Setelah selesai makan, Dahlia mencoba untuk membayar makanan mereka.
Namun, Si ibu berkata, “Kalian tidak perlu membayarnya. Anggap saja hadiah kecil dari saya. Apalagi kan, kalian baru saja kena copet,” tutur si ibu lagi. “Terima kasih, Bu. Ibu sangat baik kepada kami,” ucap Lilian dengan tersenyum. Namun berbeda dengan Dahlia yang seketika tidak senang dengan kebaikan perempuan itu. Ngomong-ngomong, kalau ibu boleh tahu, Mbak berdua ini tujuannya, ke mana?" tanya, sang ibu. “Tujuan kami belum pasti, Bu. Kami sedang mencari pekerjaan di sini,” tukas Dahlia. "Wah … kebetulan sekali, Mbak, ada satu pabrik yang berada dekat di tempat tinggal lbu. Jika kalian mau, kalian bisa menginap malam ini di rumah Ibu," tawarnya kepada mereka. Namun Dahlia semakin curiga dengan sikap Si ibu yang begitu baik kepada mereka. Apalagi mereka baru saja kecopetan. Tentu saja tidak mudah untuk mempercayai orang baru. Seakan tahu kecurigaan dari Dahlia. Sang ibu itu pun berkata, “Kalian tidak usah takut, Ibu bukanlah orang jahat. Perkenalkan nama Ibu, Bu Jayanti. Ibu seorang janda dan tinggal sendiri di rumah,” ucapnya memperkenalkan dirinya. “Oh ya, Bu. Perkenalkan … aku, Lilian dan ini, Dahlia. Kami bersaudara kandung. Selama ini kami diasuh oleh Nenek Rukmini,” tutur Lilian. “Lho, memangnya orang tua kalian ke mana?” tanya Bu Jayanti penasaran. “Kami anak korban perceraian, Bu. Kedua orang tua kami telah menikah lagi dan mempunyai pasangan masing-masing. Sejak kecil kami ditinggalkan begitu saja di rumah nenek!” Kali ini Dahlia yang menjelaskan semuanya dengan penuh emosi. Lilian juga tak kuasa menahan air matanya saat mendengar semua perkataan Dahlia. “Maaf, Ibu tak bermaksud untuk membuka ingatan kalian tentang luka lama yang pernah kalian alami,” seru Bu Jayanti turut prihatin kepada kedua gadis cantik itu. “Tidak apa-apa, Bu. Kami hanya sekedar bercerita saja, tutur Lilian sambil mengusap air matanya. “Oh ya, ngomong-ngomong bagaimana dengan tawaran Ibu tadi?” tanya Bu Jayanti kepada keduanya. "Maaf sebelumnya, Bu. Apakah kami tidak merepotkan Ibu?" seru Lilian. "Tidak kok mbak, malah Ibu senang, jadi Ibu tidak kesepian lagi di rumah, suami Ibu sudah lama meninggal, Ibu tidak memiliki anak, dan Ibu tinggal sendirian selama ini," tuturnya menjelaskan. Dahlia menyenggol siku Lilian dan segera menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda dia tidak suka. Namun Lilian malah beranggapan lain, sepertinya gadis itu menilai jika Bu Jayanti adalah orang baik. Lalu keduanya pun sepakat menginap di rumah Bu Jayanti. “Baiklah, Bu. Kami setuju,” ucap Lilian. Sementara Dahlia tidak dapat berkata apa-apa karena hari memang sudah malam. “Baiklah kalau begitu, Ibu tutup warung dulu ya, sebentar.” seru Bu Jayanti kepada keduanya. Setelah warung tutup, ketiganya pun naik angkot menuju rumah ibu yang baik hati itu. Sesampai di rumah Ibu Jayanti keduanya di suruh masuk olehnya. “Inilah rumah Ibu. Ayo kalian berdua, silakan masuk,” ucap Bu Jayanti. “Iya, Bu.” sahut keduanya serentak. Rumah Bu Jayanti terlihat sangat sederhana namun bersih. Lilian seketika merasa nyaman di rumah itu, namun berbeda dengan Dahlia. Dia berpikir