Saat hendak mengantarkan Alex, Xandro menghentikan mobilnya di dekat pedagang kaki lima. Pedagang dengan gerobak bertulisan nasi goreng. Membaca tulisan "nasi goreng" tentunya membuat Xandro teringat akan makanan kesukaan dari seorang wanita.
Siapa lagi, wanita itu ialah Venna. Dia sangat menyukai menu makanan tersebut. Apalagi pedagang itu telah menjadi langganan Venna.
"Xan...kau mau ngapain? kenapa kita berhenti disini?" tanya Alex.
"Kau tidak lihat, tulisan itu?" jawab Xandro.
"Ah..aku tau, kau mau traktir aku makan?" Alex mendorong gagang pintu mobil."Ayo...kebetulan aku lapar."
"Terserah kau saja!"
Mereka pun keluar dari mobil. Mendekati pedagang kaki lima itu. Xandro dan Alex memesan makanan mereka. Tidak lama menunggu, pesanan telah di sajikan kehadapan mereka.
"Xan...kenapa lo mau sih, makan disini?" tanya Alex. Ucapannya sedikit di pelankan. Alex takut, jika orang yang punya lapak dengar.
"Emangnya, kenapa?" timpal Xandro balik."Tidak ada yang salahkan di sini. Tampatnya juga bersih." Tentunya Xandro tidak kalah pelan suaranya. Matanya melirik terlebih dulu ke orang pemilik dagang.
"Jangan bilang kamu pernah bawa Venna ke sini juga?" terka Alex. Dengan mulut terisi nasi goreng. Sehingga membuat mulutnya menggembung.
"Tidak...bukan aku yang membawanya." sanggah Xandro. Ia menjeda ucapannya. Mulut yang juga terisi nasi goreng itu membuat dia susah bicara. Setelah ia rasa sedikit kosong, Xandro berucap."Tapi, dia yang mengajak ku. Tempat ini sudah menjadi langgannya."
"Ah...payah kau, Xan. Kenapa kau tidak mengajaknya ke restauran saja?! apa kau tidak punya uang untuk itu? jabatanmu kan di atas aku, Xan,"
"Kata siapa aku tidak mampu? dia saja yang mau di sini! lagian, walaupun pedagang kaki lima. tapi rasa bintang lima, benarkan?" Xandro melirik Alex.
Seketika Alex memutar biji matanya. Lidah di dalam mulutnya itu, merasakan rasa gurih di setiap suap-annya."Hum...kau benar!"
"Satu hal yang harus kau ketahui, Alex. Sekali-kali kau harus menguji pacarmu itu untuk makan di sini. Tidak harus di restauran! sebab, alangkah lebih baiknya kita dapat wanita tidak selalu dengan kemewahan belaka. Karena hidup tidak selalu di atas." tutur Xandro. Menceramahi lelaki di sebelahnya itu.
Alex mengangguk pelan. Ia membenarkan perkataan temannya itu. "Kau benar! tapi, kalau aku seperti itu tidak ada wanita yang akan mau bersama ku. Mereka akan berpikir, kalau aku ini pelit terhadap mereka."
"Astaga!!" Xandro tidak habis pikir dengan Alex. Bagaiamana cara berpikir lelaki itu. Dalam benak otaknya, hanya wanita-wanita yang mengejar ke senangan dari dia saja. "Seharusnya, kau mencari wanita yang menerimamu apa adanya. Dasar bodoh...terserah kau saja!!" geram Xandro.
Xandro melap mulut sisa-sisa air yang ia teguk. Begitu saja membasahi kerongkongannya. Waktunya tersita, gara-gara pembicaraan tidak penting itu.
Sambil menunggu Alex selesai dengan makanannya. Xandro bersuara."Pak, buatkan dua buah nasi goreng."
Alex meneguk minuman terakhirnya. Tetapi, matanya melirik kepada Xandro."Untuk siapa itu?"
"Venna dan Gina-sahabatnya,"
"Eh...Btw, teman Venna cantik enggak?" tanya Alex.
"Ah...lumayan, tapi aku tidak akan menyuruh Venna mendekatkan dia dengan buaya darat, sepertimu!"
"Ah...payah kau, Xan!"sungut Alex.
Setelah beberapa menit menunggu, pesanan Xandro telah siap. Dua bungkus nasi goreng di dalam kontong plastik hitam. Xandro berdiri, mengeluarkan dompet di dalam kantong celananya tersebut. Mengeluarkan satu lembar uang kertas lalu memberikan kepada pedagang itu. "Kembalinya buat Bapak, saja!"
"Terima kasih, tuan!" ulas pedagang itu.
