Share

Ketiduran

Author: Shira Aldila
last update Last Updated: 2023-11-14 15:00:34

Ruangan senyap dan tegang. Di pintu, pria seram berkepala plontos itu tidak sendiri. Di belakang tubuhnya, ada empat orang pria lain dengan perawakan yang sama. Sama-sama seram dan berbadan besar. 

Salah satu pria berambut gondrong, berkaos hitam, sedang mencengkeram kerah kemeja Ko Hendri, manajer Yuna. Dia ketakutan setengah mati, rambut klimisnya berantakan, kaca matanya pecah sebelah.

“Cepat katakan siapa yang bernama Yuna di sini?!” Suara laki-laki berkepala pelontos terdengar lagi menghardik pada siapa saja yang ada di ruangan ini, termasuk pada Ko Hendri, sang manajer.

Tapi ruangan tetap saja senyap, tidak ada yang menjawab. Enam orang rekan kerja Yuna kompak tutup mulut. Mereka tentu tidak akan memberitahukan yang mana yang bernama Yuna. Mereka ingin melindungi gadis itu. Jelas sekali yang datang ini adalah orang jahat, jika mereka memberitahu, tentu Yuna akan disakiti. Namun itu tidak berlaku untuk Ko Hendri, manajer Yuna yang terkenal pengecut dan ngga pedulian. 

“I-tu, yang kemeja merah. Dia yang namanya Yuna.”

Mata Yuna membelalak tak percaya. Manajernya menyerahkan dirinya begitu saja alih-alih melindungi dirinya seperti teman yang lain. Sudah tak dapat mengelak lagi, Yuna bangkit berdiri dengan tubuh yang gemetaran. 

“Lepaskan saya, Om. Bawa saja Yunanya. Silakan kalau mau diapa-apain, tapi jangan ribut di kantor ini.” Ko Hendri menunjuk Yuna seraya minta dilepaskan cengkeraman kemejanya. Yuna menatap kecewa pada manajernya itu. 

“I-iya, Sa-saya Yuna. Anda mau apa? Apakah anda yang bernama Mamat Boncet?”

Pria seram berkepala plontos mengkerutkan dahi, seperti tersinggung dipanggil dengan nama itu.

“Siapa itu Mamat Boncet? Seperti nama tukang urut langganan saya. Saya James! Saya ke sini ada urusan penting sama kamu. Ayo ikut kami!

“Jadi anda bukan Mamat Boncet?” Kening Yuna makin bertaut bingung. Jika pria seram di pintu itu bukan Mamat Boncet, lantas siapa?

“Enak saja. Memangnya tampang saya ada tampang Mamat-Mamatnya? Ayo ke sini kamu, ikut saya.”

Pria bertubuh besar itu menyelonong masuk. Dia lansung mencengkeram erat lengan Yuna dan menyeret tubuh mungil gadis itu keluar ruangan. Semua rekan kerja Yuna hanya bisa diam, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Lima pria bertubuh besar yang menyerobot masuk kantor itu bukanlah lawan mereka. 

“Ini ada urusan apa, sih? Saya ngga kenal kalian!” kata Yuna saat tiba di depan meja resepsionis di dekat pintu utama. Sementara rekan kerja yang lain termasuk Ko hendri mengintip takut-takut dari pintu ruangan operator yang berada di sebelah kanan ruang resepsionis. 

“Mana Ares?” Pria pelontos bertanya lagi dengan nada mengancam.

“Ares? Mana saya tahu.” Yuna makin bingung.

“Jangan bohong! Kamu bersamanya semalam, di hotel dan juga di rumah sakit. Kami lihat di rekaman CCTV.”

“Iya, saya memang sama dia semalam. Tapi saya ngga kenal dia, kami baru saja bertemu.”

“Ach! Bohong, kamu pasti pacarnya.” Si Pria pelontos tidak mendengarkan penjelasan Yuna. Dia memerintahkan anak buahnya untuk membawa gadis itu. “Bawa dia!”

Yuna diseret keluar kantor. Tangannya dicengkeram erat oleh dua orang pria bertubuh besar. Dia dibawa ke mobil putih mini bus yang terparkir serampangan di depan pintu masuk. Yuna dimasukkan ke dalam mobil. Dia didudukkan di bangku belakang, seseorang mengikat tangannya dan menutup mata Yuna dengan ikatan kain. 

“Lepaskan saya! Saya ngga tahu apa-apa, kalian gila!” 

