Share

BAB 4

Author: Ara Hakim
last update Last Updated: 2025-03-02 16:44:07

Sudah follow i* ara_hakim22?

“Ka-kamu?” Aku kembali terpaku macam batu saat melihat Syah Rukh Khan yang semalam kutemui. Ia tersenyum pula. Meleleh rasanya air liurku, eh, hatiku maksudnya.

“Bil, Bilqis!”

Berno lelaki bertulang lunak itu mengganggu saja. Apa ia tak tahu kalau aku sedang menikmati keajaiban dunia ke delapan.

“Udahlah, Bro. Ini hanya lecet sedikit, ntar kalau udah ke Jakarta lagi kita bisa perbaiki.” Lelaki itu berusaha membelaku dan Berno.

Amboi! Dia membelaku. Aduh, sempurna sekali hidupku kalau memiliki dia sebagai suami. Bukan Azmi yang macam kucing loreng.

“Mas, kamu harus ganti, ya!” ancam lelaki satunya sambil menunjuk Berno.

Berno langsung mengangkat tangan sambil menggeleng ketakutan. “Gue hanya supir, tuh dia yang punya mobil.” Moncong mulut Berno diarahkan kepadaku. Dasar Berno!

“Nah, kamu yang merusak mobilku. Ganti!” lanjutnya.

Aku tak peduli padanya. Yang kutatap hanya lelaki itu sambil tak terasa menggigit jari kelingkingku sendiri.

“Mbak?” Lelaki yang kutatap itu menepis angin lagi di depan wajahku. Aku pun terkesiap.

“Eh, ada apa ini?” Aku seperti baru sadar. Lelaki di sebelahnya malah menepuk jidat karena kesal padaku. Ia genggam dan angkat kepalan tangannya, geram.

“Aku, Jei.” Wajah Syah Rukh Khan suara Chris Hemsworth itu mengulurkan tangannya. Bunga di hatiku yang baru saja layu karena dicerai oleh Azmi kini tiba-tiba bermekaran. Kumbang-kumbang berdatangan meraih madunya. Amboi!

“Jei?” gumamku masih menggigit bibir. Nama yang keren sekali.

“Aku, Bilqis. Bilqis Elfath.”

“Senang bertemu denganmu, Bil.”

“Apa-apaan, sih!” Lelaki yang tak terlalu tampan di sebelah Jei menggerutu.

“Ini Malfin, dia emang sedikit sensitif dan kurang sosial. Maafkan,” lanjut Jei dengan suara beratnya sambil menepuk bahu Malfin.

“Duuh duuuh, ini, kok, malah kenalan di sini. Makan-makan di café kek terus bayarin gue.” Berno malah bercerocos. “Terus yah apa gitu ngopi, terus apalah gitu.”

“Berno! Lu itu ya, aaah. Buat masalah aja lu.”

“Sudah, Bilqis. Gak apa-apa, ini mobilnya biar aku yang urus. Udah, kamu pulang aja. Atau aku antar?”

Deg!

Apa? Aku tak salah dengar, ‘kan? Kutepuk pipiku dua kali. Rasanya aku tak sedang bermimpi. Dia mau mengantarku? Senang sekali aku kalau memang iya. Ada listrik yang terus menyetrum perasaanku. Aku tak dapat bergerak karena lututku lemas.

“Ah, gak usah. Bilqis biar pulang sama gue, kok. Jadi Babang Tamvan berdua gak usah repot, ya, cuy. Oke?” seloroh Berno.

Bernooo! Mengapa pula ia mengucap kalimat itu. Dasaaar! Berno awas kau nanti akan kuhajar habis-habisan karena telah menghilangkan peluang emasku. Sasaran empuk tinggal gigit terasa mubazir dan sia-sia gara-gara penolakan Berno. Ingin rasanya kuinjak-injak mulut embernya itu.

“Ya ‘kan, Bil?” Berno tersenyum sambil sedikit berkedip.

Pakai tanya padaku segala lagi.

“I-iya, aku pulang bareng Berno.” Suaraku terbata-bata. Ingin rasanya mengamuk saat itu juga, tetapi sabar Bilqis, nanti kamu akan balas kelakuan Berno dengan hal yang lebih menjengkelkan baginya.

