“Sekarang jawab, kamu semalam ke mana dan apa yang kamu lakukan? Jelaskan padaku dan aku berjanji tidak akan bertanya macam-macam lagi padamu!” Sonya mengulangi pertanyaannya dengan tatapan tajam. Wanita itu bahkan berbicara dengan nada penuh penekanan.“Sonya, kenapa kamu harus berbicara seperti itu padaku? Apa kamu tidak percaya dengan apa yang sudah aku katakan padamu? Aku bahkan sudah menyerahkan hatiku padamu dan aku sudah tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Yura.” Oliver berbicara dengan tatapan lekat. Laki-laki itu tahu kalau Sonya tengah merasa kecewa kepadanya.“Oliver, tolong katakan yang sebenarnya dan jangan membuatku seperti orang bodoh. Aku bukan perempuan yang bisa kamu perlakukan sesuka hatimu. Aku juga bukan badut yang bisa kamu jadikan lelucon. Aku mohon, berkatalah jujur padaku!” Sonya kembali menangis dan meminta Oliver untuk jujur kepadanya. Hatinya terasa sakit ketika ia mendapati kenyataan yang tidak pernah ia sangka.“Kejujuran seperti apa yang ingin kamu d
Sonya menggeleng dan mundur ke belakang. Wanita itu seakan menjaga jarak dan melarang laki-laki itu mendekat.“Pergilah, aku tidak akan memaksamu untuk tetap bersamaku. Aku juga tidak akan memintamu untuk memperjuangkan aku karena aku tahu, aku bukan siapa-siapa untukmu.” Sonya berbicara dengan tatapan sendu. Ia berusaha menahan perih di dalam hatinya.“Kamu bicara apa? Aku tidak akan pernah meninggalkanmu karena kamu ibu dari anak-anakku. Tolong jangan menyiksaku seperti ini, Sonya!” ucap Oliver dengan nada penuh permohonan. Laki-laki itu merasa marah melihat Sonya yang memintanya pergi dari hidupnya.“Sonya, asal kamu tahu, aku tidak akan pernah pergi meninggalkanmu. Apa pun keadaan dan kondisi kita, aku akan tetap bersamamu. Tolong jangan menghukumku seperti ini!” Oliver kembali memohon dengan tatapan penuh harap. Ia tidak ingin menyakiti hati anak-anaknya.Sonya masih terdiam dengan air mata yang menetes di wajahnya. Meki ia tahu, Yura sudah lebih dulu ada di dalam hidup Oliver, t
“Oliver, tolong jangan katakan apa pun. Aku tidak ingin anak-anak mendengar kekonyolanmu!” Seru Sonya dengan mata melotot.“Ya, baiklah aku tidak akan mengatakan apa pun, tapi bisakah kamu membungkam bibirku?” bisik Oliver dengan tatapan penuh arti. Ia seakan tengah menggoda Sonya yang tampak kesal di hadapannya.“Oliver, jangan macam-macam padaku!” Sonya kembali mengancam Oliver yang tengah memanfaatkan dirinya. Ia merasa kesal karena laki-laki itu selalu punya cara untuk membuatnya tak berdaya.“Sonya, aku akan berteriak dan memberitahu anak-anak kalau kamu ada di kamarku,” kekeh Oliver dengan senyum manis di wajahnya. Ia ingin membuat Sonya merasa terpojok dan mau menuruti permintaannya.“Oliver!” seru Sonya sambil menggeram kesal dan mengepalkan tangannya. Laki-laki itu membuat darah Sonya mendidih.“Lakukan sekarang, atau aku akan membangunkan anak-anak. Aku ingin memberitahu mereka kalau kita akan segera memberikan adik. Aku yakin, anak-anak kita pasti akan senang mendengar beri
