Share

BAB 3

Author: Ara Hakim
last update Last Updated: 2025-03-02 16:41:47

Jangan lupa klik “BERALANGGANAN”

“Dari mana malam-malam baru pulang, Bilqis?” Jam sebelas. Ibu masih menonton TV di ruang tamu. Azmi tampaknya belum pulang juga.

“Urusan kerjaan, Bu.”

“Haah. Pusing Ibu punya menantu kamu. Jangan-jangan kamu kerja gak bener, ya?” tuduh Ibu sambil menggoyang bahunya naik turun. Bibirnya mencebik.

“Terserah, deh, Bu. Aku juga pusing punya mertua kayak Ibu.”

“Uang belanja habis.”

“Terus?” tanyaku sambil mengangkat bahu dan dua tanganku, heran saja dengan pernyataan itu. Apa maksudnya aku yang harus mencukupi uang belanja? Memang selama tiga bulan ini kupenuhi, tetapi lihat saja setelah kusadap W******p Azmi dan kutahu mereka seperti itu, aku berhenti sekarang juga.

“Ya kamu pikirin, minyak goreng habis. Beras tinggal setengah. Stok mie di lemari tinggal dua. Telur di kulkas juga tinggal satu. Belum cabe, bawang, tomat ….” Ibu melanjutkan repetannya. Racauan yang merdu di tengah malam.

“Who cares. Gak peduli gue.” Aku bergumam.

“Apa? Rice cooker? Kamu malah mikirin beli rice cooker?” Lanjutnya.

Aku memutar bola mata dan menghentakkan kaki ke lantai. Kesal. Kumasuki kamar dengan membanting pintu, lalu menguncinya dari dalam. Kamar pribadiku. Azmi punya kamar sendiridan kami memang tidur terpisah sejak pertama kali menikah.

Ya. Kalian tak salah dengar. Aneh memang. Kami menikah, tetapi bukan layaknya suami istri.

***

“Ini desain baliho yang lu mau.” Berno menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan desain baliho itu. Kuraih ponsel itu.

“Ini bukan foto suami gue.” Kuletakkan lagi setengah melempar. Aku memutar kursi di ruanganku itu setengah berayun. Berno menggaruk kepala yang tidak gatal.

“Lalu ini siapa lu?”

“Tetangga gue. Ya gue gak tau lah, gitu aja gak ngerti lu.”

“Ini gue ambil dari akun I*-nya suami lu. Nama suami lu Azmi Fahrendi ‘kan?”

“Aduh, Berno. Ke mana aja lu selama ini. Aza Azmi, Berno. Nama suami gue Aza Azmi.”

“Berarti gue yang salah, dong.” Berno menepuk jidatnya. Percuma ia selalu memakai pakaian cerah yang menarik perhatian, isi kepalanya tak secerah pakaiannya.

“Desain brosur jasa ayam kampus adik ipar gue mana?”

“Ada.” Berno mengusap layar ponselnya lagi dan menyodorkannya padaku. “Ini, cakep ‘kan?”

Foto mita tersenyum menampakkan gigi putihnya dengan rambut terurai. Perfect! Hanya saja tulisannya masih terlihat biasa. Tak ada menariknya.

“Lu tambahin di bawah judulnya: Jasa ayam kampus, harga semurah kacang rebus. Tiga orang lima ribu doang. Bisa, No?”

“Astaga, Bilqis. Lu mau bunuh, nih, karakter adik lu? Kasihan hidupnya bisa hancur selamanya, Bil.”

“Lu gak lihat dia duluan bilang gue wanita panggilan seharga kacang rebus. Ya gue bales.”

“Emang lu beneran wanita panggilan?”

“Nggak lah.”

“Terus kenapa lu marah?”

Aku diam. Tak menemukan kalimat balasan untuk argument Berno.

“Tapi dia bener ayam kampus, ‘kan? Gue gak salah, ‘kan?” lanjutku..

“Dia hina lu di grup keluarga doang. Lah lu mau nyebarin ini ke seluruh mading kampus sama media sosial. Apa nggak kasihan lu?”

Aku menggeleng.

“Gak punya hati lu.” Berno berdiri lalu balik kanan. Langkah tak tegap, tetapi tetap maju jalan.

Pikiranku berkecamuk sendiri. Apa Berno benar? Apa kiranya aku berlebihan dengan membuat baliho dan brosur yang memalukan Azmi dan Mita? Aku memejamkan mata dan merebahkan tubuh di sandaran kursi putar itu. Masih tak tenang, aku membuka laci. Kuraih sebingkai foto dari dalam laci itu.

