Armaya membawa Olivia ke sebuah restoran dengan ornamen khas jepang. Seorang pelayan berpakaian kimono ala negeri sakura menggeser pintu sebuah ruangan. Armaya mempersilakan Olivia untuk masuk, lalu kembali menutup pintu. Olivia ragu untuk melangkah. Dia melihat Laura sedang duduk dengan tenang di bantal tipis di atas lantai.Meja pendek di hadapannya penuh dengan berbagai macam hidangan. Olivia masih membeku di depan pintu."Sampai kapan kau akan berdiri di situ?" Suara tenang Laura membuatnya bergidik.Gadis itu melangkah mendekati wanita yang memanggilnya ke tempat itu."Duduklah!" Olivia kembali menurut."Makanlah! Kau belum sempat makan, malam itu." Laura mengingatkannya tentang makan malam dua hari yang lalu.Olivia menelan ludah. Dia merasa seperti seekor sapi yang diberi banyak makan agar cepat gemuk. Kemudian dipotong untuk dicincang-cincang daging tebalnya. Olivia tanpa sadar mengusap lehernya sendiri karena takut."Kau takut aku membubuhi racun pada makananmu?" Laura kemb
Olivia langsung membuang pandangan melihat senyum seringai dari pria itu. Dia mencoba melewatinya, namun pria itu kembali menghalangi dengan tubuhnya."Munggirlah, aku sedang bekerja." Olivia bersikap tak peduli."Kau masih saja bersikap jual mahal, Olivia!" Pria berambut ikal itu sedang menyindirnya. Dia terus melangkah, hingga Olivia harus bergerak mundur. "Apa kau masih mau mengaku kalau kau punya kekasih?" Pria itu sedang mengejeknya. "Kudengar kau berbagi pacar dengan salah satu rekanmu. Hem, aku tidak melihatnya malam ini. Bagaimana jika kalian juga berbagi ranjang denganku!""Kau masih tetap menjijikkan, Daniel!" Olivia mencibir.Daniel adalah salah satu pria yang ditolak oleh Olivia. Pemuda itu kerap kali menggodanya dengan kekayaan yang selalu dia pamerkan. Di sisi lain, Silvia mengincarnya, bahkan pernah menemaninya bermalam. Saat itulah Silvia mengatakan kalau kekasih Olivia jatuh cinta dan akhirnya memilih dirinya, lalu membuang gadis itu."Sekarang kau sudah bebas. Kau
Ronan mendengus kesal. Dia memijat pelipisnya sendiri. Sebenarnya benda itu tidak terlalu penting bagi dia. Hanya saja dia enggan berselisih dengan ibunya hanya karena harus membela gadis yang akan dia nikahi."Pindah dari sana!" perintah Ronan pada Olivia yang masih tampak gelisah.Mereka kini berada di ruang VIP, karena Ronan memesan tempat itu dan meminta Olivia melayaninya. Pria yang baru saja mematahkan pergelangan tangan seseorang itu ingin berbicara dengan leluasa."Apa yang anda katakan. Anda benar-benar akan meratakan tempat itu dengan tanah?" "Sudah kubilang jaga sikapmu. Kau akan segera menikah, tapi kau masih tinggal sekamar dengan kekasihmu."Alis Olivia mengkerut."Anda telah berpikir bahwa aku memiliki kekasih. Dan anda masih berniat menikahiku? Apa maksud anda sebenarnya?" Olivia tak habis pikir."Kau berhubungan dengan lelaki mana pun, aku tidak peduli. Bahkan dengan pria yang telah mengkhianati dirimu!""Lalu apa masalahnya?""Kita akan menikah. Aku tak mau kau mer