“Oh, kalau begitu, sekali lagi maafkan Malfin. Kami permisi dulu.” Jei meraih remot mobil di tangan Malfin. Lelaki yang memasang wajah kesal itu menarik tangannya, tak mau kunci mobilnya diambil.

Mereka kemudian menaiki Ferrari merah itu. Jei sedikit melambai. Aduhai, meletus Gunung Krakatau di hatiku. Berlompatan lahar Mahameru di dadaku. Berno terus mengoceh entah apa dan tak kupedulikan.

“No, pegangin gue.” Aku limbung, tak dapat menahan perasaan yang meleleh.

“Lihat satu cowok ganteng aja amsyong lu, Bil. Lah gue tiap malam lihat opa-opa ganteng. Biasa aja.”

“Ah, lu lihatnya di ponsel. Lah gue langsung ketemu, No. Lagian lu kenapa bilang gue pulang sama lu. Siapa tahu tadi gue diantar pake Ferrari. Bakalan kejang-kejang Azmi, mertua dan ipar gue. Kan, bagus banget sebagai salam perpisahan.”

Aku menginjak kaki Berno kuat-kuat. “Dasar asisten gak guna, lu!”

“Auuu.” Berno menjerit sambil memegang kakinya yang kesakitan.

Aku tersenyum penuh kemenangan sambil menyilangkan tangan di dada, menunggu sampai ia berhenti berceloteh.

“Baliho sama brosur lu aja udah buat mereka kejang.” Berno masuk ke mobil. Kami pulang.

***

Di perjalanan pulang, seperti ada lampu menyala di kepalaku. Menjelang sidang perceraianku selesai, aku ingin membuat semua keluarga Azmi kejang-kejang. Nah, apa lagi kalau aku bisa pulang diantar dengan Ferrari oleh lelaki super ganteng itu. Seperti apa wajah Ibu, Azmi dan Mita, ya? Pasti mereka bakal merengut selama tujuh hari tujuh malam dan menyesal sampai alam kubur.

Banyak sekali yang harus kulakukan pada mereka. Mungkin pertama aku harus membongkar apa yang mereka lakukan di grup w******p. Itu saja dulu sebagai pembukaan. Lalu baliho itu akan dipasang segera di tiap sudut kota. Brosur ayam kampus seharga kacang rebus untuk Mita, dan terakhir baru pertunjukan Ferrari. Aih, menyenangkan.

“Napa senyum-senyum sendiri lu?” tanya Berno yang sedang menyetir sambil memperhatikanku.

“Gue lagi ngebayangin ekspresi wajah keluarga Azmi kalau gue turun dari Ferrari di depan rumah. Gue harus lakuin itu. Nah, gue akan deketin tuh cowok. Gue gebet, deh. Demi pertunjukan gue.”

“Jadi lu deketin dia hanya mau balas dendam aja?”

Aku terdiam. Sebenarnya perkataan Berno sedikit mengusik hati terdalamku, hingga seperti ada bisikan bahwa itu bukanlah hal yang bijak. Namun, logikaku cepat melawan dan bertekad untuk tetap melakukannya.

“Gue gak peduli, deh.”

“Sejak kapan temen gue jadi orang gak berperasaan gini. Gue kaya gak liat Bilqis yang dulu. Di Jakarta lu gak pernah gini, Bil. Sejak pindah ke Jambi dan papa lu meninggal ….”

“Jangan ungkit soal Papa, No. Gue mohon.” Aku memotong. Berno cepat menutup rapat mulutnya. Suasana canggung.

Beberapa menit kemudian.

“Gue mau ambil skincare sama lipstick di rumah Lita dulu. Kita ke sana dulu. Terus lu pulang aja gue jalan kaki ke rumah. Ntar ketahuan sama Azmi atau keluarganya gue naik mobil kan gak enak. Mereka tahunya lu bos gue. Padahal lu jongos gue.”

“Dih, enak aja lu bilang gue jongos. Iya, gue anterin sampe rumah Lita.”

Mobil kami membelah keramaian kota Jambi sore itu. Pukul 16.00 WIB dan orang-orang pulang kerja, serta anak sekolah pulang dari belajar. Macet dan padat merayap.

“Eh, lu mau pulang ke rumah itu padahal tadi dicerai Azmi gitu.”