“Bagaimana rasanya?” tanya Oliver dengan tatapan gugup.Mereka tampak terdiam untuk sesaat dan melempar pandang satu sama lain. Hal itu membuat Oliver semakin gugup.“Bagaimana? Apa rasanya terlalu buruk?” Oliver mengulangi pertanyaannya dengan tatapan pasrah. Ia bahkan tidak yakin kalau anak-anaknya menyukai hasil masakannya.Sonya yang ada di sana tampak tegang. Ia takut kalau anak-anaknya akan berbicara hal yang cukup menyakitkan untuk ayahnya.Setelah terdiam cukup lama, akhirnya mereka menjawab pertanyaan Oliver. Ada senyum yang tercetak jelas di wajah anak-anaknya.“Ayah, nasi goreng buatanmu sangat enak dan lezat, mungkin kapan-kapan kami ingin Ayah membuatkannya lagi untuk kami,” jawab Biya dengan senyum di wajahnya.“B-benarkah? Kalian tidak sedang berbohong kan?” kekeh Oliver dengan netra mengembun. Ia tidak menyangka kalau anak-anaknya akan menyukai hasil masakannya.“Tentu, nasi goreng buatan Ayah enak sekali dan kami sangat menyukainya.” Bian dan Vier mendukung jawaban Bi
“Bibi, kenapa Bibi sepertinya tidak suka kalau aku datang ke sini?” tanya Zack dengan tatapan lekat. Ia merasa heran dengan gerak-gerik yang ditunjukkan oleh wanita itu.DEG!Bibi Weni sempat terdiam dengan wajah pias. Ia sengaja menundukkan wajahnya untuk menyembunyikan kegugupan yang tersirat di balik tatapannya. Wanita itu segera bergegas meninggalkan ruang tamu dan menuju ke dapur. Dengan perasaan campur aduk, Bibi Weni membuatkan keponakannya secangkir kopi.Setelah selesai, wanita itu bergegas menuju ke ruang tamu dan menemui Zack yang masih duduk termenung di sana.“Zack, apa tidak sebaiknya kamu segera kembali ke rumah? Kasihan ibumu kalau harus ditinggal sendirian.” Bibi Weni berbicara dengan tatapan lekat. Wanita itu seakan ingin mengusir keponakannya secara halus.“Bibi, aku baru saja sampai di rumahmu, lalu kenapa Bibi berbicara seperti itu? Apa Bibi tidak suka dengan kedatanganku ke sini?” Zack tampak kecewa dengan ucapan bibinya. Ia merasa wanita itu tidak suka dengan k
“Zack, andai kalian tahu semuanya, apa kalian akan memaafkan aku?” lirih Bibi Weni dengan nada yang begitu lirih.Wanita itu segera menghapus air matanya ketika ponselnya berrdering. Ia tampak gugup dan segera berlari ke kamarnya.“Halo!” ucap Bibi Weni dengan nada ramah.“Halo, Bibi kenapa Anda belum datang? Tuan Rafael sangat marah karena Anda belum sampai di kantor. Apa Anda baik-baik saja?” tanya sekretaris Rafael. Wanita itu bertanya dengan nada penuh kekhawatiran.“M-maaf, tadi kepalaku sedikit pusing. Namun, sekarang sudah baik-baik saja. Aku akan segera ke sana!” Bibi Weni terpaksa berbohong, ia tidak mau berkata jujur kalau keponakannya baru saja berkunjung ke rumahnya.“Baiklah, semoga keadaan Bibi baik-baik saja. Tuan Rafael sangat marah karena kopi yang dibuatkan oleh pegawai lain ternyata rasanya tidak sama dengan kopi buatan Bibi. Sepertinya Tuan Rafael sedang ada masalah sehingga sangat mudah untuk marah-marah.” Wanita itu menceritakan kondisi kantor tuannya. Ia bahkan
Bibi Weni tampak terdiam dengan wajah tertunduk. Ia benar-benar tidak menyangka kalau tuannya tega berbicara seperti itu kepadanya.“Bi, aku ingin beristirahat sejenak. Tolong jangan ada yang masuk ke ruanganku!” ucap Rafael sambil memejamkan matanya. Ia segera menyandarkan tubuhnya di sofa dan berusaha melupakan Sonya untuk sejenak. Semenjak wanita itu meninggalkan dirinya, hidup Rafael tidak baik-baik saja. Laki-laki itu benar-benar merindukan mantan tunangannya.“Baik, Tuan,” jawab Bibi Weni dengan nada patuh. Wanita itu segera bangkit dan meninggalkan ruangan Rafael. Ia terus memikirkan nasib Oliver. Bagaimana kalau Rafael benar ingin membunuhnya? Apa dia akan diam saja? Tidak, tentunya ia harus melakukan sesuatu untuk melindunginya dan apa yang bisa ia lakukan untuk melindungi Oliver? Dirinya saja tidak mengenal laki-laki itu, apa perlu dia mendatangi pengacara itu dan memberitahukan semuanya? Memikirkan hal itu membuat kepala Bibi Weni berdenyut hebat.Dengan langkah gontai, wan
