Di sebuah ruangan, tampak beberapa orang saling bertukar jabatan tangan dan melempar senyuman. Pertemuan yang telah di rencanakan itu, membuahi hasil. Mereka terikat dalam sebuah proyek yang akan saling menguntungkan ke dua belah pihak.
Namun, kali ini beda. Proyek yang akan di jalani, bukanlah proyek biasa dari perusahaan yang tengah di incar oleh perusahaan yang lain. Dan tidak mudah bagi perusahaan lain untuk mendapatkan kontrak kerja sama dengan perusahaan tersebut.
Dan lihat, bagaimana seorang wanita bernama Gresya Zivanka berumur 24 tahun terbilang muda itu dengan mudah, ia mendapatkan kerja sama tersebut. Wanita yang mempunyai lekuk tubuh mempesona itu, mampu menghinoptis dua lelaki di hadapannya.
"Semoga kerja sama kita berjalan dengan lancar," tutur lelaki yang berbadan tegap bernama Kenan. Manik matanya begitu lihai menelusuri setiap inci tubuh Gresya yang tengah menyambut jabatan tangannya.
Gresya pun membalas dengan senyuman yang nampak di paksakan hadir. " Semoga saja. Aku juga mengharapkan hal yang sama!"
Begitu juga dengan lelaki di sebelah Gresya sebagai sekretarisnya, yang tidak lain Xandro Julius. Membalas jabatan tangan tersebut.
"Kalau begitu, kami pamit dulu. Sampai jumpa kembali, Nona Gresya."
Gresya membalas dengan anggukkan." Sampai jumpa!"
Setelah ke dua pria itu pergi dari ruangan tersebut. Dan menghilang di balik pintu. Xandro merapikan berkas-berkas yang ada di atas meja.
"Akhirnya, kita mendapatkan juga proyek ini, Xandro. Dan...terima kasih kau telah membantu ku," Gresya mendarat duduk di sebelah Xandro. Ia menggenggam tangan Xandro.
Sontak membuat Xandro menghentikan aktifitasnya dari berkas yang ia rapikan tadi. Menarik tangannya kembali dari genggaman Gresya. Membuat wanita itu mengembangkan senyuman yang tertahan di dalam sana. Mata genitnya menyimpan raut wajah tampan Xandro.
"Itu sudah menjadi tugas saya, Nona." Xandro berusaha menetralkan keadaan rasa ketidak sukaannya terhadap perlakuaan Gresya. Biar bagaimanapun wanita itu atasannya.
Sikap Xandro terkesan dingin di mata Gresya. Banyak lelaki yang ia temui namun, tidak munafik seperti Xandro dalam pikirannya. Tidak ada kamus bagi Gresya, ia yang mendekati lelaki terlebih dulu. Tapi lihat, persetan dengan aturannya sendiri. Sekarang ia malah termakan dengan aturan yang ia buat. Gresya menggeser duduknya. Sehingga jarak yang ada di antara dia dan Xandro, di pangkas olehnya.
Raut wajah Xandro yang berubah gelagapan jelas tampak oleh Gresya. Yang sedari tadi lelaki itu tidak lepas dari manik mata kecoklatannya.
"Dalam kerja sama ini, kita akan terus terlibat nantinya. Dan..." Gresya menarik dagu Xandro. Membuat lelaki itu menatap ke arahnya. Ia menaikan satu kaki ke atas paha, kaki satunya lagi. Membuat rok yang ia kenakan menyurut, membuat paha mulus miliknya terpapar jelas."Kau harus terbiasa dengan kehadiran ku seperti ini."
Tepat ucapan Gresya terhenti, Xandro kembali menarik dagunya menjauh dari gadis itu. Ia mengambil alih suara." Aku akan menemani, Nona. Kalau memang menyangkut soal pekerjaan."
Xandro beranjak dari duduknya. Satu hal yang ia baru sadari. Dua buah manik baju yang di kenakan oleh Gresya tersingkap. Menonjolkan dua gunung tak bertulang itu hendak menyembur dari kekangan di dalam sana. Dia yakin, jika itu di sengaja olehnya. Xandro mengingat betul, bahwa tadi baju wanita itu masih tersemat rapi.
Gresya dengan sigap menahan tangan Xandro. Dan membuat lelaki itu menghentikan langkahnya. Tatapan mereka kembali bertemu. "Aku menyukai sikapmu, Xandro. Ketahuilah, tanpa kau sengaja, kau telah menarik perhatian ku."
