Bab 1 Susu Tak Terbeli
[Maaf, ya, Nin, aku belum dapat uangnya. Kamu bisa sabar sedikit lagi, ya? Aku pasti usahakan!]
Pesan masuk di ponsel Nina membuat wanita itu mendesah perlahan. Dia memang memberitahukan suaminya, Tian, melalui pesan singkat. Bahwa susu formula untuk Hisam sudah habis dan waktunya beli. Uang di dompet Nina hanya tinggal dua belas ribu saja. Tak cukup untuk membeli susu, bahkan yang ukurannya paling kecil sekalipun.
[Tolong, usahakan secepatnya ya, Mas! Keburu malam, aku nggak bisa keluar jika malam. Hisam juga nggak mungkin berhenti minum susu, kasihan.]
Nina kembali membalas pesan dari suaminya. Sudah hampir empat tahun mereka menjalani biduk rumah tangga. Mereka dikarunia bayi mungil berusia 4 bulan yang diberi nama Hisam.
Nina mengenal Tian dari kantor. Dulu, Nina pernah magang di kantor Tian. Jarak usia mereka yang terpaut cukup jauh, sekitar 5 tahun, membuat Nina merasa terlindungi akan kehadiran sosok Tian.
Setelah lulus SMK, kurang lebih satu tahun setengah mereka berpacaran, akhirnya Tian memberanikan diri melamar Nina. Meminang gadis cantik bertubuh semampai itu dengan segudang simpanan yang dia miliki. Waktu itu, sekitar tahun 2018 silam. Tepatnya saat Nina baru saja enam bulan lulus SMK, Tian melamar nya dengan mas kawin satu set perhiasan mewah dan juga satu unit motor matic honda beat street sebagai hadiah. Tentu saja Nina langsung menerimanya. Gadis polos yang saat itu belum genap berusia 19 tahun, akhirnya memutuskan untuk menikah dengan pria berusia 24 tahun yang dia anggap sudah mapan dan matang secara materi maupun pikiran. Nina mengira dirinya akan dijadikan Ratu dalam istana rumah tangga yang akan mereka bangun.
Memang benar awalnya, saat Tian sedang menduduki posisi kejayaan di kantor tempatnya bekerja. Nina hanya ditugaskan sebagai ibu rumah tangga karena Tian merasa sanggup untuk membiayai kebutuhan serta keperluan pribadi Nina.
Waktu itu, Nina menjadi wanita yang paling beruntung sedunia. Lulus dari sekolah, dilamar dengan baik-baik dan dimuliakan oleh pria yang begitu dia cintai, seolah membuat hidup Nina berasa di surga.
Bahkan, dia belum pernah merasakan bagaimana mempunyai pengalaman dalam bekerja. Tian tak memperbolehkan Nina bekerja dan dengan senang hati Nina menyetujuinya. Hidup mereka semakin sempurna, karena tak ada pengusik dalam rumah tangga mereka. Contohnya, mertua rese dilengkapi dengan ipar-ipar julid yang biasanya suka berdrama.
Tian merupakan pemuda gigih berstatus yatim piatu yang mencoba mengadu nasib di Surabaya. Tian perantau asal Madura. Semenjak lulus SMA, dia mendapat beasiswa untuk kuliah di Universitas Negeri Surabaya. Karena tekun dan selalu fokus untuk belajar, membuat pria itu akhirnya berhasil lulus tepat waktu dan langsung mendapatkan pekerjaan baik di salah satu Perusahaan besar Surabaya.
Di situlah Tian berhasil mengumpulkan pundi-pundi rupiah hingga bisa melamar Nina dengan layak.
Namun, kehidupan mereka berbanding terbalik saat pandemi.
Tepatnya di tahun 2020, di mana virus Corona sudah masuk ke Indonesia, di situlah perekonomian Negara mulai kacau. Banyak Perusahaan besar yang gulung tikar dan tak mampu menggaji karyawan, bahkan sebagian lagi harus kehilangan pekerjaan akibat PHK secara besar-besaran.
