Aku tidak salah dengar, kan?Ah, mungkin saja Yoga ini sudah menganggap Ryo sebagai anaknya sendiri. Jadi, dia merasa rindu dan ingin bertemu. Sementara Mbak Dyan tidak mengizinkannya. Lagipula Yoga juga bukan Ayah kandung Ryo.Tapi tunggu, Mbak Dyan meninggalkan Yoga karena di PHK? Bukannya karena kasus KDRT? Jadi, mana yang benar?"Maaf, Mas Yoga. Saya tidak salah dengar, kan? Kalian berpisah karena Mas Yoga di PHK? Tapi yang saya tau, Mbak Dyan menerima KDRT. Jadi, mana yang harus saya percaya?""Sudah saya duga, Dyan pasti beralasan seperti itu. Saya kalau marah memang suka dengan nada tinggi, tapi saya bukan orang yang ringan tangan. Jadi mungkin Dyan alasan begitu. Padahal ekonomi kami memang tengah goyah, saya pikir Dyan akan bersabar tapi dia malah menggugat cerai dan kembali pada mantan suaminya."Dengan sengaja, aku memang tidak mengungkapkan siapa diriku. Aku hanya ingin mendengarkan dulu apa yang dikatakan oleh Yoga tentang Mbak Dyan dan rumah tangga mereka."Mas Yoga tau
Setelah Yoga pulang, aku juga langsung kembali ke rumah. Niatku untuk mencari cemilan mengganjal perut rasanya sudah cukup membuatku kenyang hanya dengan mendengar cerita dari Yoga tentang Mbak Dyan.Salah? Jelas saja salah.Aku juga tidak pernah membenarkan apa yang aku lakukan dibelakang Mas Rendi, apalagi Mbak Dyan yang sampai mempunyai anak hingga anak itu diakui anak dari Mas Rendi padahal bukan.Meski sebenarnya aku jangan terlalu mudah untuk percaya dengan cerita Yoga, tetapi semuanya terlalu related dengan apa yang aku alami juga.Sekarang aku sudah memegang kartu AS yang bisa aku gunakan untuk menentukan pilihanku yang sudah jelas akan menguntungkan untukku. Hanya aku sendiri belum memikirkan benar-benar resiko yang pastinya ada disetiap pilihan yang akan aku pilih.Sebenarnya hati kecilku ini merasa kasihan pada Mas Rendi, dia dulu diselingkuhi oleh Mbak Dyan. Dia mempunyai anak yang ia tahu anak kandungnya padahal bukan. Dan sekarang aku juga bermain di belakangnya.Namun a
Untuk sejenak kami bertiga saling diam saat pertanyaan itu aku lontarkan. Pertanyaan yang sebenarnya bisa dengan mudah dibantah oleh Mbak Dyan, tetapi sekarang Mbak Dyan seolah membisu. Ia menatap lekat ke arahku. Seolah-olah dia sudah bisa menebak jika aku tahu akan sesuatu. Apalagi Mbak Dyan tahu jika tadi mantan suaminya menemuiku untuk bertanya keberadaannya."Tiana, omongan kamu kok ngelantur?" ucap Ibu dengan nada yang cukup tinggi seolah ia tengah pasang badan untuk Mbak Dyan. Ya, aku sendiri memang menyadari jika apa yang aku katakan akan terdengar tidak sopan dan hal itu pasti akan menyinggung perasaan Mbak Dyan. Namun pada kenyataannya Mbak Dyan malah terdiam. Padahal ia adalah orang yang gampang meledak emosinya sama seperti Ibu."Bu, udah. Aku nggak apa-apa, kok. Ibu masuk ke dalam aja duluan. Aku mau ngomong sebentar sama Tiana berdua."Ibu mengangguk, lalu ia masuk ke dalam rumah.Sekarang, hanya ada aku dan Mbak Dyan berdua di depan rumah. Suasana malam semakin dingin