Xandro menghempas kuat tangan Gresya, membuat Gresya tersenyum samar kearahnya." Jaga sikapmu, Nona. Aku tidak lebih dari bawahan mu."
"Dan bersikaplah selayaknya atasan yang di hargai." Tambahnya.
"Ha...."Gresya melipat tangan di atas perutnya."Kau hanya belum terbiasa saja, Xandro. Aku yakin kau pasti belum mempunyai kekasih. Terlihat dari sikapmu yang kaku itu."
Ucapan Gresya yang mengudara begitu saja, berhasil membuat Xandro tertarik dengan pembicaraan mereka kali ini. Ada sesuatu yang harus diketahui oleh wanita itu.
"Kali ini kau salah, Nona" Xandro memijit pelipisnya. Rasanya tidak ingin ia berbagai tentang sesuatu yang menurut dia tidak pantas di bahas dengan atasannya itu. Sesuatu yang ia anggap privasi oleh Xandro." Aku sudah nemiliki kekasih yang sangat aku cintai."
Ucapan Xandro "yang sangat aku cintai" sengaja ia beri intonasi penekanan di indera pendengaran Gresya. Hembusan napas yang keluar dari mulut Xandro, sangat menggelitik hangat di kulit Gresya.
Tetapi tidak dengan diamnya wanita itu. Dari sorotan mata, tentunya ia terkejut. Dia pikir, Xandro betah dengan kesendiriannya. Ia juga berpikir, jika lelaki dingin sepertinya, tidak akan ada wanita yang hadir di kehidupan lelaki tersebut. Selama yang dia lihat dari lelaki itu, belum satu pun wanita yang bergandengan dengan Xandro.
Gresya mengumpat kekesalannya dalam hati atas apa yang ia dengar. Ia mencoba meredam rasa itu dengan gelak tawa yang berderai saat ini. "Hahahaha...kau pikir aku percaya dengan omongan kosongmu, Xandro."
Xandro tersenyum kecut. Ia merasa wanita di hadapannya saat ini ternyata begitu pintar mengalihkan rasa kecewa atas sebuah kenyataan yang baru saja ia ungkap. Kenyataan memang benar adanya, dia memiliki kekasih yang tidak kalah cantik dari pada Gresya.
"Kau boleh saja mengelak, dari tuduhan yang aku lontarkan. Tetapi aku tidak begitu mudah percaya dengan ucapanmu barusan," sanggah Gresya.
Suasana di dalam sana cukup dingin dengan pendingin ruangan. Entah kenapa, Gresya merasa gerah berkeringat di dalam sana. Keringat yang mulai terpancar, keluar perlahan dari pori-pori kulitnya.
Awalnya, ketika Xandro di pindah tugaskan oleh Papanya-Gresya, sebagai sekretarisnya, ia mengira jika lelaki itu akan sama dengan lelaki yang kebanyakan ia jumpai. Dengan mudahnya lelaki di luar sana melirik dia dengan nafsu. Setelah ia beberapa bulan selalu bertemu dan berinteraksi, di luar prasangkanya, Xandro mempunyai kharisma tersendiri. Dan Gresya baru menyadari hal itu beberapa minggu ini.
Jiwanya meronta-ronta akan rasa cinta yang mulai hadir. Menggetarkan hati yang selama ini tidak tersentuh oleh perasaan. Walaupun Gresya pernah gonta-ganti pasangan, tidak sedikitpun ia memainkan hatinya untuk menerima lelaki.
Lihat-lah sekarang, bagaimana cinta itu hadir menyapanya. Tanpa memandang status bahwa Xandro hanya sebagai sekretaris dan jauh dari kata seimbang dari Gresya-Pewaris tunggal semua harta orang tuanya. Meluluh lantakan penilaian buruk terhadap lelaki yang ia temui sebelum Xandro.
"Aku berbicara fakta, Nona. Dan kau harus tahu itu. Hubungan kami bukan baru berjalan satu bulan, tapi sudah bertahun-tahun lamanya. Hanya saja...aku tidak pernah mengubar soal percintaan ku di tempat ini. Antara kerja dan kehidupan ku, aku rasa memiliki privasi masing-masing."
