisu.“Itu, ingusnya netes.” Ares berucap hati-hati, takut Yuna akan tersinggung. Jidat laki-laki itu berkerut melihat wajah Yuna yang bersimbah air mata dan ingus.“Makasih.” Yuna menerima uluran tisu dengan sesegukkan. Dengan sedikit terisak, dia mengelap air mata dan membersihkan semua sisa tangis di wajahnya. Hati gadis itu kacau balau. Kehilangan pekerjaan akan membuat separuh dunianya hancur. Kemiskinan sedang menunggu di depan. Kalau Yuna tidak bekerja, bagaimana dia akan membayar kost dan kebutuhan hidupnya. Menumpang tinggal bersama Ayah dan Ratna, sepertinya tak pernah terlintas di benak gadis itu. Jangankan melakukan, membayangkannya saja sudah mengerikan. Rasanya pasti mirip seperti

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Dipecat

    Alunan musik lembut menyambut Yuna saat keluar dari kamar. Ini memang kebiasaan Ares yang selalu mendengarkan music relaksasi saat pagi hari, sebelum memulai harinya yang penuh gejolak adrenalin.  Yuna lansung menuju dapur. Ares tengah menata hidangan sarapan ke meja dan menyeduh dua cangkir kopi. Laki-laki itu juga sudah rapi. Tubuhnya yang atletis terbalut jas abu-abu gelap dengan dalaman kaos putih, tampak casual dan santai.  “Wow, ligat banget kamu nyiapin semua ini. Mana udah selesai mandi juga.”  Yuna menyapa. Gadis itu menarik kursi. Dia duduk di hadapan meja. Ares terkekeh membalas sapaannya seraya menyodorkan kopi padanya.  “Sudah biasa sat set sat set,” ucap laki-laki itu. Dia menyeruput kopi dengan mata yang tak lepas memandang Yuna. Matanya menelisik pada pakaian yang dipilih oleh gadis itu. “Mau masuk kerja lagi? Kok pilih pakai kemeja?” tanya Ares.  Yuna yang sedang menyeruput kopi lansung membalas tatapan Ares, kemudia

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Rumah Ares

    “Ares! Jawab pertanyaanku!” Yuna sudah tidak bisa mengendalikan dirinya lagi, gadis itu terus menjejali Ares dengan ribuan pertanyaan kenapa penculikan ini bisa terjadi. Dia ingin tahu, gadis itu sedang terlibat dalam masalah apa. Namun Ares terus saja fokus mengendarai mobil yang kini melaju kencang di jalanan tol yang lengang.  “Habis aku. Benar-benar tamat riwayatku. Gara-gara segerombolan laki-laki jahat tadi, aku pasti dipecat sama si Ko Hendri.”  Yuna masih meracau panik. Sementara Ares meliriknya sebentar. Melempar senyum tipis karena menurutnya Yuna sangat lucu bersikap panik seperti itu. Tangan laki-laki itu membuka laci dashboard, mengeluarkan sebotol air mineral dan menyerahkannya pada Yuna. “Minum dulu, Yun. Tenangkan dulu diri kamu,” tawarnya lembut. “Aku ngga bisa tenang, pokoknya aku ngga bisa tenang sebelum kamu jawab semua pertanyaanku.” “Minum dulu!” Suara Ares berubah tegas. Entah mengapa, Yuna lansung ci

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Ketiduran

    Ruangan senyap dan tegang. Di pintu, pria seram berkepala plontos itu tidak sendiri. Di belakang tubuhnya, ada empat orang pria lain dengan perawakan yang sama. Sama-sama seram dan berbadan besar.  Salah satu pria berambut gondrong, berkaos hitam, sedang mencengkeram kerah kemeja Ko Hendri, manajer Yuna. Dia ketakutan setengah mati, rambut klimisnya berantakan, kaca matanya pecah sebelah. “Cepat katakan siapa yang bernama Yuna di sini?!” Suara laki-laki berkepala pelontos terdengar lagi menghardik pada siapa saja yang ada di ruangan ini, termasuk pada Ko Hendri, sang manajer. Tapi ruangan tetap saja senyap, tidak ada yang menjawab. Enam orang rekan kerja Yuna kompak tutup mulut. Mereka tentu tidak akan memberitahukan yang mana yang bernama Yuna. Mereka ingin melindungi gadis itu. Jelas sekali yang datang ini adalah orang jahat, jika mereka memberitahu, tentu Yuna akan disakiti. Namun itu tidak berlaku untuk Ko Hendri, manajer Yuna yang terkenal pengecut

