Albiru sedang berada di ruangannya, sebuah ruang kerja di mansion bergaya Eropa, pemilik mata elang dan hidung mancung itu sedang berbicara pada asisten pribadinya, Dilan.
“Tuan, kami mendapat laporan bahwa Tangguh Airlangga masih dalam status koma,” ucap pria berseragam serba hitam itu pada bosnya.
“Bagaimana kondisi bedebah itu sekarang? Apa kau yakin ia masih koma?” tanya Biru, memastikan.
“Yakin tuan, sesuai dengan laporan dokter,”
“Bagus, lihat saja Tangguh! Setangguh apa dirimu setelah ini, apa yang bisa kau lakukan saat nanti putrimu berada dalam genggamanku,” gumam Biru sambil menatap foto agen rahasia Negara yang sejak lama diincarnya itu.
“Charles, pastikan system sadap dan pengintai kita bekerja dengan benar! Aku tak ingin ada kesalahan terutama, saat Tangguh tersadar nanti,” ucap Biru pada asistennya itu.
“Siap tuan,” jawab Charles.
“Berjagalah di depan kamar Shayu, jangan sampai ia kabur!”
“Sesuai perintahmu Tuan,” jawab Charles.
****
Di tempat lain.
Tepatnya di markas besar Badan Intelijen Negara, dimana tak ada seorangpun yang mengetahui tempat itu kecuali mereka sendiri.
“Agen Pram, bagaimana keadaan putriku?” tanya pria beperawakan atletis itu.
“Tenang saja, Agen Tangguh, semuanya aman terkendali, Albiru tidak akan tega menyakiti Mashayu, kau tau sendiri kan, sifat pemuda ambisius itu?”
“Ya, kau benar,” jawab pria berusia setengah abad itu sambil tersenyum.
“Apa Biru masih mengira jika dirimu berada di rumah sakit?” tanya salah satu anggota BIN lain.
“Tentu saja, aku sudah berkorban banyak untuk menangkap penjahat yang sebenarnya, kali ini kita harus berhasil!” ucap Tangguh mantap.
“Sementara biarkan saja, pemuda itu dalam kesalahpahaman, yang penting pembobol data Negara itu berhasil kita tangkap, perketat keamanan, dan tetap manipulasi system sadap Albiru!”
“Siap komandan!” jawab para pria penting itu secara bersamaan.
****
Mashayu masih tertidur, ia tetap memejamkan matanya, walaupun cahaya matahari telah menusuk pengelihatan gadis itu, hingga akhirnya ia terbangun. Dia langsung saja tersadar saat melihat jika dirinya tengah berada di sebuah ruangan mirip dengan Spa, atau semacam tempat perawatan diri.
Seorang wanita berada di sampingnya dengan seragam pelayan yang ia lihat sebelumnya.
“Dimana aku?” Dia terbangun dari kasur nyaman itu.
“Nona, sudah sadar ya?” tanya sang pelayan.
“Iya, siapa kau dan apa yang sedang kau lakukan padaku?” Shayu menatapnya saat ia sedang mengolesi tubuhnya dengan sesuatu, entah apa itu tetapi seperti krim dan aromanya sangat segar, memberikan ketenangan tersendiri saat indera pencium Shayu menghirupnya
.
“Nona, jangan terlalu banyak bergerak agar hasilnya bagus dan kulit nona akan selembut kulit putri raja,” ucapnya lagi.
“Apa maksudmu? Dan siapa yang menyuruhmu?”
“Tuan muda, nona,” jawab wanita itu dan masih terus melanjutkan tugasnya.
“Tuan muda? Tuan muda siapa?” tanya Shayu.
“Nanti nona akan tau sendiri, yang penting sekarang nona akan saya make over menjadi lebih cantik lagi, dengan begitu tuan akan sangat bahagia saat melihat anda.”
“Entahlah, drama apalagi ini, setelah ini aku harus apa, dan akan menjadi apa, aku tak tau, dan siapa tuan muda ia maksud sebenarnya, aku sangat penasaran,” ucap Shayu dalam hati. Akhirnya acara pelembutan kulit itupun usai, pelayan tadi meminta Shayu untuk berganti pakaian , dan berdandan. Ia memakaikan make up di wajahnya, sungguh deretan peralatan make up itu terbilang mahal bagi Shayu, ia tau beberapa brand ini meskipun beberapa di antaranya adalah produk import.