Foto seorang wanita sedang duduk dan pria yang berdiri di belakangnya kupandangi lekat-lekat. Kuelus pelan-pelan. Foto itu tak lain adalah Papa-Mama yang telah meninggalkanku sendiri. Tak terasa air mata menetes dari ujung mata. Kuseka. Menetes lagi. Kuseka lagi.

Suara pintu diketuk. Cepat kuusap air mataku dengan sapu tangan hingga tak terlihat seperti orang menangis.

“Masuk.”

Seorang wanita yang tak lain adalah sekretarisku masuk ke ruangan.

“Bu Bilqis ….”

Aku mengangkat tangan, menolak dokumen yang diberi oleh Sitra. Ia mengerti.

“Saya minta tolong boleh, Sit?”

“Sudah kewajiban saya untuk membantu Ibu.”

“Tapi ini bukan urusan pekerjaan.”

“Sekiranya saya bisa bantu, saya akan senang, Bu.”

“Tolong pesankan rangkaian bunga dan kirim ke makam Papa-Mama saya, Sit. Tagihannya bebankan ke kartu kredit saya.”

“Baik, Bu. Saya laksanakan hari ini juga. Ada lagi, Bu?”

Aku mengangkat tangan. Sitra mengangguk dan balik badan. Maju jalan.

Sementara group W******p keluarga semakin heboh karena aku tak meniggalkan sepeser pun uang untuk belanja di rumah. Ibu sudah ngomel-ngomel macam ayam mau bertelur. Romi, Mita, Azmi, dan Ayu memanas-manasi Ibu untuk mengusirku dari rumah. Aku menggeleng sambil tertawa. Yang ada mereka yang akan terusir karena sertifikat rumah itu sudah berbalik atas namaku.

“No, sertifikat rumah gue udah balik nama ‘kan?” Kutelepon Berno.

“Udah, atas nama Bilqis Elfath.”

“Good job.”

Kumatikan.

Iseng, kucari posisi Azmi dengan GPS. Mataku terbelalak ketika kutemukan ia berada di mal. Wait, mengapa dia pergi ke mal? Bukannya ini jam kerja. Aku melirik arloji di tangan kiriku. Oh, mungkinkah ia sedang jalan-jalan bersama Nera. Nah, kesempatan untuk memergokinya di tempat umum. Pasti seru melihatnya mati kutu.

“Berno!”

“Apa lagi, Bilqis Elfath yang cantik jelita harum mewangi sepanjang hari dari pagi sampai pagi lagi?”

“Dih. Panjang amat. Ayo ke mal, yuk temenin gue.”

“Gue lagi urus berkas-berkas lu, nih. Sama minta desainer edit desain baliho yang lu minta, kan, salah foto.”

“Tinggalin dulu. Gue butuh lu untuk jadi kameramen.”

“Hah, kameramen? Tukang kamera maksud lu?”

“Iya, pake hape aja. Kita rekam kelakuan suami gue lagi jalan sama cewek lain. kita live di I*. Seneng kan lu?”

“Iih, kalau gitu gue ikutan, ya. Gue jemput lagi ke kantor, ya. Lu tunggu di depan.”

***

Aku turun dan buru-buru masuk mal. GPS menunjukkan jarak kami sekitar lima puluh meter. Mungkin ia di lantai atas di cafétaria. Aku dan Berno segera naik lift, lalu menyusuri restoran di mal itu satu per satu.

“Ketemu?”

“Belum. Lu siapin aja kamera, ya.”

“Aman kalau itu.”

“Nah, udah sepuluh meter. Dia pasti deket, nih.” Aku berada tepat di sebuah tempat makan bernuansa ungu. “Masuk aja, No.”

Dan tepat di ujung sana, Azmi sedang duduk menyantap makanan dengan wanita berambut panjang dan pirang. Tepat sekali itu mungkin yang bernama Nera.

“Itu dia, No.” Aku menunjukkan posisi Azmi pada Berno.

“Oooh, aku siapin kamera, ya.”

“Oke.”

“Inilah gaes, kita akan menangkap buaya darat yang selingkuh sama pelakor. Kita lihat yuk, gaes,” kata Berno berbicara pada kamera ponselnya sendiri. Kami pun berjalan mendekati Azmi dan wanita itu.

“Hai, Mas?” sapaku ramah, tersenyum palsu.

“Bi-Bil-Bilqis?” tanggapnya.

“Iya, surprise!” teriakku sambil merentangkan tangan. “Tepuk tangan untuk seorang suami yang sedang makan dengan wanita lain!”

“Huuuuuu.” Berno berteriak. Seluruh pengunjung café menoleh heran.

“Apa yang kamu lakuin di sini, Bilqis?”

“Yaaah, baru aja aku mau tanya itu ke kamu, eh, kamu duluan yang tanya.”

Kamera ponsel Berno terus menyorot suamiku dan si Nera itu. Perempuan itu tampak tak senang. Menatapku tajam.