apa bedanya jika dirinya tinggal di desa sama-sama tinggal di rumah sederhana. “Rumah apaan ini? Sama saja dengan di kampung! Kumuh!” serunya dalam hati. Dalam pikirannya jika orang yang tinggal di kota itu rata-rata hidupnya makmur. Dahlia tidak tahu saja, jika sebagian besar orang yang hidup di kota itu, terus berjuang untuk kehidupan sehari-hari karena tingginya biaya hidup dan himpitan ekonomi yang semakin sulit. Ibu Jayanti lalu menyuruh mereka untuk bergantian mandi. Setelah mandi ketiganya berbincang-bincang di ruang tamu. "Jadi, kalian berdua besok rencananya langsung melamar pekerjaan di pabrik tersebut?" tanya Bu Jayanti. "Lebih cepat lebih bagus, Bu." sahut Dahlia. "Tapi Bu, apakah kami tidak merepotkan Ibu?" seru Lilian tak enak hati. "Tidak, kok. Ibu dengan senang hati akan membantu kalian," ujarnya. "Tapi bagaimana dengan dagangan Ibu besok?" tanya Lilian lagi. "Ibu bisa libur besok. Ya sudah kita tidur, sekarang sudah malam," ujarnya lagi. Lalu ketiganya pun tidur dengan nyenyak malam itu. Keesokan harinya ditemani oleh Bu Jayanti, Dahlia dan Lilian pun berangkat dengan naik angkot menuju pabrik tersebut. Sesampainya di sana, mereka sangat terkejut ternyata pabrik itu sudah lama gulung tikar sehingga tidak menerima karyawan baru. Agar lebih jelas, Ibu Jayanti lalu bertanya kepada sekuriti yang berjaga disitu. “Iya, Bu. Pabrik ini sudah bangkrut. Sudah lama tidak membuka lowongan pekerjaan lagi.” Sang sekuriti membenarkan jika pabrik itu tutup karena pengelolanya telah bangkrut dan memiliki utang yang banyak di bank dan karena tidak sanggup membayar semua utang-utangnya, akhirnya pihak bank menyita pabrik itu. Mendengar penjelasan dari sekuriti tersebut, membuat Dahlia dan Lilian sangat kecewa saat ini. Mereka pun kembali ke rumah Bu Jayanti dengan tidak bersemangat. Sesampai Di rumah, Dahlia memilih untuk tidur, karena kepalanya tiba-tiba pusing. “Bu, Maaf. Kepalaku agak berat. Aku mau tidur, saja!” ujar Dahlia malas. “Iya, Dahlia. Tidurlah,” ucap Bu Jayanti. Sedangkan Lilian lebih memilih untuk membantu Ibu Jayanti di dapur untuk persiapan berjualannya nanti sore. Sore pun tiba, Lilian pun ingin membantu Ibu Jayanti mendorong gerobak menuju ujung jalan tempat dia berjualan. Setiap sore sang ibu berjualan gado-gado dan ketoprak andalannya. Bu, saya ikut membantu Ibu berjualan, ya?” seru Lilian. “Apakah tidak merepotkanmu, Lilian?” “Nggak kok, Bu. Aku malahan senang bisa membantu ibu,” sahut Lilian. sedangkan Dahlia memilih tinggal di rumah saja, dia masih kecewa dengan pabrik tersebut. “Bu, aku jaga rumah, ya! Kepalaku masih pusing!” alasannya. “Iya, Dahlia. Kamu kalau lapar makanan ada di atas meja, di dalam tudung saji,” ucap Bu Jayanti. “Beres, Bu!” Tenda lesehan Bu Jayanti berlokasi di sudut pusat jajanan malam di salah satu jalanan di Kota Jakarta, dengan pohon beringin besar menaungi area makan tersebut. Tempat ini selalu ramai dikunjungi pelanggan setia yang menyukai gado-gado dan ketoprak racikan Bu Jayanti. Meja-meja bambu dan tikar pandan berjejer rapi di bawah tenda, memberikan suasana nyaman dan akrab bagi para pengunjung. Lilian dan Bu Jayanti terlihat sedang