Alex juga beranjak dari sana. Mengikuti Xandro yang telah lebih dulu menuju mobil.
***
Sesampainya di rumah Alex dan menurunkan lelaki itu, Xandro tancap gas menuju Cafe Venna. Tentu saja, ia ingin bertemu dengan wanita kesayangan itu.
Sore telah berganti dengan gelapnya malam. Menuai cahaya remang, namun di tambah dengan cahaya lampu menerangi jalanan. Jalanan yang padat merayap oleh kendaraan itu, menghambat laju mobil Xandro yang hendak menemui sang pujaan hati. Waktunya seolah terulur.
Sekali-sekali Xandro milirik bungkusan nasi goreng ke bangku penumpang depan. Tepat di sebelahnya. Ia memindahkan nasi goreng itu, saat Alex keluar dari mobil.
Dalam pikiran Xandro, Venna pasti senang dia membawa makanan favorit wanita itu. Senyuman indah Venna telah terukir dalam bayangan yang melintas dibenak kepala Xandro.
Setengah jam berada di jalan, Xandro telah tiba di Cafe Venna. Kaki jenjang Xandro menuruni mobil. Postur tubuh yang tegap, bak seorang model membuat para kaum hawa mendambakan lelaki itu dari tatapan penuh dengan ke kaguman. Akan sosok di hadapan mereka. Mata melotot tanpa kedipan, ke dua bibir terbuka, mereka terus mamatri setiap gerak tubuh Xandro. Hingga menghilang saat kakinya masuk ke Cafe.
Xandro mengedarkan pandangannya, untuk mencari sosok wanita sang pujaan hati. Tidak lama bola mata Xandro mendapati Venna masih dengan kesibukannya. Tetapi, pelanggan yang ada di cafe tersebut sudah mulai sepi pengunjung. Satu persatu mereka keluar dari cafe Venna. Setelah melakukan pembayaran.
Xandro memilih duduk tempat kursi yang kosong yang ada di dalam sana. Mata Xandro yang tidak lepas dari Venna, diam-diam dia mengambil gambar wanita itu. Venna sembari tersenyum lebar. Entah apa yang di bicarkan antara dia dan Gina.Mungkin saja, mereka menceritakan hal yang lucu.
Setelah selesai dengan gambar Venna yang ia ambil, Xandro melengkungkan bibirnya, semenit kemudian berubah dengan melebarkan senyuman itu. Hingga memperlihatkan deretan gigi rapi nan putih.
Senyuman merekah itu ternyata tertangkap basah oleh Venna yang sekarang menatap Xandro dengan penuh kecurigaan. Saat mata Gina tidak sengaja melihat Xandro di pojok sebelah kiri cafe. Lalu Gina memberitahukan pada Venna, jika lelaki itu ada di sini.
Senyuman di raut wajah Xandro, menyisahkan tanya bagi Venna. Ia pun meninggalkan Gina. Mengayunkan langkah mendekati Xandro. Tatapan Xandro masih menatap layar ponsel.
Venna yang mengerutkan dahi semenjak ia melangkahkan kaki untuk menghampiri lelaki itu, tanpa bertanya langsung merampas ponsel Xandro. Membuat Xandro sempat terperanjak dari duduk. Matanya melirik langsung ke si pengambil ponsel.
"Venna."
Satu kata yang ia ucapkan itu seiring rasa terkejut yang begitu saja hadir. Napas Xandro memburu, seiring degupan jantung.
Venna yang belum melihat ponsel Xandro, ia melayangkan tatapan tajamnya kepada lelaki itu. Sesak di dadanya begitu cepat naik pada permukaan.
"Kenapa...ada yang kau tutupi dari ku? sehingga wajahmu begitu terkejut, ha....?" seloroh Venna.
"Kau selingkuh dari ku, iya...?" tambahnya.
"Bu-bukan, Ve...kau salah sangka, sayang! A-aku cuma...Hum." Xandro menggaruk tengkunya yang tidak gatal. Lidahnya kelu seketika. Tapi ia juga tidak mau ketahuan menangkap gambar wanita itu diam-diam. Dia takut Venna marah terhadapnya.
Venna mengangguk pelan. Di sertai senyuman mengejek ke arah Xandro." Oh, kau mulai bermain di belakang ku? iya, kan?"
Mata Xandro membelalak sempurna. Ia tidak menyangka Venna menuduhnya seperti itu."Kau sal--"
Perkataan Xandro di sela oleh Venna." Sekali saja kau berbohong Xandro, seumur hidup aku tidak percaya padamu." Mulut wanita itu terus menuduhnya yang tidak-tidak. Venna yang tidak sabar lagi melihat apa yang di lihat Xandro, ia pun membawa ponsel itu ke depan matanya. Ponsel yang ia genggam kuat hasil dari rampasannya dari Xandro.
