“Biru, aku ingin pergi ke pantai,” ucap Mashayu sambil mengeratkan pelukan tangannya pada lengan Albiru.“Ke pantai? Sekarang?” Biru mengerutkan keningnya, terheran tidak biasanya sang istri manja seperti itu.“Iya!” seru gadis itu kemudian memeluk tubuh Albiru, menempelkan dadanya dengan dada bidang suaminya, membuat pria itu sedikit terangsang.“Apa kau sedang ingin menggodaku sayang?” Albiru menaikkan satu alisnya sambil mencubit dagu tirus Mashayu.“Tidak Biru,” ucap Shayu menggelengkan kepalanya.“Hu’um, aku sungguh ingin pergi sekarang,” ucapnya lagi, sambil semakin mengeratkan pelukannya bahkan ia juga menciumi pipi sang suami. Albiru menghentikan pekerjaannya, menutup laptop dan segera merengkuh pinggang Mashayu.“Kau sungguh ingin menggodaku rupanya ya?” sergah suami Mashayu itu lalu merebahkan tubuh Mashayu di atas ranjang.Mashayu menutup matanya, ia selalu saja merasa risih saat tatapan Albiru begitu terlihat menyeramkan seperti itu, tatapan yang sangat menunjukkan jika pr
Mashayu menggeliat sambil membetulkan posisinya, tangan halusnya menyentuh seprei satin yang kusut dan acak akibat ulah suaminya, sementara Albiru yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah dan wajah yang segar begitu terlihat bersemangat. "Sayang, jadi jalan-jalan?" tanya Albiru pada gadis yang masih berbaring di atas bed itu. "Apa kau senang sekarang?" sungut Mashayu, ia masih saja kesal karena Albiru mengerjainya dari pagi hingga siang hari. "Maaf sayang, kau sangat menggoda sehingga aku tak dapat menahan diri," Albiru menunjukkan ekspresi menyesal namun itu tidak membuat Mashayu lantas memaafkannya. "Kau sungguh menyebalkan! kau menghilangkan mood liburanku, Biru!" "Oh sayang, bukankah kita sedang berbulan madu saat ini hm?" Albiru menyentuh dagu gadis itu lalu memberikan kecupan pada bibirnya. "Sungguh menyebalkan!" dengus Masahyu dengan area dadanya yang semakin terasa sakit, seperti nyeri saat ingin datang bulan, tetapi nyatanya tamu bulanannya tid
"Biru, jelaskan padaku!" rangek Mashayu sambil menghentak-hentakkan kakinya, terlihat lucu di mata Albiru."Jelaskan apa sayang?" "Tentang gadis itu!" Mashayu semakin terlihat kesal. melihat sang suami begitu sengaja mengacuhkannya setelah berhasil membuat gadis itu penasaran setengah mati."Sudah kukatakan, kaulah gadis itu Shayu, mengapa masih belum percaya juga," ucap pria itu kemudian melingkarkan tangan kekarnya pada pinggang ramping Mashayu."Kau bohong!" "Sayang, ayolah hentikan perdebatan ini. Apa kau tidak merasa lapar?" tanya Albiru sambil meletakkan dagunya pada pundak sang istri. Terlihat begitu romantis meskipun dengan wajah Mashayu yang sedang diselimuti kekesalan. "Aku belum lapar!" jawab Mashayu ketus."Adik bayi, apa kau juga tidak merasa lapar sama seperti mama?" goda pria itu sambil mengelus perut Mashayu."Jangan gila Biru, aku tidak sedang hamil!""Belum sayang, dan mungkin sebentar lagi." ucap Albiru, kemudian meraih ponselnya untuk menelepon seseorang."Charl
“Bangun!” “Heh! Bangun!” “Bangunlah kucing liar!” ucap pria itu, sambil menepuk-nepuk pipi bersemu merah sang gadis yang masih memejamkan matanya. Namun, meskipun dengan nada tinggi ia membangunkan kucing cantiknya itu, hasilnya tetap tak ada respon, sang gadis masih saja tergolek tak berdaya tanpa busana dan hanya selimutlah yang menutupi keindahan tubuhnya, kemudian pria gagah berperawakan tegap itu mengambil segelas air di meja fancy kabinnya. Setelan tuxedo begitu mencetak indah tubuh sixpack itu, dengan rambut pomade khas ekskutif muda, wajahnya begitu merah padam hingga menutupi rupanya yang menawan, dengan kekesalan yang tak dapat dihindari ia menyiramkan segelas air pada tubuh gadisnya. BYUURR BYURRR Tak hanya sekali, dua kali Biru mengguyurkan air ke wajah Mashayu, gadis muda yang selama ini menjadi tawanannya. “Apa-apaan ini?” ucap Shayu, dengan nafas tersengal-sengal akibat air yang menyumbat pernafasannya, gadis cantik itu baru saja terbangun dari tidur panjangnya s
