Share

Petaka Memanggil Gataka

Penulis: KIKHAN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-03 13:52:38
"Selamat datang, Gataka. Akhirnya kamu datang juga."

"Jangan salah paham," ujar Gataka dengan nada meremehkan. "Aku hanya datang untuk menyelesaikan urusan yang belum selesai."

“Kekuatanmu sebesar ini, padahal belum menyatu dengan gadis itu.”

Nyeri menusuk dada Kiran, seakan ada dua tangan tak kasat mata yang saling tarik menarik

“Kamu iri, Pembunuh?” balas Gataka, tersenyum sinis.

“Pembunuh??” Dokter Fandi melotot, urat-urat di lehernya menegang.

“Benar, Pembunuh. Kamulah yang membunuh wanita itu beberapa hari lalu. Dasar, bodoh.”

Kiran terpaku di tempatnya. Jantungnya berdebar kencang, seakan hendak pecah dari rongganya. “Apa... apa maksudnya?” lirihnya, suaranya gemetar. “Gita? Kamu... kamu membunuhnya?”

“Menyingkir!” Dokter Fandi berteriak, matanya memancarkan kegilaan. Tangannya melilit leher Kiran dengan cepat, jemarinya mencekik kuat. Kiran meronta, wajahnya memerah menahan napas. “Aku akan membunuh kalian semua!”

Gedoran pintu membuyarkan konsentrasi Dokter Fa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Bagaimana Jika Kamu Terluka?

    Kiran mengalihkan pandangannya ke wajah Ranu yang berkaca-kaca. Air mata mengalir deras membasahi pipi Ranu, menggambarkan betapa khawatirnya ia pada Kiran. “Ranu...” lirih Kiran, suaranya lemah. Seorang dokter IGD mendekat, matanya tertuju pada luka di dahi Kiran. “Cepat bawa ke ruang perawatan,” perintahnya. Ranu menatap kosong ke arah pintu ruangan IGD. Penyesalan menghantamnya sekeras pukulan. Seharusnya dia tidak meremehkan pesan Kiran. Seharusnya dia datang lebih cepat. Sekarang, Kiran terbaring lemah, dan dia hanya bisa berharap yang terbaik. “Pak Ranu?” suara lembut Dokter Winda membuyarkan lamunannya. Mereka merupakan teman dekat semasa SMA. “Gimana keadaan Kiran?” tanya Ranu, suaranya serak. “Dia jelas sangat syok,” ucap Dokter Winda, suaranya lembut namun tegas. “Lukanya memang nggak parah, tapi dia mengalami dehidrasi yang cukup serius. Aku sudah pasang infus untuk menggantikan cairan tubuhnya. Nanti aku kasih rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut di Hirawan Hosp

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Penegak Keadilan Seharusnya Menguak Kebenaran

    “Aku rela melakukan apa pun asal kamu selamat.” Suaranya terdengar tulus dan meyakinkan. Bahkan jika nyawanya bisa menyelamatkan Kiran, tidak masalah Ranu mati saat itu juga. Ria meletakkan makanan di meja, matanya tertuju pada Kiran dan Ranu yang duduk berjauhan. “Kalian kenapa sih?” tanya Ria, matanya menyapu ruangan. Suasana tegang sekali. Kiran dan Ranu saling tatap, lalu sama-sama menunduk. “Berantem?” Ranu hanya menggeleng, sementara Kiran terlihat tak nyaman. Setelah berjam-jam menanti, akhirnya kabar baik datang. Dokter yang ikut dalam ambulans menelepon Ranu. “Dokter Fandi sudah dalam kondisi stabil,” ujarnya. Ranu merasa beban berat di hatinya seketika terangkat. Dia tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada tim medis PT SH atas bantuan mereka. “Karena sudah dapat kabar baik, kita bisa langsung pulang. Infusnya juga mau habis,” seru Ranu energinya terisi kembali. Ria menatap jam dinding. “Masih jam tiga sore, Ranu. Jam pulang kita kan jam empat.” Ranu terkeke

