Oliver tampak tengah bersiap untuk menjemput anak-anak Sonya. Ia bahkan terlihat sangat gugup, meski dirinya sudah mengenal baik ketiga anak kembar yang menjadi pusat perhatiannya.Dengan langkah tergesa, laki-laki itu memasuki sebuah mobil mewah berwarna putih dan segera mengemudikannya menuju sekolah Vier dan kedua saudara kembarnya. Laki-laki itu bahkan sudah tidak sabar ingin bertemu mereka dan berbincang banyak hal dengan Vier dan kedua saudara kembarnya.Sepanjang jalan, Oliver tampak gelisah dan sesekali melirik ke arah benda yang melingkar di pergelangan tangannya. Lorenzo mungkin benar, bisa saja anak-anak itu memang memiliki hubungan khusus dengannya.Tidak terasa, Oliver sudah sampai di sekolah Vier. Laki-laki itu segera memarkirkan mobilnya dan bergegas turun dari sana. Oliver mencoba menghirup udara lebih banyak untuk menormalkan detak jantungnya. Perasaannya semakin gugup ketika ia mendekati gerbang sekolah Vier.Setelah berbincang sebentar dengan petugas keamanan yang b
“Bunda, kami tidak meminta apa-apa. Kami hanya ingin Bunda jujur dan berkata yang sebenarnya.” Vier berbicara dengan tatapan lekat. Anak itu seolah tahu kalau ada yang sedang disembunyikan oleh ibunya.“Baiklah, Bunda akan berbicara dengan kalian, tapi bukan di sini. Apa kita bisa pergi dari sini?” tanya Sonya dengan tatapan penuh kelembutan.Ketiga anak itu mengangguk dan sepakat pergi bersama Sonya. Namun, Vier mengajukan syarat untuk mengajak Oliver turut serta bersama mereka.“Bunda, Tuan Oliver harus ikut bersama kita!” ucap Vier dengan tatapan lekat. Anak itu meminta hal yang membuat Sonya terkejut.“K-kenapa? Kenapa harus ikut bersama kita?” Sonya balik bertanya dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau Vier dan kedua anaknya meminta Oliver ikut bersama mereka.“Bunda, kami tidak akan pergi kalau Tuan Oliver tidak ikut bersama kita.” Bian berbicara dengan nada serius. Mereka tetap memaksa Sonya untuk mengajak Oliver pergi dari sana.Sonya akhirnya mengalah. Wanita itu t
“Anda Ayahku?” tanya Vier dengan tatapan terkejut. Anak itu mendekat dan memeluk laki-laki yang tengah berada di hadapannya. Biya dan Bian juga menghambur dan ikut memeluk laki-laki itu.Sonya tampak terdiam dengan wajah pias. Wanita itu hanya dapat menghirup udara lebih banyak untuk menormalkan detak jantungnya.“Tuan, kalau Anda benar ayahku, kenapa Anda tidak pernah pulang menemui kami? Kenapa Anda tega meninggalkan kami di kota ini? Apa Anda tidak menyayangi kami?” Bian berbicara dengan netra berkaca-kaca. Ia seakan sudah tidak sabar mendengarkan penjelasan dari Oliver.“Ayah minta maaf karena tidak pernah menemui kalian. Namun, Ayah hanya ingin mengatakan kalau Ayah sangat menyayangi kalian!” ucap Oliver dengan tatapan lekat. Laki-laki itu harus bisa mengambil hati anak-anak Sonya dan mengajak mereka kembali ke ibu kota.“Benarkah?” tanya Biya dengan netra berbinar. Ia merasa bahagia karena setelah menunggu sekian lama, akhirnya ayah kandungnya kembali juga.“Bunda, kenapa Bunda
“Sonya, siapa yang akan pergi?” tanya Nyonya Prita dengan tatapan yang begitu tajam.Sonya dan Zack saling pandang. Mereka tidak menyangka kalau Nyonya Prita mendengar pembicaraan mereka.“Nyonya, Anda sejak kapan berada di sini?” tanya Sonya dengan nada penuh kegugupan. Ia tidak menyangka kalau Sonya telah merencanakan kepergiannya.“Sonya, jangan mengalihkan pembicaraan. Aku tanya, siapa yang akan pergi?” seru Nyonya Prita dengan tatapan lekat. Ia seakan menangkap kejanggalan di balik tatapan Sonya dan putranya.“Bu, sebaiknya Ibu kembali saja ke kamar. Bukankah kata dokter, itu harus banyak beristirahat?” ucap Zack dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu membujuk Nyonya Prita untuk kembali ke kamarnya. Ia tidak ingin terjadi apa-apa dengan ibunya.“Zack, jangan coba-coba membujukku. Aku tahu kalau kalian tengah menyusun rencana. Sekarang katakan padaku, siapa yang akan pergi dan meninggalkan tempat ini?” seru Nyonya Prita dengan napas terengah-engah. Ia merasa marah mendengar renca
