Bab 4 Bersembunyi Di Balik Nama Tono
Sesampainya di rumah, Nina segera membuatkan sebotol susu untuk Hisam. Sambil menepuk lembut pantat sang buah hati, Nina mengalunkan sholawat agar anaknya kembali tertidur. Perut Nina lapar, dia baru sadar belum sempat makan dari siang tadi karena panik dengan kiriman uang dari suaminya yang tak kunjung masuk.
"Ssh, ushh, shhh … bobok yang nyenyak ya, adek Hisam sayang. Ibu mau sholat Isya dulu, lalu makan. Anak sholeh-nya Ibu pintar," ujar Nina berbicara sendiri. Seakan-akan Hisam bisa mendengar dan mengerti ucapannya.
Nina beringsut mundur, dengan gerakan perlahan dia turun dari kasur. Tak lupa untuk membuat pagar mengitari Hisam dari bantal dan guling, agar anaknya itu tak jatuh.
Setelah selesai, hal pertama yang Nina lakukan adalah mengecek notifikasi pesan di ponselnya. Lagi, dia harus menelan kecewa karena Tian belum ada kabar. Jangankan mengirim bukti transferan uang, membalas pesannya yang sejak Ashar tadi dia kirim pun tidak. Nina kesal, namun mata mengerjap kemudian. Dia langsung berinisiatif mengecek aplikasi m-banking yang ada di ponselnya.
"Bismillahirrahmanirrahim, semoga ada transferan masuk dari Mas Tian!" seru Nina berharap. Dia memohon dalam hati, matanya terpejam saat aplikasi biru itu berputar sebelum akhirnya menunjukkan jumlah saldo.
Nina membuka matanya perlahan, mengintip isi ponselnya.
"Lah, belum masuk juga? Mas Tian ini sebenarnya ke mana, sih? Dia punya otak, nggak, sebetulnya? Kenapa tak juga mengabari, apalagi mengirim uang! Apa dia itu nggak mikir, kalau anaknya butuh susu! Untung saja aku tadi pinjam dengan Sofia. Ah, ingat Mas Tian buat aku pengen makan orang aja!" Nina mengomel. Dia bergegas keluar dari kamar seraya mengerucutkan bibirnya.
Namun, baru beberapa langkah saja, ingatannya tertuju pada kejadian siang tadi. Di mana dia menemukan komentar suaminya di salah satu akun sosial media milik wanita.
"Aku masih penasaran, pemilik akun BelindaBalaBala itu siapa, ya? Apa sebaiknya aku menyamar saja? Atau mungkin aku harus membuat akun palsu untuk mengintai mereka berdua?" Nina tampak menimbang keputusannya. Sebelum dia menegur sang suami, yang sudah pasti nanti tak akan mengaku. Lebih baik dia membuat satu akun palsu saja untuk menjadi detektif dadakan.
Nina melogout akun aslinya di aplikasi biru. Setelah selesai, dia mendaftarkan akun baru dengan nama yang sulit untuk ditebak. Setelah berhasil, dia langsung saja mencari nama akun suaminya dan juga wanita mencurigakan dengan nickname BelindaBalaBala. Barulah dia menambahkan pertemanan secara random, semua profil saran teman yang muncul dia klik untuk tambahkan teman. Tidak peduli mau kenal ataupun tidak.
Iseng, Nina membuka profil milik akun BelindaBalaBala. Dia menekan pilihan foto koleksi, lalu masuk ke dalam album. Rasa lapar dan capeknya seketika menghilang saat dirinya baru saja menemukan kegiatan baru.
"Ini siapa, ya? Cantik banget!" ujar Nina dengan decakan kagum.
Memang benar yang dia katakan, setelah berhasil membuka album berisi koleksi foto yang diduga si BalaBala. Nina merasa insecure, dia mengamati setiap inci wajah yang terpampang dengan aneka pose di sana. Nina menghembuskan nafas kasar. Dia menggeleng, mana mungkin dia dibanding-bandingkan dengan anak perawan. Begitulah dia pikir, foto yang menampilkan seorang gadis memakai rok span kotak-kotak dengan atasan crop berwarna hitam itu seperti menjelaskan bahwa wanita itu masih single. Nina kembali mengubek isi akun wanita tersebut. Tidak ada foto suami, anak atau apapun yang mengindikasikan bahwa wanita tersebut sudah berkeluarga.
