Share

BAB 7

Author: Ara Hakim
last update Last Updated: 2025-03-03 07:59:21

Siapa, ya, namanya? Lee, bukan. Tori, bukan. Siti, apa lagi. Betti, itu tukang jahit di sebelah rumah Bude yang mulutnya lebih pedas dari rica-rica tapi hatinya baik. Roti, ah bukan, itu makanan ringan untuk sarapan pagi yang harganya bisa sangat mahal di bandara atau di kapal ferry. Terus siapa? Aduuh, kepalaku sibuk mencari data namanya hingga tak sadar motorku sudah berdiri ia angkat.

“Udah.” Si Tampan menepuk tangannya, membersihkan dari debu.

“Cepetlah, Jei!” ucap lelaki yang berada di depan gedung. Tampak satpam itu mengangguk hormat di depan lelaki itu. Ah, iya, baru aku ingat namanya Jei.

“Duluanlah, Malfin.” Jei melambaikan tangan pada temannya. Jei kemudian menatapku heran yang terpaku dan terdiam. Ya, diam-diam mencuri pandang padanya.

“Mau ke mana, Bil?”

“Ke hatimu. Eh, ke gedung itu.” Aku menunjuk ke arah gedung.

“Mau barengan?”

Napasku tersendat seketika. “Mau, mau.” Aku mengangguk dua kali.

“Ayo.” Jei memiringkan kepala, mengajak berjalan bersama sambil melangkah di depanku.

Brak!! Aku tersungkur karena kakiku menabrak helm yang tergeletak di sebelah motor. Apes! Mana pas di depan si Syah Rukh Khan lagi. Tak apalah, mungkin saja dengan begini ia akan berjongkok sambil memasang senyum termanis lalu mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.

“Ayo, berdiri.”

Tuh, kan.

Saat dengan semringah aku ingin menyambut uluran tangan itu, baru aku sadar rupanya yang mengulurkan tangan adalah si satpam, bukan Jei. Langsung kutepis dengan kasar dan aku berlari mengejar Jei setelah sekali lagi memeriksa wajahku di kaca spion sambil memainkan bibir.

"Ee, Jei, kamu duluan aja." Suaraku bergetar membuat Jei menoleh.

"Oke."

Bukan apa-apa. Jantungku tak mau diam kalau berjalan bersamanya. Belum siap.

 

***

“Napa telat lu, Bil!” Berno sudah menunjuk pada arloji di pergelangan tangan. Suaranya mirip seperti orang sedang berkumur. Tangan satunya memegang pipi yang tampaknya agak bengkak. “Ditanya malah senyum-senyum aja, sih, lu!”

“Diam lu. Gue lagi apes tauk!”

“Makanya jangan begadang lu. Udah Salat Subuh molor mulu kayak kucing hamil 9 bulan 32 hari.”

“Ah udah ah, mana slide presentasi gue? Terus, tuh, kenapa muka bengkak sebelah?”

“Ini.” Berno menyodorkan sebundel kertas. “Gue sakit gigi. Habis ini lu anterin gue ke dokter, ya.”

“Iya. Gue presentasi dulu, daah.” Aku menepuk pundak Berno.

“Auu. Gigi gue sakit jangan pukul-pukul napa.”

Aku hanya terkekeh sambil melambai meninggalkannya dan memasuki ruang presentasi. Apa hubungannya coba, wong aku memukul bahu, kan, yang sakit giginya.

“Selamat datang, Bu. Direktur dan wakil direktur kami sudah menunggu di dalam.” Wanita bermata biru itu menyilakan dengan ramah. Aku mengucap basmalah dan masuk dengan ceria, menyunggingkan senyum terbaik.

“Bilqis?”

“J-Jei? Malfin?” kagetku. Dua orang itu adalah lelaki yang kutemui sebelumnya. Melihat Jei yang rupawan ternyata salah satu Direktur perusahaan besar membuat baut di lututku seperti mendadak lepas. Bicaraku pun terasa gagap.

“Kamu yang presentasi?”