“Kenapa? Lu gak suka gue giniin?” tantangku ke wanita itu. “Lu mau suami gue? Ambil aja, ambil. Rongsokan gini gue juga gak mau. Ambil tuh sepah gue.”

“Bilqis!” Azmi membentak.

“Apa, Mas?”

“Kalau ngomong itu yang sopan. Jangan bilang suamimu sendiri seperti itu.”

“Mas, Mas. Kamu kayak beneran cinta aja sama aku. Minta ngomong sopanlah, dihormati lah. Kamu sendiri selama ini hanya nguras uangku aja, Mas. Apa lagi keluarga kamu, toxic semua.”

“Ohh, ternyata benar apa yang ada di foto itu.” Azmi mengeluarkan ponselnya. “Ini.” Layar ponselnya menunjukkan aku sedang berpeluk dengan lelaki di atas aspal. Kejadian semalam, memang ada orang yang mengambil gambarnya.

“Itu fitnah.”

“Ini kenapa kamu pulang malam. Kenapa kamu gak ngasih uang belanja ke Ibu lagi. Rupanya kamu main sama lelaki lain.”

Tanganku tak dapat kutahan. Melayang ke wajah Azmi, tetapi tangannya sudah menahan. Kutarik paksa lagi tanganku yang berada di genggamannya.

“Kamu mau apa? Mau usir aku dari rumah sekarang? Mau kita cerai?”

“Ya. Kita cerai. Mulai detik ini kamu bukan istriku lagi. Secara hukum agama, aku talak kamu. Surat cerai menyusul ke kantor agama. Aku gak mau punya istri murahan kayak kamu.”

Dadaku meletup-letup. "Murahan?"

"Aku udah lihat foto kamu, dengan cowok. Kamu ... keluar dari rumah malam ini juga."

“Kamu yang akan keluar dari rumahku, dan siap-siap jadi gelandangan sana. Hahaha.” Aku balik badan dan langkah tegap maju jalan.

“Bil, Bilqis! Tunggu!” Berno yang menikmati adegan itu sambil live di I*******m tak mau hiburannya berakhir dengan cepat. “Lu tampar aja dia lagi, Bil.”

“Males. Tangan suci gue gak pantes nyentuh muka najis dia.”

“Terus, gimana?”

“Lu pake kertu kredit gue, cetak lima baliho. Jangan satu, lima. Paham lu?”

“Pa-paham.”

“Lu pasang di tempat paling strategis, sewa sebulan penuh.”

“Oke, Bos.”

“Poster Mita lu cetak seribu lembar, lu suruh tempel ke seluruh kampus di kota ini. Paham, lu?”

“Berlebihan, Bil. Itu udah kelewatan kali.”

Aku menghentikan langkahku dan menatap Berno serius. “Lu mau lakuin atau gue pecat?”

“Aduh, lu mainnya pecat sih. Iya-iya.”

Aku berjalan cepat menuju depan mal itu dan membiarkan Berno mengambil mobil di parkiran. Teleponku berdering, dari Berno.

“Bil, ada mobil ngehalangin mobil kita. Gak bisa keluar ini.”

“Lu dorong, kek.”

“Gue gak kuat, Bil.”

“Lu sepak gitu. Lu hancurin kacanya. Atau lu buat penyok, deh, tu mobil. Tabrak aja kalau perlu biar minggir.” Aku esmosi, pemirsa.

“Tapi, Bil ….”

“Lu mau gue pecat? Cepetan gue lagi kesel, tau gak sih! Cepetlah, No. Sekarang atau lu angkat kaki dari hidup gue. Ngemis, deh, lu di jalan.”

“Udah gue tabrak. Karena itu gue hubungin lu. Soalnya ini mobil bagus, Bil. Mobil mahal banget kayanya. Lu sini dulu, deh.”

“A-apa?” Aku bergegas menuju parkiran. Tampak Berno berdiri dengan wajah cemas sambil mengacak-acak rambutnya yang hanya sesenti.

“Ada apa, No?” Aku mendekatinya, sekaligus terkagum melihat Ferrari Dino merah. Ferrari yang mirip dengan yang kulihat semalam. Persis.

“Lecet, Bil.” Berno menunjuk bemper belakang Ferrari itu, penuh goresan. Seperti tertabrak. Pun juga di bemper depan mobil putihku juga penuh goresan. Tampaknya Berno menabrak Ferrari itu. Dasar, tukang kacau.

“Hei!” teriak seorang lelaki dengan suara berat. “Apa yang kalian lakukan dengan mobilku?” tanyanya.

“Maaf, maaf. Kami gak sengaja menabraknya.” Aku menundukkan badan tak berani menatap wajahnya.