Gresya terdiam. Mencerna baik-baik setiap ucapan dari Xandro. Lelaki itu benar-benar menempatkan sesuatu dengan baik. Pantas saja, Papanya-William Axton sangat menyukai kinerjanya. Dan pilihan Tuan William yang memindahkan Xandro ke tempatnya, suatau hal yang tepat bagi Gresya.
Xandro melihat Gresya yang masih mematung dengan mata setajam elang kepadanya, ia hanya membalas dengan senyuman lebar."Kalau tidak ada yang kita bahas lagi, aku pamit." Ia tidak ingin lagi terjebak dengan obrolan yang ia rasa tidak oenting itu. Xandro pun berlalu dari hadpan Gresya. Keluar dari ruangan itu.
Tubuh Gresya kehilangan keseimbangan. Wanita itu dengan cepat menduduki kursi. Sekuat yang terlihat oleh Xandro, bahkan lelaki itu tidak melihat goyahan dari Gresya. Namun semua itu salah. Gresya juga seorang wanita, manusia yang mempunyai hati. Wanita yang ingin di perlakukan dengan baik oleh lelaki. Wanita yang juga ingin merasakan cinta yang saling bertepuk. Wanita yang lemah akan perasaan. Senakal-nakalnya dia, ia juga ingin merasakan semua itu.
Hati yang bergelombang dengan beban penekanan sesak di dada, memberi reaksi pada bahu yang tampak turun-naik membuat Gresya butuh udara untuk mengisi rongga dada yang mulai berkurang oleh oksigen.
Dengan susah Gresya menghirup lalu membuang kembali napas yang melewati rongga hidungnya itu. Bercak cairan bening di sudut mata Gresya tampak hadir memberi respon atas ucapan Xandro.
Tangan Gresya memegangi dadanya. Denyutan di dadanya itu membuat dia nyaris merasakan sakit yang teramat.
"Apa ini? kenapa sesakit ini? Apa ini yang dinamakan luka, luka atas cinta yang di rasa?" gumam Gresya. Ia menggeleng pelan. Bagaikan tidak bisa menerima sakit hati yang ia rasa.
"Tidak, Xandro! Semuanya belum terlambat."
Bersambung...
Xandro kembali ke ruangannya. Meninggalkan Gresya yang masih terpaku di dalam ruangan pertemuan tadi. Meletakan berkas yang sedari tadi ia pegang diatas meja kerjanya tersebut.Entah mengapa, raut wajah kekesalan Gresya atas pengakuannya,malah membuat dia menahan senyum di hadapan wanita itu. Dan Xandro menumpahkan senyuman yang di tahan sedari tadi, tepat saat ia mendarat duduk di kursi kerjanya. Seperti orang gila, tersenyum-senyum sendiri.Seketika ia tersadar dari senyuman itu. Tangannya memeriksa jadwal yang mungkin saja akan melibatkan dia dan Gresya bertemu kembali. Dan sekali lagi ia merasa senang. Terlihat dari lengkungan bibir membentuk senyuman. Untuk hari ini ia rasa cukup berdebat dengan wanita itu.Kalau boleh memilih, Xandro lebih senang berkerja dengan Tuan William. Dari pada bersama Gresya. Apa boleh buat, semua di putuskan oleh Tuan William. Dia menempatkan Xandro kepada perusahaan yang di kelola Gresya. Wanita yan
Saat hendak mengantarkan Alex, Xandro menghentikan mobilnya di dekat pedagang kaki lima. Pedagang dengan gerobak bertulisan nasi goreng. Membaca tulisan "nasi goreng" tentunya membuat Xandro teringat akan makanan kesukaan dari seorang wanita.Siapa lagi, wanita itu ialah Venna. Dia sangat menyukai menu makanan tersebut. Apalagi pedagang itu telah menjadi langganan Venna."Xan...kau mau ngapain? kenapa kita berhenti disini?" tanya Alex."Kau tidak lihat, tulisan itu?" jawab Xandro."Ah..aku tau, kau mau traktir aku makan?" Alex mendorong gagang pintu mobil."Ayo...kebetulan aku lapar.""Terserah kau saja!"Mereka pun keluar dari mobil. Mendekati pedagang kaki lima itu. Xandro dan Alex memesan makanan mereka. Tidak lama menunggu, pesanan telah di sajikan kehadapan mereka."Xan...kenapa lo mau sih, makan disini?" tanya Alex. Ucapannya sedikit di pelankan. Al