Aduhai. Suara itu. Jangan, jangan pingsan please, Bilqis! Kamu pasti bisa. Aku berusaha menguasai keadaan, terutama rasa gugup dalam diriku sendiri. Dan berhasil, aku akhirnya bisa mempresentasikan program pembibitan PT kami. Selesai, lega.

“Jelek, yang lain aja!” ujar Malfin ketus sambil menghempas sebundel proposalku di atas meja.

“Aku suka, menurutku yang ini saja. Kita gak perlu buang-buang waktu dengarkan presentasi lain,” debat Jei.

Senyumku terkembang. Mereka berdebat kecil. Namun, Jei semakin ngotot hingga Malfin pun tak dapat menjawab lagi.

“Selamat, Bilqis.” Jei mengulurkan tangannya.

What? Bersamalan dengan Jei? Mimpi apa aku semalam. Oh, tidak, aku tidur nyenyak jadi tak mimpi apa-apa.

Saat aku ingin menyambut uluran tangan Jei itu, tiba-tiba teriakan Berno di luar membuatku kaget dan menoleh ke belakang.

“Bilqiis, aku udah gak tahan. Ayo ke Dokter Gigiii!”

Aku mendengkus kesal. Saat aku kembali menoleh ke Jei, tangannya sudah tersimpan rapi di saku celana. Kesempatan emas itu lenyap seketika. Kukepal erat tanganku. Bernooo!!!

“Bernooo!” ujarku geram.

“Eh, iya, Bil.”

“Kenapa lu teriak-teriak pas gue lagi presentasi? Ganggu fokus aja tau gak!”

“Maaf, gue gak tahan. Ayo ke Dokter Gigi biar dibius. Ini pertama gue sakit gigi jadi baru tahu sakit banget, Bil.”

“Pakai mobil, ‘kan? Motor Bude biar gue titip sini dulu.”

“Okeh.” Berno mengangguk cepat, masih memegangi pipinya yang membengkak.

Di mobil, Berno resah. Mungkin ia takut karena ini pertama kalinya ia ke Dokter Gigi. Seperti yang dideskripsikan oleh orang-orang tua semasa kami kecil, Dokter Gigi itu sangat menyeramkan.

“Mungkin gak gigi gue dicabut, Bil?”

“Pake tang.” Aku refleks menjawab, membuat sohibku itu lebih pucat lagi.

“Be-beneran, Bil?”

“Pokoknya rasanya itu sakit banget kayak jempol kelindes mobil truk. Itu yang bekas cabutan bisa bengkak, berdarah, bernanah, tiap malam demam gak bisa tidur. Belum lagi gak bisa makan sebulan, kurus kering lu kayak tiang bendera.”

“Aduuh, jangan nakut-nakutin, Bil.”

“Pokoknya sakit gigi itu, sakit banget.” Aku tertawa, menertawakan Berno.

“Tapi kata pepatah mending sakit gigi dari pada sakit hati, Bil.”

Seketika tawaku diam, mulutku seperti tersumpal.

Sesampainya kami ke poli gigi di rumah sakit. Berno sudah ketakutan. Berkali-kali ia meminta pulang, aku terus menyeretnya ke meja pendaftaran. Mendaftarkan namanya dan menunggu antrian dipanggil. Setengah jam kemudian, namanya pun disebut dan diminta memasuki ruang poli. Aku ikut masuk menemaninya.

Dalam ruangan, Dokter Gigi itu rupanya cantik muda dan teduh perawakannya. Berjilbab rapi panjang sambil memamerkan lesung pipit di pipinya yang agak tembem.

“Ini pasti yang sakit.” Ia menunjuk Berno.

“Dokter tahu aja.” Aku menjawab.

“Jelas, dia yang kelihatan ketakutan.”

Aku terkekeh.

Sementara Berno malah tersenyum-senyum sendiri. Padahal tadi memintanya masuk ke ruangan itu sulitnya minta ampun, seperti menyeret kambing untuk mandi di kali.

“Sini saya periksa.”

Berno langsung lompat ke kursi yang disediakan dan membuka mulutnya lebar-lebar. Dokter muda itu memakai sarung tangan dan memasang masker medis, lalu dengan spatula kecil mulai mengaduk-ngaduk mulut Berno.