Sekeras apa Yuna meronta, tak ada yang mendengarkan. Gadis itu merasakan mobil melaju, tak tahu dia akan dibawa kemana. Tak seorang pun ada yang mampu menyelamatkannya di kantor itu. 

“Ko, telepon polisi, Ko. Itu penculikan namanya.” Mega panik dan memberi usul pada Ko Hendri. Bersama rekan kerja yang lain, mereka berdiri putus asa melihat kepergian mobil yang membawa Yuna.

“Itu urusan pribadi dia, kenapa bawa-bawa polisi. Ayo! Kembali kalian bekerja!” 

Ko Hendri memberi perintah. Dia menolak untuk lapor polisi. Berurusan dengan polisi akan membahayakan perusahaan pinjaman onlinenya yang illegal, bisa-bisa dia yang tertangkap. Ko Hendri tak mau ambil resiko, lagian, dia juga tidak peduli akan nasib Yuna.

**

Sepanjang perjalanan, Yuna meringkuk di belakang mobil dengan ketakutan dan gemetaran. Gadis itu menangis, namun ditahan, karena setiap suara yang ia keluarkan, Yuna akan mendapatkan hardikan. 

Perjalanan terasa lama, Yuna tak bisa menebak ke mana arah laju mobil yang membawanya. Tapi jika diterka, mobil ini mengarah ke luar kota 

Saat di perjalanan, tiba-tiba, terdengar suara rem mendecit, mobil berhenti mendadak. Yuna yang duduk tanpa pengaman, lansung terpental ke depan. 

“Brengsek. Siapa itu?” 

Dalam mata tertutup, Yuna mendengar pria-pria yang semobil dengannya mengumpat. Pintu dibuka, semua orang berhamburan keluar. Terdengar cek cok adu mulut dan kemudian berganti menjadi suara pertarungan. Suara tinju, tendangan dan suara pria-pria mengerang kesakitan, bahkan Yuna juga mendengar suara pistol ditembakkan. Suara riuh dan gaduh terjadi cukup menegangkan, membuat gadis itu semakin ketakutan. 

Beberapa menit berlalu, suara perkelahian yang tadi terdengar intens kini berangsur senyap. Suara tembakan menutup perkelahian itu kemudian senyap sesenyap-senyapnya. Yuna makin gemetaran, apalagi saat pintu mobil dibuka. Ada seseorang yang naik ke mobil dan mendekat ke arahnya.  

“Si-siapa kamu?” Yuna berteriak parau, bertanya pada siapa yang datang mendekatinya. 

Sentuhan tangan yang hangat dan aroma parfum maskulin bercampur aroma mesiu membuat Yuna lansung mengenali siapa sosok itu. 

“Ares?” tebak Yuna. Seseorang itu tidak menjawab. Dia sibuk membuka ikatan di tangan dan mata Yuna, Setelah membuka ikatan yang menutup mata, mereka berdua bersitatap. Mata Yuna membulat. Melihat Ares yang datang, Yuna lansung merasa lega, namun hanya sementara. Rasa lega itu berganti dengan rasa ingin tahu yang teramat besar.

“Mereka siapa? Kenapa mereka menculikku? Mereka nanyain tentang kamu ke aku. Aku malah mereka kira adalah pacar kamu. Apa-apa ini, Ares?” Yuna tak henti-hentinya mengoceh dan menyerbu Ares dengan pertanyaan beruntun. Ares tidak menjawab, dia menarik tubuh Yuna agar cepat keluar ke mini bus itu. Saat keluar mobil, mata Yuna melebar lagi melihat lima orang pria berbadan besar dan kekar sudah tumbang bergelimpangan tak sadarkan diri di jalanan. Yuna geleng-geleng kepala melihat hal itu.

“Ini kerjaan kamu?” tanya Yuna lagi, sementara Ares menariknya untuk cepat-cepat masuk ke mobilnya sendiri yang terparkir di belakang mini bus.

“Ares, sebenarnya kamu ini apa dan siapa? Superhero? Superman atau apa?” Pertanyaan gadis itu terus saja meluncur beruntun seiring dengan laju mobil yang Ares kemudikan dengan kecepatan tinggi saat meninggalkan lokasi kejadian. Pria itu masih diam dan tidak kunjung menjawab. 