“Ayah, kenapa Ayah diam saja? Apa Ayah tidak senang dengan kepergian kita?” tanya Bian dengan tatapan lekat. Dari tadi, Oliver banyak terdiam dan hanya sesekali menanggapi ucapan anak-anaknya.“T-tidak, Ayah senang dapat pergi ke rumah Oma. Ayah juga merasa senang karena dapat mengantarkan kalian ke sana. Apa kalian tahu? Ayah sangat bahagia ketika berada di tengah-tengah kalian. Oma pasti sangat terkejut melihat kalian yang begitu lucu dan menggemaskan.” Oliver berbicara dengan nada serius. Ia yakin kalau Dayana pasti senang melihat kedatangan ketiga cucunya.“Ya, aku juga merasakan hal yang sama. Oma pasti akan menyambut kita dengan penuh suka cita. Bukankah begitu, Bunda?” tanya Biya dengan senyum di wajahya.“I-iya,” jawab Sonya dengan wajah gugup. Meski dirinya tidak yakin, ia hanya dapat berharap kalau ibunya mau menerima keberadaan Oliver. Bagaimanapun, dia adalah ayah biologis untuk ketiga anak kembarnya.Mobil terus melaju di jalanan bebas hambatan. Oliver masih terus berusah
“D-datang bulan?” tanya Sonya dengan tatapan terkejut. Seketika ia sadar kalau dirinya sudah terlambat datang bulan.“Ya, kapan Anda terakhir datang bulan?” ucap Dokter Shesa dengan senyum di wajahnya.“Awal bulan lalu,” jawab Sonya dengan tatapan cemas. Apa pelayan di rumahnya benar, kalau dirinya kini tengah mengandung? Kalau benar, ini adalah kabar bahagia untuk keluarga besar mereka. Namun, kalau kabar ini salah, pasti Oliver akan kecewa.“Kenapa kamu diam saja? Apa kepalamu masih pusing?” tanya Oliver dengan penuh kelembutan.“T-tidak, aku hanya khawatir kalau kamu akan marah padaku,” jawab Sonya dengan wajah tertunduk dalam.“Marah? Kenapa aku harus marah?” tanya Oliver dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Aku takut mengecewakanmu. Kalau aku tidak hamil bagaimana?” lirih Sonya dengan nada penuh kegelisahan.“Sonya, kamu bicara apa? Kalau kamu tidak hamil, bagiku tidak masalah. Apa kamu lupa kalau kamu sudah memberikanku ketiga anak-anak hebat yang melengkapi kebahagiaan rumah t
Tiga bulan kemudian“Hoek! Hoek! Hoek!” Sonya kembali memuntahkan isi perutnya dengan kepala yang berdenyut hebat. Wanita itu merasa aneh dengan rasa mual yang beberapa hari ini kerap menyerang dirinya. Padahal akhir-akhir ini, ia merasa kondisinya baik-baik saja. Namun, rasa mual itu membuatnya semakin tersiksa.“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” seru Oliver dengan nada cemas. Laki-laki itu tampak gelisah ketika menunggu Sonya yang tidak kunjung keluar dari kamar mandi.“Y-ya, aku baik-baik saja.” Sonya menjawab dengan nada lemah. Wanita itu tampak menyadandarkan dirinya ke dinding kamar mandi sambil memijit pelipisnya yang berdenyut.Oliver yang tampak cemas, segera membuka pintu dan masuk ke dalam. Laki-laki itu sangat terkejut ketika mendapati istrinya tengah bersandar di dinding dengan wajah pucat pasi.“Sonya, apa yang terjadi? Apa kamu sedang sakit?” tanya Oliver dengan tatapan penuh kekhawatiran. Ia dengan sigap menggendong tubuh istrinya dan membawanya keluar dari sana.Dengan