Tian pun ikut terdampak, semenjak dirumahkan, hubungan mereka terasa renggang. Tian yang suka marah-marah karena debt kolektor sering menagih ke rumah, akibat Nina yang seringkali suka belanja dan membeli barang-barang tak begitu penting dengan sistem kredit sebelumnya. Ditambah lagi arisan yang diikutinya, membuat kepala Tian hendak meledak.
Tidak ada pemasukan sama sekali dalam keluarga mereka, sedangkan pengeluaran dalam satu minggu saja sudah terhitung sebanyak 3 kali untuk membayar cicilan serta hutang-hutang Nina sebelumnya.
Karena Tian lebih banyak di rumah, membuat mereka lebih banyak memiliki waktu bersama. Hingga beberapa bulan kemudian, Nina dinyatakan positif hamil.
Tidak mudah menjalani kehamilan di masa pandemi, begitulah yang dialami oleh Nina. Dari mulai penggunaan fasilitas yang dibatasi, berbagai macam tes yang dilakukan untuk mendeteksi virus Corona, membuat Nina merasa hampir frustasi. Sedangkan selama itu juga, Tian tak kunjung mendapatkan pekerjaan lagi. Selama itu mereka bertahan hidup dengan menjual barang-barang berharga milik Tian sebelumnya, dibantu dengan uang pesangon yang jumlahnya tak seberapa.
Di saat kondisi hamil pun Nina harus makan seadanya. Asalkan bayi dalam kandungannya merasa tercukupi, Nina bisa tenang.
Di saat kehamilannya menginjak 4 bulan, Tian akhirnya mendapatkan pekerjaan. Ikut proyek temannya di luar kota. Meskipun harus menjalani LDM, mereka setuju saja. Karena selain membutuhkan biaya untuk kehidupan sehari-hari, mereka juga harus mulai mengumpulkan pundi-pundi uang untuk persiapan melahirkan.
Dari sanalah hidup mereka jauh lebih baik, Tian mendapatkan gaji yang lumayan dengan bonus insentif lain. Sehingga Nina bisa membayar biaya melahirkan beserta perlengkapan bayi sederhana. Semua itu berkat kerja keras Tian.
Walaupun masih bekerja selama 10 bulan, namun Tian sudah bisa pulang sebanyak 2 kali. Itu berarti selama 3 bulan sekali. Tian memutuskan untuk pulang. Tapi, sudah 3 bulan lamanya, semenjak acara selapan Hisam, hingga bayi itu berusia 4 bulan saat ini, Tian tak kunjung bisa pulang. Ditambah lagi, sepertinya susah sekali Tian mengirimkan uang untuk anak dan istrinya. Nina sendiri tak tahu, semua itu karena memang Tian tak ada uang, atau hanya akal-akalannya saja mengelabuhi Nina.
Suara tangisan Hisam membuat Nina tersadar dari lamunan panjang. Dia beranjak berdiri, mengambil Hisam dari ranjang kayu yang sudah usang dan mulai menggendongnya kembali.
"Cup, cup, cup. Sabar, ya, Sayang! Doakan saja Ayahmu segera kirim uang, nanti Ibu ajak kamu beli susu di toserba jalan raya sana ya, Nak. Maaf karena Ibu belum bisa jadi Ibu yang baik buat kamu, Nak!" ujar Nina dengan suara lirih. Dia tak kuasa untuk tidak meneteskan air mata. Nina merasa menyesal, kenapa dulu saat suaminya diberikan kelancaran rejeki, dia malah asyik berfoya-foya untuk menyenangkan dirinya sendiri. Hingga lupa menyiapkan persiapan dana untuk anaknya.
Nina melihat jarum jam yang menunjuk di angka 3. Sudah lepas Ashar, tapi suaminya tak kunjung memberikan kabar ataupun mengirimkan uang. Bahkan, pesan terakhirnya tadi saja hanya centang dua abu-abu.
Nina berdoa, semoga suaminya segera mendapatkan rejeki dan bisa mengirimkan uang untuknya membeli susu. Untuk mengusir bosan, dia membuka aplikasi F******k di ponselnya.