Related chapters

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Rumah Ares

    “Ares! Jawab pertanyaanku!” Yuna sudah tidak bisa mengendalikan dirinya lagi, gadis itu terus menjejali Ares dengan ribuan pertanyaan kenapa penculikan ini bisa terjadi. Dia ingin tahu, gadis itu sedang terlibat dalam masalah apa. Namun Ares terus saja fokus mengendarai mobil yang kini melaju kencang di jalanan tol yang lengang.  “Habis aku. Benar-benar tamat riwayatku. Gara-gara segerombolan laki-laki jahat tadi, aku pasti dipecat sama si Ko Hendri.”  Yuna masih meracau panik. Sementara Ares meliriknya sebentar. Melempar senyum tipis karena menurutnya Yuna sangat lucu bersikap panik seperti itu. Tangan laki-laki itu membuka laci dashboard, mengeluarkan sebotol air mineral dan menyerahkannya pada Yuna. “Minum dulu, Yun. Tenangkan dulu diri kamu,” tawarnya lembut. “Aku ngga bisa tenang, pokoknya aku ngga bisa tenang sebelum kamu jawab semua pertanyaanku.” “Minum dulu!” Suara Ares berubah tegas. Entah mengapa, Yuna lansung ci

    Last Updated : 2023-11-14
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Dipecat

    Alunan musik lembut menyambut Yuna saat keluar dari kamar. Ini memang kebiasaan Ares yang selalu mendengarkan music relaksasi saat pagi hari, sebelum memulai harinya yang penuh gejolak adrenalin.  Yuna lansung menuju dapur. Ares tengah menata hidangan sarapan ke meja dan menyeduh dua cangkir kopi. Laki-laki itu juga sudah rapi. Tubuhnya yang atletis terbalut jas abu-abu gelap dengan dalaman kaos putih, tampak casual dan santai.  “Wow, ligat banget kamu nyiapin semua ini. Mana udah selesai mandi juga.”  Yuna menyapa. Gadis itu menarik kursi. Dia duduk di hadapan meja. Ares terkekeh membalas sapaannya seraya menyodorkan kopi padanya.  “Sudah biasa sat set sat set,” ucap laki-laki itu. Dia menyeruput kopi dengan mata yang tak lepas memandang Yuna. Matanya menelisik pada pakaian yang dipilih oleh gadis itu. “Mau masuk kerja lagi? Kok pilih pakai kemeja?” tanya Ares.  Yuna yang sedang menyeruput kopi lansung membalas tatapan Ares, kemudia

    Last Updated : 2023-11-15
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Musuh Kiri Kanan

    “Sudah nangisnya?” Ares merasakan senyap. Dia tidak mendengar suara tangis Yuna lagi yang sedari tadi meraung-raung di bangku samping kemudi. Laki-laki itu membuka headset yang menutupi telinga, kemudian matanya menoleh pada gadis itu. Ares membuka laci dashboard dan mengeluarkan tisu.“Itu, ingusnya netes.” Ares berucap hati-hati, takut Yuna akan tersinggung. Jidat laki-laki itu berkerut melihat wajah Yuna yang bersimbah air mata dan ingus.“Makasih.” Yuna menerima uluran tisu dengan sesegukkan. Dengan sedikit terisak, dia mengelap air mata dan membersihkan semua sisa tangis di wajahnya. Hati gadis itu kacau balau. Kehilangan pekerjaan akan membuat separuh dunianya hancur. Kemiskinan sedang menunggu di depan. Kalau Yuna tidak bekerja, bagaimana dia akan membayar kost dan kebutuhan hidupnya. Menumpang tinggal bersama Ayah dan Ratna, sepertinya tak pernah terlintas di benak gadis itu. Jangankan melakukan, membayangkannya saja sudah mengerikan. Rasanya pasti mirip seperti

    Last Updated : 2023-11-15
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Diburu Lagi

    “Katanya mau makan, kenapa ngejus doang?” Yuna melirik pesanan Ares yang diantarkan pelayan Buffe, sementara dirinya sedari tadi menolak untuk ikut memesan. Yuna tak lapar, malah lambungnya bergejolak memikirkan kejadian di kost.“Ini buat kamu. Kamu butuh tenaga lebih.” Ares mendorong segelas jus mangga ke hadapan Yuna.“Buat aku?”“Iya, kamu butuh energi buat menghadapi kenyataan hidup.” Ares terkekeh menertawakan dengan jahil, Yuna memberungut.“Kamu jangan ngetawaain aku. Aku sudah sial begini. Bingung tahu ngga? Gara-gara utang Ayahku, aku kayak diseret ke jalur neraka. Ada aja masalah yang datang. Bertubi pula. Sedih.”Gadis itu murung lagi, wajahnya mengerut dengan manik mata yang mulai berkaca-kaca. Andai dia tidak mengambil pekerjaan di Club VVIP, dia mungkin tidak akan bertemu dengan Ares dan mendapatkan tambahan masalah. Tapi andainya lagi tidak bertemu pria yang duduk di hadapannya ini, mungkin Yuna sekarang sudah menjadi budak cuan Ponco. Dilema, itu yang dirasakan Yuna