“Nona, lihatlah kau sangat cantik, bukan?” ucap pelayan.
“Iya, seperti bukan diriku,” balas Shayu terlalu jujur.
“Wah tuan pasti sangat bahagia melihat nona ini!!” teriak para pelayan lain, Shayu seperti seorang putri raja yang mereka sanjung. Padahal faktanya ia hanyalah seorang mahasiswi dengan profesi sebagai barista.
Pelayan paruhbaya itu pun membawanya keluar ruangan menuju ruangan lain, setelah sampai di pintu utama, ia meninggalkannya dan Shayu pun berjalan sendiri memasukki ruangan besar yang mirip seperti ruang kerja itu.
Shayu mengetuk pintu pelan, tetapi tak ada sahutan, akhirnya iapun langsung masuk ke dalam, dilihatnya seseorang sedang menatap jendela, ia membelakangi Shayu lalu Shayu mendekatinya sosok itu seperti tak asing, tatanan rambutnya, postur tubuhnya, semuanya begitu Shayu kenal, dan saat ia menoleh ke arahnya, ternyata benar
“Albiru?” ucap Shayu lirih, sesuai dugaannya sosok itu adalah rentenir yang selalu menggagu dirinya akhir-akhir ini.
“Ya, Mashayu. Aku Albiru, calon suamimu,” balasnya mendekati Shayu yang sedang tercengang
.
“Kau yang telah menculikku! Kau telah menculikku!”
“Tidak sayang, aku sedang membawa calon istriku untuk melakukan fitting baju pengantin,” kata Biru, kini mata mereka saling bertemu, dia menatap Shayu dari atas hingga ke bawah seperti seekor serigala, membuat Shayu sangat risih dengan tatapan seperti itu.
“Jangan menatapku seperti itu! Dasar mesum!” tetapi bukannya mendengarkan ucapan gadisnya, dia malah semakin mendekat, dan mendekat hingga hidungnya menyentuh pipi Shayu dengan lembut.
“Kau sangat menggairahkan cantik! Bisakah aku memakanmu sekarang juga?” ucapnya sambil menempelkan benda pusakanya ke tubuh Shayu, tentu saja gadis itu merasa geli saat sesuatu yang keras itu menyentuh kulit pahanya yang terbuka. Entah bagaimana caranya menghindar darinya sebab tubuh Shayu sudah terhimpit ke dinding dan kedua tangan kekar Biru sedang menguncinya dengan kuat.
“Dengar, aku tidak akan melepasmu Shayu! Apapun yang terjadi!” ucap Biru sambil mencengkeram tangan Shayu hingga membiru.
“Akkhh sakit!”
“Lepaskan! Sakit Biru!” pekik Shayu
“Ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan rasa sakitku!” balas Biru semakin kuat mencengkeram gadis itu.
“Apa maksudmu? Siapa yang menyakitimu?” Shayu bertanya pada Biru, pertanyaan yang sama, yang selalu ia tanyakan saat Biru mencoba menyakitinya, Sungguh Shayu tak mengerti kenapa Biru mengatakan hal seperti itu padanya. Dia melihat wajah itu mereda, dan amarahnya pun berkurang, akhirnya tangan kokoh
“Bersiaplah, kita akan bertemu dengan seseorang hari ini!”ucapnya kemudian pergi meninggalkan gadis malang itu sendirian di kamar.
Shayu memandangi tubuh itu menghilang dari pandangannya perlahan. Masih sangat kesal rasanya saat ia mengatakan akan menikahinya jika hutangnya tidak berhasil dia lunasi tahun ini.
****
Kini mereka berada di ruang makan, Albiru terus saja menatap Shayu sejak tadi. Dan itu sangat membuatnya canggung dan risih, mata elang Biru sangat mempesona tetapi sayang, sebenarnya dia begitu tampan untuk menjadi rentenir yang kejam, batin Shayu.
Beberapa menit kemudian seorang wanita paruh baya datang memasukki ruangan itu, suara heelsnya berdetak memecah kesunyian yang ada.
“Good morning my boy,” sapanya menatap Biru.
“Morning Ma,” balas Albiru kemudian memeluk wanita cantik itu. Shayu terpaku beberapa detik, saat melihat adegan itu, Albiru yang biasa terlihat garang dan mesum, begitu terlihat bagaikan seseorang yang berbeda, senyumannya dan tatapan matanya begitu terasa tulus dan apa adanya.