Hari demi haripun berlalu begitu cepat. Semenjak kedatangan Pak Zainal di apartemen Venna. Semenjak itu Venna tidak lagi menutup komunikasi antara dia dan sang Papa. Ia sadar, tidak harus menjauhi Papanya. Jika jarak dia dan papanya semakin renggang akan lebih mudah bagi Sellin Karlina-mama sambung, memperngaruhi pikiran sang Papa. Bisa jadi harta menjadi incaran Sellin. Jadi, Venna memutuskan untuk membuang sedikit egoisnya. Demi menyelamatkan Papa dari cengkreman wanita itu.Dia membiarkan Papanya menyadari siapa wanita yang di sampingnya suatu saat ini. Yang terpenting, hubungan dia dan sang Papa baik-baik saja.Hari ini Venna telah mempunyai janji dengan sang Papa. Pak Zainal mengajak Venna untuk makan siang di luar tidak jauh dari kantornya. Sekarang Venna telah menuju ke sana. Meninggalkan Cafe yang di kendalikan oleh Gina.Sinar sang surya begitu terik menyinari alam semesta. Terjebak di kemacetan suatu hal yang s
Siang itu, Xandro dan Gresya menghadiri meeting. Semenjak meeting itu di mulai, Xandro mencoba menjelaskan kepada kliennya, atas produk yang akan mereka luncurkan.Sepanjang penjelasan, klien mereka sangat mempusatkan perhatiannya pada materi yang di sampaikan oleh Xandro. Seolah semua yang di sampaikan lelaki itu dengan bahasa yang di gunakan Xandro juga tidak berbelit-belit. Memudahkan kliennya mengerti apa maksud dan tujuannya.Gresya yang berada tidak jauh dari Xandro, perhatiannya sedari tadi tersita oleh lelaki itu. Bukan dengan apa yang telah di sampaikan oleh lelaki itu, tetapi manik matanya sama sekali tidak beralih pada wajah tampan Xandro. Matanya berbinar-binar, lelaki yang di hadapannya itu, seorang sekretaris yang sangat handal. Di mata Gresya dia sangat berwibawa.Pantas saja Tuan William-Sang Papa, terus memuji dia sebagai sekretaris terbaik di perusahaan mereka. Berkat Xandro juga, perusahaan Tuan William berkembang
Sebuah mobil sedan melesat di jalanan yang sepi kendaraan. Dengan kecepatan diatas rata-rata. Hingga meninggalkan deruman mesin yang membekas di pendengarnya.Sorotan mata tajam bak elang menyambar ke jalanan yang lurus. Ia tidak memikirkan apa yang akan terjadi padanya, jika tetap dalam kecepatan tinggi tersebut. Tidak terpikir olehnya, bahwa nyawa dia dalam bahaya. Dia sama sekali tidak memikirkan hal itu.Dia hanya memikirkan bagaimana rasa sakit yang menghujamnya sedari tadi bisa terurai. Jika dengan cara mengendarai dengan kecepatan tinggi bisa menghilang rasa yang tersulut sakit itu, kenapa tidak? Begitu-lah pikiran yang tidak lagi dapat disadarkan.Namun, seseorang yang melintasi jalanan itu, membuat wanita di dalam mobil tersebut terperanjak. Kedua bahunya ikut terangkat kemudian terhuyun seiring rasa terkejutnya dari lamunan itu tersadar.Tetapi karena ia mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, mem