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Membebaskan Jiwa Dokter Fandi

    Setahun setelah kasusnya ditutup, sahabat Mila datang menemui Cakra. Dia mengungkapkan bahwa sebelum Mila mengakhiri hidupnya, beredar rumor di forum sekolah yang menyebut Mila menjalin hubungan dengan seorang anggota dewan eksekutif dan menerima dukungan finansial dari Grup Hirawan. “Grup Hirawan bergerak cepat merespons situasi ini. Setelah kabar mengenai Mila menyebar, mereka langsung hadir dan menawarkan uang. Ibu saya menerima tawaran uang, asal tutup mulut. Saya harap informasi yang saya berikan dapat sedikit membantu." Sejak saat itu, Cakra mulai menyelidiki Grup Hirawan secara diam-diam. Meskipun nama mereka sering muncul dalam berbagai kasus, namun selalu berhasil lolos dari proses hukum. Sebuah wawancara eksklusif dengan Vilas Hirawan, pimpinan utama grup tersebut, menarik perhatian Cakra. Dalam wawancara yang ditayangkan di saluran internal mereka, GSH News, Vilas mengkonfirmasi rencana pembangunan PT X di Kawasan Adiarang. Ketika ditanya mengenai keterlibatan putranya d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Bekerja Sama dengan Gataka, Artinya Kamu Menyerahkan Hidup

    Ranu menarik napas panjang, perasaan lega memenuhi dadanya. Akhirnya, beban yang selama ini menindih hatinya terasa hilang. “Terima kasih banyak, Kiran. Aku benar-benar berutang budi sama kamu.” Mereka duduk berdampingan di bangku taman, menikmati suasana sore yang tenang. “Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan sebagai teman,” jawab Kiran sambil tersenyum. “Aku tahu,” balas Ranu, merasa sedikit menyesal. “Aku seharusnya lebih peka. Fandi memang pernah cerita tentang perempuan yang ia sukai. Aku enggak menyangka kalau ternyata ada hubungannya dengan kasus ini.” “Itulah hidup, Ranu,” sahut Kiran. “Kadang, kita terlalu fokus pada masalah kita sendiri sampai lupa memperhatikan orang di sekitar kita. Mulai sekarang, coba deh lebih peka sama cerita teman-temanmu.” Ponsel mereka berdering hampir bersamaan, notifikasi pesan masuk membanjiri layar. Dengan jantung berdebar, mereka membuka ponsel masing-masing. Sebuah tautan dari Ria menarik perhatian mereka. Dengan ragu, mere

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Ranu Punya Rahasia?

    Kiran dan Ranu saling bertukar pandang, masih tak percaya dengan keterkaitan Gita Serayu dengan Grup Hirawan. Semua kematian yang menimpa orang-orang di sekitar mereka semakin menguatkan dugaan itu. Kiran melamun, pikirannya melayang jauh. Tiba-tiba, lengannya ditarik Ranu. Mereka menoleh ke pintu masuk rumah sakit. Seorang pria paruh baya, dikelilingi enam bodyguard berjas hitam putih, baru saja keluar dari mobil mewah. Aura kekuasaan terpancar jelas dari setiap gerakannya. Pria itu langsung menuju ruang VVIP, ruangan yang sama tempat Dokter Fandi dirawat. “Itu dia!” Ranu berbisik, matanya terpaku pada sosok yang baru saja masuk lift. “Vilas Hirawan, Pimpinan Utama Grup Hirawan.” Suaranya datar, tanpa emosi. Kiran mengamati pria itu dengan seksama. Wajah yang familiar. “Aku pernah lihat dia di foto kelulusan Ayah.” Ranu mengangguk, matanya menyala dengan tekad. “Kita ikuti dia sekarang.” Kiran terbelalak. “Hah?” Ranu dengan cepat menutupi kepala Kiran dengan tudung jaketny