memasang tenda untuk dagangannya di area jajanan malam di sepanjang jalan itu. Hari itu, Junot, seorang pemuda tampan dengan penampilan rapi dan berkharisma, datang ke tenda lesehan Bu Jayanti, dari arah samping, dengan mengendarai sebuah mobil mewah. Pintu mobil terbuka, terlihat seorang pemuda berkulit putih bertubuh tinggi dan berbadan atletis keluar dari mobil tersebut dan menyapa Bu Jayanti. "Selamat sore, Bu," ujarnya. Junot, nama pemuda tersebut, dia adalah pelanggan setia Bu Jayanti. Junot sangat menyukai gado-gado dan ketoprak buatan Bu Jayanti. Yang memiliki cita rasa yang sangat enak untuk di santap. “Sore, Nak Junot.” balas Bu Jayanti. "Ibu kok telat hari ini?" ujarnya sambil mendekati tenda tempat jualan itu. "Ibu ada sedikit kesibukan hari ini.” Junot adalah pelanggan setia yang sering mampir ke warung lesehan itu, di sela-sela kesibukannya. Setiap kali datang, Junot selalu memesan gado-gado kesukaannya sambil duduk di salah satu tikar pandan, menikmati suasana tenda lesehan yang sederhana namun hangat. Saat itu, Junot sedang asyik menunggu pesanannya sambil mengamati sekitar. Pandangannya tiba-tiba tertuju pada seorang gadis yang baru pertama kali dilihatnya di tenda Bu Jayanti. Gadis itu, dengan wajah lembut dan senyum manis, sedang membantu Bu Jayanti melayani para pembeli. Mata Junot seolah terpaku pada gadis tersebut, yang tampak begitu anggun dan alami di tengah kesibukannya. Lalu Junot pun mulai menyadari jika, hari ini adalah pertama kali dia melihat sang gadis sedang membantu Ibu Jayanti, di tenda lesehannya itu. Karena rasa penasaran yang begitu besar, sang pria pun bertanya kepada Bu Jayanti. "Bu, dia siapa?" serunya, penasaran. Lalu seketika Lilian membalikkan badannya dan melirik ke arah Junot. Senyum merekah di sudut bibirnya bagaikan bunga-bunga indah yang sedang bermekaran di taman, yang tiba-tiba memukau hati Junot. Jantungnya berdebar-debar tak karuan. Junot sungguh terpesona dengan kecantikan Lilian. Sampai-sampai Bu Jayanti yang dari tadi memanggilnya, tidak didengar olehnya sama sekali. "Nak, Junot. Halo, Nak Junot!" Bu Jayanti terpaksa setengah berteriak memanggil nama sang anak muda.“Nak Junot, ini ketoprak pesanan Anda. Gado-gadonya, tunggu sebentar, ya!” seru Bu Jayanti.“Beres, Bu.” sahut Junot sambil mulai menyantap ketoprak itu sambil sesekali melirik ke arah sang gadis."Lilian, tolong ambilkan kerupuknya ya," suara lembut Bu Jayanti terdengar saat dia sibuk meracik bumbu gado-gado."Iya, Bu," jawab gadis itu dengan suara merdu, lalu dengan cekatan mengambil kerupuk dari dalam toples besar di meja.Junot mengamati setiap gerakan gadis itu. Nama Lilian terngiang di telinganya, begitu pas dengan kecantikan alami yang dimiliki gadis itu. Dia tak pernah merasa seperti ini sebelumnya, jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Lilian terlihat sangat berbeda dari gadis-gadis yang biasa ditemui olehnya sebelum, dengan kecantikan yang begitu tulus dan alami."Lilian, siapa ya?" tanya Junot dalam hati, penuh penasaran.Beberapa menit berlalu, Bu Jayanti datang menghampiri Junot sambil membawa piring gado-gado pesanannya."Ini, Mas Junot, gado-gadonya sudah jadi.