“Oh jadi ini calon mantu Mama ya? Wah cantik sekali!” wanita itu memandang Shayu kemudian menhampirinya.
“Halo sayang, siapa namamu?” tanyanya.
“Saya, saya Mashayu, tante,” ucap Shayu gugup.Ternyata wanita ini adalah ibu dari Albiru, pantas saja sosok garang itu tiba-tiba menjadi jinak ternyata mereka adalah ibu dan anak.
“Nama yang cantik sesuai dengan orangnya, duduklah sayang!” ucap ibu itu dan kemudian duduk di sebelah Shayu.
“Terima kasih tante,” balas Shayu canggung.
“Jangan memanggilku tante, aku Sharon ibunya Albiru, kau bisa memanggilku Mama,sayang,” ucapnya.
“Biru, jadi kapan kalian akan menikah?” tanya ibu itu kapada Biru yang sejak tadi hanya tersenyum-senyum menatapku.
Sial, kenapa curam sekali lantainya! dan jika aku memaksakan untuk melompat maka matilah diriku! jika saja tak ada tanggungan keuangan untuk keluarga, sudah dari kemarin-kemarin aku bunuh diri. Sayangnya, aku masih memikirkan ayah ibuku yang saat ini terjerat rentenir gila itu! gumam Mashayu saat berada di balcony bangunan megah itu. Dia mengamati lingkungan sekitar dari atas, lantai tiga kamar dimana Albiru menyekapnya, dilihatnya beberapa penjaga mansion sedang berjalan mondar-mandir mengedarkan pandangan. Mashayu masih mengamati dan memikirkan caranya bagaimana untuk bisa kabur. Diapun mengambil bed cover di atas tempat tidur kemudian menariknya dan mengikatnya menjadi beberapa bagian. Setelah itu dihubungkannya pada rails pada balcony tersebut. Mashayu berusaha sekuat tenaga agar kain tebal itu dapat terikat dengan sempurna sehingga mampu untuk menopang tubuhnya saat ia kabur nanti. Semoga saja bundalan sheet dan bed cover ini cukup untuk membawaku hingga ke dasar, Ya Tuhan, la
“Ayo pulang!” ucap Biru, mencengkeram tangan gadis itu. “Tidak mau! Pulang kemana? Itu bukan rumahku!” ucap Shayu mencoba untuk melepaskan tangan kekar itu, otot kehijauan mulai terlihat di kulit putih Albiru. “Mansion itu akan menjadi tempat tinggalmu! Mashayu!” Biru semakin mengeratkan genggaman tanganya. “Akhh! Shayu! Kau!” pria itu tiba-tiba memekik kesakitan saat Shayu menggigit tangannya, seketika Albiru melepaskan tawanan yang telah berhasil ditangkapnya itu. “Rasakan!” Mashayu berlari sekuat tenaganya, namun dengan sigap kawanan pengawal Albiru kembali menangkapnya. “Bawa dia masuk ke mobil!” perintah Albiru, seketika pria-pria berpakaian hitam itu membawa Shayu masuk. “Baik tuan,” jawab mereka serempak. Mashayu berontak, hingga ia kembali menggigit para bodyguard itu dengan sisa tenaga yang ia miliki. “Akh! Nona kenapa kau hobi sekali menggigit!” ucap salah seorang pengawal. “Rasakan! Aku bisa saja memakan dagingmu jika aku mau!” ucap gadis yang mulai pucat itu, ia ke
“Bagaimana keadaannya Dok?” tanya Albiru pada dokter itu. “Umm.. tidak ada masalah tuan,” ucap dokter sambil memeriksa bagian luka Shayu. “Apa anda yakin?” Albiru ikut mengamati kaki Mashayu. “Yakin, tuan. Hanya perlu dua atau tiga jahitan dan luka ini akan segera hilang,” dokter itupun mulai memebersihkan luka di telapak kaki Mashayu. Kemudian dikeluarkannya alat jahit medis, Shayu bergidik ngeri. “Ahh!” pekik gadis itu saat dokter menyuntiknya bius di bagian yang akan dilakikan tindakan. “Maaf Nona,” ucap dokter itu. Albiru menatap gadisnya yang tengah kesakitan selama proses penjahitan. “Dok, apa kau yakin itu mati rasa?” tanya Albiru. “Iya tuan,” jawab sang dokter sambil melanjutkan kegiatannya. “Tapi, kenapa dia sangat kesakitan?” tanya pria itu sedikit menampakkan kekhawatiran. “Aku tidak sedang kesakitan Biru!” “Aku hanya ngeri melihat jarum jahit,” kini Shayu mengeluarkan suaranya. “Tidak apa nona, ini tak akan lama lagi, dan setelah ini luka anda akan segera pulih,”