    Last Updated : 2023-11-16
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Perisai Peluru

    “Siapa nama kamu tadi?”“Yuna.”“Okey, Yuna. Ini seragam kerja kamu malam ini dan ini bayarannya. Ingat! Tidak boleh keluar dari ruangan itu sebelum jam empat pagi. Kalau ada yang grepe-grepe, layani saja, mereka orang berduit, tidak pelit, kamu butuh duit ‘kan?”Yuna mengiyakan seraya meneguk ludah saat mendapatkan puluhan titah dari perempuan bergincu merah. Orang-orang di sini memanggilnya dengan sapaan Mami. Tangan Yuna meraih bungkusan yang berisi kostum, juga meraih amplop berisi bayaran untuk pekerjaan nekatnya malam ini. “Ayo, cepat! Ganti baju kamu dan masuk ke ruangan itu.”Si Mami pergi, meninggalkan Yuna sendiri di dalam ruangan ganti. Hanya dia sendiri di sini. Yuna sudah terlambat. Perempuan pekerja lain sudah memulai pekerjaan mereka duluan di ruangan Club VVIP di lantai 25. Lantai teratas sebuah hotel bintang lima.Yuna mengernyitkan kening melihat kostum yang ia keluarkan dari bungkusan. Sebuah Mini dress berwarna merah, berbentuk baju pelayan di serial anime-anime m

    Last Updated : 2023-11-01
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Surat Ancaman

    “Tentu saja bisa keluar. Ayo ikut aku!” Pria itu membawa Yuna menuju meja bar. Mereka berlari, merunduk, mengelak, kemudian berdiri lagi untuk menembak. Begitu terus sampai keduanya berhasil mencapai meja bar. Mereka berdua bersembunyi di sana, Yuna meringkuk ke bawah meja bar sementara si Pria mengisi ulang peluru dan lanjut menembak lawan dari persembunyian.Di lantai, bartender muda yang tadi sempat menyapa Yuna saat pertama kali memulai kerja, kini sudah tak bergerak di lantai dengan dua lubang peluru di bagian dada. Yuna terpekik histeris dan semakin ketakutan. Belum sempat menguasai diri dari keterkejutan, tangan kekar si Pria sudah menarik tubuh gadis itu.“Ikut aku ke sini!” SI Pria mengajak Yuna masuk melewati pintu yang ada di dekat bar. Pintu itu menuju dapur. Setiba di dalam sana, Yuma merasa semakin terdesak dan terjebak. “Di sini … di sini jalan buntu! Ngga ada pintu keluar.” Yuna panik. Dia sudah melihat ke seluruh penjuru dapur kecil itu. Sekelilingnya hanya dindin

    Last Updated : 2023-11-01
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Syarat Gila

    Yuna berlari menuju ranjang. Mengangkat kasur pegas dan mengambil amplop cokelat yang tersimpan di bawahnya. Gadis itu membuka amplop. Dengan hati yang getir, dia mengecek jumlah uang yang ada di sana.“Ngga sampai setengah. Ponco pasti ngga mau terima. Aduh!” Gadis itu terhenyak di lantai. Pikirannya kalut, bingung bagaimana cara menutup kekurangan tagihan hutang itu. “Semoga dia mau ngasih keringanan dan terima sebanyak ini dulu.” Harapan Yuna sungguh-sungguh di dalam hati. Gadis itu mengemas amplop ke dalam tas sandang hitam. Dia berlari cepat keluar kamar, namun pantulan bayangan dirinya di cermin membuatnya berhenti melangkah. “Gila aja aku ke sana dengan pakaian seperti ini.” Yuna tersadar bahwa tubuh mungilnya hanya terbungkus jas milik si Pria misterius dan dress mini. Pakaian yang sama sekali tidak aman untuk dikenakan ke tempat Ponco yang merupakan tempat sarangnya penyamun. Gadis itu cepat-cepat mengganti pakaian. Mengenakan jeans panjang, sweater hoddy berwarna burgundy