Beberapa tahun silam “Nak, bapak sakit. Kita butuh biaya lebih untuk pengobatan bapak,” ucap ibu Shayu, saat melihat putrinya baru saja pulang sekolah, Shayu pun terperanjat kaget, ia teringat bukankah terakhir ayahnya berada di rumah, beliau terlihat baik-baik saja, lalu mengapa sekarang tiba-tiba jadi sakit seperti ini. Shayu menghampiri ibunya dan menanyakan hal tersebut. “Buk, bapak sakit? Bukankah sebelum berangkat ke kota bapak baik-baik saja?” tanya anak gadis itu heran. “Iya, rekan bapak, Pak Hamdan tadi mengabari jika bapak terkena serangan jantung saat sedang bekerja,” ibu itu pun terlihat lemas, namun ia tetap berusaha terlihat tegar di depan anaknya. “Apa Buk? Jantung?” Shayu pun semakin terkejut. “Ya benar, Mashayu. Bapak harus menjalani operasi baypass jantung secepatnya. Ibu bingung, sementara ini biaya pengobatan masih ditanggung oleh perusahaan bapak berkerja, namun setelah ini biaya akan dibebankan pada keluarga pasien, mengingat kontrak kerja bapak akan segera b
Mashayu berjalan gontai setelah membetulkan pakaiannya yang acak-acakan karena perbuatan pria tadi, cengkraman tangan itu masih sangat ia rasakan, rasanya sakit sekali untuknya, tetapi Shayu heran, mengapa wajah Albiru begitu familiar baginya, mungkinkah mereka pernah bertemu sebelumnya, Shayu sama sekali tidak ingat, lalu ia pun melanjutkan pekerjaanya dan setelah itu, gadis itu menghadap HRM, untuk menuntut keadilan untuknya, dan juga untuk orang lain, karena kejadian seperti tadi akan terus jika tidak dihentikan. Kini ia tiba di depan ruangan HRM, diapun masuk ke ruangan itu, Ibu Dina adalah kepala HRM di hotel tempatnya bekerja tersebut, ia sangat ramah, tanpa ragu wanita paruhbaya itupun menanyakan apa keperluan Shayu datang ke ruangannya. “Ibu Dina, saya minta maaf sebelumnya jika dinggap terlalu berlebihan dalam menyikapi sikap tamu terhadap saya hari ini,” ucap Shayu ragu, Ibu Dina dengan saksama mendengarkan dan memperhatikan ucapan gadis itu “Ada masalah apa dengan tamu it
“Apa maksudmu?” bentak Shayu pada pria yang masih saja berada di hadapannya itu, ia merasa pria itu sedang ingin menggodanya, pria setampan dan semapan itu menggoda seorang gadis biasa seperti Shayu, gadis itu merasa ada yang tidak beres pada Biru. Biru mulai mendekat, dan semakin dekat lalu berbisik di telinga Shayu. “Aku tau kau sangat penasaran terhadapku bukan?” tanya Albiru, hembusan nafas itu lagi-lagi menggelitik manja di area leher Shayu. Seakan ia sengaja melakukannya untuk membangunkan hasrat Mashayu. “Albiru, siapa sebenarnya dirimu? Dan kenapa kau terus saja menggangguku?” Shayu tak tau lagi harus menggunakan bahasa apa, agar pria itu mau menjelaskan maksud dan tujuannya. “Mashayu, aku tertarik padamu. Menikahlah denganku, dan kau tak perlu lagi bekerja keras untuk melunasi hutangmu,” kata Biru tepat pada wajah Shayu. Sejenak gadis itu berfikir bagaimana mungkin pria itu tahu tentang hutangnya. Mungkinkah ia benar-benar telah mengenal Shayu dan keluarganya sebelumnya.