“Kamu malas gosok gigi.” Dokter bergumam.

“Dia gosok gigi sebulan sekali, Dok.” Aku tertawa pelan.

Berno mengepalkan tangan, mengacungkan tinju.

“Mulut kamu juga nih. Aduuh.” Dokter menepis angin di depan wajahnya.

“Mulutnya juga ember, Dok. Gak bisa jaga rahasia,” lanjutku.

Kembali acungan tinju Berno arahkan padaku. Namun, lihatlah Berno itu, tadi bukan main susahnya mengajak ia masuk ke dalam rumah sakit. Kini ia menurut saja seperti kerbau dicokol hidungnya. Ah, tentu saja karena Dokter itu. Bening meneduhkan.

Dokter muda itu hanya menggeleng sambil tersenyum tipis.

“Nama Dokter siapa?” Aku bertanya basa-basi. Aku tahu pasti Berno sangat ingin tahu namanya.

“Putri. Panggil saja Putri.”

“Oh, Bu Dokter Putri.”

“Akan lebih enak didengar jika tanpa kata ‘Bu’, cukup panggil Putri saja. Lagian kita seumuran. Jadi, panggil nama aja.” Putri meletakkan spatula logam ke sebuah wadah di atas meja kerjanya dan meladeni berbincang.

“Dokter sudah menikah?” Aku tahu, Berno juga sangat ingan menanyakan itu.

Putri hanya tersenyum. Menggeleng pelan. Aku mengedip sebelah mata pada Berno.

“Aargh,” gumam Berno yang merasa ditinggal dengan mulut terbuka terlalu lama. Putri segera kembali menghampiri mulut Berno yang memang ember itu.

Ponselku berdering. Layar menunjukkan sebuah nama yang tak ingin kutemui. Azmi. Senyumku seketika hilang diganti tatapan tajam.

***

Bersambung …

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 8

    Info: GIVE AWAY 1500 koin menanti bagi yang komen dari bab 8-12. Koin udah sedia tinggal transfer. Baca kuis paling bawah cerita dan jawab di komentar ya Mbak Cantik. Ponsel berdering saat berada dalam ruangan poli gigi. Azmi menelepon. Angkat gak? Jujur aku sangat kesal padanya dan tak mau bicara apa-apa. Baiklah, kuabaikan saja.“Apa perlu dicabut, Dok?” tanyaku sambil melirik mata Berno dan mengangkat dua alis, menggodanya.“Emm.” Dokter Putri kembali memperhatikan mulut sobatku itu, yang ketika dibuka tercium lah aroma dari berbagai jenis makanan bau.Begitu menderita jadi Dokter Gigi, seharian kerjanya hanya menciumi mulut-mulut bau. Lebih menderita lagi Dokter Putri karena pasiennya kali ini adalah Berno.“Di mana tang-nya, Dok? Aku ambilkan.” Aku sengaja menakuti Berno. Ia pun membulatkan matanya.“Ja-jangan, Dok. Biar saya sakit gigi aja terus, biar tiap hari bisa berobat ke sini sama Dokter.”“Ya. Memang gak perlu dicabut, kok. Cukup saya beri obat dan suntik, ya?”“Su-sunti

    Last Updated : 2025-03-04
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 9

    INFO GIVE AWAY lagi! Cek di bawah yaa.“Kalau kamu mencintai seseorang, Bilqis,” ujar Bude malam harinya setelah aku kembali bercerita soal Jei, “cintai lah dia sepenuh hati. Tapi jangan cintai sepenuh jiwa.”“Kenapa, Bude?” Keningku mendadak mengernyit.Bude diam sejenak.“Biar kalau putus kamu cukup sakit hati, dan gak perlu sakit jiwa.” Bude terkekeh pelan.Aku pun terkekeh dan menyeruput teh botol Sastro dingin. Karena apa pun makanannya minumnya teh botol Sastro.Suasana malam Kota Jambi agak dingin karena senja tadi sempat gerimis. Suara jangkrik di pohon manggis sebelah rumah terdengar berdemo agar hujan lagi. Namun, panglima semut di sudut teras itu lantang melawan. Sementara burung hantu di atap mengejar tikus, bertukar tugas dengan malaikat maut mencabut nyawa binatang itu.“Jadi kamu mau usir keluarga Azmi dari rumahmu?” tanya Bude.“Kalau bisa, Bude.”Rumah yang ditinggali Azmi dan keluarga itu adalah rumahku. Sebelumnya, itu adalah rumah Papa yang memang tak pernah ditung