"Ya, jawab aja. Itu bukan pertanyaan konyol, kok.""Mana ada seorang Ayah yang nggak sayang sama anaknya. Jelas Mas sayang sama Ryo.""Kalau misalkan Ryo ternyata bukan anak kandung Mas bagaimana?"Mas Rendi terdiam dan malah menatapku. "Kamu kenapa sih, Sayang? Sewaktu Mas tinggal ke luar kota, apa ada masalah di rumah? Kalau begitu kita bicarakan di rumah aja. Mas udah cape, Mas ingin rebahan.""Cuman nanya aja sih, Mas. Soalnya mantan suami Mbak Dyan yang namanya Yoga itu datang ke rumah nyari Mbak Dyan. Untungnya Mbak Dyan sama Ibu lagi nggak ada. Dan aku yang nemuin dia.""Apa?! Kok bisa dia tau Dyan tinggal di rumah Ibu? Ini bahaya buat Dyan sama Ryo. Mas takut dia berbuat kasar apalagi sama Ryo.""Aku mau tanya deh, Mas. Emang beneran Mbak Dyan sama mantan suaminya pisah itu karena kasus KDRT? Mas liat Mbak Dyan ada luka-luka ditubuhnya? Paling tidak saat pengajuan cerai, Mbak Dyan melakukan visum, kan?""Memang kamu gak percaya kalau Dyan nggak mengalami itu?""Bukan nggak per
"Apa aku harus cerita sekarang?""Ya, aku ingin mendengarnya sekarang, aku sudah lama tidak mendengar suaramu." Pak Anggara menyandarkan diri ke jok mobil dan membawa tubuhku masuk dalam pelukannya."Tidak banyak yang aku lakukan, hanya rutinitas biasa yang selalu aku lakukan saat aku belum kerja lagi. Hanya saja ada hal yang sebelumnya tidak aku lakukan, aku lakukan di libur panjangku.""Apa itu?""Aku pulang ke kampung halaman, untuk mengunjungi makam Ayah dan Ibu, aku merasa jadi anak yang durhaka karena tahun terakhir aku ke sana itu dua tahun yang lalu. Terus juga aku bisa berleha-leha dirumah walau cuma dua hari, tapi aku rasanya bebas sekali, tanpa memasak dua kali sehari, tanpa beres-beres rumah pula," ucapku menceritakan dengan perasaan senang. Seolah aku ingin membagikan kesenangan itu pada Pak Anggara juga."Kamu bahagia dengan itu?"Aku mengangguk. "Aku bahagia saat melakukan hal-hal sederhana. Terus bagaimana sama kamu? Apa aja yang kamu lakuin di US?""Mm, itu masih jad
Aku kaget bukan main saat Mbak Dyan bersuara. Dari kejauhan, aku sama sekali tidak menyadari jika Mbak Dyan tengah duduk di depan rumah. Seperti hantu saja rasanya."Mbak Dyan dari kapan di luar?" tanyaku yang langsung bersikap serius. Senyumku tadi langsung hilang dalam sekejap. Mbak Dyan benar-benar menghancurkan kesenanganku, kebahagiaanku bahkan rumah tanggaku."Kalau ditanya itu harusnya di jawab dulu, bukan balik nanya." "Habis cari makan. Kenapa?""Kan aku bilang aku sudah masak untuk kita semua. Kenapa kamu makan diluar, sih? Kenapa? Nggak mau makan masakan aku?"Aku mengerutkan keningku. Aku heran pada Mbak Dyan yang marah hanya karena hal itu saja. Rasanya seperti mustahil saja karena itu tidak mungkin. Bahkan tadinya aku merasa Mbak Dyan akan senang karena aku berlama-lama diluar, jadi membuat dia bisa berduaan dengan Mas Rendi tetapi nyatanya dia malah menungguku diluar? Sungguh diluar dugaan dan malah membuatku curiga ada sesuatu dibalik kebaikannya."Memang kenapa kalau
Terlihat sekali wajah panik Mbak Dyan yang tidak bisa ia sembunyikan. Namun aku suka sekali melihat ekspresi itu, aku senang jika Mbak Dyan merasa terintimidasi olehku yang sebenarnya sudah tahu hal yang ia sembunyikan. Hanya saja aku mengulur waktu untuk menyiksa perasaannya. Memang tidak cukup rasanya untuk membayar pengkhianatan yang mereka lakukan, tetapi jika aku harus hancur, mari kita hancur bersama-sama."Apa, Tiana?""Aku meminta bantuan Pak Anggara dalam kasus Mbak Dyan. Dia punya pengacara terbaik yang bisa membela Mbak Dyan. Mbak Dyan merasa terganggu dengan Yoga yang terus mendatangi Mbak Dyan, kan? Sekalian kasus kan saja dengan KDRT yang pernah dia lakukan. Mbak Dyan pasti punya bukti visum, kan?"Ah, karanganku bagus sekali, kan?Padahal waktu di dalam mobil aku melepaskan gairahku yang tertahan, perasaan sesak yang mendesak nafasku tak bisa lancar mensuplai oksigen. Segala kesedihan dan kekecewaan sudah aku lepaskan disaat yang bersamaan saat aku melepaskan seluruh p