"Rupanya hidupmu selalu dikelilingi para pria, heh? Ingatkan pemuda itu untuk selalu menjaga pergelangan tangan dan juga rahangnya!" Ronan mendengus kesal. Lalu meninggalkan gadis itu yang penuh heran."Jalan!" Ronan memerintahkan Kim sembari melonggarkan dasi dan kerah kemejanya. Bahkan dia tampak kepanasan meski AC mobil sedang menyala.Kim tersenyum melihat majikannya yang gelisah. Sepertinya Kim lebih memahami bagaimana perasaan pria itu ketimbang Ronan sendiri."Kau juga ingin aku mematahkan rahangmu agar tak bisa tersenyum lagi, Kim?" Suara horor itu membuat bibir Kim terkatup sempurna.Dia bahkan tak berani melirik majikannya dari kaca spion.*Olivia menggunakan hari liburnya untuk memenuhi permintaan Ronan. Pria itu memintanya datang ke sebuah toko dan menunggu.Olivia baru saja menunggu selama lima menit, lalu mobil hitam Ronan berhenti tepat di depannya."Tak bisakah kau menunggu di dalam saja? Kau seperti pengemis di emperan toko." Ronan merapikan jas setelah Kim membukaka
Di restoran tempat Olivia bekerja, semua karyawan heboh mengerumuni seseorang. Mereka tak menyangka melihat salah satu rekannya menjelma bak tuan putri dari negeri dongeng. Dengan riasan mahal dan juga dress mewah, penampilannya terlihat sempurna. Beberapa dari mereka terlihat kagum. Namun sebagian besar ada yang mencibir. Banyak spekulasi yang menyebabkan Silvia yang mereka kenal bisa berubah drastis seperti ini."Silvia, apa kau memenangkan lotere?""Tidak, dia pasti menikahi pria kaya.""Atau tiba-tiba saja dia diadopsi keluarga bangsawan.""Maksudmu, mengadopsinya jadi simpanan?" Semua orang tertawa."Apa kau kemari mau pamer, Silvia?""Oh, atau dia ingin kembali bekerja di sini?""Jangan salah paham. Kalian semua akan dipecat karena Silvia akan membeli restoran ini."Tawa orang-orang itu kembali terdengar. Silvia tampak menggeram. Betapa pun dia berusaha untuk tampil sempurna, orang-orang tetap saja memandangnya dengan rendah."Berikan aku ruangan VIP. Aku akan memberikan tips s
Olivia sebenarnya juga penasaran. Ronan sama sekali tak memberi petunjuk apa pun tentang keinginannya yang tiba-tiba. Dia tetap memaksa, meski harus menggunakan berbagai ancaman.Olivia berpikir, tidak mungkin Ronan tiba-tiba merasa bersalah dan ingin mempertanggungjawabkan perbuatannya. Terlebih lagi, Olivia tidak dalam keadaan hamil."Itu tidak mungkin, Oliv! Pria itu bukan tipe orang yang bisa sembarangan berbicara dengan orang lain. Kali ini, saja, Oliv. Tolong turuti ucapanku. Ambil kartu ini, di dalamnya ada uang yang bisa menghidupimu selama lebih dari tiga tahun. Jika sudah habis, kau bisa menghubungiku dan memintanya lagi." Silvia mengeluarkan sebuah kartu.Olivia menyeringai. Setakut itu rupanya Silvia dengan kehadirannya. Namun Olivia tak mau peduli. Dia hanya butuh Ronan tak lagi mengganggu hidupnya di kemudian hari."Sudah malam, Silvia. Aku harus pulang!" Olivia menjauh dari Silvia."Aku akan mengantarmu. Di mana kau tinggal sekarang?""Tidak perlu! Aku akan naik taksi."