Albiru masuk ke kamar Mashayu dengan diikuti Rida, pelayannya dari belakang. Tampak gadis itu masih terbaring di atas tempat tidur. "Rida, suruh dia makan! aku ingin melihatnya!" perintah Albiru, dan seketika mendekati Mashayu yang masih tak mau menatap ke arah Albiru. "Nona, maaf ini makanannya," ucap pelayan wanita itu. "Sudah kubilang, aku tidak lapar!" ucap Mashayu ketus. "Tapi, tuan meminta anda untuk makan, Nona," tutur Rida lembut. "Suruh saja dia yang makan!" Mashayu masih saja menolak, sedangkan perutnya kian berbunyi menandakan jika empunya sedang kelaparan. "Nona.. " "Apa? cepat bawa nasi itu pergi!" Albiru yang hanya memperhatikan sejak tadi, kemudian merasa geram pada gadis itu dan menghampirinya, ia bahkan tau jika Mashayu sedang kelaparan."Rida, pergilah," ucap pria itu sambil meraih piring di tangan pelayannya. Wanita itupun mengangguk dan keluar dari sana meninggalkan tuannya bersama gadisnya. "Apa kau mau mati kelaparan?" tanya Albiru dengan sepiring nasi di
“Jangan menyentuhku!” ucap Shayu berusaha melepaskan diri dari pria itu. “Biru!” “Lepaskan!” bagaikan mendapat dorongan semangat, nyatanya pria itu justru semakin liar menjelajahi tubuh indah Mashayu, Shayu menggunakan segala kekuatannya agar bisa lolos dari pria kejam dan mes*m itu. Tetapi, tetap saja sepertinya tenaga mereka sangat berbeda jauh. Bagaimanapun Shayu adalah seorang wanita, tentu saja ia tak dapat melawan pria kekar itu. Ada desiran aneh saat mata mereka saling bertemu, namun rasa kesal dan benci begitu mendominasi sehingga membuat gadis itu memiliki tenaga lebih untuk mendorong Albiru. “Sudah kubilang jangan menyentuhku!” “UKHH!” Shayu mendorong dan menendang tubuh pria yang sedang mengungkungnya tersebut, hingga terjatuh ke lantai. “Sial, tubuh sekecil itu, nyatanya bisa menjatuhkanku,” batin Albiru , dia meringis kesakitan, mendapati bagian tubuhnya yang menghantam lantai marmer kamar itu. Shayu berlari menuju pintu keluar, ia tak sanggup untuk berada di dekat
"Bu, apa yang ibu katakan?" tanya Mashayu saat mendengar ibunya mengatakan hal yang menurutnya gila. "Nak, ibu tak mau melihatmu terus menderita, lebih baik menikah saja dengan Albiru!" "Tidak Bu, Shayu tidak mau!" ucap gadis keras kepala itu pada ibunya, sebenarnya Shayu tak pernah membantah perintah atau perkataan ibunya namun ia terpaksa harus menolaknya jika sang ibu meminta gadis itu untuk menikah dengan pria yang sangat ia benci. "Belum menikah saja sudah berniat jahat! apa lagi setelah menikah, apa ibu mau Shayu lebih disiksa lagi?" "Nak. dengarkan ibu, sepertinya dia itu pria yang baik," Laras semakin membuat Mashayu terintimidasi. "Apa ibu bilang?" "Dia itu jahat Bu, dia telah membuat hidup kita menjadi seperti ini, tidak ada pria baik yang memanfaatkan ketidakberdayaan orang lain, tidak ada orang baik yang menjadikan kelemahan orang lain untuk kepentingannya sendiri," gadis itu masih saja melanjutkan pendapatnya tentang Albiru. "Tapi Nak, waktu kita tidak banyak lagi