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Hilang Sabar

    Jam lima pagi, Ratna, Ibu tiri Yuna, tergopoh-gopoh memasuki ruangan IGD tempat Bakti dirawat. Tangannya penuh dengan belanjaan sayur dan lauk untuk dagangan warteg. Wanita 40-tahunan itu sedang berbelanja di pasar subuh tadi saat Yuna mengabari tentang keadaan Bakti. “Oalah, Bang. Ini kamu kenapa? Kok bisa babak belur begini? Memangnya beberapa hari ini kamu kemana?” Ratna lansung memburu Bakti dengan ribuan tanya. Wanita itu meletakkan kantong-kantong belanjaan lauk dan sayurnya di atas ranjang rumah sakit yang bersprei putih bersih.“A-ku, aku ….” Bakti terbata menjawab pertanyaan Ratna. Dia tidak berani jujur. Laki-laki itu melirik ke arah Yuna, berharap putrinya mau membantunya untuk menjelaskan. Ratna juga ikut melirik ke arah Yuna yang sedang duduk di kursi sebelah ranjang dengan wajah penuh tanda tanya. “Kenapa bapakmu, Yun?” “Ayah dihajar Ponco karena ngga bisa bayar hutang.” Yuna menjawab singkat dan jujur. Sudah tak perlu

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Namaku Ares

    “Aku ngga sengaja mampir.”“Apa? Kamu sering mampir ke sini?”Si Pria tidak sempat menjawab pertanyaan Yuna. Dia menoleh dengan cepat ke arah Ponco yang bangkit menyerangnya. Si pria lansung menyambut Ponco dengan tendakan telak di bagian leher. Membuat laki-laki yang telah tertembak di bagian kaki itu seketika terkapar dan pingsan. Sementara Parlin, terus memohon agar jangan dihajar, si Pria mengampuni dan dia berlari dengan kaki terpincang-pincang ke luar ruangan. Yuna lansung melompat turun dari meja dan histeris melihat keadaan Bakti. Dia bersimpuh di lantai di sebelah tubuh Bakti yang bersimbah darah dan lemah. “Ayah … ayah.” Yuna mengguncang tubuh Bakti. Ayahnya masih sadar dan sanggup membuka mata. “Ayah, bertahanlah.” Tangis Yuna pecah lagi melihat kondisi ayahnya yang sekarat. Sementara tangan Bakti terangkat lemah ke atas, ingin menyentuh pipi Yuna yang lebam. Suaranya lirih dan parau mengucapkan kata maaf.“A-aku memang pecundang, Yuna. Maafkan ayah.”“Kamu memang pecund

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Sang Dewa Penolong

    “Bang, ngga ada syarat lain, bang? Saya ngga bisa mengerjakan pekerjaan seperti itu.” Yuna gusar. Sebenarnya dia tahu, apa pun bentuk penolakan yang ia sampaikan akan terbantahkan. Ponco tidak bisa didebat. “Kenapa ngga bisa? Belum pengalaman?” Ponco membalas dengan kekehan genit. Dia berdiri dari kursi, berpindah tempat. Laki-laki itu duduk di pinggir meja tepat di hadapan Yuna. Ponco mencondongkan tubuhnya ke depan. Wajahnya kini hanya berjarak 5-sentimeter saja dari wajah Yuna. “Atau mau abang ajarkan dulu?” Jemari Ponco membelai dagu Yuna. Yuna menepis kasar, emosinya tersulut karena diperlakukan seperti itu. Sepertinya Ponco tidak menyukai penolakan.“Eh, ngga sopan Dek Yuna ini. Mau nolak saya, yah?” Ponco berubah beringas. Dia yang tadi duduk, kini berdiri, kemudian mencengkeram tubuh mungil Yuna. Gadis itu dibekap dari depan kemudian dibaringkan di meja. Ponco menindih Yuna seperti kesurupan serigala yang dikuasai nafsu, berperilaku liar dan lepas kendali. “Bang, lepaskan

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Syarat Gila

    Yuna berlari menuju ranjang. Mengangkat kasur pegas dan mengambil amplop cokelat yang tersimpan di bawahnya. Gadis itu membuka amplop. Dengan hati yang getir, dia mengecek jumlah uang yang ada di sana.“Ngga sampai setengah. Ponco pasti ngga mau terima. Aduh!” Gadis itu terhenyak di lantai. Pikirannya kalut, bingung bagaimana cara menutup kekurangan tagihan hutang itu. “Semoga dia mau ngasih keringanan dan terima sebanyak ini dulu.” Harapan Yuna sungguh-sungguh di dalam hati. Gadis itu mengemas amplop ke dalam tas sandang hitam. Dia berlari cepat keluar kamar, namun pantulan bayangan dirinya di cermin membuatnya berhenti melangkah. “Gila aja aku ke sana dengan pakaian seperti ini.” Yuna tersadar bahwa tubuh mungilnya hanya terbungkus jas milik si Pria misterius dan dress mini. Pakaian yang sama sekali tidak aman untuk dikenakan ke tempat Ponco yang merupakan tempat sarangnya penyamun. Gadis itu cepat-cepat mengganti pakaian. Mengenakan jeans panjang, sweater hoddy berwarna burgundy

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status