“Itu rumah gue. Mereka yang harus keluar kalau ga suka. Tapi gue bakal kasih waktu paling lama seminggu buat mereka angkat kaki. Gini-gini gue juga kasihan kalau mereka keluar tanpa nyiapin tempat tinggal, No.”

“Gue seneng masih ada sisi baik dalam diri monster macam lu, Bil.”

Kucubit bahu Berno kuat-kuat.

“Auuu. Sakit, Bil.”

Aku tahu. Itulah tandanya Berno benar-benar menganggap aku sahabatnya. Hanya sahabat sejati yang paham kalau aku takkan pernah benar-benar marah padanya. Seperti apa pun ia mengataiku.

Mobil sampai di depan rumah Lita, temanku lainnya. Aku turun dan masuk begitu saja karena pintu setengah terbuka. Lita tinggal dengan ibunya. Namun, sore-sore ibunya selalu pergi berkumpul bersama teman-temannya. Lita yang berbis mencoba kosmetik secara daring lebih sering menghabiskan waktu di depan laptopnya.

Aku masuk. Kudapati di dalam lemari pesananku sudah disiapkan. Lita tak kunjung muncul batang hidungnya. Aku penasaran berjalan ke kamarnya, dan ternyata pintu kamarnya terbuka sedikit. Lita sedang menelepon di dalam.

Tak berniat menguping aku beranjak saja ke sofa di ruang tamu. Namun, langkah kakiku terhenti ketika mendengar suara Lita menyebut nama seseorang.

“Mas Azmi,” ucapnya seperti merengek, “ayo ketemuan di hotel, Mas. Aku udah gak sabar mau itu.”

Lita diam sebentar membiarkan orang di ujung telepon bercakap.

“Iiih, Mas ah, mau pisang yang empuk, ya, beli pisang ambon, Mas. Ya udah, Mas Azmi, nanti malam di hotel Flamingo, ya. Oh ya, kamu udah dapatin asset-asetnya Bilqis ‘kan sebelum cerai dia. Iya dong, Mas. Masak tujuan kita selama ini kamu lupa.”

Deg!

Lita menyebut nama Azmi dan namaku. Jelas, aku mendengarnya dengan telingaku sendiri. Apa yang terjadi sebenarnya? Apa selama ini Azmi tahu kalau aku bukan orang biasa dan ia malah memiliki rencana untuk mengambil alih hartaku? Lalu Lita, dia yang jadi musuh dalam selimut selama ini dan membantu Azmi. Lalu Nera itu, siapa dia. Apakah aku yang tertipu?

***

Bersambung ...

Wah, Bilqis ternyata dikhianati temannya sendiri. Apakah Bilqis cuman diam saja?

Jangan lupa klik "BERLANGGANAN"

Follow juga i* ara_hakim22

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 5

    Sudah klik “BERLANGGANAN?”Aku melangkah mundur alon-alon agar tak menimbulkan suara. Pesanan yang tadi sudah kupegang kuletakkan lagi dalam lemari kaca. Suara Lita masih terdengar, berbicara pada Azmi. Ah, buaya darat ternyata. Selama ini aku menikah dengan buaya darat. Untung saja sejak awal aku tak pernah disentuhnya.Napasku tiba-tiba berat. Lebih baik Lita tak tahu kalau aku sudah tahu main serongnya bersama Azmi. Untunglah tadi aku datang tanpa bilang padanya, sehingga aku bisa mengetahui semuanya lebih awal sebelum terlambat.“Di kamar 243, ya, Mas Azmi?” Suara Lita masih tertangkap di pendengaranku. Akan kuingat nomor hotel itu. Lihatlah apa yang aku lakukan padamu, Azmi.Tak cukup selama ini aku jadi bulan-bulanan di rumahnya. Beberapa bulan ini aku harus menahan tatapan mata sinis keluarganya. Pun juga kelakuan rewel ibunya. Dan kini ia bermain api cinta dengan dua wanita sekaligus. Apa namanya kalau bukan kucing belang. Sudah pantas kalau aku akan membuatnya kapok dan tau

    Last Updated : 2025-03-02
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 6