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Kawan Bisa Menjadi Lawan, Berlaku Sebaliknya

    Tujuan akhir Ranu adalah kediaman pribadinya, yang asli. Tersembunyi di balik gedung-gedung produksi dan tembok tinggi PT SH, rumah megah itu bagai istana tersembunyi. Hanya segelintir orang terpilih yang mengetahui keberadaannya. Begitu memasuki halaman rumah, Ranu disambut oleh pemandangan yang menawan: air mancur menari gemulai, lapangan basket pribadi, dan deretan mobil mewah. Dua dari mobil tersebut adalah miliknya. Dengan langkah pasti, Ranu mendekatkan diri pada pintu masuk utama. Kunci mobil yang berkilau di genggamannya menjadi satu-satunya akses menuju dunia pribadinya. Sebuah kode angka pendek kemudian mengetikkan sandi, dan pintu otomatis meluncur ke samping, memperlihatkan interior rumah yang begitu megah. Desain monokrom yang elegan menciptakan suasana tenang namun mewah. Setiap furnitur yang tertata rapi seolah berbicara tentang kekayaan dan selera tinggi pemiliknya. Ranu berjalan menuju ruang kerja yang luas, dinding kaca membatasi ruang tersebut sehingga dia dapat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Semua Kemungkinan Bisa Terjadi

    Di luar kamar VVIP, penjaga menghentikan seorang dokter yang hendak masuk. Saat maskernya diturunkan, semua terbelalak. Ternyata dia adalah putra tunggal Vilas Hirawan, sosok yang sangat disegani, berdiri di depan mereka. Raka Hirawan datang dengan senyum sinis. “Memakai jas putih yang biasa Anda kenakan menambah rasa percaya diri saya,” ujarnya, nada sarkasme begitu kentara. Fandi menatapnya tajam. “Kenapa kamu ke sini? Kamu pasti sibuk.” Raka tertawa kecil. “Pastinya sibuk. Siapa yang bunuh Gita dan menyeret PT SH?” tanyanya, langsung menusuk. “Saya sudah minta maaf!” seru Fandi, suaranya meninggi. “Kepada siapa? Saya CEO-nya,” balas Raka, menekankan posisinya. "Semua ini bukan perbuatan saya," ucap Fandi, suaranya bergetar. Raka tertawa mengejek. "Aku tahu. Tapi apa yang sudah berubah? Vilas bisa apa selain mencari kambing hitam?" Fandi mengepalkan tangan. "Jadi, kamu ke sini hanya untuk mengolok-olok aku?" Raka mengangguk, tak lagi menyembunyikan kebenciannya. "Ja

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Ingatan Lain Datang Lagi

    Beberapa menit lalu, sisir terjatuh dari tangan Ria saat mendengar ketukan pintu yang keras dan berulang. Jantungnya berdebar kencang. Dengan hati-hati, dia mengintip melalui celah tirai. Di luar, di bawah cahaya remang-remang lampu jalan, berdiri sosok yang sangat tidak dia inginkan: Fuadi. Wajahnya yang biasanya ramah kini terlihat dingin dan penuh ancaman. “Aku datang mencari Kiran. Apa batu cempaka biru ada di tangannya? Kalian tampak sangat dekat,” ucap Fuadi, suaranya datar namun menusuk. Ria membeku. Hordeng yang setengah terbuka dia tarik rapat. Jantungnya berdebar kencang. Kenapa Fuadi tahu tentang Kiran dan batu itu? Ria merosot perlahan, duduk di lantai. Wajah Ria pucat pasi. Dengan tangan gemetar, dia meraih ponsel di atas meja. “Fuadi!” gumamnya, matanya menyala penuh amarah. Ria segera menghubungi Kiran. “Kalau sampai Fuadi menyentuh sehelai rambut kamu, aku pastikan dia menyesal seumur hidup,” ancamnya, suaranya dingin menusuk. Ria buru-buru menelepon Ranu meski