“Dasar. Kalian gak tahu ini mobil langka. Gak ada di Jambi mobil seperti ini. Ini satu-satunya, loh. Ganti!” lelaki berbadan tinggi dengan wajah tak lumayan tampan itu tampak kesal padaku dan Berno.

“Minta maaf, No.”

“Iya, Bil.”

“Bro, udahlah. Mungkin mereka gak sengaja.” Lelaki lain dengan suara yang pernah kudengar menghampiri. Kuangkat kepalaku dan menatap padanya. Dua lelaki itu memang tak mirip, tetapi postur tubuh sama.

“Kamu?” tegurku pada lelaki satunya. Dialah yang kutemui semalam. Lelaki super tampan bak Syah Rukh Khan, bersuara Chris Hemsworth dan memiliki tubuh seperti Steve Rogers.

“Hai?” sapanya dengan senyum di ujung bibir.

Gempa lagi 10 skala ritcher dan tsunami seribu meter di dadaku.

***

Bersambung…

Laki-laki mirip syakh rukh khan meresahkan hahaha

Pastikan sudah subscribe dan rate bintang limaaa

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 4

    Sudah follow ig ara_hakim22?“Ka-kamu?” Aku kembali terpaku macam batu saat melihat Syah Rukh Khan yang semalam kutemui. Ia tersenyum pula. Meleleh rasanya air liurku, eh, hatiku maksudnya.“Bil, Bilqis!”Berno lelaki bertulang lunak itu mengganggu saja. Apa ia tak tahu kalau aku sedang menikmati keajaiban dunia ke delapan.“Udahlah, Bro. Ini hanya lecet sedikit, ntar kalau udah ke Jakarta lagi kita bisa perbaiki.” Lelaki itu berusaha membelaku dan Berno.Amboi! Dia membelaku. Aduh, sempurna sekali hidupku kalau memiliki dia sebagai suami. Bukan Azmi yang macam kucing loreng.“Mas, kamu harus ganti, ya!” ancam lelaki satunya sambil menunjuk Berno.Berno langsung mengangkat tangan sambil menggeleng ketakutan. “Gue hanya supir, tuh dia yang punya mobil.” Moncong mulut Berno diarahkan kepadaku. Dasar Berno!“Nah, kamu yang merusak mobilku. Ganti!” lanjutnya.Aku tak peduli padanya. Yang kutatap hanya lelaki itu sambil tak terasa menggigit jari kelingkingku sendiri.“Mbak?” Lelaki yang ku

    Last Updated : 2025-03-02
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 5

    Sudah klik “BERLANGGANAN?”Aku melangkah mundur alon-alon agar tak menimbulkan suara. Pesanan yang tadi sudah kupegang kuletakkan lagi dalam lemari kaca. Suara Lita masih terdengar, berbicara pada Azmi. Ah, buaya darat ternyata. Selama ini aku menikah dengan buaya darat. Untung saja sejak awal aku tak pernah disentuhnya.Napasku tiba-tiba berat. Lebih baik Lita tak tahu kalau aku sudah tahu main serongnya bersama Azmi. Untunglah tadi aku datang tanpa bilang padanya, sehingga aku bisa mengetahui semuanya lebih awal sebelum terlambat.“Di kamar 243, ya, Mas Azmi?” Suara Lita masih tertangkap di pendengaranku. Akan kuingat nomor hotel itu. Lihatlah apa yang aku lakukan padamu, Azmi.Tak cukup selama ini aku jadi bulan-bulanan di rumahnya. Beberapa bulan ini aku harus menahan tatapan mata sinis keluarganya. Pun juga kelakuan rewel ibunya. Dan kini ia bermain api cinta dengan dua wanita sekaligus. Apa namanya kalau bukan kucing belang. Sudah pantas kalau aku akan membuatnya kapok dan tau

    Last Updated : 2025-03-02
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 6

    Mau dapat CUAN dari menulis?“Hidup itu seperti roller coaster, Bilqis,” ujar Bude sambil menyeruput teh di depan teras rumahnya. “Kadang kamu di atas, tapi kadang kamu jatuh di bawah. Naik turun itu biasa. Mungkin sekarang Tuhan sedang beri kamu cobaan.”“Iya, Bude.” Aku menyeka anak rambut di kening.Dalam keadaan perasaan yang kacau aku biasa bercerita pada Bude. Sejak Mama meninggalkanku beberapa tahun lalu, adik mamaku itulah satu-satunya tempatku mencurahkan isi hati. Ah, nasib.“Pernikahanmu dengan Azmi gak bahagia kayak ending film Korea atau suara hati suami di channel ikan terbang itu?” lanjut Bude menyebut tontonan favoritnya.Aku menggeleng pelan sambil menggigit bibir. Sebenarnya aku butuh permen untuk di kunyah. Namun, hanya ada teh untuk dipandangi, eh, di seruput juga, deh.Jangankan membayangkan kebahagiaan, Azmi menyentuhku saja tidak. Malam pertama ia mau tidur di kamar aku terjang hingga ia jatuh dan terguling di lantai. Kutimpuk pakai bantal seraya berkata, “Tidur