Nina hanya bisa menggunakan F******k dengan mode ungu, karena paketan data yang terbatas. Ingin sekali Nina menghubungi sanak saudara, atau mungkin Ibu, serta Kakaknya untuk meminjam uang. Tapi, perlakuan mereka yang menghina terakhir kali membuat Nina mengurungkan niatnya.
Dia hanya bisa bersabar, sembari melihat kabar terbaru yang muncul di beranda.
Namun, ketika asyik menggulir layar ponselnya ke atas, mata Nina membulat saat membaca akun suaminya yang mengirimkan balasan komentar untuk sebuah status wanita yang tak dikenalnya, namun bisa berteman secara random dengannya di F******k.
#Acara reuni Minggu depan pasti seru. Karena ada do'i … eh, jadi penasaran. Doi hadir nggak ya, kira-kira?
Nina membaca dalam hati sebuah status dari akun wanita bernama BelindaBalaBala.
Di bawahnya, terpampang nyata balasan dari akun suaminya, SeptianMilikNina tengah memberi komentar sekitar lima menit yang lalu.
Isi komentar itulah yang seketika membuat Nina meradang.
#To BelindaBalaBala : Aku pasti hadir lah! Sudah lama juga loh, kita nggak ketemu. Aku udah bayar ke Icha 200.000. Dia adminnya kan? Apa kamu mau juga aku bayarin?
Balasan komentar seperti itulah yang ditulis oleh akun suaminya dengan emoticon menjulurkan lidah sebanyak tiga buah.
Tak lupa, Nina segera menscreenshot percakapan tersebut untuk dijadikan bukti.
"Bisa banget dia bayar acara reuni secara elit, tapi diminta beli susu sulit! Lihat saja, aku tidak akan tinggal diam, Mas!" ketus Nina seraya mengepalkan tangannya.
***
Balasan apa yang diberikan oleh Nina? Adakah readers di sini yang punya kisah seperti Nina? Hem, karena ini kisah nyata punya readers yang ada di kota Malang. Ada yang mau bersilaturahmi sama Tian? 🤣🤣🤣
Bab 2 Mencari Pinjaman 30.000Nina segera menidurkan Hisam dalam ranjang, dia kembali mencoba untuk menghubungi Tian. Sudah lebih dari tiga kali Nina menelpon sang suami, namun tak ada tanda-tanda telpon dari Nina akan direspon. Wanita dengan mata bulat itu terlihat kesal. Dia beberapa kali mendesah perlahan. Jarum jam berputar terus ke arah kanan, waktu juga terasa berlalu. Tapi, Tian juga belum mengirimkan satu pun kabar. Nina kembali memeriksa aplikasi m-banking di ponselnya. Siapa tahu suaminya itu sudah mengirimkan uang padanya, namun lupa untuk memberinya kabar.Seulas senyum tipis, muncul di wajah Nina. Kenapa tak dia coba saja langsung mengecek saldo di ATM-nya? Bukankah tadi Tian juga sudah mentransfer uang senilai dua ratus ribu rupiah untuk membayar acara reuni. Pasti sang suami sudah mendapatkan uang, begitu pikir Nina.Dengan semangat 45' akhirnya Nina membuka aplikasi bank berwarna biru pada benda pipih tersebut. Muncullah beberapa digit angka yang berbaris rapi di sana.