"Ada main? Maksudnya aku selingkuh dengan bosku sendiri?" Aku langsung menatap Mas Rendi. "Mas lihatlah, istrimu dituduh berselingkuh dengan atasannya sendiri. Mas Rendi terima itu? Aku sama Pak Anggara sebatas profesional bekerja. Mas Rendi kenal aku orangnya bagaimana, kan? Lagian bukan sekali ini saja Pak Anggara mau membantuku. Aku dan Mas Rendi juga sudah mengenal dia sebelum aku bekerja jadi sekretarisnya. Iya kan, Mas? Kalau Mbak nggak tau apa-apa lebih baik diam!""Betul itu, Dyan. Tiana nggak mungkin kaya gitu. Aku kenal dia dan aku tau betul bagaimana sikapnya. Sekarang sudah larut malam. Lebih baik kita sudahi saja obrolan ini. Dan kamu Dyan, coba pikirkan lagi apa yang sudah disarankan oleh Tiana. Karena itu sama sekali tidak buruk. Apalagi demi keamanan anak kita. Itulah yang utama."Akhirnya, Mas Rendi sepenuhnya memihakku. Aku memang jangan terlalu diam ketika diinjak-injak, buktinya keberanianku ini membuat Mas Rendi percaya dan mau berpihak padaku.Esok harinya, Mbak
Semua orang tanpa terkecuali pasti memiliki sebuah luka. Luka yang tidak kasat mata, hanya sang pemilik luka lah yang bisa merasakannya.Sembuh atau tidaknya tidak bisa dipastikan secara nyata, sebab tergantung sang pemilik luka itulah akan berbicara berdasarkan fakta atau malah menyembunyikannya agar terlihat baik-baik saja.Meski pada akhirnya luka yang tidak terlihat itu bisa sembuh, tapi memorinya akan selalu tertanam dalam ingatan. Semakin mencoba untuk dilupakan, maka akan semakin tenggelam dalam kesakitan.Hanya diri sendirilah yang mampu menyembuhkan dan memastikan luka itu tidak bersarang lama dalam hidupnya.Masa lalu akan tetap menjadi masa lalu, sejauh apapun mengejarnya tak akan bisa kembali apalagi hanya untuk menyesali apa yang sudah terjadi dimasa sekarang.Luka dimasa lalu yang dibiarkan, biasanya akan menjalar menjadi sebuah dendam. Sebuah titik balik yang berniat untuk melupakan, malah meluap menjadi emosi yang harus terbalaskan.Ketidakadilan adalah hal yang pasti
POV Anggara"Kania ...." Setelah istriku mengatakan semua isi hatinya di depan makam Kania, kini giliranku yang harus aku utarakan juga apa yang ada dalam hatiku ini."Sudah lama rasanya sejak hari di mana kita terakhir bertemu dalam keadaan hubungan kita yang tidak baik-baik saja. Itu adalah hal yang paling aku sesalkan. Aku kira aku tau semua tentangmu, tentang cerita senang dan sedihmu. Ternyata aku tidak sedalam itu mengetahui hidupmu. Entah apa lagi yang harus aku sesalkan karena semua itu tidak akan membuat waktu berputar kembali sehingga kamu mungkin masih hidup dan bersamaku sekarang."Pertama kalinya, aku mengutarakan apa yang ada di dalam hatiku, penyesalan yang aku rasakan terhadap kematian Kania yang tidak aku sadari apa yang terjadi pada Kania sebelumnya."Selama ini aku sama sekali tidak melupakanmu. Aku melanjutkan hidup karena aku selalu mengingatmu. Aku bawa dendam kematianmu dengan menghancurkan hidup orang yang menjadi alasan kamu mengakhiri hidupmu."Sekejap aku me