Junot melangkah keluar dari mobil sportnya, menatap rumah besar yang megah di depannya. Pilar-pilar tinggi dan taman yang tertata rapi menambah kesan elegan dan megah pada rumah tersebut. Namun, di balik keindahan itu, ada rasa kosong yang menyelimuti hatinya. Pintu depan yang berat dibukanya, dan dia pun melangkah masuk ke dalam rumah yang dingin dan sunyi.“Kembali kepada mode sunyi senyap!” sergah Junot tak semangat.Ruangan besar dengan langit-langit tinggi dan dekorasi mewah terasa begitu hampa tanpa suara kehidupan. Junot melepas sepatunya dan berjalan ke ruang tamu, berharap melihat kedua orang tuanya di sana, seperti di masa kecilnya. Namun, tak ada seorang pun di rumah itu. Papa dan mamanya sedang sibuk dengan aktivitas mereka di luar rumah, seperti biasa. Papa Alfonso sering kali terbang ke luar negeri untuk urusan bisnis, sementara Mama Belva kerap menghadiri acara sosial di berbagai tempat.Junot meletakkan tas kerjanya di sofa dan berjalan menuju kamarnya di lantai atas.
Pagi itu, sinar matahari menembus dedaunan, menciptakan bayangan-bayangan kecil di trotoar. Dahlia keluar dari rumah Bu Jayanti dengan perasaan campur aduk. Dia harus segera dan tidak lagi menjadi beban bagi Bu Jayanti dan Lilian saudaranya.Dengan tas kecil yang berisi beberapa dokumen penting dan sedikit uang, Dahlia melangkah keluar rumah. Jalanan sudah mulai ramai dengan aktivitas pagi. Mobil-mobil dan sepeda motor berlalu lalang, menciptakan hiruk-pikuk yang khas. Dahlia mengenakan pakaian yang rapi, mencoba terlihat seprofesional mungkin meskipun hatinya sedang gelisah. Dia tahu, mencari pekerjaan di kota besar ini tidaklah mudah.Langkahnya mantap meski hatinya sedikit gugup. Dahlia mulai menyusuri trotoar, matanya sesekali melirik ke arah toko-toko dan gedung-gedung perkantoran yang dilewatinya. Setiap kali dia melihat papan pengumuman yang bertuliskan "Lowongan Kerja" gadis itu berhenti sejenak, mencatat nomor telepon atau alamat yang tertera. Namun, pikiran tentang persainga
Senja mulai memudar, dan langit perlahan berubah menjadi kelam saat Noah dan Dahlia masih berdiri di tepi danau. Angin malam yang sejuk menyentuh kulit mereka, memberikan perasaan tenang setelah percakapan yang cukup intens. Dahlia sudah memaafkan Noah atas sikap kurang sopannya sebelumnya, dan kini mereka berdiri berdampingan, memandang air yang berkilauan di bawah sinar bulan yang mulai muncul."Terima kasih sudah memaafkanku, Dahlia," ucap Noah dengan nada tulus. "Aku benar-benar tidak bermaksud bersikap seperti itu tadi.""Tidak apa-apa, Noah. Aku mengerti, semua orang punya hari buruk," jawab Dahlia sambil tersenyum lembut. "Tapi, hari sudah mulai gelap. Bisakah kau mengantarku pulang?""Tentu saja, Dahlia. Motor gedeku di parkiran sana. Ayo kita pergi," ajak Noah sambil melangkah menuju tempat parkir.Namun, saat mereka hampir sampai di motor gede milik Noah, delapan orang pria bertampang preman muncul dari bayangan pohon-pohon yang ada di sekitar danau itu. Para pemuda itu mu