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03

Bab terbaru

  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Hanya Ingin Kedamaian

    “Aku yang akan urus sisanya. Kalian pergilah dari sana.”Cakra hanya menjawab singkat, “Hm, aku paham.” Usai percakapan usai, dia kembali menatap Angga. “Raka bilang dia akan mengurus sisanya. Kita harus pergi dari sini,” ucap Cakra, suaranya terdengar parau. Angga hanya mengangguk, matanya kosong. Mereka kembali ke mobil masing-masing, melaju meninggalkan tempat kejadian, meninggalkan semua masalah di belakang.Pintu bangsal terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Sagara yang sedang bersama Putri. Mereka selesai melakukan perawatan ringan akibat menghirup banyak asap.Sagara tersenyum lemah saat melihat Cakra dan Angga. “Terima kasih kalian sudah datang,” ujarnya lirih. Angga tersenyum singkat. Cakra berdiri di sampingnya, diam-diam mengamati interaksi antara Sagara dan Angga. Dia menyadari, ada ikatan yang kuat di antara mereka.Putri melangkah mendekati Angga, tangannya mengepal erat. Dengan cepat, dia melayangkan tamparan keras ke pipi Angga hingga meninggalkan bekas merah.

  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Diakhiri dengan Sempurna

    Anwalira duduk di tepi kasur, matanya menatap keluar jendela. Cahaya matahari menembus celah tirai, menerangi wajahnya yang pucat. “Aku sudah memutuskan. Malam ini, aku akan pergi.” Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menguatkan hati. “Aku lelah menderita. Aku ingin bebas. Mungkin ini jalan keluar terbaik.” Jari-jarinya meremas sprei kasur dengan erat, seakan-akan ingin mencengkeram harapan terakhir.Anwalira tersenyum tipis. Rasanya baru pertama kali dia bangun tanpa harus buru-buru menyiapkan diri untuk bekerja. Biasanya, dia akan merasa terbebani dengan semua tugas yang menumpuk. Tapi hari ini, hatinya terasa ringan. Namun, di balik rasa senangnya itu, ada juga sedikit keanehan. Kenapa orang tuanya tidak membangunkannya seperti biasa? Apakah ada sesuatu yang terjadi?Anwalira menarik napas dalam-dalam, lalu dengan sekuat tenaga menarik gagang pintu. “Tidak mungkin!” gumamnya, kecewa. Dia menggedor-gedor pintu, suaranya bergema di dalam rumah. “Buka pintunya! Kenapa kalian men

  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Perjanjian Anwalira dengan Cenayang Minada dan Vilas Hirawan

    Perjanjian awal, tahun 2000...“Di mana saya dapat menemukan seorang gadis yang bersedia dijadikan tumbal? Seharusnya tugas itu menjadi tanggung jawabmu! Kamu sudah saya bayar untuk itu!” Vilas menuntut dengan nada tinggi, enggan mengeluarkan sedikit pun usaha untuk mencari calon korban.Tersembunyi di balik rimbunnya pepohonan, seorang gadis remaja menyimak percakapan antara seorang pria berpakaian rapi dengan kemeja gelap dan celana panjang hitam, serta seorang wanita paruh baya berjubah hitam yang menutupi sebagian besar tubuhnya.Wanita tua itu adalah Minada, seorang cenayang terkenal yang tak lain adalah ibu kandung dari Sagara Paramayoga.Mereka tengah mendiskusikan ritual kebangkitan Gataka yang akan dilaksanakan dua hari mendatang, tepat pada malam purnama. Vilas, dengan penuh semangat membara, tidak sabar untuk mewujudkan dendam lamanya. Namun, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam ritual tersebut ternyata jauh lebih rumit dari yang dia bayangkan.“Mengapa tidak memilih sec

  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Kobaran Api Melahap Rumah Kiran