    Last Updated : 2023-11-01
  • GELORA HASRAT MR. SPY   Sang Dewa Penolong

    “Bang, ngga ada syarat lain, bang? Saya ngga bisa mengerjakan pekerjaan seperti itu.” Yuna gusar. Sebenarnya dia tahu, apa pun bentuk penolakan yang ia sampaikan akan terbantahkan. Ponco tidak bisa didebat. “Kenapa ngga bisa? Belum pengalaman?” Ponco membalas dengan kekehan genit. Dia berdiri dari kursi, berpindah tempat. Laki-laki itu duduk di pinggir meja tepat di hadapan Yuna. Ponco mencondongkan tubuhnya ke depan. Wajahnya kini hanya berjarak 5-sentimeter saja dari wajah Yuna. “Atau mau abang ajarkan dulu?” Jemari Ponco membelai dagu Yuna. Yuna menepis kasar, emosinya tersulut karena diperlakukan seperti itu. Sepertinya Ponco tidak menyukai penolakan.“Eh, ngga sopan Dek Yuna ini. Mau nolak saya, yah?” Ponco berubah beringas. Dia yang tadi duduk, kini berdiri, kemudian mencengkeram tubuh mungil Yuna. Gadis itu dibekap dari depan kemudian dibaringkan di meja. Ponco menindih Yuna seperti kesurupan serigala yang dikuasai nafsu, berperilaku liar dan lepas kendali. “Bang, lepaskan

    Last Updated : 2023-11-01

Latest chapter

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Diburu Lagi

    “Katanya mau makan, kenapa ngejus doang?” Yuna melirik pesanan Ares yang diantarkan pelayan Buffe, sementara dirinya sedari tadi menolak untuk ikut memesan. Yuna tak lapar, malah lambungnya bergejolak memikirkan kejadian di kost.“Ini buat kamu. Kamu butuh tenaga lebih.” Ares mendorong segelas jus mangga ke hadapan Yuna.“Buat aku?”“Iya, kamu butuh energi buat menghadapi kenyataan hidup.” Ares terkekeh menertawakan dengan jahil, Yuna memberungut.“Kamu jangan ngetawaain aku. Aku sudah sial begini. Bingung tahu ngga? Gara-gara utang Ayahku, aku kayak diseret ke jalur neraka. Ada aja masalah yang datang. Bertubi pula. Sedih.”Gadis itu murung lagi, wajahnya mengerut dengan manik mata yang mulai berkaca-kaca. Andai dia tidak mengambil pekerjaan di Club VVIP, dia mungkin tidak akan bertemu dengan Ares dan mendapatkan tambahan masalah. Tapi andainya lagi tidak bertemu pria yang duduk di hadapannya ini, mungkin Yuna sekarang sudah menjadi budak cuan Ponco. Dilema, itu yang dirasakan Yuna

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Musuh Kiri Kanan

    “Sudah nangisnya?” Ares merasakan senyap. Dia tidak mendengar suara tangis Yuna lagi yang sedari tadi meraung-raung di bangku samping kemudi. Laki-laki itu membuka headset yang menutupi telinga, kemudian matanya menoleh pada gadis itu. Ares membuka laci dashboard dan mengeluarkan tisu.“Itu, ingusnya netes.” Ares berucap hati-hati, takut Yuna akan tersinggung. Jidat laki-laki itu berkerut melihat wajah Yuna yang bersimbah air mata dan ingus.“Makasih.” Yuna menerima uluran tisu dengan sesegukkan. Dengan sedikit terisak, dia mengelap air mata dan membersihkan semua sisa tangis di wajahnya. Hati gadis itu kacau balau. Kehilangan pekerjaan akan membuat separuh dunianya hancur. Kemiskinan sedang menunggu di depan. Kalau Yuna tidak bekerja, bagaimana dia akan membayar kost dan kebutuhan hidupnya. Menumpang tinggal bersama Ayah dan Ratna, sepertinya tak pernah terlintas di benak gadis itu. Jangankan melakukan, membayangkannya saja sudah mengerikan. Rasanya pasti mirip seperti