Setelah insiden di danau beberapa saat yang lalu. Hampir dua minggu lamanya, Noah terus menghubungi Dahlia. Namun gadis itu, tidak pernah menggubris panggilan telepon dan chat dari Noah.Entah kenapa mood Dahlia telah berubah kepadanya. Walaupun gadis itu telah memaafkan Noah. Bukan berarti Dahlia telah melupakan perbuatannya sang pria yang kurang sopan kepadanya.Pagi ini, Dahlia berjalan-jalan ke pasar dan mulai menanyakan jika ada pekerjaan untuknya. Mungkin nasib baik sedang berpihak padanya kali ini. Gadis itu melintas di sebuah Toserba kecil di sekitaran pasar. Tempat itu sedang membuka lowongan pekerjaan sebagai seorang penjaga toko. Dia pun segera melamar di Toserba itu.Dari arah jalanan, Noah dapat melihat jika Dahlia, wanita favoritnya ingin melamar pekerjaan di Toserba tersebut.Dia lalu menelpon seseorang yang ada di Toserba itu. Dengan seringai licik, Noah kembali mengendarai motor gedenya dan meninggalkan tempat itu.Tanpa diduga, Dahlia diterima bekerja di Toserba ter
Setelah mendapatkan izin dari Bu Jayanti, Junot tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Dia segera merencanakan malam istimewa untuk Lilian, seorang wanita yang telah menarik perhatiannya sejak lama. Malam itu, Junot memutuskan untuk membawa Lilian berjalan-jalan mengelilingi kota Jakarta. Tujuan pertama mereka adalah Monumen Nasional, atau yang lebih dikenal dengan Monas.“Terima kasih sudah mau ikut, Lilian. Aku yakin kamu akan suka,” ucap Junot sambil tersenyum, ketika mereka berdua memasuki mobil.“Aku juga sudah tidak sabar, Mas Junot. Apalagi aku belum pernah ke Monas,” jawab Lilian dengan mata berbinar.Junot sangat senang karena Bu Jayanti mengizinkannya untuk membawa Lilian berjalan-jalan keluar rumah malam ini. Sang ibu sangat mempercayai dirinya.Perjalanan Junot dan Lilian dimulai dari kawasan Menteng. Jalanan Jakarta yang biasanya penuh sesak dengan kendaraan, kini terlihat lebih lengang, mungkin karena sudah larut malam. Junot mengendarai mobilnya dengan tenang, sesekali
Kembali kepada Dahlia, beberapa saat yang lalu.Dahlia yang sedang berjalan kaki menuju warung, seperti merasakan ada yang mengikutinya dari belakang. Namun dia tetap waspada dan berjaga-jaga jika ada yang ingin berniat jahat kepadanya.Jalanan gang agak sepi saat itu, tiba-tiba saja muncul dua orang yang menangkap tangannya dan memasukkan wajahnya ke dalam karung, setelah itu menyeretnya masuk ke dalam sebuah mobil.Dahlia mencoba untuk berontak namun dia tidak dapat melihat. Kegelapan melingkupinya.Mobil itu lalu melaju kencang meninggalkan satu sandal miliknya yang tertinggal di jalanan.Mobil yang membawa Dalia berhenti di sebuah rumah kosong yang sangat mewah.Orang-orang tersebut segera menyeretnya keluar dari mobil. Dahlia mulai berteriak, dan berontak namun tenaganya kalah besar dengan mereka.Semua orang itu telah mengunci tubuh Dahlia sehingga gadis itu tidak dapat mengeluarkan jurus pencak silat yang dirinya telah kuasai.Sesampainya di sebuah ruangan, orang-orang tersebu