    Last Updated : 2025-03-02
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 7

    Siapa, ya, namanya? Lee, bukan. Tori, bukan. Siti, apa lagi. Betti, itu tukang jahit di sebelah rumah Bude yang mulutnya lebih pedas dari rica-rica tapi hatinya baik. Roti, ah bukan, itu makanan ringan untuk sarapan pagi yang harganya bisa sangat mahal di bandara atau di kapal ferry. Terus siapa? Aduuh, kepalaku sibuk mencari data namanya hingga tak sadar motorku sudah berdiri ia angkat.“Udah.” Si Tampan menepuk tangannya, membersihkan dari debu.“Cepetlah, Jei!” ucap lelaki yang berada di depan gedung. Tampak satpam itu mengangguk hormat di depan lelaki itu. Ah, iya, baru aku ingat namanya Jei.“Duluanlah, Malfin.” Jei melambaikan tangan pada temannya. Jei kemudian menatapku heran yang terpaku dan terdiam. Ya, diam-diam mencuri pandang padanya.“Mau ke mana, Bil?”“Ke hatimu. Eh, ke gedung itu.” Aku menunjuk ke arah gedung.“Mau barengan?”Napasku tersendat seketika. “Mau, mau.” Aku mengangguk dua kali.“Ayo.” Jei memiringkan kepala, mengajak berjalan bersama sambil melangkah di dep

    Last Updated : 2025-03-03
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 8

    Info: GIVE AWAY 1500 koin menanti bagi yang komen dari bab 8-12. Koin udah sedia tinggal transfer. Baca kuis paling bawah cerita dan jawab di komentar ya Mbak Cantik. Ponsel berdering saat berada dalam ruangan poli gigi. Azmi menelepon. Angkat gak? Jujur aku sangat kesal padanya dan tak mau bicara apa-apa. Baiklah, kuabaikan saja.“Apa perlu dicabut, Dok?” tanyaku sambil melirik mata Berno dan mengangkat dua alis, menggodanya.“Emm.” Dokter Putri kembali memperhatikan mulut sobatku itu, yang ketika dibuka tercium lah aroma dari berbagai jenis makanan bau.Begitu menderita jadi Dokter Gigi, seharian kerjanya hanya menciumi mulut-mulut bau. Lebih menderita lagi Dokter Putri karena pasiennya kali ini adalah Berno.“Di mana tang-nya, Dok? Aku ambilkan.” Aku sengaja menakuti Berno. Ia pun membulatkan matanya.“Ja-jangan, Dok. Biar saya sakit gigi aja terus, biar tiap hari bisa berobat ke sini sama Dokter.”“Ya. Memang gak perlu dicabut, kok. Cukup saya beri obat dan suntik, ya?”“Su-sunti

    Last Updated : 2025-03-04
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 9

    INFO GIVE AWAY lagi! Cek di bawah yaa.“Kalau kamu mencintai seseorang, Bilqis,” ujar Bude malam harinya setelah aku kembali bercerita soal Jei, “cintai lah dia sepenuh hati. Tapi jangan cintai sepenuh jiwa.”“Kenapa, Bude?” Keningku mendadak mengernyit.Bude diam sejenak.“Biar kalau putus kamu cukup sakit hati, dan gak perlu sakit jiwa.” Bude terkekeh pelan.Aku pun terkekeh dan menyeruput teh botol Sastro dingin. Karena apa pun makanannya minumnya teh botol Sastro.Suasana malam Kota Jambi agak dingin karena senja tadi sempat gerimis. Suara jangkrik di pohon manggis sebelah rumah terdengar berdemo agar hujan lagi. Namun, panglima semut di sudut teras itu lantang melawan. Sementara burung hantu di atap mengejar tikus, bertukar tugas dengan malaikat maut mencabut nyawa binatang itu.“Jadi kamu mau usir keluarga Azmi dari rumahmu?” tanya Bude.“Kalau bisa, Bude.”Rumah yang ditinggali Azmi dan keluarga itu adalah rumahku. Sebelumnya, itu adalah rumah Papa yang memang tak pernah ditung

    Last Updated : 2025-03-04
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 10