Mashayu menutup pintu kamarnya dengan kasar, hatinya bergemuruh, dadanya sesak dan meluap-luap mendengar ibunya memintanya untuk menikah dengan Albiru. Mashayu tak menyangka jika ibunya akan menyerah secepat itu. Memberikan dirinya kepada rentenir kejam dan tidak tau diri itu, bukankah suatu kebodohan untuk menyerah sebelum berperang, meskipun selama ini ia sudah cukup bertahan dengan keadaan. Walaupun hasil kerjanya kerasnya tak pernah terlihat dan tersentuh olehnya, tetapi paling tidak gadis itu dapat sedikit demi sedikit melepas ikatan kencang yang menghubungkan dirinya dengan Albiru dengan membayar cicilan hutangnya pada rentenir itu, sedikit demi sedikit. Semata-mata Shayu lakukan agar dia dan keluarganya bisa terlepas dari jeratan Albiru Declaire. "Shayu," terdengar Laras kembali memanggil namanya. Namun Shayu sama sekali tidak menjawab panggilan ibunya. "Nak, ya sudah jika kau masih membutuhkan waktu untuk berfikir, tapi ingat bulan depan adalah acara pertunanganmu dengan Na
Di ruang personalia tersebut, Mashayu sedang berhadapan dengan interviewer-nya. Gadis itu gugup dan sesekali membetulkan anak rambutnya yang terjatuh begitu saja. “Jangan tegang Mashayu,”ucap sang penginterview, yang juga berprofesi sebagai Flight Attendant. “Ma-maaf Bu, entah bagaimana rasanya, saya begitu gugup,” jawab Shayu dengan jujur. “Saya lihat dari dokumen yang kamu bawa, semuanya sudah memenuhi kualifikasi, dan saya cukup takjup dengan nilai IPK kamu,” pramugari tersebut membuka lembar demi lembar dokumen Mashayu. “Baiklah, cukup sampai di sini ya wawancaranya, hasilnya akan saya kirim via e-mail,” Shayu pun mengangguk mendengar penuturan wanita cantik itu, kemudian berlalu meninggalkan ruangan tersebut. Shayu pulang ke rumah dengan perasaan yang berbunga, entah mengapa ia merasa jika dirinya akan diterima bekerja di perusahaan bonafit tersebut. Namun, senyuamannya menghilang saat dilihatnya sang ibu sedang menunggu kedatangannya di teras rumah mereka. “Ibu,” ucap Shayu
"Biru, jelaskan padaku!" rangek Mashayu sambil menghentak-hentakkan kakinya, terlihat lucu di mata Albiru."Jelaskan apa sayang?" "Tentang gadis itu!" Mashayu semakin terlihat kesal. melihat sang suami begitu sengaja mengacuhkannya setelah berhasil membuat gadis itu penasaran setengah mati."Sudah kukatakan, kaulah gadis itu Shayu, mengapa masih belum percaya juga," ucap pria itu kemudian melingkarkan tangan kekarnya pada pinggang ramping Mashayu."Kau bohong!" "Sayang, ayolah hentikan perdebatan ini. Apa kau tidak merasa lapar?" tanya Albiru sambil meletakkan dagunya pada pundak sang istri. Terlihat begitu romantis meskipun dengan wajah Mashayu yang sedang diselimuti kekesalan. "Aku belum lapar!" jawab Mashayu ketus."Adik bayi, apa kau juga tidak merasa lapar sama seperti mama?" goda pria itu sambil mengelus perut Mashayu."Jangan gila Biru, aku tidak sedang hamil!""Belum sayang, dan mungkin sebentar lagi." ucap Albiru, kemudian meraih ponselnya untuk menelepon seseorang."Charl
Mashayu menggeliat sambil membetulkan posisinya, tangan halusnya menyentuh seprei satin yang kusut dan acak akibat ulah suaminya, sementara Albiru yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah dan wajah yang segar begitu terlihat bersemangat. "Sayang, jadi jalan-jalan?" tanya Albiru pada gadis yang masih berbaring di atas bed itu. "Apa kau senang sekarang?" sungut Mashayu, ia masih saja kesal karena Albiru mengerjainya dari pagi hingga siang hari. "Maaf sayang, kau sangat menggoda sehingga aku tak dapat menahan diri," Albiru menunjukkan ekspresi menyesal namun itu tidak membuat Mashayu lantas memaafkannya. "Kau sungguh menyebalkan! kau menghilangkan mood liburanku, Biru!" "Oh sayang, bukankah kita sedang berbulan madu saat ini hm?" Albiru menyentuh dagu gadis itu lalu memberikan kecupan pada bibirnya. "Sungguh menyebalkan!" dengus Masahyu dengan area dadanya yang semakin terasa sakit, seperti nyeri saat ingin datang bulan, tetapi nyatanya tamu bulanannya tid