Lilian dan Junot pun mulai mencoba mencari nama Dahlia, namun tidak menemukannya juga. Gadis itu sepertinya mulai kecewa, karena namanya tidak ada. Dia mengatakan jika mereka pulang saja ke rumah. "Kita pulang saja, deh!" ucap Dahlia yang merasa sangat kecewa. Namun disaat Dahlia mulai menyerah tiba-tiba, Lilian berkata, "Dahlia! Ternyata kamu lulus, namamu tertera di sini!” seru Lilian dengan penuh antusiasme. Dahlia seakan tak percaya dengan omongan saudaranya, itu. “Lilian, stop! Kamu jangan bercanda, deh! Ayo … mari kita pulang saja!” Ternyata Dahlia masih saja kesal. "Ya ampun, Dahlia. Beneran kamu juga lulus!" tukas, Junot. “Hah? Masa, sih?” serunya tak percaya. “Kamu lulus, Dahlia. Aku dan Lilian, nggak bohong.” Junot juga membenarkan jika, Dahlia juga lulus. Karena tak sabar ingin melihat namanya, Dahlia pun segera menuju papan pengumuman dan dia sangat senang akhirnya namanya ada di urutan paling bawah. Gadis itu sangat bersyukur dan dia berjanji pada di
"Aku menyelidikinya sendiri, Kak.""Apa? Kamu menyelidikinya sendiri?""Yap." jawab junot, singkat."Aku pikir Papa sudah jujur kepadamu." "Belum, Kak.""Sepertinya, kita harus membuat Papa buka suara kepada kita! Pokoknya, Papa harus jujur kepada kita." "Iya, Kak. Aku setuju dengan pendapatmu."Sementara di dapur, Lilian dan Dewi terlihat akrab."Jadi kamu masih kuliah?""I-ya, mbak.""Wah Junot dapat gadis muda rupanya."Lilian hanya tersenyum malu."Kamu sabar-sabar ya sama Junot. Walaupun anaknya keras kepala dan suka emosian. Akan tetapi dirinya memiliki hati yang lembut.""I-ya mbak.""Oh ya, Kamu sudah ketemu sama Mama?""Belum, mbak." "Belum ya? Nanti jika kamu ketemu sama Mama, kamu maklum ya bagaimana orang tua kepada anaknya.""Iya, Mbak." Entah kenapa, Dewi memiliki kekhawatiran jika Nyonya Belva tidak menyukai Lilian.Lalu ke empat orang dewasa itu pun memulai makan siangnya. Hampir seharian mereka berada di rumah itu, sekedar bercengkrama atau sekedar berbagi cerita.
"Pasti Lilian marah kepadaku, bagaimana caraku untuk merayunya?" Junot merutuki dirinya yang tidak bisa menahan hasratnya, saat di dalam bioskop tadi."Sayang, bagaimana kalau kita makan siang?" tanya Junot, hati-hati."Ok." jawab Lilian singkat.Lalu, Junot pun meraih tangan Lilian dan menggenggamnya dengan erat menuju ke dalam sebuah restoran terkenal di mall itu.Junot mengitari pandangannya. Mencari tempat yang cocok untuk mereka berdua."Sayang, kamu mau pesan apa?""Terserah saja, aku nggak pemilih makanan, kok." ketusnya, lagi."Baiklah, Sayang kita samain saja apa yang kita makan." seru Junot, lalu memanggil salah seorang waiter."Sayang, bolehkah aku memesan makanan pedas?" Mendengar perkataan Junot tersebut, Lilian dengan segera menatapnya dengan sangat tajam."He-he-he, aku hanya bercanda, Sayang!" ucap, Junot. Sementara sang waiter tersenyum melihat tingkah Junot yang sepertinya takut kepada kekasihnya itu.Keduanya pun memulai makan siang mereka berdua dalam diam. Setela
Setelah urusan di barbershop selesai. Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka menuju sebuah mall besar di daerah Jakarta Pusat."Sayang, yuk kita belanja untuk mu." tutur, Junot."Ih ... Mas! Bajuku masih banyak kok, nggak usah deh." sahut, Lilian."Sayang, tolong jangan membantahku kali ini, please ...." ujarnya, memelas.Lilian diam sebentar."Duh ngapain sih, Mas Junot mengajakku belanja? Mubazir nih. Tapi aku juga nggak enak menolak. Sepertinya Mas Junot sangat bahagia dengan kebersamaan kami.""Baiklah, Mas." "Nah gitu, baru pacarku!" Lalu mereka pun memulai belanja mereka siang itu. Ada banyak pakaian yang dibeli oleh Junot untuknya. Semuanya sudah dikirim ke alamat rumah Bu Jayanti.Dan ada beberapa yang Lilian bawa pulang ke apartemen Junot sebagai baju gantinya selama seminggu tinggal bersama Junot.Tanpa keduanya sadari, ada orang yang diam-diam memotret kebersamaan mereka. Padahal, Asisten Taufik mengetahui siapa orang itu.Orang itu ternyata suruhan Nyonya Belva. Untuk
