“Oliver kamu mau ke mana? Apa kamu mau menghadiri persidangan?” Alia tampak keheranan melihat putranya sudah bersiap sepagi ini.“T-tidak, aku mau pergi ke luar kota. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan di sana!” ucap Oliver dengan nada gugup. Ia sengaja merahasikan kepergiannya kepada Alia.“Oliver, kamu akan pergi berapa lama? Ibu masih sangat merindukanmu. Kenapa kamu tega meninggalkan, Ibu?” tanya Alia dengan netra berkaca-kaca.“Bu, aku hanya pergi sebentar saja. Mungkin, aku akan pergi beberapa hari dan aku janji akan secepatnya pulang ke rumah ini!” Oliver berusaha meyakinkan Alia, kalau dirinya akan segera kembali ke rumah ini.“Oliver, aku pasti akan merindukanmu. Apa, Ibu boleh ikut denganmu?” Alia tampak begitu berat melepaskan putranya. Entah kenapa, ia merasa tidak ingin berpisah dengan Oliver.“Bu, aku akan pergi bekerja. Jadi, aku tidak mungkin mengajakmu pergi bersamaku. Sebaiknya, Ibu di rumah saja dan temani Ayah. Kasihan kalau Ayah ditinggal sendirian!” Oliver b
Oliver baru saja menginjakkan kaki di kota seribu sunset. Laki-laki itu tampak mengembuskan napas kasar dan memasuki sebuah resort yang terletak di tepi pantai. Ia bergegas menuju ke kamarnya yang berada lantai dua.“Lo, aku sudah tidak sabar untuk menemui Sonya. Rasanya, aku tidak ingin berlama-lama di sini!” ucap laki-laki itu dengan tatapan nanar. Ia masih belum percaya kalau Sonya ternyata putri Tuan James.“Tuan, apa yang akan Anda lakukan kepada Nona Sonya? Apa Anda akan berterus terang mengenai jati dirinya?” Lorenzo bertanya kepada tuannya. Laki-laki itu merasa penasaran dengan tindakan yang akan diambil oleh Oliver.“Entahlah, bersedia atau tidak, aku akan tetap membawa Sonya. Bagaimanapun, aku sudah berjanji untuk membawanya pulang ke ibu kota.” Oliver berbicara dengan nada serius. Ia tengah memikirkan langkah untuk membujuk Sonya.Lorenzo mengangguk dan setuju dengan ucapan tuannya. Laki-laki itu segera merapikan koper dan bersiap untuk pergi ke restoran tempat Sonya bekerj
“Bunda!” seru ketiga anak itu dengan netra berbinar.DEG!Wajah Oliver tampak terkejut ketika melihat sosok wanita yang tengah tersenyum kepada anak-anak yang tengah bersamanya. Ia tidak menyangka kalau wanita itu adalah ibu dari anak kembar yang telah merebut hatinya.“Bunda?” tanya Oliver dengan kening mengernyit. Ia berusaha mencerna ucapan anak-anak yang tengah tersenyum di hadapannya.“Ya, dia bunda kami. Dia sangat cantik, kan?” ujar Bian dengan tatapan polos. Ia memuji kecantikan Sonya di hadapan Oliver.Oliver mengangguk dan tampak terdiam di hadapan Lorenzo. Ia seakan tidak percaya dengan ucapan ketiga anak itu? Kalau benar Sonya adalah orang tua mereka, siapa ayah yang dimaksud oleh Vier dan kedua saudaranya? Apa Sonya pernah menikah, lalu melahirkan mereka? Kalau benar, siapa laki-laki yang sudah menikahi Sonya? Berbagai macam pertanyaan tengah berlarian di pikiran Oliver. Laki-laki itu benar-benar terkejut dengan kenyataan yang ada di hadapannya.Sonya tampak terdiam untuk
“Tuan, apa Anda baik-baik saja?” tanya Lorenzo dengan tatapan penuh perhatian. Ia tahu kalau tuannya sangat kecewa dengan sikap Sonya.“Ya, aku baik-baik saja. Sepertinya, aku harus bersabar untuk menemuinya. Mungkin dia masih menyimpan dendam padaku!” ucap Oliver dengan tatapan nanar.“Lo, menurut kamu, apa Sonya sudah menikah? Kenapa dia sudah memiliki tiga orang anak kembar? Kalau dia sudah menikah, kenapa anak-anak itu tidak pernah bercerita mengenai siapa ayahnya dan kenapa gelang itu ada pada Vier?” Oliver masih berusaha mencerna peristiwa yang baru saja dilihatnya.“Tuan, apa anak-anak itu berkaitan dengan Anda?” tanya Lorenzo dengan nada penuh kehati-hatian. Ia takut Oliver akan marah kepadanya.“M-maksud kamu, anak-anak itu darah dagingku?” tanya Oliver dengan tatapan terkejut.Lorenzo hanya mengangguk dan mencoba menenangkan tuannya. Ia tidak ingin terlalu gegbah dalam memutuskan hal yang belum jelas.“Ya, aku ingat, gelang itu memang hilang bertepatan dengan kejadian malam