Bab 3 Bukankah Banyak Anak, Akan Banyak Rezeki?"Mas Tian kenapa? Kok kalian nggak pulang bareng?" Nina semakin mencecar untuk mendapatkan jawaban yang bisa membuatnya puas."Eh, anu, itu … Tian memang masih ada proyek di sana. Malah sedang ramai-ramainya. Aku kembali karena istriku mau melahirkan kan, jadi aku sengaja ambil cuti dulu. Kasihan, ini anak pertama kami. Jadi, ya, aku rasa memang aku harus pulang, Nin. Apa Tian jarang mengabari kamu?" ujar Tono malah berbalas tanya pada Nina. Wajah lelaki itu tampak salah tingkah, sambil beberapa kali terlihat mengatur nafas dengan susah payah. "Apa pekerjaan di sana sedang ramai-ramainya? Wah, berarti bulan ini bisa jadi banyak uang, dong, ya!" celetuk Nina dengan wajah berbinar. Dia terlihat antusias sekali saat mengobrol dengan Tono."Iya, memang kan akhir-akhir ini sedang ramai. Tenaga kami banyak diperlukan untuk borongan pembangunan gedung-gedung bertingkat, perumahan, atau bahkan ruko. Malah bulan kemarin bukankah diberikan bonus
Bab 4 Bersembunyi Di Balik Nama TonoSesampainya di rumah, Nina segera membuatkan sebotol susu untuk Hisam. Sambil menepuk lembut pantat sang buah hati, Nina mengalunkan sholawat agar anaknya kembali tertidur. Perut Nina lapar, dia baru sadar belum sempat makan dari siang tadi karena panik dengan kiriman uang dari suaminya yang tak kunjung masuk."Ssh, ushh, shhh … bobok yang nyenyak ya, adek Hisam sayang. Ibu mau sholat Isya dulu, lalu makan. Anak sholeh-nya Ibu pintar," ujar Nina berbicara sendiri. Seakan-akan Hisam bisa mendengar dan mengerti ucapannya.Nina beringsut mundur, dengan gerakan perlahan dia turun dari kasur. Tak lupa untuk membuat pagar mengitari Hisam dari bantal dan guling, agar anaknya itu tak jatuh.Setelah selesai, hal pertama yang Nina lakukan adalah mengecek notifikasi pesan di ponselnya. Lagi, dia harus menelan kecewa karena Tian belum ada kabar. Jangankan mengirim bukti transferan uang, membalas pesannya yang sejak Ashar tadi dia kirim pun tidak. Nina kesal, n
Bab 5 Gelagat Aneh"Loh, kata siapa, Sayang? Iya memang benar istri Tono sedang hamil besar. Tapi, dia belum pulang kampung. Nina ini bagaimana, sih? Kalau Tono pulang, Mas juga ikut pulang, dong! Kan kami ini satu rekan, satu pekerjaan. Hehe. Ini Tono masih di sini, dia tadi pamit keluar sebentar ada perlu. Makanya Mas tunggu dia pulang, buat pinjam uang, lalu Mas kirim nanti ke Nina. Sabar ya, cantiknya Mas ini!" jelas Tian panjang lebar.Nina hanya mengerutkan kening. Dia paham betul bahwa suaminya sedang berbohong. "Oh, oke! Ya sudah kalau gitu, Mas. Nina tunggu secepatnya. Nggak mau kan kalau nanti Hisam haus dan berujung dehidrasi? Kamu tahu sendiri, ASI-ku sama sekali nggak keluar? Jangan lupa sholat, lekas istirahat! Kerja yang semangat biar dapat banyak duit dan cepat pulang!" kata Nina yang sudah malas dengan kebohongan suaminya.Setelah mematikan telepon, Nina mondar-mandir. Selera makannya tiba-tiba saja hilang. Dia bingung, dengan cara apa dirinya bisa menyambung hidup k