Yura melangkah dengan wajah tertunduk. Sesekali wanita itu menggenggam erat tangan ayahnya. Ada kegelisahan yang terpancar jelas di wajahnya.“Jangan takut, semua akan baik-baik saja!” ucap Tuan Yoshio dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu segera mengantarkan putrinya menuju ke pelaminan. Di sana Zack sudah menunggu sang mempelai dengan senyum yang tergambar jelas di wajahnya.Tuan Yoshio mengantarkan Yura ke pelaminan. Laki-laki itu menyerahkan tanggung jawabnya kepada Zack, pria yang kelak akan mendampingi putrinya dalam suka maupun duka.“Zack, aku serahkan putriku padamu dan aku harap, kamu tidak akan menyakiti atau menyia-nyiakan dia!” ucap Tuan Yoshio dengan netra mengembun. Untuk pertama kalinya laki-laki itu merasakan kesedihan yang begitu besar di dalam hidupnya. Melepaskan Yura adalah hal terberat di dalam hidupnya.“Tuan, saya akan menjaga Yura sebaik-baiknya.” Zack berbicara dengan tatapan lekat. Laki-laki itu tahu kalau Tuan Yoshio sangat mencintai putrinya.Setelah berb
“James, waktuku sepertinya telah tiba,” lirih Alia dengan tatapan menerawang.“Tidak Alia, kamu pasti akan sembuh. Jangan berbicara seperti itu!” ucap Tuan James dengan tatapan yang begitu lekat.Namun, genggaman tangan Alia semakin melemah. Wanita itu hanya berbisik pelan kepada James untuk kembali kepada Dayana.“J-james, kembalilah kepada Dayana dan hiduplah bersamanya,” bisik Alia dengan tatapan sendu. Wanita itu seakan ingin menebus kesalahannya kepada Dayana.“Ya, aku akan hidup bersamanya, namun berjanjilah untuk terus berjuang. Kamu pasti akan sembuh dan kita dapat hidup bersama-sama.” Tuan James menggenggam erat tangan Alia. Laki-laki itu takut terjadi apa-apa dengan istrinya.Wajah Oliver tampak pucat pasi. Laki-laki itu tidak menyangka kalau kondisi Alia akan memburuk. Tadi, mereka sempat berbincang panjang lebar mengenai asal usul dirinya. Alia bahkan meminta Oliver untuk berbakti kepada ibu kandungnya. Wanita itu meminta sang putra untuk memaafkan apa pun kesalahan ibu ka
“Bu, apa yang Ibu katakan? Kenapa Ibu menangis?” tanya Zack dengan penuh rasa penasaran. Ia takut telah terjadi sesuatu pada ibu kandungnya.Nyonya Prita hanya tersenyum dan mengusap air matanya. Wanita itu menggeleng pelan dan meminta putranya untuk tetap fokus mengemudi.“Zack, jangan mencemaskanku. Aku baik-baik saja,” jawab Nyonya Prita dengan senyum di wajahnya. Wanita itu kembali terdiam dengan tatapan sendu. Entah kenapa, dadanya berdebar hebat ketika membayangkan sosok Oliver yang akan ditemui olehnya. Wanita itu hanya berharap kalau Oliver mau menerima dirinya sebagai seorang ibu yang telah melahirkan laki-laki itu ke dunia.Setelah menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Nyonya Prita segera turun dengan langkah tergesa. Wanita itu seakan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sosok yang sangat dirindukannya.“Bu, tunggu!” seru Zack dengan nada cemas. Ia merasa aneh dengan gerak-gerik ibu kandungnya. Namun, Bibi Weni segera menghentikan langkah
“Zack, ayo cepat bersiap-siap. Setelah selesai sarapan, kita akan pergi!” ucap Nyonya Prita dengan nada serius. Wanita itu meminta putranya untuk segera bersiap-siap.“Pergi? Kita akan pergi ke mana Bu? Apa kita ada agenda bertemu seseorang?” tanya Zack dengan kening mengernyit. Laki-laki itu tampak keheranan mendengar ucapan ibunya.“Cepatlah bersiap-siap, kita akan segera sarapan!” jawab Nyonya Prita dengan tatapan lekat. Wanita itu tampak sibuk menyiapkan menu makanan di meja makan.Bibi Weni mendekat dan menatap kakak perempuannya dengan perasaan campur aduk. Wanita itu tahu kalau Prita tengah larut dalam kegelisahan di dalam dirinya.“Prita, apa kamu sudah siap untuk menemui Oliver?” tanya Bibi Weni dengan tatapan penuh perhatian.“Ya, tadi Tuan James menghubungiku. Dia memintaku untuk segera datang ke rumah sakit karena Alia memintaku untuk segera datang ke sana.” Nyonya Prita berbicara dengan nada serius. Wanita itu memang sempat beberapa kali berkomunikasi dengan Tuan James da