Albiru sedang berada di ruangannya, sebuah ruang kerja di mansion bergaya Eropa, pemilik mata elang dan hidung mancung itu sedang berbicara pada asisten pribadinya, Dilan. “Tuan, kami mendapat laporan bahwa Tangguh Airlangga masih dalam status koma,” ucap pria berseragam serba hitam itu pada bosnya. “Bagaimana kondisi bedebah itu sekarang? Apa kau yakin ia masih koma?” tanya Biru, memastikan. “Yakin tuan, sesuai dengan laporan dokter,” “Bagus, lihat saja Tangguh! Setangguh apa dirimu setelah ini, apa yang bisa kau lakukan saat nanti putrimu berada dalam genggamanku,” gumam Biru sambil menatap foto agen rahasia Negara yang sejak lama diincarnya itu. “Charles, pastikan system sadap dan pengintai kita bekerja dengan benar! Aku tak ingin ada kesalahan terutama, saat Tangguh tersadar nanti,” ucap Biru pada asistennya itu. “Siap tuan,” jawab Charles. “Berjagalah di depan kamar Shayu, jangan sampai ia kabur!” “Sesuai perintahmu Tuan,” jawab Charles. **** Di tempat lain. Tepatnya di
"Biru, jelaskan padaku!" rangek Mashayu sambil menghentak-hentakkan kakinya, terlihat lucu di mata Albiru."Jelaskan apa sayang?" "Tentang gadis itu!" Mashayu semakin terlihat kesal. melihat sang suami begitu sengaja mengacuhkannya setelah berhasil membuat gadis itu penasaran setengah mati."Sudah kukatakan, kaulah gadis itu Shayu, mengapa masih belum percaya juga," ucap pria itu kemudian melingkarkan tangan kekarnya pada pinggang ramping Mashayu."Kau bohong!" "Sayang, ayolah hentikan perdebatan ini. Apa kau tidak merasa lapar?" tanya Albiru sambil meletakkan dagunya pada pundak sang istri. Terlihat begitu romantis meskipun dengan wajah Mashayu yang sedang diselimuti kekesalan. "Aku belum lapar!" jawab Mashayu ketus."Adik bayi, apa kau juga tidak merasa lapar sama seperti mama?" goda pria itu sambil mengelus perut Mashayu."Jangan gila Biru, aku tidak sedang hamil!""Belum sayang, dan mungkin sebentar lagi." ucap Albiru, kemudian meraih ponselnya untuk menelepon seseorang."Charl
Mashayu menggeliat sambil membetulkan posisinya, tangan halusnya menyentuh seprei satin yang kusut dan acak akibat ulah suaminya, sementara Albiru yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah dan wajah yang segar begitu terlihat bersemangat. "Sayang, jadi jalan-jalan?" tanya Albiru pada gadis yang masih berbaring di atas bed itu. "Apa kau senang sekarang?" sungut Mashayu, ia masih saja kesal karena Albiru mengerjainya dari pagi hingga siang hari. "Maaf sayang, kau sangat menggoda sehingga aku tak dapat menahan diri," Albiru menunjukkan ekspresi menyesal namun itu tidak membuat Mashayu lantas memaafkannya. "Kau sungguh menyebalkan! kau menghilangkan mood liburanku, Biru!" "Oh sayang, bukankah kita sedang berbulan madu saat ini hm?" Albiru menyentuh dagu gadis itu lalu memberikan kecupan pada bibirnya. "Sungguh menyebalkan!" dengus Masahyu dengan area dadanya yang semakin terasa sakit, seperti nyeri saat ingin datang bulan, tetapi nyatanya tamu bulanannya tid