Malu Jika Istri Berjualan[Nin, apa maksudmu dengan berjualan barang-barang bekas di akun sosial media seperti itu? Apa kamu nggak malu, Nin? Nanti dikira aku yang nggak becus jadi suami, aku yang nggak bertanggung jawab sama kamu. Hapus, Nin!]Begitulah isi pesan yang dikirimkan oleh Tian. Tentu saja hal itu membuat Nina geram bukan main. Tanpa membalas pesan itu, Nina langsung saja menghubungi nomor suaminya. Dengan amarah yang sudah cukup meletup, Nina langsung saja mengutarakan niatnya."Halo, Nin, kenapa ka–""Halo! Harusnya yang malu itu Mas Tian lah! Kenapa bisa istrinya berjualan pakaian dan koleksi pribadinya, hingga sampai melakukan hal seperti itu, harusnya sih, Mas Tian punya malu, ya! Kalau aku nggak usaha kayak gini, memangnya perut Hisam bisa kenyang? Tolong, jadi lelaki itu setidaknya punya perasaan, Mas, meskipun udah nggak punya otak yang berfungsi!" Karena rasa kesal yang terus melanda, Nina begitu menggebu memarahi Tian.Dia sudah teramat kesal, tak peduli lagi or
Malu Jika Istri Berjualan[Nin, apa maksudmu dengan berjualan barang-barang bekas di akun sosial media seperti itu? Apa kamu nggak malu, Nin? Nanti dikira aku yang nggak becus jadi suami, aku yang nggak bertanggung jawab sama kamu. Hapus, Nin!]Begitulah isi pesan yang dikirimkan oleh Tian. Tentu saja hal itu membuat Nina geram bukan main. Tanpa membalas pesan itu, Nina langsung saja menghubungi nomor suaminya. Dengan amarah yang sudah cukup meletup, Nina langsung saja mengutarakan niatnya."Halo, Nin, kenapa ka–""Halo! Harusnya yang malu itu Mas Tian lah! Kenapa bisa istrinya berjualan pakaian dan koleksi pribadinya, hingga sampai melakukan hal seperti itu, harusnya sih, Mas Tian punya malu, ya! Kalau aku nggak usaha kayak gini, memangnya perut Hisam bisa kenyang? Tolong, jadi lelaki itu setidaknya punya perasaan, Mas, meskipun udah nggak punya otak yang berfungsi!" Karena rasa kesal yang terus melanda, Nina begitu menggebu memarahi Tian.Dia sudah teramat kesal, tak peduli lagi or
Bab 5 Gelagat Aneh"Loh, kata siapa, Sayang? Iya memang benar istri Tono sedang hamil besar. Tapi, dia belum pulang kampung. Nina ini bagaimana, sih? Kalau Tono pulang, Mas juga ikut pulang, dong! Kan kami ini satu rekan, satu pekerjaan. Hehe. Ini Tono masih di sini, dia tadi pamit keluar sebentar ada perlu. Makanya Mas tunggu dia pulang, buat pinjam uang, lalu Mas kirim nanti ke Nina. Sabar ya, cantiknya Mas ini!" jelas Tian panjang lebar.Nina hanya mengerutkan kening. Dia paham betul bahwa suaminya sedang berbohong. "Oh, oke! Ya sudah kalau gitu, Mas. Nina tunggu secepatnya. Nggak mau kan kalau nanti Hisam haus dan berujung dehidrasi? Kamu tahu sendiri, ASI-ku sama sekali nggak keluar? Jangan lupa sholat, lekas istirahat! Kerja yang semangat biar dapat banyak duit dan cepat pulang!" kata Nina yang sudah malas dengan kebohongan suaminya.Setelah mematikan telepon, Nina mondar-mandir. Selera makannya tiba-tiba saja hilang. Dia bingung, dengan cara apa dirinya bisa menyambung hidup k
Bab 4 Bersembunyi Di Balik Nama TonoSesampainya di rumah, Nina segera membuatkan sebotol susu untuk Hisam. Sambil menepuk lembut pantat sang buah hati, Nina mengalunkan sholawat agar anaknya kembali tertidur. Perut Nina lapar, dia baru sadar belum sempat makan dari siang tadi karena panik dengan kiriman uang dari suaminya yang tak kunjung masuk."Ssh, ushh, shhh … bobok yang nyenyak ya, adek Hisam sayang. Ibu mau sholat Isya dulu, lalu makan. Anak sholeh-nya Ibu pintar," ujar Nina berbicara sendiri. Seakan-akan Hisam bisa mendengar dan mengerti ucapannya.Nina beringsut mundur, dengan gerakan perlahan dia turun dari kasur. Tak lupa untuk membuat pagar mengitari Hisam dari bantal dan guling, agar anaknya itu tak jatuh.Setelah selesai, hal pertama yang Nina lakukan adalah mengecek notifikasi pesan di ponselnya. Lagi, dia harus menelan kecewa karena Tian belum ada kabar. Jangankan mengirim bukti transferan uang, membalas pesannya yang sejak Ashar tadi dia kirim pun tidak. Nina kesal, n