    Mau dapat CUAN dari menulis?“Hidup itu seperti roller coaster, Bilqis,” ujar Bude sambil menyeruput teh di depan teras rumahnya. “Kadang kamu di atas, tapi kadang kamu jatuh di bawah. Naik turun itu biasa. Mungkin sekarang Tuhan sedang beri kamu cobaan.”“Iya, Bude.” Aku menyeka anak rambut di kening.Dalam keadaan perasaan yang kacau aku biasa bercerita pada Bude. Sejak Mama meninggalkanku beberapa tahun lalu, adik mamaku itulah satu-satunya tempatku mencurahkan isi hati. Ah, nasib.“Pernikahanmu dengan Azmi gak bahagia kayak ending film Korea atau suara hati suami di channel ikan terbang itu?” lanjut Bude menyebut tontonan favoritnya.Aku menggeleng pelan sambil menggigit bibir. Sebenarnya aku butuh permen untuk di kunyah. Namun, hanya ada teh untuk dipandangi, eh, di seruput juga, deh.Jangankan membayangkan kebahagiaan, Azmi menyentuhku saja tidak. Malam pertama ia mau tidur di kamar aku terjang hingga ia jatuh dan terguling di lantai. Kutimpuk pakai bantal seraya berkata, “Tidur

    Last Updated : 2025-03-02
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 7

    Siapa, ya, namanya? Lee, bukan. Tori, bukan. Siti, apa lagi. Betti, itu tukang jahit di sebelah rumah Bude yang mulutnya lebih pedas dari rica-rica tapi hatinya baik. Roti, ah bukan, itu makanan ringan untuk sarapan pagi yang harganya bisa sangat mahal di bandara atau di kapal ferry. Terus siapa? Aduuh, kepalaku sibuk mencari data namanya hingga tak sadar motorku sudah berdiri ia angkat.“Udah.” Si Tampan menepuk tangannya, membersihkan dari debu.“Cepetlah, Jei!” ucap lelaki yang berada di depan gedung. Tampak satpam itu mengangguk hormat di depan lelaki itu. Ah, iya, baru aku ingat namanya Jei.“Duluanlah, Malfin.” Jei melambaikan tangan pada temannya. Jei kemudian menatapku heran yang terpaku dan terdiam. Ya, diam-diam mencuri pandang padanya.“Mau ke mana, Bil?”“Ke hatimu. Eh, ke gedung itu.” Aku menunjuk ke arah gedung.“Mau barengan?”Napasku tersendat seketika. “Mau, mau.” Aku mengangguk dua kali.“Ayo.” Jei memiringkan kepala, mengajak berjalan bersama sambil melangkah di dep

    Last Updated : 2025-03-03
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 8

    Info: GIVE AWAY 1500 koin menanti bagi yang komen dari bab 8-12. Koin udah sedia tinggal transfer. Baca kuis paling bawah cerita dan jawab di komentar ya Mbak Cantik. Ponsel berdering saat berada dalam ruangan poli gigi. Azmi menelepon. Angkat gak? Jujur aku sangat kesal padanya dan tak mau bicara apa-apa. Baiklah, kuabaikan saja.“Apa perlu dicabut, Dok?” tanyaku sambil melirik mata Berno dan mengangkat dua alis, menggodanya.“Emm.” Dokter Putri kembali memperhatikan mulut sobatku itu, yang ketika dibuka tercium lah aroma dari berbagai jenis makanan bau.Begitu menderita jadi Dokter Gigi, seharian kerjanya hanya menciumi mulut-mulut bau. Lebih menderita lagi Dokter Putri karena pasiennya kali ini adalah Berno.“Di mana tang-nya, Dok? Aku ambilkan.” Aku sengaja menakuti Berno. Ia pun membulatkan matanya.“Ja-jangan, Dok. Biar saya sakit gigi aja terus, biar tiap hari bisa berobat ke sini sama Dokter.”“Ya. Memang gak perlu dicabut, kok. Cukup saya beri obat dan suntik, ya?”“Su-sunti

    Last Updated : 2025-03-04
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 9