“Biru, aku ingin pergi ke pantai,” ucap Mashayu sambil mengeratkan pelukan tangannya pada lengan Albiru.“Ke pantai? Sekarang?” Biru mengerutkan keningnya, terheran tidak biasanya sang istri manja seperti itu.“Iya!” seru gadis itu kemudian memeluk tubuh Albiru, menempelkan dadanya dengan dada bidang suaminya, membuat pria itu sedikit terangsang.“Apa kau sedang ingin menggodaku sayang?” Albiru menaikkan satu alisnya sambil mencubit dagu tirus Mashayu.“Tidak Biru,” ucap Shayu menggelengkan kepalanya.“Hu’um, aku sungguh ingin pergi sekarang,” ucapnya lagi, sambil semakin mengeratkan pelukannya bahkan ia juga menciumi pipi sang suami. Albiru menghentikan pekerjaannya, menutup laptop dan segera merengkuh pinggang Mashayu.“Kau sungguh ingin menggodaku rupanya ya?” sergah suami Mashayu itu lalu merebahkan tubuh Mashayu di atas ranjang.Mashayu menutup matanya, ia selalu saja merasa risih saat tatapan Albiru begitu terlihat menyeramkan seperti itu, tatapan yang sangat menunjukkan jika pr
“Shayu, apa kau mendengarku?” Albiru kembali mengulangi perkataannya.“Sayang, saat itu juga Albiru menoleh ke arah sang istri tetapi ia harus menahan kekesalan karena ternyata Mashayu telah tertidur.“Astaga Shayu, aku sudah sangat memberanikan diri untuk mengungkapkan semuanya kepadamu tetapi ternyata kau justru terlelap,” ucap Albiru menghela napas panjang, ingin memarahi sang istri tetapi tidak tega akhirnya ia hanya mengecup wajah cantik itu.‘Mungkin ini belum waktunya untukmu mengetahui semuanya Shayu, biarlah kita menjalani apa yang ada dulu. Aku belum siap untuk menerima kemarahanmu sayang,’ gumam pria tampan itu.***Tiba di Jakarta.Charles menjemput atasan beserta sang istri tersebut di area departure. Sesekali Mashayu mengerjapkan matanya saat berusaha melawan rasa kantuk yang masih melanda.“Sayang, apa kau masih saja mengantuk? Kau bahkan sudah tertidur lebih dari enam jam!” ucap Albiru sambil berjalan menggandeng tangan gadis itu.“Aku pun tak tau Biru, beberapa waktu
BAB 45 ALBIRU SHAYUSatu bulan kemudian Shayu dan Albiru memutuskan untuk kembali ke Indonesia, dengan berat hati Sharon melepaskan putra dan menantunya tersebut, wanita paruh baya itu sudah sangat menyayangi Mashayu, baginya gadis itu merupakan secerca cahaya di dalam kehidupan putranya yang selama ini terbilang gelap dan hampa.“Biru, bisakah Shayu tetap tinggal di sini?” tanya Sharon menggoda putranya padahal ia tau jika Albiru begitu tidak bisa berjauhan dari istri cantiknya itu.“Apa maksud mama? Bagaimana mungkin Shayu berada di sini sedangkan Biru di Indonesia?”“Kau bisa mengunjunginya setiap minggu Nak!” rengek Sharon.“Tidak bisa Ma!” bantah Albiru.“Ayolah! Mama sangat kesepian di sini!” Sharon masih saja ingin mengerjai pria itu.“Ma, bukankah mama ingin agar Shayu segera hamil? Lalu jika kami harus menjalani LDR, peluang untuk hamil itu akan semakin mengecil ma,” balas Albiru, padahal ia memang tidak bisa berjauhan dengan Mashayu, pesona gadis itu terlalu memabukkan untuk