Olivia tersentak saat mendengar suara ketukan dari luar. Harusnya dia bisa bangun lebih siang karena ini adalah hari liburnya. Dengan malas dia bangkit dan berjalan menuju pintu begitu saja.Masih dengan pandangan yang samar dan mata menyipit, gadis itu melihat siapa yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya yang setengah terbuka."Kau lagi!" Olivia mengusap matanya sambil menguap. Sebelumnya Olivia telah terbiasa hidup lama bersama Silvia, oleh sebab itu dia tak merasa sungkan lagi saat melakukan hal yang tidak sopan seperti yang barusan dia lakukan."Apa kedatangan kami mengganggumu?" Olivia kembali tersentak mendengar suara lain di samping Silvia. Olivia lalu membuka seluruh pintu untuk memastikan bahwa dia tidak sedang bermimpi atau berhalusinasi mendengarnya."B_Bu, Laura?" Olivia tergagap dan langsung merapikan rambutnya yang masih acak-acakan.Laura melirik Olivia dari atas hingga ke bawah. Pandangannya seperti sedang menguliti gadis yang akan dinikahi oleh putra kesayangann
"Jika ucapanmu sama sekali tidak terbukti, jangan harap aku akan mempercayaimu lagi, Silvia!" Laura masih tetap bersikap dingin.Meski tujuannya sama untuk membatalkan pernikahan putranya dengan Olivia, tetap saja dia tidak bisa menjalin kerja sama dan berhubungan baik dengan anak tirinya itu. Dia hanya mencari celah dari informasi yang diberikan oleh Silvia.*"Anda menemukan sesuatu, atau... seseorang, Nona Armaya?" Olivia mencibir. Lalu tersenyum tipis pada Silvia yang berdiri angkuh di samping Laura.Armaya tidak menjawab. Lantas keluar dari kamar dan menghadap pada majikannya. Wanita dengan setelan jas dan celana panjang bahan itu menggeleng, sebagai kode bahwa dia tak menemukan siapa pun di kamar itu.Silvia tampak melotot. Dia seperti sedang dipermalukan karena mengarang cerita. Dia tampak marah melihat senyum tipis di bibir Olivia."Di mana kau sembunyikan David, Oliv?" Dia langsung histeris karena merasa terpojok."David?" Mata Olivia menyipit memandangnya. Masih dengan senyu
"Kenapa baru sampai selarut ini?" Ronan mencegat Olivia saat wanita itu ingin masuk ke kamarnya.Ronan memerintahkan Kim untuk menjemput istrinya pulang dari bekerja. Namun perjalanan yang seharusnya tidak sampai tiga puluh menit menjadi lebih dari satu jam, hingga Kim terlambat membawa istri majikannya kembali ke rumah sesuai perintah Ronan."Maaf, aku mengantar temanku dulu ke rumahnya." Olivia sedikit merasa sungkan.Setelah insiden Ronan memanggil kata 'sayang' terhadap Olivia malam itu, Olivia terpaksa mengakui semuanya. Dia dan Ronan sudah menikah. Ketiganya terperanjat heran. Seperti tak percaya.Olivia memohon agar mereka merahasiakannya. Mau tak mau mereka menuruti permintaan wanita itu. Lagipula kini mereka sudah tahu bahwa suami Olivia adalah seseorang yang berpengaruh. Tentu saja mereka harus menurut jika tidak ingin berurusan dengan Ronan Ellyas. Mereka bahkan telah menyaksikan sendiri bagaimana cara pria itu menghukum orang-orang yang telah berani mengganggu istrinya.La