    INFO GIVE AWAY lagi! Cek di bawah yaa.“Kalau kamu mencintai seseorang, Bilqis,” ujar Bude malam harinya setelah aku kembali bercerita soal Jei, “cintai lah dia sepenuh hati. Tapi jangan cintai sepenuh jiwa.”“Kenapa, Bude?” Keningku mendadak mengernyit.Bude diam sejenak.“Biar kalau putus kamu cukup sakit hati, dan gak perlu sakit jiwa.” Bude terkekeh pelan.Aku pun terkekeh dan menyeruput teh botol Sastro dingin. Karena apa pun makanannya minumnya teh botol Sastro.Suasana malam Kota Jambi agak dingin karena senja tadi sempat gerimis. Suara jangkrik di pohon manggis sebelah rumah terdengar berdemo agar hujan lagi. Namun, panglima semut di sudut teras itu lantang melawan. Sementara burung hantu di atap mengejar tikus, bertukar tugas dengan malaikat maut mencabut nyawa binatang itu.“Jadi kamu mau usir keluarga Azmi dari rumahmu?” tanya Bude.“Kalau bisa, Bude.”Rumah yang ditinggali Azmi dan keluarga itu adalah rumahku. Sebelumnya, itu adalah rumah Papa yang memang tak pernah ditung

    Last Updated : 2025-03-04
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 10

    “Please, deh, Bilqis. Jangan bersikap blo’on di depan mereka. Lu udah keterlaluan, sumpah. Kalau gak gara-gara warisan, gak pantes lu jadi Direktur.”“Ih, No, kok, lu ngomong gitu sama gue?” Aku mencebik.Berno menahan tubuhku saat aku hendak masuk ruangan direktur PT. Munjaya Agrikultura. Kutepis tangannya dan tetap masuk. Ia pun menggeleng sambil berdecak.“Assalamu’alaikum.” Meski jarang sekali aku mengucap salam, kulakukan saja demi kesopanan dan itu cukup baik untuk pencitraan diriku.“Wa’alaikumsalam. Masuk.”Aku membuka pintu itu. Berno mengiringi di belakangku. Aroma wangi menyeruak dari ruangan yang bernuansa lembut dengan tampilan dan perabot minimalis. Sebuah globe duduk manis di atas meja direktur, diputar-putar oleh jari pria itu.“Bu Bilqis?” tanya lelaki dengan kulit cokelat itu, Malfin. Direktur utama perusahaan itu adalah Malfin, sementara Jei adalah wakilnya.“Bukannya meeting kita masih setengah jam lagi?” terusnya sambil mengangkat tangan dan melirik arloji.“Emm,

    Last Updated : 2025-03-05
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 11

    “Wah, ini, kan, baju-baju mahal!” Mata Ibu dan Mita berbinar ketika memasuki butik branded di sebuah mal. Tingkahnya sudah macam seekor kucing jantan yang jomblo akut melihat kucing betina sedang tidur.“Ibu dan Mita boleh pilih-pilih aja dulu. Aku hanya mau beli scarf sama jilbab untuk budeku aja. Beli yang banyak, ya, nanti kalau udah pilih-pilihnya langsung Whatsapp atau telpon aku aja. Aku juga mau lihat-lihat.” Aku menyilakan mereka yang sudah sedari tadi sibuk memilah-milah.“Sering-sering gini, Kak.” Mita begitu antusias.Aku kemudian membiarkan mereka menikmati angan-angan semu untuk memiliki pakaian branded itu. Sementara itu, aku mencoba beberapa scarf dan tak lupa kuambilkan untuk Bude, sekaligus jilbab untuknya juga. Tak lupa aku beranjak ke pakaian muslimah di kiri pojok butik itu, kuambil satu set gambis beserta pashmina lengkap dengan cadarnya. Kubayar ke kasir dengan beberapa lembar uang.“Nggak nanya sekalian pulsa, Mbak?” tanyaku.Seketika kasir itu terkekeh. “Ini bu

    Last Updated : 2025-03-06
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 12