    Last Updated : 2025-03-04
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 10

    “Please, deh, Bilqis. Jangan bersikap blo’on di depan mereka. Lu udah keterlaluan, sumpah. Kalau gak gara-gara warisan, gak pantes lu jadi Direktur.”“Ih, No, kok, lu ngomong gitu sama gue?” Aku mencebik.Berno menahan tubuhku saat aku hendak masuk ruangan direktur PT. Munjaya Agrikultura. Kutepis tangannya dan tetap masuk. Ia pun menggeleng sambil berdecak.“Assalamu’alaikum.” Meski jarang sekali aku mengucap salam, kulakukan saja demi kesopanan dan itu cukup baik untuk pencitraan diriku.“Wa’alaikumsalam. Masuk.”Aku membuka pintu itu. Berno mengiringi di belakangku. Aroma wangi menyeruak dari ruangan yang bernuansa lembut dengan tampilan dan perabot minimalis. Sebuah globe duduk manis di atas meja direktur, diputar-putar oleh jari pria itu.“Bu Bilqis?” tanya lelaki dengan kulit cokelat itu, Malfin. Direktur utama perusahaan itu adalah Malfin, sementara Jei adalah wakilnya.“Bukannya meeting kita masih setengah jam lagi?” terusnya sambil mengangkat tangan dan melirik arloji.“Emm,

    Last Updated : 2025-03-05
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 11

    “Wah, ini, kan, baju-baju mahal!” Mata Ibu dan Mita berbinar ketika memasuki butik branded di sebuah mal. Tingkahnya sudah macam seekor kucing jantan yang jomblo akut melihat kucing betina sedang tidur.“Ibu dan Mita boleh pilih-pilih aja dulu. Aku hanya mau beli scarf sama jilbab untuk budeku aja. Beli yang banyak, ya, nanti kalau udah pilih-pilihnya langsung Whatsapp atau telpon aku aja. Aku juga mau lihat-lihat.” Aku menyilakan mereka yang sudah sedari tadi sibuk memilah-milah.“Sering-sering gini, Kak.” Mita begitu antusias.Aku kemudian membiarkan mereka menikmati angan-angan semu untuk memiliki pakaian branded itu. Sementara itu, aku mencoba beberapa scarf dan tak lupa kuambilkan untuk Bude, sekaligus jilbab untuknya juga. Tak lupa aku beranjak ke pakaian muslimah di kiri pojok butik itu, kuambil satu set gambis beserta pashmina lengkap dengan cadarnya. Kubayar ke kasir dengan beberapa lembar uang.“Nggak nanya sekalian pulsa, Mbak?” tanyaku.Seketika kasir itu terkekeh. “Ini bu

    Last Updated : 2025-03-06
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 12

    Tinggal 300 koin. Giliran kamu yang dapat koinnya ya. Komen di bawah!“Lita, cepet, deh, kamu ke mal. Kamu gak mau ikut pergokin suamiku sama selingkuhan barunya? Kamu gak ikut mau tampar wajah pelakor itu? Ayo cepet jangan nunggu lebaran monyet! Keburu kucing bertanduk ntar!” Aku membuat Lita cemas bukan buatan.Lita yang sedang dalam rangkulan Azmi tiba-tiba celingukan mencari keberadaanku. Ia gagap sambil berusaha melepas lengan Azmi dari bahunya. Ia pun melangkah menjauh menjaga jarak. Napasnya megap-megap pastinya. Seperti orang bengek yang baru kumat dan lupa bawa inhaler.“Eh, di mal?” Lita masih menjawabku di telepon.“Iya, Lit. Tadi aku sama Ibu mertua belanja ke mal, terus lihat Azmi di eskalator. Ini mereka turun. Aku udah siap kamera, nih, untuk viralin dia.” Ingin rasanya cekikikan, tetapi aku takut ketahuan.Lita langsung berbalik dan seketika kembali naik dengan tergopoh-gopoh. Tampak Azmi berusaha memanggil dan mengejar Lita yang melawan arah gerakan tangga. Satu-dua o