"Hay, Kania. Perkenalkan aku Tiana, aku adalah istri Mas Anggara, cinta pertama kamu. Senang bisa tau cerita kamu dari suamiku sendiri. Semoga kamu bisa beristirahat tenang di sana. Sungguh, kamu jatuh cinta pada pria yang tepat. Aku merasa keberuntungan yang harusnya kamu miliki, kini menjadi milikku. Aku berharap kamu bahagia atas kebahagiaan aku dan Mas Anggara saat ini. Sekarang kami sudah mempunyai tiga anak, dua anak kembar dan bungsu yang masih bayi. Nanti jika mereka sudah besar, akan aku ceritakan bagaimana ayahnya mencintai kamu begitu hebat dan tulus. Terimakasih sudah menyemangati Mas Anggara disaat ia merasa ada dititik terendah dalam hidupnya, sehingga dia bisa sehebat sekarang ini. Aku akan mencintai Mas Anggara dan menjaga anak-anak kami selamanya."Aku mengutarakan isi hatiku disaat kami sudah menaburkan bunga dan berdoa untuk Kania. Tidak ada lagi rasanya cemburu, sedih atau bahkan sakit hati. Aku sudah benar-benar ikhlas dengan kenyataan dari cerita Mas Anggara.Tid
Bulan madu setelah memiliki anak, tadinya aku berpikir itu hanya buang-buang waktu dan bentuk keegoisan orang tua yang tega meninggalkan anak-anak hanya demi kesenangan berdua, padahal bulan madu berdua itu bisa digantikan dengan liburan bersama keluarga, sehingga anak-anak bisa ikut merasakan bahagia yang sama seperti orang tuanya. Namun ada hal yang aku sadari setelah aku merasakannya sendiri. Setelah menjadi seorang istri, prioritasku berpindah pada suami. Aku belajar memasak masakan yang disukai suami, mengingat makanan apa yang tidak ia sukai, menjaga bentuk badan agar suami tetap cinta, menjaga dan membersihkan rumah agar tetap bersih sehingga ketika suami pulang kerja dia bisa nyaman beristirahat, memastikan pakaian suami bersih ketika akan dipakai bekerja, memastikan dia makan sehat meskipun diluar rumah. Sampai kepentinganku sendiri tergeser dari prioritas yang tadinya selalu utama. Lalu, lahirlah sang buah hati. Bertambah pula yang harus diprioritaskan selain diri sendi
Pagi indah aku benar-benar menyarap suamiku sendiri. Bercinta dipagi hari ternyata lebih fresh, mungkin energi kita masih utuh karena belum melakukan aktivitas apa-apa. Ini adalah honeymoon kedua yang berhasil. Selain aku mendapatkan kenikmatanku kembali, aku mendapatkan ketenangan setelah berhati-hati menyimpan rasa kecewa karena sulit untuk menerima realita. Di villa itu, aku dan Mas Anggara seperti mengadakan pesta bercinta saja. Rasanya malu melihat kelakuan diri sendiri, seperti orang yang kehausan dan lama tidak mendapatkan air. Mungkin itu yang akan dikatakan oleh rahimku jika dia bisa berbicara. Mempunyai suami tapi aku malah kekeringan. Sering cemburuan, mudah marah, mudah tersinggung, ternyata sentuhan suami lah obatnya. Kesabaran suami yang menjadi vitamin tambahan. Untunglah dia tidak berpikiran untuk membayar jasa wanita diluar sana, yang bahkan pasti ada saja yang menjajakan diri dengan suka rela alias gratis. Aku malu sekali jika mengingat semua yang telah terjad
Bagaimana ada istri seperti aku sekarang ini. Rasanya aku tidak pandai bersyukur sekali, semua yang aku inginkan sudah aku dapatkan di pernikahan kedua ini, tetapi aku tidak memperhatikan suamiku sendiri. Padahal dialah sumber yang membuat aku bisa mendapatkan apa yang selama ini menjadi keinginanku.Mas Anggara tidak pernah menuntut apa-apa, selalu memberikan yang terbaik untukku dan tentu juga untuk anak-anak. Namun aku tidak memperhatikan kebutuhan biologisnya. Padahal itu bukan hal yang besar dan mahal untuk aku berikan karena pastinya aku juga akan merasakan kenikmatannya.Aku baru tersadar kenapa beberapa kali Mas Anggara menyarankan agar kami mencari pengasuh bayi, karena dia juga butuh perhatian dariku, dia butuh aku untuk mengurusnya. Aku saja yang kurang peka dan tidak pernah bertanya."Maafkan aku, Mas. Aku akan lebih memperhatikanmu disamping kesibukanku mengurus anak-anak. Dan sepertinya aku akan menerima tawaran untuk mencari pengasuh bayi saja. Aku tidak akan egois dan