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Dipecat

    Alunan musik lembut menyambut Yuna saat keluar dari kamar. Ini memang kebiasaan Ares yang selalu mendengarkan music relaksasi saat pagi hari, sebelum memulai harinya yang penuh gejolak adrenalin.  Yuna lansung menuju dapur. Ares tengah menata hidangan sarapan ke meja dan menyeduh dua cangkir kopi. Laki-laki itu juga sudah rapi. Tubuhnya yang atletis terbalut jas abu-abu gelap dengan dalaman kaos putih, tampak casual dan santai.  “Wow, ligat banget kamu nyiapin semua ini. Mana udah selesai mandi juga.”  Yuna menyapa. Gadis itu menarik kursi. Dia duduk di hadapan meja. Ares terkekeh membalas sapaannya seraya menyodorkan kopi padanya.  “Sudah biasa sat set sat set,” ucap laki-laki itu. Dia menyeruput kopi dengan mata yang tak lepas memandang Yuna. Matanya menelisik pada pakaian yang dipilih oleh gadis itu. “Mau masuk kerja lagi? Kok pilih pakai kemeja?” tanya Ares.  Yuna yang sedang menyeruput kopi lansung membalas tatapan Ares, kemudia

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Rumah Ares

    “Ares! Jawab pertanyaanku!” Yuna sudah tidak bisa mengendalikan dirinya lagi, gadis itu terus menjejali Ares dengan ribuan pertanyaan kenapa penculikan ini bisa terjadi. Dia ingin tahu, gadis itu sedang terlibat dalam masalah apa. Namun Ares terus saja fokus mengendarai mobil yang kini melaju kencang di jalanan tol yang lengang.  “Habis aku. Benar-benar tamat riwayatku. Gara-gara segerombolan laki-laki jahat tadi, aku pasti dipecat sama si Ko Hendri.”  Yuna masih meracau panik. Sementara Ares meliriknya sebentar. Melempar senyum tipis karena menurutnya Yuna sangat lucu bersikap panik seperti itu. Tangan laki-laki itu membuka laci dashboard, mengeluarkan sebotol air mineral dan menyerahkannya pada Yuna. “Minum dulu, Yun. Tenangkan dulu diri kamu,” tawarnya lembut. “Aku ngga bisa tenang, pokoknya aku ngga bisa tenang sebelum kamu jawab semua pertanyaanku.” “Minum dulu!” Suara Ares berubah tegas. Entah mengapa, Yuna lansung ci

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Ketiduran

    Ruangan senyap dan tegang. Di pintu, pria seram berkepala plontos itu tidak sendiri. Di belakang tubuhnya, ada empat orang pria lain dengan perawakan yang sama. Sama-sama seram dan berbadan besar.  Salah satu pria berambut gondrong, berkaos hitam, sedang mencengkeram kerah kemeja Ko Hendri, manajer Yuna. Dia ketakutan setengah mati, rambut klimisnya berantakan, kaca matanya pecah sebelah. “Cepat katakan siapa yang bernama Yuna di sini?!” Suara laki-laki berkepala pelontos terdengar lagi menghardik pada siapa saja yang ada di ruangan ini, termasuk pada Ko Hendri, sang manajer. Tapi ruangan tetap saja senyap, tidak ada yang menjawab. Enam orang rekan kerja Yuna kompak tutup mulut. Mereka tentu tidak akan memberitahukan yang mana yang bernama Yuna. Mereka ingin melindungi gadis itu. Jelas sekali yang datang ini adalah orang jahat, jika mereka memberitahu, tentu Yuna akan disakiti. Namun itu tidak berlaku untuk Ko Hendri, manajer Yuna yang terkenal pengecut

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Hilang Sabar

    Jam lima pagi, Ratna, Ibu tiri Yuna, tergopoh-gopoh memasuki ruangan IGD tempat Bakti dirawat. Tangannya penuh dengan belanjaan sayur dan lauk untuk dagangan warteg. Wanita 40-tahunan itu sedang berbelanja di pasar subuh tadi saat Yuna mengabari tentang keadaan Bakti. “Oalah, Bang. Ini kamu kenapa? Kok bisa babak belur begini? Memangnya beberapa hari ini kamu kemana?” Ratna lansung memburu Bakti dengan ribuan tanya. Wanita itu meletakkan kantong-kantong belanjaan lauk dan sayurnya di atas ranjang rumah sakit yang bersprei putih bersih.“A-ku, aku ….” Bakti terbata menjawab pertanyaan Ratna. Dia tidak berani jujur. Laki-laki itu melirik ke arah Yuna, berharap putrinya mau membantunya untuk menjelaskan. Ratna juga ikut melirik ke arah Yuna yang sedang duduk di kursi sebelah ranjang dengan wajah penuh tanda tanya. “Kenapa bapakmu, Yun?” “Ayah dihajar Ponco karena ngga bisa bayar hutang.” Yuna menjawab singkat dan jujur. Sudah tak perlu