    Last Updated : 2025-03-07
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 13

    “Masih nyangkut, Lit?” Aku kembali dari minimarket dan apotek di depan rumah sakit.“Ekk, masih, ekk.”“Aku ada ide. Kali ini aku yakin berhasil, Lit. Pertama, kamu minum susu yoghurt ini dan biarkan biji itu tertelan. Jangan ditahan sama-sekali.” Aku meletakkan sekotak susu bergambar sapi goyang ngebor tulalit. Mungkin filosofinya adalah dengan meminum itu semua urusan jadi lancar, termasuk sesuatu yang nyangkut di tenggorokan.“Ekk, terus kalau gak bisa keluar, gimana?” Lita menunjukkan wajah cemasnya, takut kalau rencanaku tak berhasil.“Tenang.” Aku menepuk bahu Lita pelan sambil mengangguk sangat meyakinkan. “Aku sudah beli ini di apotik.” Tanganku mengangkat sebuah botol kecil berisi cairan yang tak lain adalah obat pencuci perut.“Dengan ini, semua isi perut bisa dikeluarkan. Bahkan sekaligus usus-ususnya. Eh, maksudku kotoran yang ada di usus.”“Ekk, baik.”“Telan aja biji kelengkengnya. Minumlah.” Kusodorkan yoghurt ke Lita. Ia meraih dengan cepat dan meminumnya hingga tetes

    Last Updated : 2025-03-08
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 14

    Tiga sekeluarga itu–Azmi, Mita dan Ibu mereka–membuatku murka bukan kepalang. Mereka tak ubahnya parasit yang hinggap di inang lalu menggerogoti inangnya. Aku adalah inang itu. Dan kini berani-beraninya mereka memojokkanku seolah-olah aku salah.Padahal, jelas-jelas ini semua akal licik Azmi. Suami tak beradab dan tak tahu diri, kalau pun itu pantas disebut suami karena beberapa hari lalu ia terucap kata cerai.“Aku masih suamimu, Bil.”“Jangan mimpi, Azmi!” Setelah terucap kata cerai itu tak sudi lagi aku memanggilnya dengan sebutan ‘Mas’.Ibu dan Mita ikut memberondongku dengan peluru yang mereka lontarkan lewat mulut-mulut embernya. Mereka kita aku gentar? Atau takut? Sertifikat rumah sudah dibalik atas namaku. Rumah ini sudah milikku.“Kalau kalian gak mau keluar, aku yang akan mengusir kalian secara paksa!” Aku muntab.Azmi, Mita dan Ibu mereka–Saniah namanya–harus mengulum bibir rapat-rapat. Diam seribu bahasa. Tak memiliki senjata lagi untuk ditembakkan.“Bil?” Suara Azmi berge

    Last Updated : 2025-03-09
  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 15

    “Ini adalah lokasi penampungan bibit. Sebelah sana perkecambahan.” Aku menunjuk sebuah greenhouse di sudut tanah lapang yang kami sewa itu.Jei dan Malfin mengangguk mendengar penjelasanku.“Wah, jarang sekali Direktur baru tapi paham tentang seluk-beluk bisnisnya.” Jei memuji, tangannya tetap berada di dalam saku celana. Sesekali ia membetulkan posisi topi pelindung panas di kepalanya.Hari ini kami memantau proyek pembibitan sawit untuk penanaman massal belasan ribu hektar dari PT. Munjaya Agrikultura. Malfin terlihat berjongkok nun di sana bersama para buruh, memastikan bibit yang mereka tanam sambil sesekali bergurau, mengakrabkan diri.Jei kembali bertanya, “Apa bunga-bunga di sana itu sengaja untuk memperindah tanah lapang ini?”Nun jauh di pinggir sana pula, sekelompok bunga daisy merah berjejer cantik. Aku menggeleng tanda tak mengerti apakah itu ditanam sengaja atau dengan sendirinya tumbuh.“Memangnya kenapa?” tanyaku heran, menyeka rambut tersenyum malu-malu kucing, padahal