"Asisten Taufik, apakah kalian menyembunyikan sesuatu dari saya?" tanya Lilian."Kenapa Nona berpikiran seperti itu?""Soalnya tadi juga Mas Junot berkata agar saya tidak meninggalkannya, memangnya ada apa sebenarnya?" selidik Lilian semakin curiga."Tidak ada apa-apa kok, Nona. Saya hanya berharap saja semoga Tuan Muda dan Nona bisa berbahagia selalu. Kalau begitu, saya permisi dulu," seru Asisten Taufik, segera berlalu dari tempat itu. Dia takut salah ngomong dan membuat semua menjadi kacau lagi.Junot selesai mandi, lalu berkata, "Yang datang siapa, Sayang?" Penampilan Junot sangat keren pagi ini, Lilian sedikit gugup karena melihat sang kekasih yang sangat gagah pagi ini."Asisten Taufik, Mas. Dia memberiku ini." Lilian pun menunjukkan sebuah paper bag yang ada di tangannya."Segeralah mandi, baru kita sarapan. Kamu temani aku untuk ke barbershop. Setelah itu kita jalan-jalan.""Iya, Mas.""Eh, tunggu dulu Sayang. Kamu ada kuliah nggak hari ini?""Kebetulan hari ini, aku nggak ad
"Iya, Sayang. Kamu bisa pegang kata-kataku ini." jawab Junot, tegas.Jadilah kedua sejoli yang baru jadian itu tidur seranjang malam itu.Lilian juga tidak lupa mengabari, kepada Bu Jayanti jika dirinya menginap di rumah temannya.Keduanya masuk ke dalam kamar. Junot memberi sebuah paper bag di tangan Lilian."Ini apa, Mas?""Ini baju ganti untukmu, mandilah.""Eh, iya Mas." Lalu Lilian pun segera meraih paper bag itu di tangan Junot dan segera masuk ke dalam toilet.Di dalam toilet, Lilian melihat penampilannya. Dia senyum-senyum sendiri di depan cermin karena baju tidur yang dipilih oleh Junot untuknya menutupi seluruh bagian tubuhnya.Dia pun keluar dari toilet, dan melihat jika Junot juga sudah berganti dengan baju tidur yang sama dengannya."Surprise!" ucap, Junot."Bagaimana penampilan kita, Sayang?""He-he-he, keren Mas.""Kamu suka, nggak?""Suka banget, Mas. Terima kasih ya, Mas.""Okay, Sayangku." jawab Junot, senang."Ih, Mas junot kok terkesan genit gitu, sih?" gumamnya, h
"Dikit saja dong, Lilian. Please ..." ujar Junot memelas."Maaf Mas, nggak boleh. Tolong kamu tuh, jangan keras kepala gitu, ya?" "Tapi bagaimana aku bisa berselera makan jika nggak ada sambelnya, Lilian.""Pokoknya, nggak boleh! Mas ikutin aturan dong, ya?"Junot diam, dia pastikan dirinya pasti tidak akan punya selera makan, karena tidak ada rasa pedas sedikit pun."Kok wajah kamu cemberut gitu, Mas?" tanyanya."Habis, aku rasa aku tidak berselera makan nih." ujarnya, tak bersemangat."Mas coba dulu masakanku," ucap Lilian, lalu mulai menyusun semua hasil masakannya di atas meja.Junot dari tadi hanya mengaduk-aduk nasi dan beberapa lauk di piringnya. Sementara Lilian yang kelaparan, tidak memperhatikan Junot sama sekali.Setelah piringnya kosong, barulah gadis itu menegakkan kepalanya.Dirinya pun kaget dengan apa yang dilakukan oleh Junot."Mas Junot ! Ya ampun Mas, kamu ngapain sih dari tadi? Bukannya makan!" kesalnya lalu menatap tajam ke arah pria itu. Sedangkan Junot yang me