    “Please, deh, Bilqis. Jangan bersikap blo’on di depan mereka. Lu udah keterlaluan, sumpah. Kalau gak gara-gara warisan, gak pantes lu jadi Direktur.”“Ih, No, kok, lu ngomong gitu sama gue?” Aku mencebik.Berno menahan tubuhku saat aku hendak masuk ruangan direktur PT. Munjaya Agrikultura. Kutepis tangannya dan tetap masuk. Ia pun menggeleng sambil berdecak.“Assalamu’alaikum.” Meski jarang sekali aku mengucap salam, kulakukan saja demi kesopanan dan itu cukup baik untuk pencitraan diriku.“Wa’alaikumsalam. Masuk.”Aku membuka pintu itu. Berno mengiringi di belakangku. Aroma wangi menyeruak dari ruangan yang bernuansa lembut dengan tampilan dan perabot minimalis. Sebuah globe duduk manis di atas meja direktur, diputar-putar oleh jari pria itu.“Bu Bilqis?” tanya lelaki dengan kulit cokelat itu, Malfin. Direktur utama perusahaan itu adalah Malfin, sementara Jei adalah wakilnya.“Bukannya meeting kita masih setengah jam lagi?” terusnya sambil mengangkat tangan dan melirik arloji.“Emm,

    Last Updated : 2025-03-05
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 11

    “Wah, ini, kan, baju-baju mahal!” Mata Ibu dan Mita berbinar ketika memasuki butik branded di sebuah mal. Tingkahnya sudah macam seekor kucing jantan yang jomblo akut melihat kucing betina sedang tidur.“Ibu dan Mita boleh pilih-pilih aja dulu. Aku hanya mau beli scarf sama jilbab untuk budeku aja. Beli yang banyak, ya, nanti kalau udah pilih-pilihnya langsung Whatsapp atau telpon aku aja. Aku juga mau lihat-lihat.” Aku menyilakan mereka yang sudah sedari tadi sibuk memilah-milah.“Sering-sering gini, Kak.” Mita begitu antusias.Aku kemudian membiarkan mereka menikmati angan-angan semu untuk memiliki pakaian branded itu. Sementara itu, aku mencoba beberapa scarf dan tak lupa kuambilkan untuk Bude, sekaligus jilbab untuknya juga. Tak lupa aku beranjak ke pakaian muslimah di kiri pojok butik itu, kuambil satu set gambis beserta pashmina lengkap dengan cadarnya. Kubayar ke kasir dengan beberapa lembar uang.“Nggak nanya sekalian pulsa, Mbak?” tanyaku.Seketika kasir itu terkekeh. “Ini bu

    Last Updated : 2025-03-06

Latest chapter

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 15

    “Ini adalah lokasi penampungan bibit. Sebelah sana perkecambahan.” Aku menunjuk sebuah greenhouse di sudut tanah lapang yang kami sewa itu.Jei dan Malfin mengangguk mendengar penjelasanku.“Wah, jarang sekali Direktur baru tapi paham tentang seluk-beluk bisnisnya.” Jei memuji, tangannya tetap berada di dalam saku celana. Sesekali ia membetulkan posisi topi pelindung panas di kepalanya.Hari ini kami memantau proyek pembibitan sawit untuk penanaman massal belasan ribu hektar dari PT. Munjaya Agrikultura. Malfin terlihat berjongkok nun di sana bersama para buruh, memastikan bibit yang mereka tanam sambil sesekali bergurau, mengakrabkan diri.Jei kembali bertanya, “Apa bunga-bunga di sana itu sengaja untuk memperindah tanah lapang ini?”Nun jauh di pinggir sana pula, sekelompok bunga daisy merah berjejer cantik. Aku menggeleng tanda tak mengerti apakah itu ditanam sengaja atau dengan sendirinya tumbuh.“Memangnya kenapa?” tanyaku heran, menyeka rambut tersenyum malu-malu kucing, padahal

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 14

    Tiga sekeluarga itu–Azmi, Mita dan Ibu mereka–membuatku murka bukan kepalang. Mereka tak ubahnya parasit yang hinggap di inang lalu menggerogoti inangnya. Aku adalah inang itu. Dan kini berani-beraninya mereka memojokkanku seolah-olah aku salah.Padahal, jelas-jelas ini semua akal licik Azmi. Suami tak beradab dan tak tahu diri, kalau pun itu pantas disebut suami karena beberapa hari lalu ia terucap kata cerai.“Aku masih suamimu, Bil.”“Jangan mimpi, Azmi!” Setelah terucap kata cerai itu tak sudi lagi aku memanggilnya dengan sebutan ‘Mas’.Ibu dan Mita ikut memberondongku dengan peluru yang mereka lontarkan lewat mulut-mulut embernya. Mereka kita aku gentar? Atau takut? Sertifikat rumah sudah dibalik atas namaku. Rumah ini sudah milikku.“Kalau kalian gak mau keluar, aku yang akan mengusir kalian secara paksa!” Aku muntab.Azmi, Mita dan Ibu mereka–Saniah namanya–harus mengulum bibir rapat-rapat. Diam seribu bahasa. Tak memiliki senjata lagi untuk ditembakkan.“Bil?” Suara Azmi berge