    Last Updated : 2025-03-10

Latest chapter

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 15

    “Ini adalah lokasi penampungan bibit. Sebelah sana perkecambahan.” Aku menunjuk sebuah greenhouse di sudut tanah lapang yang kami sewa itu.Jei dan Malfin mengangguk mendengar penjelasanku.“Wah, jarang sekali Direktur baru tapi paham tentang seluk-beluk bisnisnya.” Jei memuji, tangannya tetap berada di dalam saku celana. Sesekali ia membetulkan posisi topi pelindung panas di kepalanya.Hari ini kami memantau proyek pembibitan sawit untuk penanaman massal belasan ribu hektar dari PT. Munjaya Agrikultura. Malfin terlihat berjongkok nun di sana bersama para buruh, memastikan bibit yang mereka tanam sambil sesekali bergurau, mengakrabkan diri.Jei kembali bertanya, “Apa bunga-bunga di sana itu sengaja untuk memperindah tanah lapang ini?”Nun jauh di pinggir sana pula, sekelompok bunga daisy merah berjejer cantik. Aku menggeleng tanda tak mengerti apakah itu ditanam sengaja atau dengan sendirinya tumbuh.“Memangnya kenapa?” tanyaku heran, menyeka rambut tersenyum malu-malu kucing, padahal

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 14

    Tiga sekeluarga itu–Azmi, Mita dan Ibu mereka–membuatku murka bukan kepalang. Mereka tak ubahnya parasit yang hinggap di inang lalu menggerogoti inangnya. Aku adalah inang itu. Dan kini berani-beraninya mereka memojokkanku seolah-olah aku salah.Padahal, jelas-jelas ini semua akal licik Azmi. Suami tak beradab dan tak tahu diri, kalau pun itu pantas disebut suami karena beberapa hari lalu ia terucap kata cerai.“Aku masih suamimu, Bil.”“Jangan mimpi, Azmi!” Setelah terucap kata cerai itu tak sudi lagi aku memanggilnya dengan sebutan ‘Mas’.Ibu dan Mita ikut memberondongku dengan peluru yang mereka lontarkan lewat mulut-mulut embernya. Mereka kita aku gentar? Atau takut? Sertifikat rumah sudah dibalik atas namaku. Rumah ini sudah milikku.“Kalau kalian gak mau keluar, aku yang akan mengusir kalian secara paksa!” Aku muntab.Azmi, Mita dan Ibu mereka–Saniah namanya–harus mengulum bibir rapat-rapat. Diam seribu bahasa. Tak memiliki senjata lagi untuk ditembakkan.“Bil?” Suara Azmi berge

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 13

    “Masih nyangkut, Lit?” Aku kembali dari minimarket dan apotek di depan rumah sakit.“Ekk, masih, ekk.”“Aku ada ide. Kali ini aku yakin berhasil, Lit. Pertama, kamu minum susu yoghurt ini dan biarkan biji itu tertelan. Jangan ditahan sama-sekali.” Aku meletakkan sekotak susu bergambar sapi goyang ngebor tulalit. Mungkin filosofinya adalah dengan meminum itu semua urusan jadi lancar, termasuk sesuatu yang nyangkut di tenggorokan.“Ekk, terus kalau gak bisa keluar, gimana?” Lita menunjukkan wajah cemasnya, takut kalau rencanaku tak berhasil.“Tenang.” Aku menepuk bahu Lita pelan sambil mengangguk sangat meyakinkan. “Aku sudah beli ini di apotik.” Tanganku mengangkat sebuah botol kecil berisi cairan yang tak lain adalah obat pencuci perut.“Dengan ini, semua isi perut bisa dikeluarkan. Bahkan sekaligus usus-ususnya. Eh, maksudku kotoran yang ada di usus.”“Ekk, baik.”“Telan aja biji kelengkengnya. Minumlah.” Kusodorkan yoghurt ke Lita. Ia meraih dengan cepat dan meminumnya hingga tetes

