“D-dia!” lirih Zack sambil menghentikan laju mobilnya. Netranya terbelalak melihat sosok yang tengah melintas di sana.Untuk beberapa saat, laki-laki itu terdiam sambil menghentikan laju mobilnya. Hal itu tentu memancing rasa penasaran Vier dan ketiga saudara kembarnya.“Uncle Zack, ada apa? Mobil di belakang kita sudah membunyikan klakson terus menerus!” seru Vier sambil menepuk bahu laki-laki itu.Zack yang terkejut hanya menggeleng dan melajukan mobilnya. Ia hanya mengembuskan napas kasar ketika ia menyadari kalau yang ia lihat hanyalah bayangan semata.“Uncle Zack, apa Anda sedang kurang enak badan?” tanya Biya dengan tatapan penuh perhatian. Anak itu sangat menyayangi laki-laki itu sehingga kerap memberikan perhatian kepada Zack.“Tidak, Uncle baik-baik saja. Setelah pulang sekolah, jangan lupa ganti baju, cuci kaki dan segera tidur siang. Bunda pasti akan sangat marah kalau kamu tidak mematuhi peraturan yang ada di rumah!” Zack mengingatkan ketiga anak itu untuk tidur siang sete
Pagi-pagi sekali, Oliver sudah bangun dan bersiap untuk pergi ke firma hukum miliknya. Ia bergegas mengambil gawainya yang berada di atas nakas. Hampir semalaman, laki-laki itu tidak dapat memejamkan mata memikirkan kesalahannya kepada Sonya.Kenapa ia terlalu gegabah dan menuduh Dayana yang tidak-tidak? Kenapa dia justru menyakiti Sonya dengan keji? Apa Tuan James akan memaafkan dirinya, kalau tahu putri yang sangat ia sayangi, ternyata telah dinodai oleh Oliver? Tidak, Oliver tidak dapat membayangkan kebencian seperti apa yang akan dilakukan oleh ayah angkatnya. Selama ini, laki-laki itu selalu saja membanggakan dirinya dan menganggap Oliver adalah sosok yang mendatangkan kebahagiaan di dalam keluarga Bodgan. Namun, tanpa mereka tahu, Oliver adalah pria bejat yang telah menghancurkan hati Dayana.Oliver kembali mengembuskan napas kasar. Laki-laki itu meraih ponsel miliknya yang berada di datas nakas dan menghubungi kekasihnya. Setelah menunggu beberapa lama, laki-laki itu tampak kec
Oliver baru saja sampai di firma hukum miliknya. Laki-laki itu segera turun dari mobil dan memasuki bangunan yang cukup megah. Sebagai pengacara muda yang sukses, ia bahkan telah memiliki segalanya. Karier yang cemerlang, popularitas dan kekayaan yang tak terhingga. Hanya saja, Oliver belum mau berkeluarga. Laki-laki itu masih nyaman bergelut dengan perkara yang menumpuk.“Selamat pagi, Tuan!” sapa dua orang pengacara junior yang tengah magang di tempatnya.“Selamat pagi!” jawab Oliver dengan nada penuh wibawa. Laki-laki itu mengangguk dan berlalu dari hadapan kedua wanita yang tengah menatapnya dengan penuh kekaguman. Sebagai seorang pengacara muda, Oliver bahkan kerap digilai oleh para wanita. Baik yang masih lajang atau yang sudah pernah berkeluarga. Kesuksesan yang direguk, seakan menjadi magnet tersendiri bagi mereka.“Sungguh beruntung sekali wanita yang akan menjadi pasangan Tuan Oliver. Kalau saja aku yang menjadi tunangannya, aku pasti tidak akan melepaskan Tuan Oliver,” ucap
Hari sudah menjelang sore, Oliver baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Laki-laki itu segera merapikan berkas-berkas yang ada di meja kerjanya dan memberikannya kepada Lorenzo.“Lo, tolong simpan berkas-berkas ini, aku harus membeli sesuatu untuk menyambut kepulangan ibuku di rumah,” ucap Oliver dengan nada penuh semangat. Laki-laki itu tampak tersenyum bahagia membayangkan pertemuannya dengan Alia. Setelah menunggu bertahun-tahun, akhirnya wanita itu akan kembali ke rumah dan berkumpul dengan keluarga kecilnya.“Baik, Tuan,” jawab Lorenzo dengan nada patuh. Laki-laki itu segera bergegas menyimpan berkas-berkas penting yang terletak di meja tuannya.Setelah selesai, mereka berdua keluar dari ruangan dan menuju ke ke sebuah tempat perbelanjaan yang sangat terkenal. Oliver ingin membelikan hadiah spesial untuk wanita yang sudah mengasuh dan memberikan banyak cinta kepadanya.Sepanjang jalan, laki-laki itu tampak tersenyum bahagia. Ia bahkan sudah tidak sabar ingin memeluk dan mengucapka