“Biru, aku ingin pergi ke pantai,” ucap Mashayu sambil mengeratkan pelukan tangannya pada lengan Albiru.“Ke pantai? Sekarang?” Biru mengerutkan keningnya, terheran tidak biasanya sang istri manja seperti itu.“Iya!” seru gadis itu kemudian memeluk tubuh Albiru, menempelkan dadanya dengan dada bidang suaminya, membuat pria itu sedikit terangsang.“Apa kau sedang ingin menggodaku sayang?” Albiru menaikkan satu alisnya sambil mencubit dagu tirus Mashayu.“Tidak Biru,” ucap Shayu menggelengkan kepalanya.“Hu’um, aku sungguh ingin pergi sekarang,” ucapnya lagi, sambil semakin mengeratkan pelukannya bahkan ia juga menciumi pipi sang suami. Albiru menghentikan pekerjaannya, menutup laptop dan segera merengkuh pinggang Mashayu.“Kau sungguh ingin menggodaku rupanya ya?” sergah suami Mashayu itu lalu merebahkan tubuh Mashayu di atas ranjang.Mashayu menutup matanya, ia selalu saja merasa risih saat tatapan Albiru begitu terlihat menyeramkan seperti itu, tatapan yang sangat menunjukkan jika pr
“Shayu, apa kau mendengarku?” Albiru kembali mengulangi perkataannya.“Sayang, saat itu juga Albiru menoleh ke arah sang istri tetapi ia harus menahan kekesalan karena ternyata Mashayu telah tertidur.“Astaga Shayu, aku sudah sangat memberanikan diri untuk mengungkapkan semuanya kepadamu tetapi ternyata kau justru terlelap,” ucap Albiru menghela napas panjang, ingin memarahi sang istri tetapi tidak tega akhirnya ia hanya mengecup wajah cantik itu.‘Mungkin ini belum waktunya untukmu mengetahui semuanya Shayu, biarlah kita menjalani apa yang ada dulu. Aku belum siap untuk menerima kemarahanmu sayang,’ gumam pria tampan itu.***Tiba di Jakarta.Charles menjemput atasan beserta sang istri tersebut di area departure. Sesekali Mashayu mengerjapkan matanya saat berusaha melawan rasa kantuk yang masih melanda.“Sayang, apa kau masih saja mengantuk? Kau bahkan sudah tertidur lebih dari enam jam!” ucap Albiru sambil berjalan menggandeng tangan gadis itu.“Aku pun tak tau Biru, beberapa waktu
BAB 45 ALBIRU SHAYUSatu bulan kemudian Shayu dan Albiru memutuskan untuk kembali ke Indonesia, dengan berat hati Sharon melepaskan putra dan menantunya tersebut, wanita paruh baya itu sudah sangat menyayangi Mashayu, baginya gadis itu merupakan secerca cahaya di dalam kehidupan putranya yang selama ini terbilang gelap dan hampa.“Biru, bisakah Shayu tetap tinggal di sini?” tanya Sharon menggoda putranya padahal ia tau jika Albiru begitu tidak bisa berjauhan dari istri cantiknya itu.“Apa maksud mama? Bagaimana mungkin Shayu berada di sini sedangkan Biru di Indonesia?”“Kau bisa mengunjunginya setiap minggu Nak!” rengek Sharon.“Tidak bisa Ma!” bantah Albiru.“Ayolah! Mama sangat kesepian di sini!” Sharon masih saja ingin mengerjai pria itu.“Ma, bukankah mama ingin agar Shayu segera hamil? Lalu jika kami harus menjalani LDR, peluang untuk hamil itu akan semakin mengecil ma,” balas Albiru, padahal ia memang tidak bisa berjauhan dengan Mashayu, pesona gadis itu terlalu memabukkan untuk
BAB 44 ALBIRU SHAYUAlbiru semakin merasakan gejolak pada perutnya, sementara Sharon semakin menyunggingkan senyuman di wajahnya. Wanita paruh baya itu sangat berharap lebih pada putera dan menanantunya tanpa memperdulikan kondisi Albiru yang semakin kacau.“Ma, Shayu akan menelepon dokter sekarang juga!” ucap gadis yang mulai tidak tega pada suaminya itu.“No sayang! Kau tak boleh terlalu banyak bergerak, biarkan mama saja yang menghubungi dokter!” sergah Sharon kemudian berlari untuk mengambil ponselnya.“Ma, apa-apaan ini, Biru yang sedang sakit, tetapi mengapa mama malah mengkhawatirkan Shayu?”“Biru, jangan terlalu banyak bicara! Sebentar lagi kau akan menjadi seorang ayah!” pungkas wanita paruh baya itu kemudian berlalu. Albiru hanya menatap sang istri dengan ekspresi bertanya-tanya.“Sayang, apa kau hamil?” tanya Albiru ragu.“Aku tidak tau, Biru. Tetapi rasanya itu tidak mungkin, aku bahkan merasa sangat biasa-biasa saja saat ini,” jawab gadis itu santai.“Oh, jika kau benar h