"Kau memberitahu suamiku bahwa sepupu-sepupunya mengerjaiku?" Olivia merasa tak percaya."Tentu saja, Oliv. Siapa lagi yang menyelamatkanmu selain aku, hah?" Silvia membanggakan dirinya.Malam itu Silvia sedang melihat-lihat akun sosial media miliknya. Dia yang kini mulai berteman dengan para kaum bangsawan di sosial media melihat rekaman siaran langsung yang dibuat oleh Elsa. Silvia tersenyum jahat menyaksikan adegan itu. Dia begitu menikmati gadis yang dia benci menjadi bulan-bulanan semua orang di dunia maya. Olivia pasti akan merasa malu sekali jika semua kerabat dan sahabat-sahabat keluarga Ellyas sampai mengetahui latar belakang Olivia yang sebenarnya.Dengan begitu Olivia akan mendapatkan penolakan dan intimidasi hingga akhirnya menyerah dan memutuskan untuk meninggalkan Ronan dan keluarganya.Namun tiba-tiba Silvia teringat. Ronan selalu saja punya cara untuk menyelamatkan istrinya. Bahkan menghukum siapa saja yang berani menyentuh Olivia. Silvia kemudian berbalik arah. Cepa
Olivia merasa takjub menatap bangunan besar dan lebar yang baru saja dia masuki. Deru mesin-mesin raksasa membuatnya berdecak kagum dengan produksi massal bahan baku tekstil dengan beraneka macam warna. Kepala Olivia bahkan berputar dan kakinya sampai berjalan mundur demi bisa memperhatikan keadaan sekeliling di pabrik tersebut.Laura tersenyum getir. Namun dia bisa melihat bahwa Olivia tampak peduli dan lebih antusias dibanding Silvia yang hanya bersikap angkuh dengan memamerkan bahwa gadis itu adalah putri pemilik pabrik demi mendapatkan pengakuan dari semua orang.Kemudian Laura menambah sedikit lagi waktu pengawasan agar Olivia bisa melihat-lihat lebih lama bagian produksi sebelum akhirnya memasuki ruangan kantor."Masuklah!" Laura meminta pada Olivia melewati pintu yang baru saja dibukakan oleh Armaya. Tanpa ragu Olivia melewati Laura dan menurut untuk masuk lebih dulu. Namun tiba-tiba Olivia tercengang saat melihat beberapa orang berpakaian rapi sudah duduk seperti menyambut k
Mau tak mau Olivia harus menuruti keinginan suaminya. Wanita itu sampai di depan bangunan pabrik milik keluarga Ellyas setelah diantar oleh Kim yang kembali menjemputnya sesudah mengantar Ronan ke kantor pusat perusahaan.Seperti instruksi Ronan, Olivia telah sampai lebih dulu hingga saat dia berdiri di depan gerbang, mobil hitam Laura berhenti di tempatnya menunggu."Selamat pagi, Bu." Olivia langsung menyapa ibu mertuanya begitu wanita itu turun dari kendaraannya.Laura menatapnya dengan dingin. Merasa bahwa dia tak memiliki janji untuk bertemu dengan menantunya itu."Apa yang kau lakukan di sini?""Hum... itu... aku...." Olivia tampak gugup. Dia tahu wanita paruh baya itu tak menyukainya. Namun dia bisa merasakan bahwa Laura tak pernah punya niat untuk berbuat jahat padanya."Ronan yang memintamu datang?" Laura seperti bisa membaca raut wajah gadis itu."Aku... ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, Bu. Aku... bersikap lancang dengan meninggalkan meja makan begitu saja."Laura
Ronan menarik sudut bibir. Kemudian memberikan kode pada asisten pribadinya. Kim mengerti, lalu mematuhi semua perintah majikannya."Pergi dari sini, dan jangan pernah datang lagi!" Ronan memberi titah dengan tegas.Gadis-gadis itu tampak ketakutan, lalu bergegas hendak keluar."Satu lagi!" Langkah mereka kemudian terhenti mendengar suara dingin itu dari Ronan. "Ucapkan terima kasih di masing-masing akun kalian atas makanan gratis yang kalian makan!"Ketiganya mengangguk dengan cepat. Lalu saling mendorong agar bisa keluar dari tempat itu dengan segera.Ronan melirik arloji mewah di pergelangan tangannya, lalu melirik ke arah istrinya."Selesaikan pekerjaanmu, Sayang. Aku tunggu di luar!"Ronan bergegas meninggalkan tempat itu. Sengaja membiarkan Olivia menjelaskan sendiri pada ke tiga rekannya semua tentang semua yang terjadi."Wanita itu tidak bisa menyangkal lagi bahwa aku ini suaminya, bukan?" Ronan tersenyum penuh percaya diri dari kursi penumpang di mobil mewahnya."Benar, Pak.