“Ayah, apa dia…?” lirih Yura dengan wajah gugup.Tuan Yoshio hanya mengangkat bahu dan segera berjalan menuju ke ruang tamu. Laki-laki itu sudah tidak sabar melihat sosok yang tengah bertamu ke kediamannya.Dengan tatapan lekat, laki-laki itu mendekat ke sebuah ruangan yang tampak megah. Tubuhnya seketika menegang saat menyadari sosok yang tengah berada di ruang tamu rumahnya.“Weni,” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau wanita itu berada di sana.Bibi Weni tampak tersentak, ia tidak pernah menduga kalau dirinya kembali akan dipertemukan dengan sosok yang sangat dikenalnya di masa lalu.“Weni, itukah kamu?” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan lekat. Laki-laki itu mendekat ke arah Bibi Weni yang tengah duduk di samping Zack.“Tuan, apa Anda dan bibiku saling mengenal?” tanya Zack dengan tatapan keheranan. Selama ini, Bibi Weni tidak pernah bercerita apa pun tentang Tuan Yoshio. Wanita itu bahkan terlihat sangat canggung ketika bertatap muka dengan laki-laki
Zack segera meraih sebuah kotak cincin yang ada di tangan ibunya. Laki-laki itu tampak terharu ketika bersiap menyematkan sebuah cincin berlian di jari manis Yura.“Yura, will you marry me?” ucap Zack dengan tatapan penuh harap. Laki-laki itu tengah menatap wanita yang tengah duduk di hadapannya.Yura terdiam dengan tatapan lurus ke depan. Wanita itu masih ragu dengan jawaban yang ingin dilontarkan kepada pria yang selama ini telah membersamainya.“Yura, ikuti kata hatimu,” ucap Nyonya Prita sambil mengusap lembut bahu wanita yang masih tertunduk di hadapannya.Zack tampak terdiam dengan dada yang berdegup kencang. Ia bahkan sudah siap dengan segala jawaban yang akan diberikan oleh Yura.Tiba-tiba, Yura mengangkat wajahnya dan mengangguk pelan. Ya, dia menerima lamaran Zack dan membuat laki-laki itu terdiam beberapa detik.“B-benarkah kamu mau menerima lamaranku?” tanya Zack dengan tatapan terkejut. Laki-laki itu seketika tersenyum penuh keharuan ketika melihat Yura menganggukkan kepa
“A-apa menikah?” tanya Yura dengan wajah pias. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara seperti itu kepadanya.“Ya, menikah. Bukankah hubungan kalian sudah sangat jauh. Apa lagi kalian sebentar lagi akan menjadi orang tua. Jadi, sudah sepantasnya kalian segera menikah demi kebaikan anak yang ada di dalam kandunganmu. Ibu tidak ingin cucuku terlahir tanpa orang tua yang lengkap.” Nyonya Prita berbicara dengan tatapan penuh kelembutan. Wanita itu ingin Yura dan Zack segera menikah.“A-apa Nyonya berbicara serius?” tanya Yura dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara hal yang sangat penting kepadanya.“Tentu saja aku serius. Kalian harus segera menikah dan tidak ada yang perlu ditunggu-tunggu lagi. Kapan aku bisa bertemu dengan keluargamu?” Nyonya Prita menatap lembut wajah Yura. Wanita itu sudah tidak sabar ingin menemui keluarganya.Yura hanya tersenyum dengan wajah gugup. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Zack akan mengajaknya menikah