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 12

    Tinggal 300 koin. Giliran kamu yang dapat koinnya ya. Komen di bawah!“Lita, cepet, deh, kamu ke mal. Kamu gak mau ikut pergokin suamiku sama selingkuhan barunya? Kamu gak ikut mau tampar wajah pelakor itu? Ayo cepet jangan nunggu lebaran monyet! Keburu kucing bertanduk ntar!” Aku membuat Lita cemas bukan buatan.Lita yang sedang dalam rangkulan Azmi tiba-tiba celingukan mencari keberadaanku. Ia gagap sambil berusaha melepas lengan Azmi dari bahunya. Ia pun melangkah menjauh menjaga jarak. Napasnya megap-megap pastinya. Seperti orang bengek yang baru kumat dan lupa bawa inhaler.“Eh, di mal?” Lita masih menjawabku di telepon.“Iya, Lit. Tadi aku sama Ibu mertua belanja ke mal, terus lihat Azmi di eskalator. Ini mereka turun. Aku udah siap kamera, nih, untuk viralin dia.” Ingin rasanya cekikikan, tetapi aku takut ketahuan.Lita langsung berbalik dan seketika kembali naik dengan tergopoh-gopoh. Tampak Azmi berusaha memanggil dan mengejar Lita yang melawan arah gerakan tangga. Satu-dua o

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 11

    “Wah, ini, kan, baju-baju mahal!” Mata Ibu dan Mita berbinar ketika memasuki butik branded di sebuah mal. Tingkahnya sudah macam seekor kucing jantan yang jomblo akut melihat kucing betina sedang tidur.“Ibu dan Mita boleh pilih-pilih aja dulu. Aku hanya mau beli scarf sama jilbab untuk budeku aja. Beli yang banyak, ya, nanti kalau udah pilih-pilihnya langsung Whatsapp atau telpon aku aja. Aku juga mau lihat-lihat.” Aku menyilakan mereka yang sudah sedari tadi sibuk memilah-milah.“Sering-sering gini, Kak.” Mita begitu antusias.Aku kemudian membiarkan mereka menikmati angan-angan semu untuk memiliki pakaian branded itu. Sementara itu, aku mencoba beberapa scarf dan tak lupa kuambilkan untuk Bude, sekaligus jilbab untuknya juga. Tak lupa aku beranjak ke pakaian muslimah di kiri pojok butik itu, kuambil satu set gambis beserta pashmina lengkap dengan cadarnya. Kubayar ke kasir dengan beberapa lembar uang.“Nggak nanya sekalian pulsa, Mbak?” tanyaku.Seketika kasir itu terkekeh. “Ini bu

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 10

    “Please, deh, Bilqis. Jangan bersikap blo’on di depan mereka. Lu udah keterlaluan, sumpah. Kalau gak gara-gara warisan, gak pantes lu jadi Direktur.”“Ih, No, kok, lu ngomong gitu sama gue?” Aku mencebik.Berno menahan tubuhku saat aku hendak masuk ruangan direktur PT. Munjaya Agrikultura. Kutepis tangannya dan tetap masuk. Ia pun menggeleng sambil berdecak.“Assalamu’alaikum.” Meski jarang sekali aku mengucap salam, kulakukan saja demi kesopanan dan itu cukup baik untuk pencitraan diriku.“Wa’alaikumsalam. Masuk.”Aku membuka pintu itu. Berno mengiringi di belakangku. Aroma wangi menyeruak dari ruangan yang bernuansa lembut dengan tampilan dan perabot minimalis. Sebuah globe duduk manis di atas meja direktur, diputar-putar oleh jari pria itu.“Bu Bilqis?” tanya lelaki dengan kulit cokelat itu, Malfin. Direktur utama perusahaan itu adalah Malfin, sementara Jei adalah wakilnya.“Bukannya meeting kita masih setengah jam lagi?” terusnya sambil mengangkat tangan dan melirik arloji.“Emm,

