“Hallo, Tuan, kami ingin mengabarkan kalau orang-orang kepercayaan saya telah mengetahui keberadaan Nona Sonya!” ucap laki-laki itu dengan nada serius.“Baiklah, aku akan segera ke sana!” jawab Oliver dengan nada tergesa. Ia bahkan terlihat sangat lega mendengar kabar dari orang kepercayaannya.Oliver tampak segera mengakhiri pembicaraannya. Laki-laki itu tampak tergesa dan bersiap meninggalkan apartemen Yura.“Oliver, kenapa kamu terburu-buru? Apa kamu tidak ingin lebih lama di sini menemaniku? Apa kamu tidak menyayangi aku lagi?” Yura tampak terisak ketika Oliver memutuskan untuk meninggalkan apartemennya. Wanita itu merasa kekasihnya telah berubah dan tega mengabaikan dirinya.“Yura, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku harap kamu akan paham dengan segala kesibukanku. Lagi pula, aku akan terus mendukung kehamilanmu dan aku mohon, jangan sakiti anak itu. Dia tidak bersalah dan sudah sepantasnya kamu menjaga dan mempertahankannya.” Sebelum pergi, Oliver menasihati Yura untuk tidak m
“Tuan, semoga perjalanan Anda tidak sia-sia!” ucap Lorenzo dengan tatapan lekat.“Terima kasih, Lo. Kamu percaya padaku kan? Aku pasti tidak akann menyia-nyiakan kesempatan ini. Meski Rafael sudah menyiapkan berbagai hal untuk menghadapiku, aku tidak akan gentar.” Oliver berbicara dengan senyum di wajahnya. Laki-laki itu segera bergegas meninggalkan Lorenzo dengan dua orang kepercayaannya.Dengan langkah tergesa, laki-laki itu segera memasuki mobilnya. Ia bahkan terlihat sangat cemas ketika memikirkan kedua anaknya. Apa Biya dan Bian hidup dengan baik? Atau mungkin Rafael memperlakukan mereka dengan tidak baik? Sungguh, ia tidak dapat membayangkan kalau Rafael ternyata menyiksa anak-anaknya. Ia pasti tidak akan pernah memaafkan Rafael untuk selama-lamanya.Tanpa sepengetahuan Oliver, Lorenzo memilih untuk membuntuti mobil tuannya. Laki-laki itu tahu kalau keselamatan tuannya adalah yang utama. Meski Oliver akan datang secara baik-baik ke apartemen Rafael, tetap saja ia merasa was-was
“Tolong jangan ganggu anak-anak ini. Saya tidak akan tinggal diam untuk hal ini!” ucap laki-laki itu dengan nada mengancam.Oliver hanya terdiam dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau Rafael telah menyiapkan segala sesuatunya untuk merebut kembali cinta dari anak-anak mereka.“Maaf, saya tidak mengganggu mereka dan saya juga tidak bermaksud menyakiti mereka. Apa Anda melihat saya mengganggu mereka?” Oliver berbicara dengan nada yang begitu sopan. Ia tahu kalau dirinya sedang berada di dalam pantuan anak buah Rafael.“Saya tidak suka kalau Anda mengajak anak-anak ini berbincang dan saya mohon Anda tidak mengajak mereka untuk berkomunikasi.” Laki-laki itu tampak sinis melihat kedekatan Oliver dengan kedua anaknya. Ia bahkan menaruh curiga kepada sikap Oliver yang begitu mencurigakan.“Tuan, apa Anda melihat saya menyakiti mereka? Kebetulan beberapa hari yang lalu, saya baru kehilangan anak-anak saya dan ketika melihat mereka, saya seperti menemukan sosok baru dalam hidup say
“Oliver, jelaskan siapa Vier dan kenapa kamu merahasiakan semuanya dari Ibu?” tanya Alia dengan tatapan yang begitu tajam.“Bu, tenanglah, aku akan menjelaskan semuanya. Tolong beri aku waktu untuk mempersiapkan semuanya.” Oliver berbicara dengan tatapan lekat. Ia tahu kalau suatu saat keluarganya pasti tahu status anak-anaknya.“Baiklah, Ibu tunggu di dalam!” jawab Alia dengan nada serius. Wanita itu segera masuk ke dalam dan meninggalkan Oliver serta cucunya yang masih berada di ruang keluarga.“Ayah, apa Oma marah padamu?” tanya Vier dengan tatapan polosnya.“Tidak, Oma hanya perlu berbicara serius dengan Ayah. Sekarang, habiskan es krim dan donat kesukaanmu. Ayah tahu, kamu pasti sudah tidak sabar untuk memakannya, kan?” kekeh Oliver sambil mencubit gemas pipi putranya.Vier mengangguk dan segera membuka gelas es krim yang ada di tangannya. Ia tampak tersenyum bahagia ketika sesendok es krim masuk ke mulutnya.“Ayah, es krimnya enak sekali. Ayah pasti membelinya di tempat langgana