Albiru masih terlelap setelah kegiatan panasnya dengan sang istri semalam. Dia benar-benar terlarut dalam kehangatan tubuh Mashayu, begitupun dengan Mashayu yang tak dapat mengontrol dirinya saat sentuhan Albiru begitu terasa memabukkan pada setiap jengkal kulit mulus gadis itu. Setelah usai membersihkan diri, gadis itupun keluar dari kamar menuju dapur, berniat untuk membuatkan sarapan untuk suaminya. “Selamat pagi sayang,” sapa Sharon yang sedang memasak. “Selamat pagi Mama,” jawab Mashayu padahal ia sudah bangun sepagi mungkin, tetapi tetap saja ibu mertuanya bangun lebih pagi dari dirinya. “Mashayu, bagaimana tidurmu?” Sharon memperhatikan wajah menantunya tersebut, sambil tersenyum-senyum ia membatin Kau hebat Albiru, tidak sia-sia mama membantumu! Gumam Sharon saat memeperhatikan kulit Mashayu yang penuh dengan kissmarks dari puteranya. “Sangat nyenyak Ma, bagaimana tidur mama? Maafkan Shayu yang selalu tertlambat bangun,” ucap gadis itu, menahan malu, ia tau jika sang ibu m
Mashayu menatap benda pipih itu ia tak mengerti mengapa Albiru tidak menggunakan uang tersebut seperti sebagai mana mestinya, gadis itu sempat berfikir jika Albiru adalah tipe orang yang serakah, tetapi lagi-lagi sepertinya dugaannya itu salah.“Albiru, mengapa kau tak menggunkan uang ini? kupikir kau akan--,” ucap Mashayu terpotong saat pria tampan di sampingnya itu menghentikannya.“No Shayu, aku tak menggunakan uang itu,” ucap Albiru.“Iya, tetapi kenapa?”“Karena itu uangmu Shayu, itu hasil kerja kerasmu selama bertahun-tahun ini,” Albiru menatap manik indah gadis itu.“Biru, ada apa denganmu? Ini uangmu! Aku telah bekerja keras selama ini hanya untuk mengembalikan uangmu,” ucap Mashayu sambil memberikan kartu atm itu pada Albiru.“Shayu, mungkin aku memang memerasmu selama ini, tetapi jujur saja aku tak bisa mengatakan alasan yang sesungguhnya padamu. Yang jelas kau harus mengambil uangmu kembali, aku adalah suamimu sekarang dan sudah menjadi kwajibanku untuk menafkahimu,” jelas
Mashayu memandang tubuh renta itu, wajah yang begitu teduh meskipun matanya terpejam tetapi Armani terlihat seperti seoarang yang masih sehat dan terawat.“Opa, sebelumnya perkenalkan saya Mashayu istri Albiru, cucu opa yang tampan itu, opa bisa memanggilku dengan nama Shayu.” Gadis itu terus memperhatikan tubuh yang sedang tergolek dengan berbagai alat bantu kehidupan itu.“Opa, bagaimana kabar opa? Mungkin benar ini adalah pertemuan pertama kita, tetapi entah mengapa Shayu merasa sudah sangat mengenal opa,” ucap Mashayu sambil terus mencoba berkomunikasi dengan pria renta tersebut, berharap sang kakek bisa mendengarnya.“Opa, apa Shayu boleh sedikit bercerita? Sebenarnya awalnya Shayu sangat membenci Biru, karena dia sudah sangat keterlaluan pada Mashayu, namun entah bagaimana seiring berjalannya waktu Shayu mulai jatuh hati padanya,” Mashayu tersenyum tipis dia merasa seperti ingin menceritakan semuanya pada Armani saat itu juga.“Apa opa tau, jika ternyata Albiru pun juga memiliki