Sepasang kaki melangkah lebar kearah ruang Direktur Utama. Membawa beberapa lembar berkas yang hendak di tanda tangani. Kaki jenjang yang di tutupi oleh celana bahan, tampak pas di kenakan olehnya.Dengan langkah tegap, sorotan mata terkesan dingin berhenti di depan pintu ruangan tersebut. Tangannya bergerak mengetuk pintu ruangan itu. Hingga terdengar dari dalam sahutan menyuruh masuk.Tangan lelaki itu, yang tak lain Xandro bergerak mendorong gagang pintu. Hingga terdengar suara decitan dari pintu itu. Tampak seorang wanita duduk dengan nyaman di kursi kerjanya. Membelakangi Xandro yang kita telah di dekat meja kerjanya itu."Selamat pagi, Nona. Ada beberapa berkas yang harus anda tanda tangani. Dan satu jam lagi ada meeting penting dengan klien kita dari Australia." Kata Xandro.Manik matanya kepada sang Direktur belum juga lepas. Sebab, sang Direktur masih membelakangi Xandro. Dia masih bergeming. Hingga p
"Apa kau melihat, Xandro?" tanya Gresya kepada Alex. Setelah mereka sama-sama kembali ke kantor. Lelaki itu tidak menampakan lagi wujudnya. Sampai jam kantor telah usai.Sesaat membuat Alex mencerna pertanyaan Gresya. Raut wajahnya seperti orang menaruh kecurigaan terdalam kepada wanita itu."Hai, apa kau tidak mendengarkan ucapanku, ha?" hardik Gresya.Membuat Alex terkejut, kedua bahunya sontak terjingkrak. "Eh..hum, aku tidak melihatnya.""Mungkin--"Ucapan Alex terhenti. Saat Gresya meninggalkan dia tengah melanjutkan ucapannya. Wanita itu pergi hingga tubuhnya menghilang di balik lift yang ia masuki. Lift itu bergerak turun. Namun, Alex tidak mengetahui pasti, di lantai berapa yang menjadi tujuannya."Ah...benar-benar tidak sopan! hanya Xandro yang di tanya. Tanyaan aku sekali-kali, gitu!" Alex berdecit. Ia berkacak pinggang dengan netra berputar. Lalu melangkah pergi dari sana
Setelah ke pergian Gresya, Venna melangkah pergi dari supermarket itu. Menuju mobilnya yang ada di seberang jalan. Dengan barang belanjaan di tangan sedari tadi ia pegang.Venna masuk ke mobil. Ia kembali melajukan mobilnya pada jalan yang kini ada genangan air. "Cantik juga ya, Atasan Xandro. Apa mungkin ia tidak bakalan suka? setiap hari mereka selalu bertemu dan dalam pekerjaan selalu terlibat. Tidak mungkin seorang lelaki, tidak akan jatuh cinta terhadap dia. Lelaki mana coba, yang tidak menyukai Nona Gresya. Secara...dia anak orang kaya, cantik, wanita karir." Gumam Venna."Iiiisshh..."Venna menepuk-nepuk pelan kepalanya dengan telapak tangan. Seakan ia tidak ingin berpikiran buruk terhadap Xandro. Lelaki itu cukup setia selama ini dan dia tahu itu."Mikir apa aku ini!!"***"Semuanya sudah beres 'kan? jangan sampai kita kelupaan sesuatu, Ve. Kau sudah mengunci pintunya?" tanya Gina. Wanita itu selalu cerewet ter
Dalam hati yang begitu hancur, tangan Venna menggusar rambutnya. Membenamkan wajah pada kedua lututnya. Hati yang remuk redam membuat Venna tidak dalam pikiran jernih lagi. Selang infus yang tersemat di tangan, Venna mencabut dengan paksa. Kakinya bergegas turun dari tangga. Langkah yang terseok-seok, ia mencoba untuk keluar dari ruang rawat itu. Setelah berada diluar, Venna mencoba menelisik sekitar sana. Melihat keadaan sepi tanpa seorangpun yang lalu lalang, ia bergegas menjauh dari ruang rawatnya tersebut. Sangat berhati-hati, akhirnya Venna dapat juga keluar dari rumah sakit. Tidak tahu arah dan kemana tujuan Venna, ia hanya terus berlari di pinggir trotoar. Tubuh gemetar yang di rasakan Venna, membuat ia berhenti sejenak. Ia yang berada ditengah masyarakat tengah lalu lalang, Venna tidak memperdulikan tatapan penuh tanya dari orang lain yang tertuju untuknya. "Aku harus menemui Xandro. Aku yakin dia pasti masih sangat mencintaiku."