BAB 44 ALBIRU SHAYUAlbiru semakin merasakan gejolak pada perutnya, sementara Sharon semakin menyunggingkan senyuman di wajahnya. Wanita paruh baya itu sangat berharap lebih pada putera dan menanantunya tanpa memperdulikan kondisi Albiru yang semakin kacau.“Ma, Shayu akan menelepon dokter sekarang juga!” ucap gadis yang mulai tidak tega pada suaminya itu.“No sayang! Kau tak boleh terlalu banyak bergerak, biarkan mama saja yang menghubungi dokter!” sergah Sharon kemudian berlari untuk mengambil ponselnya.“Ma, apa-apaan ini, Biru yang sedang sakit, tetapi mengapa mama malah mengkhawatirkan Shayu?”“Biru, jangan terlalu banyak bicara! Sebentar lagi kau akan menjadi seorang ayah!” pungkas wanita paruh baya itu kemudian berlalu. Albiru hanya menatap sang istri dengan ekspresi bertanya-tanya.“Sayang, apa kau hamil?” tanya Albiru ragu.“Aku tidak tau, Biru. Tetapi rasanya itu tidak mungkin, aku bahkan merasa sangat biasa-biasa saja saat ini,” jawab gadis itu santai.“Oh, jika kau benar h
Albiru masih terlelap setelah kegiatan panasnya dengan sang istri semalam. Dia benar-benar terlarut dalam kehangatan tubuh Mashayu, begitupun dengan Mashayu yang tak dapat mengontrol dirinya saat sentuhan Albiru begitu terasa memabukkan pada setiap jengkal kulit mulus gadis itu. Setelah usai membersihkan diri, gadis itupun keluar dari kamar menuju dapur, berniat untuk membuatkan sarapan untuk suaminya. “Selamat pagi sayang,” sapa Sharon yang sedang memasak. “Selamat pagi Mama,” jawab Mashayu padahal ia sudah bangun sepagi mungkin, tetapi tetap saja ibu mertuanya bangun lebih pagi dari dirinya. “Mashayu, bagaimana tidurmu?” Sharon memperhatikan wajah menantunya tersebut, sambil tersenyum-senyum ia membatin Kau hebat Albiru, tidak sia-sia mama membantumu! Gumam Sharon saat memeperhatikan kulit Mashayu yang penuh dengan kissmarks dari puteranya. “Sangat nyenyak Ma, bagaimana tidur mama? Maafkan Shayu yang selalu tertlambat bangun,” ucap gadis itu, menahan malu, ia tau jika sang ibu m
Mashayu menatap benda pipih itu ia tak mengerti mengapa Albiru tidak menggunakan uang tersebut seperti sebagai mana mestinya, gadis itu sempat berfikir jika Albiru adalah tipe orang yang serakah, tetapi lagi-lagi sepertinya dugaannya itu salah.“Albiru, mengapa kau tak menggunkan uang ini? kupikir kau akan--,” ucap Mashayu terpotong saat pria tampan di sampingnya itu menghentikannya.“No Shayu, aku tak menggunakan uang itu,” ucap Albiru.“Iya, tetapi kenapa?”“Karena itu uangmu Shayu, itu hasil kerja kerasmu selama bertahun-tahun ini,” Albiru menatap manik indah gadis itu.“Biru, ada apa denganmu? Ini uangmu! Aku telah bekerja keras selama ini hanya untuk mengembalikan uangmu,” ucap Mashayu sambil memberikan kartu atm itu pada Albiru.“Shayu, mungkin aku memang memerasmu selama ini, tetapi jujur saja aku tak bisa mengatakan alasan yang sesungguhnya padamu. Yang jelas kau harus mengambil uangmu kembali, aku adalah suamimu sekarang dan sudah menjadi kwajibanku untuk menafkahimu,” jelas
Mashayu memandang tubuh renta itu, wajah yang begitu teduh meskipun matanya terpejam tetapi Armani terlihat seperti seoarang yang masih sehat dan terawat.“Opa, sebelumnya perkenalkan saya Mashayu istri Albiru, cucu opa yang tampan itu, opa bisa memanggilku dengan nama Shayu.” Gadis itu terus memperhatikan tubuh yang sedang tergolek dengan berbagai alat bantu kehidupan itu.“Opa, bagaimana kabar opa? Mungkin benar ini adalah pertemuan pertama kita, tetapi entah mengapa Shayu merasa sudah sangat mengenal opa,” ucap Mashayu sambil terus mencoba berkomunikasi dengan pria renta tersebut, berharap sang kakek bisa mendengarnya.“Opa, apa Shayu boleh sedikit bercerita? Sebenarnya awalnya Shayu sangat membenci Biru, karena dia sudah sangat keterlaluan pada Mashayu, namun entah bagaimana seiring berjalannya waktu Shayu mulai jatuh hati padanya,” Mashayu tersenyum tipis dia merasa seperti ingin menceritakan semuanya pada Armani saat itu juga.“Apa opa tau, jika ternyata Albiru pun juga memiliki