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Namaku Ares

    “Aku ngga sengaja mampir.”“Apa? Kamu sering mampir ke sini?”Si Pria tidak sempat menjawab pertanyaan Yuna. Dia menoleh dengan cepat ke arah Ponco yang bangkit menyerangnya. Si pria lansung menyambut Ponco dengan tendakan telak di bagian leher. Membuat laki-laki yang telah tertembak di bagian kaki itu seketika terkapar dan pingsan. Sementara Parlin, terus memohon agar jangan dihajar, si Pria mengampuni dan dia berlari dengan kaki terpincang-pincang ke luar ruangan. Yuna lansung melompat turun dari meja dan histeris melihat keadaan Bakti. Dia bersimpuh di lantai di sebelah tubuh Bakti yang bersimbah darah dan lemah. “Ayah … ayah.” Yuna mengguncang tubuh Bakti. Ayahnya masih sadar dan sanggup membuka mata. “Ayah, bertahanlah.” Tangis Yuna pecah lagi melihat kondisi ayahnya yang sekarat. Sementara tangan Bakti terangkat lemah ke atas, ingin menyentuh pipi Yuna yang lebam. Suaranya lirih dan parau mengucapkan kata maaf.“A-aku memang pecundang, Yuna. Maafkan ayah.”“Kamu memang pecund

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Sang Dewa Penolong

    “Bang, ngga ada syarat lain, bang? Saya ngga bisa mengerjakan pekerjaan seperti itu.” Yuna gusar. Sebenarnya dia tahu, apa pun bentuk penolakan yang ia sampaikan akan terbantahkan. Ponco tidak bisa didebat. “Kenapa ngga bisa? Belum pengalaman?” Ponco membalas dengan kekehan genit. Dia berdiri dari kursi, berpindah tempat. Laki-laki itu duduk di pinggir meja tepat di hadapan Yuna. Ponco mencondongkan tubuhnya ke depan. Wajahnya kini hanya berjarak 5-sentimeter saja dari wajah Yuna. “Atau mau abang ajarkan dulu?” Jemari Ponco membelai dagu Yuna. Yuna menepis kasar, emosinya tersulut karena diperlakukan seperti itu. Sepertinya Ponco tidak menyukai penolakan.“Eh, ngga sopan Dek Yuna ini. Mau nolak saya, yah?” Ponco berubah beringas. Dia yang tadi duduk, kini berdiri, kemudian mencengkeram tubuh mungil Yuna. Gadis itu dibekap dari depan kemudian dibaringkan di meja. Ponco menindih Yuna seperti kesurupan serigala yang dikuasai nafsu, berperilaku liar dan lepas kendali. “Bang, lepaskan

  • GELORA HASRAT MR. SPY   Syarat Gila

    Yuna berlari menuju ranjang. Mengangkat kasur pegas dan mengambil amplop cokelat yang tersimpan di bawahnya. Gadis itu membuka amplop. Dengan hati yang getir, dia mengecek jumlah uang yang ada di sana.“Ngga sampai setengah. Ponco pasti ngga mau terima. Aduh!” Gadis itu terhenyak di lantai. Pikirannya kalut, bingung bagaimana cara menutup kekurangan tagihan hutang itu. “Semoga dia mau ngasih keringanan dan terima sebanyak ini dulu.” Harapan Yuna sungguh-sungguh di dalam hati. Gadis itu mengemas amplop ke dalam tas sandang hitam. Dia berlari cepat keluar kamar, namun pantulan bayangan dirinya di cermin membuatnya berhenti melangkah. “Gila aja aku ke sana dengan pakaian seperti ini.” Yuna tersadar bahwa tubuh mungilnya hanya terbungkus jas milik si Pria misterius dan dress mini. Pakaian yang sama sekali tidak aman untuk dikenakan ke tempat Ponco yang merupakan tempat sarangnya penyamun. Gadis itu cepat-cepat mengganti pakaian. Mengenakan jeans panjang, sweater hoddy berwarna burgundy

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status