    Tinggal 300 koin. Giliran kamu yang dapat koinnya ya. Komen di bawah!“Lita, cepet, deh, kamu ke mal. Kamu gak mau ikut pergokin suamiku sama selingkuhan barunya? Kamu gak ikut mau tampar wajah pelakor itu? Ayo cepet jangan nunggu lebaran monyet! Keburu kucing bertanduk ntar!” Aku membuat Lita cemas bukan buatan.Lita yang sedang dalam rangkulan Azmi tiba-tiba celingukan mencari keberadaanku. Ia gagap sambil berusaha melepas lengan Azmi dari bahunya. Ia pun melangkah menjauh menjaga jarak. Napasnya megap-megap pastinya. Seperti orang bengek yang baru kumat dan lupa bawa inhaler.“Eh, di mal?” Lita masih menjawabku di telepon.“Iya, Lit. Tadi aku sama Ibu mertua belanja ke mal, terus lihat Azmi di eskalator. Ini mereka turun. Aku udah siap kamera, nih, untuk viralin dia.” Ingin rasanya cekikikan, tetapi aku takut ketahuan.Lita langsung berbalik dan seketika kembali naik dengan tergopoh-gopoh. Tampak Azmi berusaha memanggil dan mengejar Lita yang melawan arah gerakan tangga. Satu-dua o

    Last Updated : 2025-03-07

Latest chapter

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 15

    “Ini adalah lokasi penampungan bibit. Sebelah sana perkecambahan.” Aku menunjuk sebuah greenhouse di sudut tanah lapang yang kami sewa itu.Jei dan Malfin mengangguk mendengar penjelasanku.“Wah, jarang sekali Direktur baru tapi paham tentang seluk-beluk bisnisnya.” Jei memuji, tangannya tetap berada di dalam saku celana. Sesekali ia membetulkan posisi topi pelindung panas di kepalanya.Hari ini kami memantau proyek pembibitan sawit untuk penanaman massal belasan ribu hektar dari PT. Munjaya Agrikultura. Malfin terlihat berjongkok nun di sana bersama para buruh, memastikan bibit yang mereka tanam sambil sesekali bergurau, mengakrabkan diri.Jei kembali bertanya, “Apa bunga-bunga di sana itu sengaja untuk memperindah tanah lapang ini?”Nun jauh di pinggir sana pula, sekelompok bunga daisy merah berjejer cantik. Aku menggeleng tanda tak mengerti apakah itu ditanam sengaja atau dengan sendirinya tumbuh.“Memangnya kenapa?” tanyaku heran, menyeka rambut tersenyum malu-malu kucing, padahal

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 14

    Tiga sekeluarga itu–Azmi, Mita dan Ibu mereka–membuatku murka bukan kepalang. Mereka tak ubahnya parasit yang hinggap di inang lalu menggerogoti inangnya. Aku adalah inang itu. Dan kini berani-beraninya mereka memojokkanku seolah-olah aku salah.Padahal, jelas-jelas ini semua akal licik Azmi. Suami tak beradab dan tak tahu diri, kalau pun itu pantas disebut suami karena beberapa hari lalu ia terucap kata cerai.“Aku masih suamimu, Bil.”“Jangan mimpi, Azmi!” Setelah terucap kata cerai itu tak sudi lagi aku memanggilnya dengan sebutan ‘Mas’.Ibu dan Mita ikut memberondongku dengan peluru yang mereka lontarkan lewat mulut-mulut embernya. Mereka kita aku gentar? Atau takut? Sertifikat rumah sudah dibalik atas namaku. Rumah ini sudah milikku.“Kalau kalian gak mau keluar, aku yang akan mengusir kalian secara paksa!” Aku muntab.Azmi, Mita dan Ibu mereka–Saniah namanya–harus mengulum bibir rapat-rapat. Diam seribu bahasa. Tak memiliki senjata lagi untuk ditembakkan.“Bil?” Suara Azmi berge

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 13

    “Masih nyangkut, Lit?” Aku kembali dari minimarket dan apotek di depan rumah sakit.“Ekk, masih, ekk.”“Aku ada ide. Kali ini aku yakin berhasil, Lit. Pertama, kamu minum susu yoghurt ini dan biarkan biji itu tertelan. Jangan ditahan sama-sekali.” Aku meletakkan sekotak susu bergambar sapi goyang ngebor tulalit. Mungkin filosofinya adalah dengan meminum itu semua urusan jadi lancar, termasuk sesuatu yang nyangkut di tenggorokan.“Ekk, terus kalau gak bisa keluar, gimana?” Lita menunjukkan wajah cemasnya, takut kalau rencanaku tak berhasil.“Tenang.” Aku menepuk bahu Lita pelan sambil mengangguk sangat meyakinkan. “Aku sudah beli ini di apotik.” Tanganku mengangkat sebuah botol kecil berisi cairan yang tak lain adalah obat pencuci perut.“Dengan ini, semua isi perut bisa dikeluarkan. Bahkan sekaligus usus-ususnya. Eh, maksudku kotoran yang ada di usus.”“Ekk, baik.”“Telan aja biji kelengkengnya. Minumlah.” Kusodorkan yoghurt ke Lita. Ia meraih dengan cepat dan meminumnya hingga tetes