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 13

    “Masih nyangkut, Lit?” Aku kembali dari minimarket dan apotek di depan rumah sakit.“Ekk, masih, ekk.”“Aku ada ide. Kali ini aku yakin berhasil, Lit. Pertama, kamu minum susu yoghurt ini dan biarkan biji itu tertelan. Jangan ditahan sama-sekali.” Aku meletakkan sekotak susu bergambar sapi goyang ngebor tulalit. Mungkin filosofinya adalah dengan meminum itu semua urusan jadi lancar, termasuk sesuatu yang nyangkut di tenggorokan.“Ekk, terus kalau gak bisa keluar, gimana?” Lita menunjukkan wajah cemasnya, takut kalau rencanaku tak berhasil.“Tenang.” Aku menepuk bahu Lita pelan sambil mengangguk sangat meyakinkan. “Aku sudah beli ini di apotik.” Tanganku mengangkat sebuah botol kecil berisi cairan yang tak lain adalah obat pencuci perut.“Dengan ini, semua isi perut bisa dikeluarkan. Bahkan sekaligus usus-ususnya. Eh, maksudku kotoran yang ada di usus.”“Ekk, baik.”“Telan aja biji kelengkengnya. Minumlah.” Kusodorkan yoghurt ke Lita. Ia meraih dengan cepat dan meminumnya hingga tetes

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 12

    Tinggal 300 koin. Giliran kamu yang dapat koinnya ya. Komen di bawah!“Lita, cepet, deh, kamu ke mal. Kamu gak mau ikut pergokin suamiku sama selingkuhan barunya? Kamu gak ikut mau tampar wajah pelakor itu? Ayo cepet jangan nunggu lebaran monyet! Keburu kucing bertanduk ntar!” Aku membuat Lita cemas bukan buatan.Lita yang sedang dalam rangkulan Azmi tiba-tiba celingukan mencari keberadaanku. Ia gagap sambil berusaha melepas lengan Azmi dari bahunya. Ia pun melangkah menjauh menjaga jarak. Napasnya megap-megap pastinya. Seperti orang bengek yang baru kumat dan lupa bawa inhaler.“Eh, di mal?” Lita masih menjawabku di telepon.“Iya, Lit. Tadi aku sama Ibu mertua belanja ke mal, terus lihat Azmi di eskalator. Ini mereka turun. Aku udah siap kamera, nih, untuk viralin dia.” Ingin rasanya cekikikan, tetapi aku takut ketahuan.Lita langsung berbalik dan seketika kembali naik dengan tergopoh-gopoh. Tampak Azmi berusaha memanggil dan mengejar Lita yang melawan arah gerakan tangga. Satu-dua o

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 11

    “Wah, ini, kan, baju-baju mahal!” Mata Ibu dan Mita berbinar ketika memasuki butik branded di sebuah mal. Tingkahnya sudah macam seekor kucing jantan yang jomblo akut melihat kucing betina sedang tidur.“Ibu dan Mita boleh pilih-pilih aja dulu. Aku hanya mau beli scarf sama jilbab untuk budeku aja. Beli yang banyak, ya, nanti kalau udah pilih-pilihnya langsung Whatsapp atau telpon aku aja. Aku juga mau lihat-lihat.” Aku menyilakan mereka yang sudah sedari tadi sibuk memilah-milah.“Sering-sering gini, Kak.” Mita begitu antusias.Aku kemudian membiarkan mereka menikmati angan-angan semu untuk memiliki pakaian branded itu. Sementara itu, aku mencoba beberapa scarf dan tak lupa kuambilkan untuk Bude, sekaligus jilbab untuknya juga. Tak lupa aku beranjak ke pakaian muslimah di kiri pojok butik itu, kuambil satu set gambis beserta pashmina lengkap dengan cadarnya. Kubayar ke kasir dengan beberapa lembar uang.“Nggak nanya sekalian pulsa, Mbak?” tanyaku.Seketika kasir itu terkekeh. “Ini bu