“Oliver kamu mau ke mana? Apa kamu mau menghadiri persidangan?” Alia tampak keheranan melihat putranya sudah bersiap sepagi ini.“T-tidak, aku mau pergi ke luar kota. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan di sana!” ucap Oliver dengan nada gugup. Ia sengaja merahasikan kepergiannya kepada Alia.“Oliver, kamu akan pergi berapa lama? Ibu masih sangat merindukanmu. Kenapa kamu tega meninggalkan, Ibu?” tanya Alia dengan netra berkaca-kaca.“Bu, aku hanya pergi sebentar saja. Mungkin, aku akan pergi beberapa hari dan aku janji akan secepatnya pulang ke rumah ini!” Oliver berusaha meyakinkan Alia, kalau dirinya akan segera kembali ke rumah ini.“Oliver, aku pasti akan merindukanmu. Apa, Ibu boleh ikut denganmu?” Alia tampak begitu berat melepaskan putranya. Entah kenapa, ia merasa tidak ingin berpisah dengan Oliver.“Bu, aku akan pergi bekerja. Jadi, aku tidak mungkin mengajakmu pergi bersamaku. Sebaiknya, Ibu di rumah saja dan temani Ayah. Kasihan kalau Ayah ditinggal sendirian!” Oliver b
Oliver baru saja menginjakkan kaki di kota seribu sunset. Laki-laki itu tampak mengembuskan napas kasar dan memasuki sebuah resort yang terletak di tepi pantai. Ia bergegas menuju ke kamarnya yang berada lantai dua.“Lo, aku sudah tidak sabar untuk menemui Sonya. Rasanya, aku tidak ingin berlama-lama di sini!” ucap laki-laki itu dengan tatapan nanar. Ia masih belum percaya kalau Sonya ternyata putri Tuan James.“Tuan, apa yang akan Anda lakukan kepada Nona Sonya? Apa Anda akan berterus terang mengenai jati dirinya?” Lorenzo bertanya kepada tuannya. Laki-laki itu merasa penasaran dengan tindakan yang akan diambil oleh Oliver.“Entahlah, bersedia atau tidak, aku akan tetap membawa Sonya. Bagaimanapun, aku sudah berjanji untuk membawanya pulang ke ibu kota.” Oliver berbicara dengan nada serius. Ia tengah memikirkan langkah untuk membujuk Sonya.Lorenzo mengangguk dan setuju dengan ucapan tuannya. Laki-laki itu segera merapikan koper dan bersiap untuk pergi ke restoran tempat Sonya bekerj
“Bunda!” seru ketiga anak itu dengan netra berbinar.DEG!Wajah Oliver tampak terkejut ketika melihat sosok wanita yang tengah tersenyum kepada anak-anak yang tengah bersamanya. Ia tidak menyangka kalau wanita itu adalah ibu dari anak kembar yang telah merebut hatinya.“Bunda?” tanya Oliver dengan kening mengernyit. Ia berusaha mencerna ucapan anak-anak yang tengah tersenyum di hadapannya.“Ya, dia bunda kami. Dia sangat cantik, kan?” ujar Bian dengan tatapan polos. Ia memuji kecantikan Sonya di hadapan Oliver.Oliver mengangguk dan tampak terdiam di hadapan Lorenzo. Ia seakan tidak percaya dengan ucapan ketiga anak itu? Kalau benar Sonya adalah orang tua mereka, siapa ayah yang dimaksud oleh Vier dan kedua saudaranya? Apa Sonya pernah menikah, lalu melahirkan mereka? Kalau benar, siapa laki-laki yang sudah menikahi Sonya? Berbagai macam pertanyaan tengah berlarian di pikiran Oliver. Laki-laki itu benar-benar terkejut dengan kenyataan yang ada di hadapannya.Sonya tampak terdiam untuk
“Tuan, apa Anda baik-baik saja?” tanya Lorenzo dengan tatapan penuh perhatian. Ia tahu kalau tuannya sangat kecewa dengan sikap Sonya.“Ya, aku baik-baik saja. Sepertinya, aku harus bersabar untuk menemuinya. Mungkin dia masih menyimpan dendam padaku!” ucap Oliver dengan tatapan nanar.“Lo, menurut kamu, apa Sonya sudah menikah? Kenapa dia sudah memiliki tiga orang anak kembar? Kalau dia sudah menikah, kenapa anak-anak itu tidak pernah bercerita mengenai siapa ayahnya dan kenapa gelang itu ada pada Vier?” Oliver masih berusaha mencerna peristiwa yang baru saja dilihatnya.“Tuan, apa anak-anak itu berkaitan dengan Anda?” tanya Lorenzo dengan nada penuh kehati-hatian. Ia takut Oliver akan marah kepadanya.“M-maksud kamu, anak-anak itu darah dagingku?” tanya Oliver dengan tatapan terkejut.Lorenzo hanya mengangguk dan mencoba menenangkan tuannya. Ia tidak ingin terlalu gegbah dalam memutuskan hal yang belum jelas.“Ya, aku ingat, gelang itu memang hilang bertepatan dengan kejadian malam