"Mas Tian suka sama gadis begini? Sok iya banget! Memangnya dia punya gaji berapa? Aku yakin, gajinya sebulan pasti pengeluaran wanita itu selama sehari," rutuk Nina terlihat kesal.
Bosan dengan aneka foto yang dia lihat, kini Nina beralih pada profil. Dia membaca semua status yang ditulis oleh akun tersebut. Lebih banyaknya sih, status galau atau kadang juga ungkapan rindu. Bahkan dari gaya bahasa yang dia tulis, Nina bisa menebak bahwa gadis itu pasti kesepian dan sedang merindukan seseorang yang dia cintai.
Belum ada yang menarik, begitu pikir Nina. Sampai pada akhirnya, Nina menemukan lokasi wanita tersebut, yang terlihat dari unggahan teman-temannya yang memberikan tanda pada akun BalaBala.
"Loh, BalaBala ini tinggal di kota ini? Serius? Siapa, ya, dia? Kenapa Mas Tian rajin sekali menyukai semua postingan yang diunggah oleh wanita ini? Bahkan terkadang suamiku itu turut meninggalkan komentar. Apalagi postingannya yang masih hangat tadi, membahas acara reuni. Reuni apa memangnya? Apa mereka teman satu sekolah dulunya? Atau teman apa yang mengharuskan kedatangan di acara reuni? Mungkin mereka sempat dekat di masa lalu? Tapi, mana mungkin. Jika aku melihat dari penampilan, sepertinya wanita ini masih berusia jauh di bawahku. Bagaimana bisa menjadi teman seangkatan suamiku?" Nina masih berpikir dengan kepalanya.
Hanya karena beberapa komentar sang suami yang mampir ke akun tersebut, membuat Nina mendadak overthinking seperti itu. Padahal, dia paling cuek jika menyangkut orang ketiga. Karena pada dasarnya Nina merasa percaya diri, Tian tidak akan mungkin mengkhianatinya. Itulah yang selalu dia tanamkan dalam kepala. Tapi, melihat suaminya berkomentar tadi disertai dengan tawaran akan membiayai acara reuni milik akun BalaBala, cukup membuat dada Nina terasa sesak. Pasalnya, hidup mereka sudah tidak seenak dulu, bahkan Nina sudah berhenti tak pernah melakukan perawatan ataupun membeli aneka skincare. Lebih baik dia gunakan untuk menyetok susu dan kebutuhan Hisam.
Tak puas di situ, Nina kembali mencari cara agar dirinya bisa mendapatkan informasi tentang acara reuni tersebut. Awalnya, dia harus mencari tahu dulu, siapa pemilik akun BalaBala itu dan di mana rumahnya? Serta Nina juga ingin memastikan, benarkah si BalaBala itu teman seangkatan suaminya, atau jangan-jangan wanita di masa lalu sang suami? Tapi, segera dia tepis pikiran seperti itu. Yang dia tahu, Tian tidak pernah memiliki pacar selama dia hidup! Itu artinya, Nina adalah orang satu-satunya yang dia jadikan pacar lalu dinikahi. Atau mungkin Tian sengaja membohonginya?
Dengan bermodalkan nekat, Nina segera mengirimkan pesan pribadi pada wanita tersebut.
[Halo, Kak. Salam kenal, saya Miu-miu. Saya tertarik dengan profil Kakak. Apa saya bisa meminta tolong dan meminta waktunya sebentar? Saya ingin melakukan wawancara dengan Kakak via online. Kebetulan, saya dari pihak konten kreator yang sedang mengambil tema 'wanita cantik harus elegan' Jika Kakak bersedia, boleh tinggalkan nomor teleponnya, ya!]
Nina tidak tahu harus memulai bagaimana. Terpaksa dia harus berbohong, demi mengetahui identitas wanita tersebut.