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 10

    “Please, deh, Bilqis. Jangan bersikap blo’on di depan mereka. Lu udah keterlaluan, sumpah. Kalau gak gara-gara warisan, gak pantes lu jadi Direktur.”“Ih, No, kok, lu ngomong gitu sama gue?” Aku mencebik.Berno menahan tubuhku saat aku hendak masuk ruangan direktur PT. Munjaya Agrikultura. Kutepis tangannya dan tetap masuk. Ia pun menggeleng sambil berdecak.“Assalamu’alaikum.” Meski jarang sekali aku mengucap salam, kulakukan saja demi kesopanan dan itu cukup baik untuk pencitraan diriku.“Wa’alaikumsalam. Masuk.”Aku membuka pintu itu. Berno mengiringi di belakangku. Aroma wangi menyeruak dari ruangan yang bernuansa lembut dengan tampilan dan perabot minimalis. Sebuah globe duduk manis di atas meja direktur, diputar-putar oleh jari pria itu.“Bu Bilqis?” tanya lelaki dengan kulit cokelat itu, Malfin. Direktur utama perusahaan itu adalah Malfin, sementara Jei adalah wakilnya.“Bukannya meeting kita masih setengah jam lagi?” terusnya sambil mengangkat tangan dan melirik arloji.“Emm,

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 9

    INFO GIVE AWAY lagi! Cek di bawah yaa.“Kalau kamu mencintai seseorang, Bilqis,” ujar Bude malam harinya setelah aku kembali bercerita soal Jei, “cintai lah dia sepenuh hati. Tapi jangan cintai sepenuh jiwa.”“Kenapa, Bude?” Keningku mendadak mengernyit.Bude diam sejenak.“Biar kalau putus kamu cukup sakit hati, dan gak perlu sakit jiwa.” Bude terkekeh pelan.Aku pun terkekeh dan menyeruput teh botol Sastro dingin. Karena apa pun makanannya minumnya teh botol Sastro.Suasana malam Kota Jambi agak dingin karena senja tadi sempat gerimis. Suara jangkrik di pohon manggis sebelah rumah terdengar berdemo agar hujan lagi. Namun, panglima semut di sudut teras itu lantang melawan. Sementara burung hantu di atap mengejar tikus, bertukar tugas dengan malaikat maut mencabut nyawa binatang itu.“Jadi kamu mau usir keluarga Azmi dari rumahmu?” tanya Bude.“Kalau bisa, Bude.”Rumah yang ditinggali Azmi dan keluarga itu adalah rumahku. Sebelumnya, itu adalah rumah Papa yang memang tak pernah ditung

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 8

    Info: GIVE AWAY 1500 koin menanti bagi yang komen dari bab 8-12. Koin udah sedia tinggal transfer. Baca kuis paling bawah cerita dan jawab di komentar ya Mbak Cantik. Ponsel berdering saat berada dalam ruangan poli gigi. Azmi menelepon. Angkat gak? Jujur aku sangat kesal padanya dan tak mau bicara apa-apa. Baiklah, kuabaikan saja.“Apa perlu dicabut, Dok?” tanyaku sambil melirik mata Berno dan mengangkat dua alis, menggodanya.“Emm.” Dokter Putri kembali memperhatikan mulut sobatku itu, yang ketika dibuka tercium lah aroma dari berbagai jenis makanan bau.Begitu menderita jadi Dokter Gigi, seharian kerjanya hanya menciumi mulut-mulut bau. Lebih menderita lagi Dokter Putri karena pasiennya kali ini adalah Berno.“Di mana tang-nya, Dok? Aku ambilkan.” Aku sengaja menakuti Berno. Ia pun membulatkan matanya.“Ja-jangan, Dok. Biar saya sakit gigi aja terus, biar tiap hari bisa berobat ke sini sama Dokter.”“Ya. Memang gak perlu dicabut, kok. Cukup saya beri obat dan suntik, ya?”“Su-sunti

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 7

    Siapa, ya, namanya? Lee, bukan. Tori, bukan. Siti, apa lagi. Betti, itu tukang jahit di sebelah rumah Bude yang mulutnya lebih pedas dari rica-rica tapi hatinya baik. Roti, ah bukan, itu makanan ringan untuk sarapan pagi yang harganya bisa sangat mahal di bandara atau di kapal ferry. Terus siapa? Aduuh, kepalaku sibuk mencari data namanya hingga tak sadar motorku sudah berdiri ia angkat.“Udah.” Si Tampan menepuk tangannya, membersihkan dari debu.“Cepetlah, Jei!” ucap lelaki yang berada di depan gedung. Tampak satpam itu mengangguk hormat di depan lelaki itu. Ah, iya, baru aku ingat namanya Jei.“Duluanlah, Malfin.” Jei melambaikan tangan pada temannya. Jei kemudian menatapku heran yang terpaku dan terdiam. Ya, diam-diam mencuri pandang padanya.“Mau ke mana, Bil?”“Ke hatimu. Eh, ke gedung itu.” Aku menunjuk ke arah gedung.“Mau barengan?”Napasku tersendat seketika. “Mau, mau.” Aku mengangguk dua kali.“Ayo.” Jei memiringkan kepala, mengajak berjalan bersama sambil melangkah di dep

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status