“Oliver, apa kabar?” tanya Tuan James dengan nada penuh penekanan. Ada beban yang tengah menghimpit dadanya ketika ia mengingat tentang putrinya.“Kabarku baik, Ayah,” jawab Oliver dengan nada penuh kelembutan. Laki-laki itu merasa bersalah dengan apa yang sudah ia lakukan kepada Sonya di masa lalu.“Bagaimana dengan Sonya, apa kamu sudah menemukan titik terang?” Tuan James bertanya dengan nada penuh penekanan. Ia sudah tidak sabar ingin mendengar kabar tentang putrinya.“Ayah, besok aku akan membawa Sonya pulang ke ibu kota. Jadi, Anda tidak usah khawatir.” Oliver berbicara dengan tatapan sendu. Laki-laki itu berdiri di balkon kamarnya dengan perasaan campur aduk. Bagaimana kalau ayahnya tahu, Sonya telah melahirkan anak-anaknya? Bagaimana kalau laki-laki itu tahu, dirinyalah yang telah menghancurkan masa depan putri Tuan James? Apa laki-laki itu masih menyayangi dirinya dan menjadikan dia sebagai putra kebanggan di dalam keluarga Bodgan?“Benarkah? Ayah benar-benar tidak menyangka k
“Ya, Sonya, putri kita. Dia akan kembali ke sini!” ucap Tuan James dengan tatapan lekat. Laki-laki itu menggenggam erat tangan Dayana yang kini tampak bergetar dengan air mata yang membanjiri wajahnya.DEG!“B-benarkah?” Dayana tampak terkejut dengan netra membola. Wanita tanpa sadar meneteskan air mata.“Ya, itu benar. Putraku telah menemukan keberadaan Sonya dan berniat membawanya pulang ke sini. Semoga, dengan kembalinya Sonya ke kota ini, aku dapat menebus semua kesalahanku di masa lalu.” Tuan James berbicara dengan netra mengembun. Hatinya merasa bahagia membayangkan kepulangan putrinya esok hari.“James, apa putriku baik-baik saja? Seperti apa wajahnya sekarang? Bertahun-tahun tanpa bertemu dengannya, membuatku tidak sabar ingin segera memeluknya!” ucap Dayana dengan netra berkaca-kaca.“Dayana, bukan hanya kamu saja yang merasakan hal seperti itu. Aku juga sama, meski Sonya tidak pernah tahu tentang diriku, aku sudah tidak sabar ingin memberitahunya. Aku ingin mengatakan kalau
Tuan James tampak bersenandung riang, laki-laki itu segera membuka pintu kamar dan bersiap untuk beristirahat. Ketika ia memasuki kamarnya, tiba-tiba sebuah suara mengagetkannya.“Sayang, dari mana saja kamu?” tanya seorang wanita yang berdiri tepat di hadapannya.“A-alia!” lirih James dengan netra membola. Ia tidak menyangka kalau istrinya telah terjaga dan mencari keberadaanya.“James, jawab pertanyaanku. Dari mana kamu? Aku sudah mencarimu, namun kamu tidak ada di sisiku. Apa kamu menyembunyikan sesuatu dariku?” tanya Alia dengan tatapan menyelidik. Setelah ia mengetahui hubungan suaminya dengan Dayana, Alia selalu saja berpikiran buruk kepada suaminya.“Aku tadi belum mengantuk dan aku meminta Okan menemaniku keluar dan menikmati udara malam sambil menikmati secangkir kopi di café yang letaknya tidak jauh dari sini,” jawab Tuan James dengan wajah gugup.Setelah dijelaskan secara rinci, akhirnya wanita itu percaya dengan ucapan suaminya.Dengan tatapan manja, Alia membawa suaminya
Selama pesawat mengudara, Oliver terus menggenggam tangan Biya. Laki-laki itu memenui janjinya untuk menjaganya.“Biya, lihat awan itu indah sekali speerti kapas beterbangan!” ucap Oliver dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu bahkan sangat senang duduk berdampingan dengan Biya.“Apa aku bisa menyentuhnya?” Biya berbicara dengan tatapan takjub. Ia benar-benar penasaran dan ingin menyentuh awan di luar sana.“Sayang sekali tidak bisa, tapi jangan bersedih. Setidaknya kamu sudah melihat awan-awan itu bergerak berarak-arakan di luar sana. Apa kamu menyukainya?” Oliver mengajak putrinya untuk berbincang sepanjang perjalanan. Ia tahu kalau gadis kecil itu tengah berusaha menahan ketakutan di dalam dirinya.“Ya, aku menyukainya. Tapi, aku takut kalau pesawat ini akan jatuh!” Biya kembali mengungkapkan ketakutannya kepada Oliver. Ia bahkan tidak ingin melepaskan genggaman tangan laki-laki itu.“Tidak, sayang. Pesawat kita akan mendarat dengan aman. Sekarang, pejamkan matamu dan beristirahatl