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 12

    Tinggal 300 koin. Giliran kamu yang dapat koinnya ya. Komen di bawah!“Lita, cepet, deh, kamu ke mal. Kamu gak mau ikut pergokin suamiku sama selingkuhan barunya? Kamu gak ikut mau tampar wajah pelakor itu? Ayo cepet jangan nunggu lebaran monyet! Keburu kucing bertanduk ntar!” Aku membuat Lita cemas bukan buatan.Lita yang sedang dalam rangkulan Azmi tiba-tiba celingukan mencari keberadaanku. Ia gagap sambil berusaha melepas lengan Azmi dari bahunya. Ia pun melangkah menjauh menjaga jarak. Napasnya megap-megap pastinya. Seperti orang bengek yang baru kumat dan lupa bawa inhaler.“Eh, di mal?” Lita masih menjawabku di telepon.“Iya, Lit. Tadi aku sama Ibu mertua belanja ke mal, terus lihat Azmi di eskalator. Ini mereka turun. Aku udah siap kamera, nih, untuk viralin dia.” Ingin rasanya cekikikan, tetapi aku takut ketahuan.Lita langsung berbalik dan seketika kembali naik dengan tergopoh-gopoh. Tampak Azmi berusaha memanggil dan mengejar Lita yang melawan arah gerakan tangga. Satu-dua o

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 11

    “Wah, ini, kan, baju-baju mahal!” Mata Ibu dan Mita berbinar ketika memasuki butik branded di sebuah mal. Tingkahnya sudah macam seekor kucing jantan yang jomblo akut melihat kucing betina sedang tidur.“Ibu dan Mita boleh pilih-pilih aja dulu. Aku hanya mau beli scarf sama jilbab untuk budeku aja. Beli yang banyak, ya, nanti kalau udah pilih-pilihnya langsung Whatsapp atau telpon aku aja. Aku juga mau lihat-lihat.” Aku menyilakan mereka yang sudah sedari tadi sibuk memilah-milah.“Sering-sering gini, Kak.” Mita begitu antusias.Aku kemudian membiarkan mereka menikmati angan-angan semu untuk memiliki pakaian branded itu. Sementara itu, aku mencoba beberapa scarf dan tak lupa kuambilkan untuk Bude, sekaligus jilbab untuknya juga. Tak lupa aku beranjak ke pakaian muslimah di kiri pojok butik itu, kuambil satu set gambis beserta pashmina lengkap dengan cadarnya. Kubayar ke kasir dengan beberapa lembar uang.“Nggak nanya sekalian pulsa, Mbak?” tanyaku.Seketika kasir itu terkekeh. “Ini bu

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 10

    “Please, deh, Bilqis. Jangan bersikap blo’on di depan mereka. Lu udah keterlaluan, sumpah. Kalau gak gara-gara warisan, gak pantes lu jadi Direktur.”“Ih, No, kok, lu ngomong gitu sama gue?” Aku mencebik.Berno menahan tubuhku saat aku hendak masuk ruangan direktur PT. Munjaya Agrikultura. Kutepis tangannya dan tetap masuk. Ia pun menggeleng sambil berdecak.“Assalamu’alaikum.” Meski jarang sekali aku mengucap salam, kulakukan saja demi kesopanan dan itu cukup baik untuk pencitraan diriku.“Wa’alaikumsalam. Masuk.”Aku membuka pintu itu. Berno mengiringi di belakangku. Aroma wangi menyeruak dari ruangan yang bernuansa lembut dengan tampilan dan perabot minimalis. Sebuah globe duduk manis di atas meja direktur, diputar-putar oleh jari pria itu.“Bu Bilqis?” tanya lelaki dengan kulit cokelat itu, Malfin. Direktur utama perusahaan itu adalah Malfin, sementara Jei adalah wakilnya.“Bukannya meeting kita masih setengah jam lagi?” terusnya sambil mengangkat tangan dan melirik arloji.“Emm,