    Kiran menggenggam tangan Ria erat, matanya berkaca-kaca. “Apa Vilas mati di tangannya malam ini?” Ria menutup kedua telinganya, jantungnya berdebar kencang. Setiap detik terasa seperti jam, menunggu letusan senjata. “Hanya dengan membunuh kamu, kutukan yang Kiran derita berakhir.” Suara Angga dingin menusuk. Vilas bergerak cepat, tangannya meraih pisau di balik jas. Dengan satu gerakan lincah, pisau itu meluncur ke arah perut Kiran yang berusaha menghalangi Angga. “Kiran!” jeritan Ria memecah keheningan malam. Darah segar merembes dari luka Kiran, membasahi pakaiannya. Darah segar membanjiri bibir Kiran. Angga menggertakkan gigi, peluru ketiga meleset saat Vilas lincah menghindar. “Angga!” jerit Ria, matanya berkaca-kaca menatap Kiran yang semakin pucat. Tanpa ragu, Angga menyingkirkan dendamnya dan segera menghubungi ambulans. Vilas memanfaatkan kesempatan itu, menghancurkan kaca jendela dan melarikan diri. Angga bergegas menghampiri Kiran yang terkulai lemah, darah segar memb

  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Alasan Angga Berada di Sisi Mereka

    Dengan jantung berdebar, Kiran tahu dia harus bertindak. Nyawa Ria jauh lebih berharga dari nyawanya sendiri. Ia melangkah keluar, tekadnya bulat. Sebelum menghadapi Vilas, Kiran menghubungi sekutunya, sebuah langkah yang akan mengubah segalanya. “Akhirnya kamu muncul di hadapanku!” seru Vilas, senyum licik menghiasi wajahnya. Ria berlutut di depannya, tubuhnya terikat erat, wajahnya lebam dan berlumuran darah. “Kenapa kamu keluar?” lirih Ria, suaranya parau. “Seharusnya kamu tetap di dalam.” Wajahnya pucat pasi, matanya berkaca-kaca. “Masuk!” Vilas mendorong Ria dengan kasar hingga tersungkur. Amarah Kiran membuncah melihat perlakuan kasar itu. Vilas dengan santai berjalan masuk, seakan rumah ini miliknya. “Ternyata masih sama,” gumamnya, sudut bibirnya terangkat. “Kamu tak mengubah apa pun? Persis seperti terakhir kali aku datang.” Nada meremehkan terdengar jelas. “Tanpa membawa Ria, aku pasti akan datang menemui kamu.” Kiran mengepalkan tangan, berusaha menahan amarah yang mem

  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Vilas Mengancam Kiran dengan Menggunakan Ria

    Kiran meremas amplop usang itu, matanya mengikuti goresan tinta yang seakan menyimpan ribuan teka-teki. Pesan singkat dari Putri Paramayoga selain nama lengkapnya terdapat tulisan lain di sudut kanan bawah kertas: “Satu bulan dari sekarang, pergilah ke perpustakaan kota. Tunggu seseorang di sana, duduk di tempat biasa kamu membaca buku.” Degup jantungnya tak beraturan. Siapa yang akan menunggunya? Akhirnya, dengan jantung berdebar, Kiran melangkahkan kaki ke perpustakaan kota. Satu jam terasa seperti satu abad saat ia menunggu sosok misterius itu. Buku di tangannya tak terbaca, pikirannya terus menerawang pada kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Dan kemudian, ia melihatnya. Pria itu. Sosok yang pernah ia temui, kini berdiri di hadapannya dengan penampilan yang sangat berbeda. Kemeja kasual dan celana jeans menggantikan setelan jas formal yang pernah dia kenakan. Sebuah senyuman tipis tersungging di bibirnya, namun di balik itu, Kiran merasakan ada sesuatu yang disembunyikan.