“Apa kalian sudah siap?” seru Alia dengan senyum di wajahnya. Wanita itu bahkan terlihat sangat antusias ketika melihat putra dan cucunya.“Ya, kami sudah siap.” Oliver tampak sedikit gugup ketika menggandeng tangan putranya. Laki-laki itu bahkan terlihat sangat tampak dengan stelan jas yang melekat di tubuhnya.“Kalian sangat serasi dan aku sangat menyukai penampilan kalian!” puji Alia kepada Oliver dan Vier. Entah kenapa, ia merasa kalau putranya dan cucunya memiliki kemiripan yang sama.“Oma, apa aku sudah terlihat tampan?” Vier memamerkan barisan gigi putihnya kepada Alia. Anak itu bahkan terlihat sangat bersemangat ketika berada di dekat nenek dan ayahnya.“Ya, kamu sangat tampan. Kamu mirip sekali dengan ayahmu ketika dia masih kecil. Oma bahkan sangat sulit membedakan antara wajahmu dengan wajah ayahmu!” kekeh Alia sambil mengusap lembut puncak kepala Vier. Wanita itu segera menggandeng tangan anak itu dan bergegas memasuki mobil yang terparkir di basemen.Oliver tampak berusah
“A-apa? Tinggal di sini?” tanya Tuan James dengan netra membola.“Ya, dia akan tinggal bersama kita.” Alia menjawab pertanyaan suaminya dengan nada lantang. Wanita itu bahkan tidak peduli dengan ekspresi Tuan James yang masih terdiam dengan netra membola.“Alia, apa kamu bisa menjelaskan kepadaku? Kenapa anak itu harus tinggal di sini dan apa yang membuatmu berpikiran seperti itu? Kamu bahkan tahu kalau aku sangat tidak suka dengan sosok asing di rumah ini.” Tuan James berbicara dengan nada penuh penekanan. Ia mengingatkan istrinya kalau dirinya tidak setuju ada orang asing yang masuk ke dalam keluarganya.“James, dia bukan orang asing. Dia cucu kita dan sudah sepantasnya dia berada di rumah ini!” seru Alia dengan nada tegas. Wanita itu bahkan terlihat membela putranya.“Cucu? Apa maksudmu, Alia? Memangnya anak itu siapa dan kenapa kamu bilang dia cucu kita?” Tuan James tampak terkejut mendengar ucapan istrinya. Laki-laki itu bahkan terlihat kebingungan mendengar kalimat demi kalimat
Oliver berjalan meninggalkan ruang keluarga. Ia tidak ingin mendengar apa pun perkataan yang keluar dari mulut Tuan James. Meski terlihat kurang sopan, dia berusaha tidak melawan di hadapan ayahnya.Sesampainya di kamar, laki-laki itu memeriksa suhu tubuh Vier. Ia takut kalau putranya akan mengalami demam tinggi. Oliver menempelkan punggung telapak tangannya di kening Vier. Laki-laki itu tampak tersenyum lega.“Vier, tidurlah yang nyenyak karena Ayah akan selalu berada di sisimu!” bisik Oliver dengan tatapan lekat.Setelah berbicara, laki-laki itu tampak terkejut ketika melihat pintu kamarnya terbuka lebar. Di sana muncul seorang laki-laki yang sangat dikenalnya.“Oliver, apa dia baik-baik saja?” tanya Tuan James dengan penuh perhatian.“Y-ya, Vier baik-baik saja. Sepertinya dia sangat menikmati kebersamaan kami,” jawab Oliver dengan penuh kecanggungan. Ia bahkan terlihat sangat canggung di hadapan ayahnya.“Oliver, maafkan Ayah yang sudah bersikap keterlaluan kepada kalian. Saya tah
Tiba-tiba senyum Vier mengingatkan dirinya kepada seseorang yang kini entah berada di mana. Apa mungkin Vier ada kaitannya dengan putrinya?“Sayang, ayo kita makan. Kenapa kamu terus melamun?” ucap Alia ketika ia melihat suaminya yang masih terdiam dengan tatapan kosong.“M-maaf, aku benar-benar terpana dengan ketampanan cucuku. Aku sungguh merasa bahagia melihatnya hadir di keluarga kita. Kalau boleh tahu, siapa nama ibumu?” tanya Tuan James dengan tatapan penuh harap.“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” Oliver tampak tersedak mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Tuan James. Ia tidak menyangka kalau laki-laki itu akan bertanya hal yang sangat sensitif baginya.“Oliver, apa kamu baik-baik saja?” Alia menyodorkan segelas air kepada putranya. Ia tampak cemas melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Oliver.“A-aku baik-baik saja, Bu!” jawab Oliver dengan nada gugup. Ia segera meminum segelas air putih yang diberikan oleh Alia.“Oliver, sebaiknya kamu hati-hati ketika sedang makan. Jangan membawa mas