Suara pendeteksi detak jantung dengan konstan berbunyi di ruangan sunyi, senyap. Dari bunyian mesin, menandakan jika di ruangan itu terdapat makhluk hidup sedang bernapas, berdetak. namun, matanya terpejam rapat. Ya, dia adalah Venna Marlinda.Venna belum sadarkan diri. Setelah dia ditemukan semalam, tergeletak di jalanan. Gina yang belum melihat tanda-tanda Venna pulang, ia mencemaskan sahabatnya itu. Ketika ia menghubungi Venna, namun teleponnya tidak ada jawaban. Begitu pula dengan nomer ponsel Xandro. Gina pun mencari keluar menggunakan taksi.Tidak jauh dari apartemennya, Gina melihat seorang wanita tergeletak di jalanan. Dari pakaian yang terlihat oleh Gina, tentu saja ia tahu kalau itu adalah sahabatnya.Gina membawa Venna langsung dengan taksi yang ia tumpangi tadi menuju rumah sakit terdekat.Gina terbangun saat bunyi pintu terbuka. Di balik pintu itu menampakan Papa Zainal. Sebelumnya, ia menghubungi Papa Zainal. Mengabari keadaan wanita i
Tidak dalam sepenuhnya sadar dari rasa kantuk semenjak tadi menggelayut manja di mata Venna, ia mencoba membalikkan badan. Nanar matanya, menangkap manik mata Xandro. Lelaki itu masih sama terdiam semenjak ucapannya mengudara.Udara yang mulai terasa dingin pada malam hari yang di taburi bintang di atas sana, sangat bercahaya terang. Sesuai dengan apa yang di rasakan oleh Venna. Perasaan yang sempat di buat bahagia oleh Xandro dan bagaikan di atas awan. Seketika terhenyak, jatuh serta remuk menahan sakit.Venna berharap dan meminta apa yang di dengar olehnya, tidak sebuah kenyataan. Mungkin saja ia salah, bisa jadi juga efek dari rasa kantuk yang ia rasa. Ingin sekali ia meminta tuli saat ini juga. Tapi, ia lebih baik memastikan dulu ucapan itu benar atau tidaknya."Boleh aku mendengarnya sekali lagi? Ah, tadi aku kurang menangkap ucapanmu sayang. Takutnya aku salah dengar." Tidak, ucapan Xandro tentu jelas terngiang di telinga Venna. Ia hanya beralasan se
Mobil yang di jalankan Xandro membelah jalanan. Ada hal yang berbeda dari suasana di mobil kali ini. Xandro lebih banyak diam. Menampakan garis-garis halus di sela-sela alis yang di kerutkan itu. Tatapannya lurus ke depan. Namun, penuh sendu. Seperti banyak beban yang ia pikul.Venna sungguh di buat heran atas sikap kekasihnya itu. Baru seminggu ini dia tidak bertemu, sudah membuat Venna tidak mengenali sifat Xandro yang ia lihat hari ini."Sayang, kau kenapa?" Venna tidak bisa berdiam diri menanyakan keadaan lelaki itu.Tetapi seruan Venna, tidak membuat Xandro tersadar dari diamnya. Venna memegoyangkan bahu Xandro."Sayang ..."Xandro terjingkrak dari lamunannya. Hingga membuat bahunya ikut terangkat. Lalu menoleh pada Venna yang tengah menatapnya penuh rasa kekhawatiran.Xandro menggeleng samar. Ia mencoba menerbitkan senyuman di balik rasa gelagapan."Ti-tidak, A-aku tidak apa.""Kau yakin tidak apa?!" selidik Venna. Merasa kurang pe
Genap sudah satu minggu Xandro di rumah. Sekarang ia telah masuk kembali ke kantor, tanpa pengetahuan Gresya. Wanita itu tengah berada di luar kota. Semenjak kedatangannya ke rumah Xandro beberapa hari lalu.Sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing membuat hubungan Xandro dan Venna hanya komunikasi lewat pesan singkat. Selama itu juga Venna tidak mengetahui Xandro tidak bekerja.Drrrt...drrrt...Getaran ponsel terdengar riuh di atas meja kerja Xandro. Ia menoleh pada benda pipih yang menyala itu."Hallo," seru Xandro datar."Hay, sayang, maaf ya aku baru bisa menghubungimu. Aku rindu!" ucap Venna. Bibir yang cemberut dan wajah yang tiba-tiba sendu menggambarkan isi hatinya yang tengah memendam kerinduan mendalam pada sang kekasih."Kau tidak sibukkan hari ini? Gimana kalau kita jalan? Aku kebetulan lagi gak banyak pengunjung."Xandro mendengar, tapi raut wajahnya tidak menanggapi wanita itu. Sorotan matanya kosong memandang ke dep