Apalagi, Tian tak juga menghubunginya sampai saat ini, membuat Nina semakin merasa gemas!
Cukup lama juga Nina menunggu balasan. Dia kembali ke kamar untuk memastikan kondisi Hisam. Ternyata, bayi itu masih pulas. Nina cukup lega.
Sebuah notifikasi masuk ke dalam ponsel Nina.
Awalnya dia pikir, notifikasi balasan pesan dari Belinda, namun rupanya salah. Tian lah yang memberinya satu pesan.
[Nina, maaf, sampai saat ini aku belum juga dapat pinjaman. Besok aku coba minta tolong ke Tono, ya. Tadi Mas mau pinjam ke dia, tapi Tono sedang keluar. Pasti Mas usahakan setelah Subuh sudah ditransfer besok. Mas sayang sekali dengan Nina. Nanti kalau Tono pulang, Mas akan minta bantuan padanya!]
Pesan dari Tian membuat mata Nina membulat.
"Sampai ketemunya huruf N di tulisan Y-O-S-A-N juga malam ini Tono nggak akan kembali, Mas! Orangnya aja udah pulang ke sini, bisa-bisanya buat alasan begitu untuk berbohong!"
Nina tak terima, dia tak membalas pesan Tian, melainkan segera menelponnya.
Deringan kedua, panggilan diangkat.
"Halo, Assalamualaikum, Sayang?" ucap suara bariton yang tak asing, mulai terdengar.
"Waalaikumsalam. Loh, Mas Tono bukannya pulang ke sini karena istrinya mau melahirkan ya, Mas? Apa dia masih ada di sana?" tanya Nina langsung to the poin. Dia ingin tahu, bagaimana reaksi suaminya.
***
Bab 5 Gelagat Aneh"Loh, kata siapa, Sayang? Iya memang benar istri Tono sedang hamil besar. Tapi, dia belum pulang kampung. Nina ini bagaimana, sih? Kalau Tono pulang, Mas juga ikut pulang, dong! Kan kami ini satu rekan, satu pekerjaan. Hehe. Ini Tono masih di sini, dia tadi pamit keluar sebentar ada perlu. Makanya Mas tunggu dia pulang, buat pinjam uang, lalu Mas kirim nanti ke Nina. Sabar ya, cantiknya Mas ini!" jelas Tian panjang lebar.Nina hanya mengerutkan kening. Dia paham betul bahwa suaminya sedang berbohong. "Oh, oke! Ya sudah kalau gitu, Mas. Nina tunggu secepatnya. Nggak mau kan kalau nanti Hisam haus dan berujung dehidrasi? Kamu tahu sendiri, ASI-ku sama sekali nggak keluar? Jangan lupa sholat, lekas istirahat! Kerja yang semangat biar dapat banyak duit dan cepat pulang!" kata Nina yang sudah malas dengan kebohongan suaminya.Setelah mematikan telepon, Nina mondar-mandir. Selera makannya tiba-tiba saja hilang. Dia bingung, dengan cara apa dirinya bisa menyambung hidup k
Malu Jika Istri Berjualan[Nin, apa maksudmu dengan berjualan barang-barang bekas di akun sosial media seperti itu? Apa kamu nggak malu, Nin? Nanti dikira aku yang nggak becus jadi suami, aku yang nggak bertanggung jawab sama kamu. Hapus, Nin!]Begitulah isi pesan yang dikirimkan oleh Tian. Tentu saja hal itu membuat Nina geram bukan main. Tanpa membalas pesan itu, Nina langsung saja menghubungi nomor suaminya. Dengan amarah yang sudah cukup meletup, Nina langsung saja mengutarakan niatnya."Halo, Nin, kenapa ka–""Halo! Harusnya yang malu itu Mas Tian lah! Kenapa bisa istrinya berjualan pakaian dan koleksi pribadinya, hingga sampai melakukan hal seperti itu, harusnya sih, Mas Tian punya malu, ya! Kalau aku nggak usaha kayak gini, memangnya perut Hisam bisa kenyang? Tolong, jadi lelaki itu setidaknya punya perasaan, Mas, meskipun udah nggak punya otak yang berfungsi!" Karena rasa kesal yang terus melanda, Nina begitu menggebu memarahi Tian.Dia sudah teramat kesal, tak peduli lagi or