Di dalam kamar,Lilian akhirnya terbangun. Dia terlihat mulai menggeliatkan tubuhnya lalu melihat sekelilingnya, mencoba mengingat kembali, dia sedang berada di mana."Tadi bukannya aku sedang berada di di kamar Mas junot? Aku kan tadi sedang menjaganya karena dia masih belum siuman. Tapi sekarang, kok jadi aku yang terbaring di atas ranjang?" serunya, bingung sendiri.Lilian lalu meraih ponselnya, dan melihat jika ada sebuah pesan dari nomor baru, dia lalu membuka pesan itu.Asisten Taufik : "Nona, ini saya Asisten Taufik, asisten Tuan Junot. Maaf jika saya lancang mengirim pesan kepada Anda. Akan tetapi sepertinya, hal ini sangat penting. Saya rasa Anda patut mengetahuinya. Ini mengenai kondisi Tuan Muda. Sudah beberapa bulan terakhir ini Tuan Junot menderita penyakit maag akut. Hal itu terjadi, karena Tuan Junot tidak teratur makan. Dokter sudah memperingatkannya namun Tuan Muda, tidak pernah mau mendengar perkataan saya maupun perkataan dokter Adi. Akan tetapi saya sangat yakin j
Lilian berjalan keluar dari kafe itu dengan langkah santai. Dirinya sedang menunggu taksi online yang tadi baru saja dia pesan.Junot yang juga baru selesai meeting melihat Lilian yang berada di depan sebuah kafe tepat di sebelah restoran tempat dirinya meeting.Junot yang ingin masuk ke dalam mobilnya dan mencoba untuk tidak mempedulikan Lilian, namun tiba-tiba dia mengurungkan niatnya. Karena Junot melihat ada sebuah motor gede yang telah siap-siap ingin menabrak wanita kesayangannya, itu.Namun dengan cepat, Junot berlari menuju ke tempat di mana gadis favorit sedang berdiri. Lalu pria itu pun berteriak,"Lilian, Awas!" Bersamaan dengan itu, Junot segera menghadang tubuh Lilian sehingga dia terlepas dari pemotor yang ingin menabraknya. Alhasil yang jatuh ke tanah dan terkena senggolan pemotor itu adalah Junot."Tuan Muda!" teriak, Asisten Taufik. Dia segera menelpon anak buahnya untuk mengejar pemotor tersebut.Asisten Taufik :"Segera kejar orang itu!"Anak buah :"Siap, Tuan."Se
"Hei! Kamu kok melamun terus, sih? Udah bosan belajarnya? Kalau memang iya, jangan dipaksain." tutur Doan, kepada Lilian. Saat ini keduanya sedang berada di sebuah kafe. Seperti biasa, disela-sela kesibukannya Doan membantu Lilian mengerjakan tugas-tugas kuliahnya."Enggak kok, Kak." lirihnya."Hei, kamu jangan bohong. Kakak tahu sifatmu! Biasanya kamu periang dan semangat gitu. Tapi sekarang kok berbeda?""Aku nggak apa-apa kok, Kak." ujarnya, menutupi kegalauan hatinya."Kamu sudah tonton video yang Kakak kirim kemarin?" selidik, Doan. Dia curiga perubahan sikap Lilian gara-gara video itu."Su ... sudah," jawabnya, singkat."Terus setelah kamu menonton video itu, makanya sikapmu berubah seperti ini, benar nggak tebakan, Kakak?""Aku tidak mau membahasnya, Kak." "Lil, kakak mau tanya sama kamu. Apakah kamu masih mencintai Junot?""Aku tidak mau membahasnya, Kak. Please ..." serunya, memelas."Baiklah." sahut, Doan.Namun Doan masih bisa merasakan kesedihan hati adik angkatnya itu.