Hari demi hari terus berganti. Dan hari ini, sudah hari ketiga Xandro tidak masuk kerja. Menghabiskan waktu di rumah. Berdiam diri seraya mempulihkan kembali kesehatan. Istrirahatkan diri dari pekerjaan sementara waktu. Ya, itu yang di harapkan oleh Xandro. Tapi sayang, tubuhnya semakin terasa lelah. Darah yang mengalir di hidungnya masih saja keluar.Bahkan, kini berpengaruh pada nafsu makannya. Seharian ini, hanya tiga suap yang bisa ia telan. Bersyukur Pak Tio bisa masak. Dia yang membuat bubur untuk Xandro.Sudah tiga hari ini juga, Venna hanya bisa mengirimkan pesan pada Xandro. Dewi Fortuna tengah berpihak padanya. Cafe-Venna, sedang di padati pengunjung. Sehingga dia ikut langsung turun tangan melayani pengunjung.Tetapi, semua itu malah di syukuri oleh Xandro. Setidaknya ia tidak perlu berbohong pada Venna. Dia hanya istirahat yang cukup, serta minum obat yang di berikan Dokter Jino. Lelaki itu sebagai Dokter langganannya, meradang amarah. Ia sudah
Pulang dari kantor, Xandro melajukan mobilnya menuju cafe Venna. Ia telah berjanji membawa wanita itu untuk nonton di sebuah bioskop.Sesampainya di cafe, wanita itu melempar senyuman pada Xandro. Kaki jenjang Venna mulai mengayun mendekati mobil lelaki itu."Maaf, lama membuatmu menunggu!" titah Xandro."Tidak apa! ayo kita berangkat, sayang!"Mobil pun kembali di lajukan oleh Xandro pada jalan beraspal itu. Sepanjang perjalanan, Venna mengikuti alunan lagu yang di putar. Sekali-kali ia melirik Venna dari kaca spion. Xandro ikut menerbitkan senyuman di raut wajahnya.Senyuman begitu mekar, perlahan menyurut. Perasaan gundah itu kembali menyentak dalam ingatan Xandro. Ia bahagia, bahagia melihat wanita yang dia cintai itu begitu nyaman di dekatnya.Apa bisa dia akan membuat kekasihnya selalu bahagia? Mengingat... Ah, rasanya tidak sanggup untuk membayangkan semua ini. Setidaknya, dia sebisa mungkin tidak akan melukai hati wanita
Siang hari di kantor, Gresya melangkah lebar masuk dari parkiran menuju kantor. Setelah selesai meeting dengan klien di sebuah restauran. Melewati setiap karyawan yang ia lalui.Ia mengetahui bahwa Xandro masuk kerja hari ini. Setelah kemaren kesehatannya terganggu sampai harus di bawa kerumah sakit. Seharusnya lelaki itu di rumah, sampai ia benar-benar sehat. Dan itu membuat Gresya tidak menyangka, bahwa Xandro memaksakan diri untuk kembali bekerja.Rambut yang diikat ekor kuda itu, berayun mengikuti gerak tubuhnya. Berjalan bak model. High Heels yang ia kenakan saling berbenturan di lantai marmer.Setiap mata yang melihat wanita itu, menunduk seraya memberi hormat pada atasan. Begitu juga dengan Alex. Namun, pria itu tidak mengalihkan pandangannya. Dia terus mematri pergerakan wanita itu. Hingga hilang di balik pintu ruang Xandro yang di buka olehnya.Sesampainya Gresya di dalam ruangan Xandro, raut wajah lelaki itu tampak tegang
Alex telah sampai di rumah sakit yang di sebutkan oleh Gresya lewat pesan itu. Memakirkan mobil di basement. Langkah lebar Alex kini memasuki rumah sakit. Ia langsung menuju meja resepsionis. Untuk menanyakan ruang dimana lelaki itu dirawat. Wanita itu tidak memberitahu di ruang mana lelaki itu berada."Permisi! Maaf, Nona, pasien atas nama Xandro julius diruang berapa, ya?" tanya Xandro kepada seorang wanita di meja resepsionis. Dengan seragam khas rumah sakit itu."Tunggu, sebentar!" wanita itu langsung mengecek daftar nama pasien yang masuk hari ini.Alex mengangguk tegas. Matanya masih mematri wanita cantik itu. Dengan wajah oval, mata bulat, hidung tinggi minimalis. Ah...dia benar-benar cantik."Tuan, pasien berada di lantai sembilan no 28," ucap wanita itu. Dahinya di buat mengerut melihat lelaki dihadapannya tidak berhenti tersenyum."Tuan..." Wanita dengan seragam rumah sakit itu melambaikan tangan di wajah Alex."Tuan, apa Anda baik-b