"Apalagi yang kalian tunggu. Cepat bersihkan sepatunya!"Ketiga gadis itu langsung melotot. Kemudian masing-masing memohon kepada pria itu."Tidak, Ronan. Kenapa kau meminta kami melakukannya?" Anne lebih dulu bersuara."Benar, kakak sepupu. Kami hanya bercanda. Kami tidak sungguh-sungguh ingin mempermalukannya.""Lagipula ini idenya Elsa. Dia yang meminta kami datang dan mengganggu Olivia. Dia juga yang merekam video itu dan menyebarkannya.""Benar. Ini semua salah Elsa. Biarkan kami pulang, Ronan.""Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian menyalahkanku, hah?""Ini memang salahmu.""Ya. Ini salahmu!""Kalian__."Ketiga gadis itu masing-masing saling melempar kesalahan. Ronan yang sama sekali tidak peduli siapa dalang di balik semua itu terlihat cukup tenang."Tunggu apa lagi? Berlutut dan minta maaflah! Kalian menyukai hiburan? Semakin malam semakin ramai yang akan menonton, bukan?" Ronan menyeringai."Ronan, kami mohon__.""Berlutut! Atau kalian ingin ibu atau ayah kalian yang melaku
Saat sedang membersihkan meja di lantai dasar, menejer restoran memanggil Olivia. Gadis itu langsung datang menuju meja kasir."Anda memanggilku, bu Jessi?""Kau mengenal ketiga gadis di meja outdoor, Olivia?" tanya bu Jessi dengan lugas.Pikiran Olivia langsung mengarah pada Elsa, Anne dan juga Sely."Ya. Aku mengenal mereka.""Kau juga akan membayar tagihan ini? Mereka mengaku bahwa kau saudara sepupunya, dan meminta memberikan bill ini padamu." Bu Jessi menyodorkan secarik kertas.Olivia meraih kertas putih itu. Dia menarik napas panjang setelah melihat deretan angka yang jumlahnya bahkan lebih besar dari gajinya di sana."Tolong masukkan ke tagihanku saja, Bu." Olivia hanya bersikap pasrah.Bagaimanapun juga, mulut lancangnya itu juga yang berbasa-basi ingin mentraktir mereka makan jika mereka ingin datang. Olivia pikir gadis-gadis itu tidak akan hadir karena mereka sama sekali tidak akrab. Hingga tanpa perlu menunggu berhari-hari, mereka bertiga benar-benar sengaja datang untuk m
Olivia kembali bekerja seperti biasanya. Baginya tak ada yang berubah setelah pernikahannya dengan tuan muda mahakaya seperti Ronan. Tak ada jaminan uang bulanan dalam perjanjian yang mereka sepakati. Juga kartu hitam yang kemarin diberikan padanya sudah kembali ke tangan Ronan karena insiden di toko baju tempo hari.Saat malam tiba, restoran itu kedatangan beberapa tamu wanita. Dengan jalan berlenggak-lenggok, mereka mencari keberadaan Olivia. Hingga salah satu di antara mereka melihat pelayan wanita itu menghindangkan beberapa botol minuman beralkohol kepada para tamu.Gadis-gadis itu lalu mencari tempat duduk di teras outdoor lantai tiga. Menikmati angin malam di tengah kota dengan Olivia sebagai bahan untuk hiburan."Hai, Olivia!" Anne memanggil istri dari sepupunya itu untuk segera melayani mereka.Olivia menoleh kemudian mendekat."Kalian... di sini?" Olivia menyipit heran."Tentu saja, sepupu ipar. Bukankah kau sendiri yang mengundang kami ke sini?" Elsa menyahuti ucapan Olivia
"Apa yang terjadi? Kau tidak ingat apa tugasmu? Kau bahkan sudah membuat kekacauan di hari pertama menjadi menantu di hadapan orang tuaku!" Ronan terpaksa menurunkan sedikit nada bicaranya."Jadi maksud anda, aku harus diam saja saat ibuku dihina oleh pria lumpuh itu?" Olivia tampak geram tanpa memedulikan apa Ronan akan tersinggung akan hal itu."Jaga bicaramu, Nyonya." Ronan memelankan suaranya, sembari melirik area sekitar. "Apa kau ingin mati karena telah berani menghina kepala keluarga di rumah ini?"Olivia yang biasa nyalinya langsung menciut karena ancaman Ronan, kini terlihat tak peduli."Apa aku tidak boleh membela harga diri ibuku, Tuan? Tuan besar itu bahkan sama sekali tak mengenal ibuku. Bagaimana bisa dia menuduh ibuku adalah seorang wanita murahan. Ibuku orang baik. Dia selau menyayangiku selama aku bersamanya. Dia pasti punya alasan kenapa meninggalkanku di panti asuhan. Mungkin saja setelah meninggalkanku seseorang menangkapnya dan terjadi hal yang buruk pada ibuku."