Oliver tampak tengah bersiap untuk menjemput anak-anak Sonya. Ia bahkan terlihat sangat gugup, meski dirinya sudah mengenal baik ketiga anak kembar yang menjadi pusat perhatiannya.Dengan langkah tergesa, laki-laki itu memasuki sebuah mobil mewah berwarna putih dan segera mengemudikannya menuju sekolah Vier dan kedua saudara kembarnya. Laki-laki itu bahkan sudah tidak sabar ingin bertemu mereka dan berbincang banyak hal dengan Vier dan kedua saudara kembarnya.Sepanjang jalan, Oliver tampak gelisah dan sesekali melirik ke arah benda yang melingkar di pergelangan tangannya. Lorenzo mungkin benar, bisa saja anak-anak itu memang memiliki hubungan khusus dengannya.Tidak terasa, Oliver sudah sampai di sekolah Vier. Laki-laki itu segera memarkirkan mobilnya dan bergegas turun dari sana. Oliver mencoba menghirup udara lebih banyak untuk menormalkan detak jantungnya. Perasaannya semakin gugup ketika ia mendekati gerbang sekolah Vier.Setelah berbincang sebentar dengan petugas keamanan yang b
“Bunda, kami tidak meminta apa-apa. Kami hanya ingin Bunda jujur dan berkata yang sebenarnya.” Vier berbicara dengan tatapan lekat. Anak itu seolah tahu kalau ada yang sedang disembunyikan oleh ibunya.“Baiklah, Bunda akan berbicara dengan kalian, tapi bukan di sini. Apa kita bisa pergi dari sini?” tanya Sonya dengan tatapan penuh kelembutan.Ketiga anak itu mengangguk dan sepakat pergi bersama Sonya. Namun, Vier mengajukan syarat untuk mengajak Oliver turut serta bersama mereka.“Bunda, Tuan Oliver harus ikut bersama kita!” ucap Vier dengan tatapan lekat. Anak itu meminta hal yang membuat Sonya terkejut.“K-kenapa? Kenapa harus ikut bersama kita?” Sonya balik bertanya dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau Vier dan kedua anaknya meminta Oliver ikut bersama mereka.“Bunda, kami tidak akan pergi kalau Tuan Oliver tidak ikut bersama kita.” Bian berbicara dengan nada serius. Mereka tetap memaksa Sonya untuk mengajak Oliver pergi dari sana.Sonya akhirnya mengalah. Wanita itu t
“Anda Ayahku?” tanya Vier dengan tatapan terkejut. Anak itu mendekat dan memeluk laki-laki yang tengah berada di hadapannya. Biya dan Bian juga menghambur dan ikut memeluk laki-laki itu.Sonya tampak terdiam dengan wajah pias. Wanita itu hanya dapat menghirup udara lebih banyak untuk menormalkan detak jantungnya.“Tuan, kalau Anda benar ayahku, kenapa Anda tidak pernah pulang menemui kami? Kenapa Anda tega meninggalkan kami di kota ini? Apa Anda tidak menyayangi kami?” Bian berbicara dengan netra berkaca-kaca. Ia seakan sudah tidak sabar mendengarkan penjelasan dari Oliver.“Ayah minta maaf karena tidak pernah menemui kalian. Namun, Ayah hanya ingin mengatakan kalau Ayah sangat menyayangi kalian!” ucap Oliver dengan tatapan lekat. Laki-laki itu harus bisa mengambil hati anak-anak Sonya dan mengajak mereka kembali ke ibu kota.“Benarkah?” tanya Biya dengan netra berbinar. Ia merasa bahagia karena setelah menunggu sekian lama, akhirnya ayah kandungnya kembali juga.“Bunda, kenapa Bunda
“Sonya, siapa yang akan pergi?” tanya Nyonya Prita dengan tatapan yang begitu tajam.Sonya dan Zack saling pandang. Mereka tidak menyangka kalau Nyonya Prita mendengar pembicaraan mereka.“Nyonya, Anda sejak kapan berada di sini?” tanya Sonya dengan nada penuh kegugupan. Ia tidak menyangka kalau Sonya telah merencanakan kepergiannya.“Sonya, jangan mengalihkan pembicaraan. Aku tanya, siapa yang akan pergi?” seru Nyonya Prita dengan tatapan lekat. Ia seakan menangkap kejanggalan di balik tatapan Sonya dan putranya.“Bu, sebaiknya Ibu kembali saja ke kamar. Bukankah kata dokter, itu harus banyak beristirahat?” ucap Zack dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu membujuk Nyonya Prita untuk kembali ke kamarnya. Ia tidak ingin terjadi apa-apa dengan ibunya.“Zack, jangan coba-coba membujukku. Aku tahu kalau kalian tengah menyusun rencana. Sekarang katakan padaku, siapa yang akan pergi dan meninggalkan tempat ini?” seru Nyonya Prita dengan napas terengah-engah. Ia merasa marah mendengar renca