  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Ria Sangatlah Jujur

    Raka yang melihat keterkejutan Ranu, mengerutkan kening. “Kenapa?” tanyanya, suaranya sedikit meninggi. “Cepat pergi ke sana!” Raut wajahnya serius, mencerminkan keheranannya melihat Kiran berdiri di depan rumah mereka. “Kamu sudah tahu Raka anak Vilas tapi masih di sisinya?” Ketus Kiran, suaranya menusuk seperti belati. Raka menunduk, kepalan tangannya mengepal erat. Setiap kata yang terlontar terasa seperti tamparan keras di hatinya. Ranu mencoba menenangkan Kiran, mengajaknya bicara di luar. Namun, Kiran menepis tangannya kasar. “Kamu lupa perbuatan Vilas?” “Aku ingat semuanya,” jawab Ranu, suaranya terdengar lemah. “Kamu ingat, tapi apa ini?” Kiran menunjuk ke arah Raka. “Raka gak salah,” bela Ranu, menghela napas berat. “Dia tetap diam mengetahui perbuatan keji ayahnya, dan kamu tetap membelanya?” Mendengar mereka beradu argumen, hati Raka terasa seperti diiris-iris. Dia menunduk, berusaha menyembunyikan air mata yang mengancam jatuh. Ranu menoleh, matanya dipenuhi ras

  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Kenapa Mereka Saling Menyembunyikan Rahasia?

    Mentari tepat di atas kepala saat Raka melangkah keluar rumah. Pakaiannya yang rapi kontras dengan suasana pagi yang tenang. Ranu yang memperhatikan dari balik tirai, hanya bisa menggelengkan kepala. Tanpa pikir panjang, Ranu menyalakan mobil dan mengikuti Raka dari belakang. Jalanan masih sepi, hanya beberapa kendaraan yang melintas. Sesampainya di tujuan, Ranu memilih tempat parkir yang tersembunyi di balik rimbunnya pepohonan. Huruf-huruf ‘Hirawan Group’ yang berkilau di gedung pencakar langit itu seakan-akan menjanjikan kemewahan tak terbatas. Di layar kaca, kehidupan keluarga kaya raya selalu digambarkan sempurna. Namun, kenyataan yang mereka alami jauh berbeda. Kehidupan di balik merek besar itu bagai naskah drama yang sudah dihafalkan, membosankan dan penuh kepalsuan. Kacamata gelap dan masker telah menyamarkan wajahnya, rambutnya yang biasanya rapi kini dibuat acak-acakan. Ranu merasa yakin takkan ada yang mengenalnya. Namun, saat tubuhnya condong untuk membuka pintu mobil,

  • GATAKA : Kesengsaraan Berujung Kematian   Dahsyatnya Perisai Sagara Paramayoga

    Cakra adalah sosok yang kuat dan bertanggung jawab, namun di balik itu semua, dia juga memiliki hati yang lembut. Dia pernah merasakan kehilangan seperti Kiran, dan ia percaya Cakra akan menjaga Ria dengan sepenuh hati. Saat melintasi jalan, Kiran berjalan berlawanan arah dengan seorang pria dewasa. Setiap langkahnya terasa begitu nyata, seolah gema langkahnya bergema di telinganya. Dan kemudian, ia melihatnya—sebuah cahaya biru samar mengelilingi mereka berlima, berkedip redup seperti kunang-kunang. Dari mana cahaya itu berasal? Sebuah pertanyaan besar menggantung di benaknya. Pria dewasa itu memancarkan aura yang berbeda. Perisai cahaya biru itu seolah menempel erat pada dirinya, mengikuti setiap langkahnya. “Mungkin aku salah lihat,” gumam Cakra, “Pria tadi mirip dengan Sagara.” Dia pernah melihat foto masa muda Sagara Paramayoga di buku terbitan Bianca Rezmee Kiran tersentak, langsung membalikkan badan ingin mengejar. Namun, Cakra menahannya, “Mau ke mana? Lampu hijau tinggal

DMCA.com Protection Status