Bab 3 Bukankah Banyak Anak, Akan Banyak Rezeki?"Mas Tian kenapa? Kok kalian nggak pulang bareng?" Nina semakin mencecar untuk mendapatkan jawaban yang bisa membuatnya puas."Eh, anu, itu … Tian memang masih ada proyek di sana. Malah sedang ramai-ramainya. Aku kembali karena istriku mau melahirkan kan, jadi aku sengaja ambil cuti dulu. Kasihan, ini anak pertama kami. Jadi, ya, aku rasa memang aku harus pulang, Nin. Apa Tian jarang mengabari kamu?" ujar Tono malah berbalas tanya pada Nina. Wajah lelaki itu tampak salah tingkah, sambil beberapa kali terlihat mengatur nafas dengan susah payah. "Apa pekerjaan di sana sedang ramai-ramainya? Wah, berarti bulan ini bisa jadi banyak uang, dong, ya!" celetuk Nina dengan wajah berbinar. Dia terlihat antusias sekali saat mengobrol dengan Tono."Iya, memang kan akhir-akhir ini sedang ramai. Tenaga kami banyak diperlukan untuk borongan pembangunan gedung-gedung bertingkat, perumahan, atau bahkan ruko. Malah bulan kemarin bukankah diberikan bonus
Bab 2 Mencari Pinjaman 30.000Nina segera menidurkan Hisam dalam ranjang, dia kembali mencoba untuk menghubungi Tian. Sudah lebih dari tiga kali Nina menelpon sang suami, namun tak ada tanda-tanda telpon dari Nina akan direspon. Wanita dengan mata bulat itu terlihat kesal. Dia beberapa kali mendesah perlahan. Jarum jam berputar terus ke arah kanan, waktu juga terasa berlalu. Tapi, Tian juga belum mengirimkan satu pun kabar. Nina kembali memeriksa aplikasi m-banking di ponselnya. Siapa tahu suaminya itu sudah mengirimkan uang padanya, namun lupa untuk memberinya kabar.Seulas senyum tipis, muncul di wajah Nina. Kenapa tak dia coba saja langsung mengecek saldo di ATM-nya? Bukankah tadi Tian juga sudah mentransfer uang senilai dua ratus ribu rupiah untuk membayar acara reuni. Pasti sang suami sudah mendapatkan uang, begitu pikir Nina.Dengan semangat 45' akhirnya Nina membuka aplikasi bank berwarna biru pada benda pipih tersebut. Muncullah beberapa digit angka yang berbaris rapi di sana.
Bab 1 Susu Tak Terbeli[Maaf, ya, Nin, aku belum dapat uangnya. Kamu bisa sabar sedikit lagi, ya? Aku pasti usahakan!]Pesan masuk di ponsel Nina membuat wanita itu mendesah perlahan. Dia memang memberitahukan suaminya, Tian, melalui pesan singkat. Bahwa susu formula untuk Hisam sudah habis dan waktunya beli. Uang di dompet Nina hanya tinggal dua belas ribu saja. Tak cukup untuk membeli susu, bahkan yang ukurannya paling kecil sekalipun.[Tolong, usahakan secepatnya ya, Mas! Keburu malam, aku nggak bisa keluar jika malam. Hisam juga nggak mungkin berhenti minum susu, kasihan.]Nina kembali membalas pesan dari suaminya. Sudah hampir empat tahun mereka menjalani biduk rumah tangga. Mereka dikarunia bayi mungil berusia 4 bulan yang diberi nama Hisam.Nina mengenal Tian dari kantor. Dulu, Nina pernah magang di kantor Tian. Jarak usia mereka yang terpaut cukup jauh, sekitar 5 tahun, membuat Nina merasa terlindungi akan kehadiran sosok Tian.Setelah lulus SMK, kurang lebih satu tahun seteng