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 9

    INFO GIVE AWAY lagi! Cek di bawah yaa.“Kalau kamu mencintai seseorang, Bilqis,” ujar Bude malam harinya setelah aku kembali bercerita soal Jei, “cintai lah dia sepenuh hati. Tapi jangan cintai sepenuh jiwa.”“Kenapa, Bude?” Keningku mendadak mengernyit.Bude diam sejenak.“Biar kalau putus kamu cukup sakit hati, dan gak perlu sakit jiwa.” Bude terkekeh pelan.Aku pun terkekeh dan menyeruput teh botol Sastro dingin. Karena apa pun makanannya minumnya teh botol Sastro.Suasana malam Kota Jambi agak dingin karena senja tadi sempat gerimis. Suara jangkrik di pohon manggis sebelah rumah terdengar berdemo agar hujan lagi. Namun, panglima semut di sudut teras itu lantang melawan. Sementara burung hantu di atap mengejar tikus, bertukar tugas dengan malaikat maut mencabut nyawa binatang itu.“Jadi kamu mau usir keluarga Azmi dari rumahmu?” tanya Bude.“Kalau bisa, Bude.”Rumah yang ditinggali Azmi dan keluarga itu adalah rumahku. Sebelumnya, itu adalah rumah Papa yang memang tak pernah ditung

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 8

    Info: GIVE AWAY 1500 koin menanti bagi yang komen dari bab 8-12. Koin udah sedia tinggal transfer. Baca kuis paling bawah cerita dan jawab di komentar ya Mbak Cantik. Ponsel berdering saat berada dalam ruangan poli gigi. Azmi menelepon. Angkat gak? Jujur aku sangat kesal padanya dan tak mau bicara apa-apa. Baiklah, kuabaikan saja.“Apa perlu dicabut, Dok?” tanyaku sambil melirik mata Berno dan mengangkat dua alis, menggodanya.“Emm.” Dokter Putri kembali memperhatikan mulut sobatku itu, yang ketika dibuka tercium lah aroma dari berbagai jenis makanan bau.Begitu menderita jadi Dokter Gigi, seharian kerjanya hanya menciumi mulut-mulut bau. Lebih menderita lagi Dokter Putri karena pasiennya kali ini adalah Berno.“Di mana tang-nya, Dok? Aku ambilkan.” Aku sengaja menakuti Berno. Ia pun membulatkan matanya.“Ja-jangan, Dok. Biar saya sakit gigi aja terus, biar tiap hari bisa berobat ke sini sama Dokter.”“Ya. Memang gak perlu dicabut, kok. Cukup saya beri obat dan suntik, ya?”“Su-sunti

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 7

    Siapa, ya, namanya? Lee, bukan. Tori, bukan. Siti, apa lagi. Betti, itu tukang jahit di sebelah rumah Bude yang mulutnya lebih pedas dari rica-rica tapi hatinya baik. Roti, ah bukan, itu makanan ringan untuk sarapan pagi yang harganya bisa sangat mahal di bandara atau di kapal ferry. Terus siapa? Aduuh, kepalaku sibuk mencari data namanya hingga tak sadar motorku sudah berdiri ia angkat.“Udah.” Si Tampan menepuk tangannya, membersihkan dari debu.“Cepetlah, Jei!” ucap lelaki yang berada di depan gedung. Tampak satpam itu mengangguk hormat di depan lelaki itu. Ah, iya, baru aku ingat namanya Jei.“Duluanlah, Malfin.” Jei melambaikan tangan pada temannya. Jei kemudian menatapku heran yang terpaku dan terdiam. Ya, diam-diam mencuri pandang padanya.“Mau ke mana, Bil?”“Ke hatimu. Eh, ke gedung itu.” Aku menunjuk ke arah gedung.“Mau barengan?”Napasku tersendat seketika. “Mau, mau.” Aku mengangguk dua kali.“Ayo.” Jei memiringkan kepala, mengajak berjalan bersama sambil melangkah di dep

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status