Bab 1 Susu Tak Terbeli[Maaf, ya, Nin, aku belum dapat uangnya. Kamu bisa sabar sedikit lagi, ya? Aku pasti usahakan!]Pesan masuk di ponsel Nina membuat wanita itu mendesah perlahan. Dia memang memberitahukan suaminya, Tian, melalui pesan singkat. Bahwa susu formula untuk Hisam sudah habis dan waktunya beli. Uang di dompet Nina hanya tinggal dua belas ribu saja. Tak cukup untuk membeli susu, bahkan yang ukurannya paling kecil sekalipun.[Tolong, usahakan secepatnya ya, Mas! Keburu malam, aku nggak bisa keluar jika malam. Hisam juga nggak mungkin berhenti minum susu, kasihan.]Nina kembali membalas pesan dari suaminya. Sudah hampir empat tahun mereka menjalani biduk rumah tangga. Mereka dikarunia bayi mungil berusia 4 bulan yang diberi nama Hisam.Nina mengenal Tian dari kantor. Dulu, Nina pernah magang di kantor Tian. Jarak usia mereka yang terpaut cukup jauh, sekitar 5 tahun, membuat Nina merasa terlindungi akan kehadiran sosok Tian.Setelah lulus SMK, kurang lebih satu tahun seteng
Bab 2 Mencari Pinjaman 30.000Nina segera menidurkan Hisam dalam ranjang, dia kembali mencoba untuk menghubungi Tian. Sudah lebih dari tiga kali Nina menelpon sang suami, namun tak ada tanda-tanda telpon dari Nina akan direspon. Wanita dengan mata bulat itu terlihat kesal. Dia beberapa kali mendesah perlahan. Jarum jam berputar terus ke arah kanan, waktu juga terasa berlalu. Tapi, Tian juga belum mengirimkan satu pun kabar. Nina kembali memeriksa aplikasi m-banking di ponselnya. Siapa tahu suaminya itu sudah mengirimkan uang padanya, namun lupa untuk memberinya kabar.Seulas senyum tipis, muncul di wajah Nina. Kenapa tak dia coba saja langsung mengecek saldo di ATM-nya? Bukankah tadi Tian juga sudah mentransfer uang senilai dua ratus ribu rupiah untuk membayar acara reuni. Pasti sang suami sudah mendapatkan uang, begitu pikir Nina.Dengan semangat 45' akhirnya Nina membuka aplikasi bank berwarna biru pada benda pipih tersebut. Muncullah beberapa digit angka yang berbaris rapi di sana.
Bab 3 Bukankah Banyak Anak, Akan Banyak Rezeki?"Mas Tian kenapa? Kok kalian nggak pulang bareng?" Nina semakin mencecar untuk mendapatkan jawaban yang bisa membuatnya puas."Eh, anu, itu … Tian memang masih ada proyek di sana. Malah sedang ramai-ramainya. Aku kembali karena istriku mau melahirkan kan, jadi aku sengaja ambil cuti dulu. Kasihan, ini anak pertama kami. Jadi, ya, aku rasa memang aku harus pulang, Nin. Apa Tian jarang mengabari kamu?" ujar Tono malah berbalas tanya pada Nina. Wajah lelaki itu tampak salah tingkah, sambil beberapa kali terlihat mengatur nafas dengan susah payah. "Apa pekerjaan di sana sedang ramai-ramainya? Wah, berarti bulan ini bisa jadi banyak uang, dong, ya!" celetuk Nina dengan wajah berbinar. Dia terlihat antusias sekali saat mengobrol dengan Tono."Iya, memang kan akhir-akhir ini sedang ramai. Tenaga kami banyak diperlukan untuk borongan pembangunan gedung-gedung bertingkat, perumahan, atau bahkan ruko. Malah bulan kemarin bukankah diberikan bonus