"Tidak," jawabku sambil menggelengkan kepala. "Sepertinya ada satu hal yang baru aku sadari sekarang, Mas.""Apa itu?""Setelah memiliki anak, fokusku hanya pada mereka saja. Kamu tidak aku perhatikan bahkan aku mengabaikan diriku sendiri. Baru aku sadari ternyata kamu malah semakin tampan meskipun sudah mempunyai tiga anak, usia kamu beberapa tahun lagi akan memasuki kepala empat. Kamu masih sangat sehat, bugar, berkharisma seperti aktor-aktor Hollywood yang semakin matang usia malah semakin menarik mata."Mas Anggara tersenyum tipis. "Kamu memujiku terlalu berlebihan, Sayang. Tidak seperti itu. Biasa saja seperti lelaki pada umumnya."Aku menggelengkan kepala dengan tegas. "Beda! Kamu sangat berbeda. Aku tidak memuji kamu secara berlebihan tapi memang faktanya begitu. Aku hanya membicarakan apa adanya yang aku lihat.""Kalau memang begitu, kenapa kamu tampak sedih sekarang? Bukannya memiliki suami yang tampan itu akan membuat kamu bangga?""Yang ada aku malah insecure, Mas. Kalau ki
Senja perlahan bergantian dengan langit yang menggelap. Tidak ada lagi pemandangan yang bisa aku lihat dari atas sini kecuali perlahan digantikan dengan lampu-lampu kota yang satu persatu mulai dinyalakan. Aku hanya bisa menunggu karena waktu yang akan menjawab bagaimana selanjutnya. Apa yang bisa aku lakukan jika dia mengatakan sebuah janji selain aku menunggu dan merasakan sendiri bagaimana dia membuktikan itu semua. Sehingga tidak ada jawaban lain selain aku tetap bertahan untuk melihat janji yang dia ucapkan, bisa dia buktikan.Aku mencintai suamiku terlepas dari apapun masa lalunya, rahasianya juga alasan awal bagaimana dia mendekatiku hingga akhirnya sungguh menikahiku.Aku harus melapangkan dada, meluaskan rasa sabarku, melihat ke masa depan dan merasakan apa yang masa sekarang terjadi. Bukankah selama ini rumah tangga kami baik-baik saja?Itulah yang sudah seharusnya aku lakukan. Tidak ada manusia yang tanpa pernah melakukan sebuah kesalahan dimasa lalu. Semua manusia adalah
Mas Anggara selalu bisa memberikanku jawaban yang masuk diakal. Tidak mengada-ada seperti mencari pembenaran untuk dirinya, tetapi memang seolah faktanya seperti apa yang dia katakan."Coba bilang padaku, apa yang harus aku lakukan sekarang?"Aku menggelengkan kepala."Papa saja menyadari jika hubungan kita tidak baik-baik saja makanya dia menyuruh kita untuk menghabiskan waktu berdua tanpa anak-anak. Jangan sampai sepulang kita dari sini, kamu tetap menjaga jarak dariku. Kita ini suami istri.""Aku tau. Aku juga tidak mau seperti ini, Mas. Tidak ada seorang pun yang mau rumah tangganya diuji, kalau bisa itu juga. Tapi cerita kamu itu membuat hatiku sakit, kecewa. Jadi banyak sekali hal yang aku pikirkan dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi yang aku hubungkan dengan cerita kamu. Aku sudah punya trauma di pernikahanku dulu, dan aku masih tidak percaya kita begini jadinya. Apa ini karma untukku?"Tiba-tiba saja langsung terpikirkan hal itu dalam benakku. Memang sama sekali tidak