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 9

    INFO GIVE AWAY lagi! Cek di bawah yaa.“Kalau kamu mencintai seseorang, Bilqis,” ujar Bude malam harinya setelah aku kembali bercerita soal Jei, “cintai lah dia sepenuh hati. Tapi jangan cintai sepenuh jiwa.”“Kenapa, Bude?” Keningku mendadak mengernyit.Bude diam sejenak.“Biar kalau putus kamu cukup sakit hati, dan gak perlu sakit jiwa.” Bude terkekeh pelan.Aku pun terkekeh dan menyeruput teh botol Sastro dingin. Karena apa pun makanannya minumnya teh botol Sastro.Suasana malam Kota Jambi agak dingin karena senja tadi sempat gerimis. Suara jangkrik di pohon manggis sebelah rumah terdengar berdemo agar hujan lagi. Namun, panglima semut di sudut teras itu lantang melawan. Sementara burung hantu di atap mengejar tikus, bertukar tugas dengan malaikat maut mencabut nyawa binatang itu.“Jadi kamu mau usir keluarga Azmi dari rumahmu?” tanya Bude.“Kalau bisa, Bude.”Rumah yang ditinggali Azmi dan keluarga itu adalah rumahku. Sebelumnya, itu adalah rumah Papa yang memang tak pernah ditung

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 8

    Info: GIVE AWAY 1500 koin menanti bagi yang komen dari bab 8-12. Koin udah sedia tinggal transfer. Baca kuis paling bawah cerita dan jawab di komentar ya Mbak Cantik. Ponsel berdering saat berada dalam ruangan poli gigi. Azmi menelepon. Angkat gak? Jujur aku sangat kesal padanya dan tak mau bicara apa-apa. Baiklah, kuabaikan saja.“Apa perlu dicabut, Dok?” tanyaku sambil melirik mata Berno dan mengangkat dua alis, menggodanya.“Emm.” Dokter Putri kembali memperhatikan mulut sobatku itu, yang ketika dibuka tercium lah aroma dari berbagai jenis makanan bau.Begitu menderita jadi Dokter Gigi, seharian kerjanya hanya menciumi mulut-mulut bau. Lebih menderita lagi Dokter Putri karena pasiennya kali ini adalah Berno.“Di mana tang-nya, Dok? Aku ambilkan.” Aku sengaja menakuti Berno. Ia pun membulatkan matanya.“Ja-jangan, Dok. Biar saya sakit gigi aja terus, biar tiap hari bisa berobat ke sini sama Dokter.”“Ya. Memang gak perlu dicabut, kok. Cukup saya beri obat dan suntik, ya?”“Su-sunti

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 7

    Siapa, ya, namanya? Lee, bukan. Tori, bukan. Siti, apa lagi. Betti, itu tukang jahit di sebelah rumah Bude yang mulutnya lebih pedas dari rica-rica tapi hatinya baik. Roti, ah bukan, itu makanan ringan untuk sarapan pagi yang harganya bisa sangat mahal di bandara atau di kapal ferry. Terus siapa? Aduuh, kepalaku sibuk mencari data namanya hingga tak sadar motorku sudah berdiri ia angkat.“Udah.” Si Tampan menepuk tangannya, membersihkan dari debu.“Cepetlah, Jei!” ucap lelaki yang berada di depan gedung. Tampak satpam itu mengangguk hormat di depan lelaki itu. Ah, iya, baru aku ingat namanya Jei.“Duluanlah, Malfin.” Jei melambaikan tangan pada temannya. Jei kemudian menatapku heran yang terpaku dan terdiam. Ya, diam-diam mencuri pandang padanya.“Mau ke mana, Bil?”“Ke hatimu. Eh, ke gedung itu.” Aku menunjuk ke arah gedung.“Mau barengan?”Napasku tersendat seketika. “Mau, mau.” Aku mengangguk dua kali.“Ayo.” Jei memiringkan kepala, mengajak berjalan bersama sambil melangkah di dep

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status