Saat Venna menatap layar ponsel tersebut, betapa terkejutnya dia saat melihat gambar siapa di benda pipih itu. Amarah yang tadinya mulai tidak bisa di tahan, dalam sekejap luluh lantak saat matanya sendiri menatap foto dia di dalam ponsel Xandro.
Xandro melorotkan ke dua bahunya. Ia rasa percuma apa yang dia katakan terhadap wanita itu.
Venna tertegun. Seolah ia sangat susah menelan saliva. Hingga di dorong oleh tenggorokannya. Matanya membuang kesembarangan arah. Tangannya bergerak meletakan ponsel Xandro di hadapannya kembali.
Xandro yang melihat itu, ia berdiri dari kursi. Lalu mendekati Venna yang tidak memandangnya.
"Gimana, dia cantik bukan? tentu saja. Dia wanita ku. Kekasih ku, pujaan hati ku. Hanya dia yang aku inginkan. Tanpa menatap ke arah lain. Mata ku hanya tertuju padanya." Xandro mendekati pendengaran Venna. Hembusan napas Xandro bergesek memberi sentuhan hangat pada kulit wanita itu.
"Aku mencintaimu...sangat mencintai mu."
Rasa bahagia setiap ucapan Xandro menjalar keseluruh tubuh. Membuat jantung Venna berdegup bahagia. Raut wajah Venna bersemu dengan warna seperti di oleskan blush-on. Venna tertunduk dengan senyum yang tertahan dengan baik.
Xandro yang dapat merasakan perubahan di wajah Venna, tidak lagi memsang wajah cemburu, Xandro menarik Venna dalam dekapan hangatnya. Venna pun ikut merespon dengan mengeratkan pelukan terhadap Xandro.
"Tidak ada wanita lain dalam hidup ku, Venna. Selain kau yang mengisi relung hati ku."
Bisikan kata manis itu sangatt menyentuh. Membuat Venna melebarkan senyumannya. Ia meletakan kepalanya di bahu Xandro.
"Maafkan aku telah menuduh mua yang bukan-bukan," tutur Venna.
"Tidak apa, aku suka. Kau terlihat lebih cantik ketika marah," puji Xandro terkesan gombal. Membuat Venna terkekeh.
Xandro yang teringat sesuatu, mengendurkan pelukan mereka." Ah iya, apa kau sudah makan? aku membawakan sesuatu untuk mu!"
Xandro memberikan yang dia bawa tadi kepada Venna. Dari aroma yang menyeruak ke dalam hidung Venna, membuat dia sangat mengetahui apa makanan yang di bawakan oleh Xandro.
"Kau membawakan aku nasi goreng?!" tanya Venna. Sembari tangan membuka bungkus nasi tersebut.
"Hum..." Xandro mengangguk."Itu satu lagi buta Gina. Gak enak kalau aku hanya membelinya untuk mu."
Tidak ada rasa cemburu terlintas dalam pikiran Venna. Ia menganggap itu hal yang wajar saja. Mata Venna langsung mencari Gina. Hingga manik matanya melihat Gina tengah membalikan kertas yang menggantung di pintu kaca dengan tulisan "Close."
"Gina!!" teriakan Venna di tangkap oleh telinga Gina. Membuat dia menoleh ke asal suara. Ia melihat Venna melambaikan tangannya. Membebtuk sebuah ajakan.
"Ke sini! kau mau nasi goreng tidak?"
Gina mengangguk, lalu mendekati Venna dan Xandro di sana.
Bersambung...
Jangan lupa di rate ya kkakak,komen dan like juga...🙏🤭🤗
Hari demi haripun berlalu begitu cepat. Semenjak kedatangan Pak Zainal di apartemen Venna. Semenjak itu Venna tidak lagi menutup komunikasi antara dia dan sang Papa. Ia sadar, tidak harus menjauhi Papanya. Jika jarak dia dan papanya semakin renggang akan lebih mudah bagi Sellin Karlina-mama sambung, memperngaruhi pikiran sang Papa. Bisa jadi harta menjadi incaran Sellin. Jadi, Venna memutuskan untuk membuang sedikit egoisnya. Demi menyelamatkan Papa dari cengkreman wanita itu.Dia membiarkan Papanya menyadari siapa wanita yang di sampingnya suatu saat ini. Yang terpenting, hubungan dia dan sang Papa baik-baik saja.Hari ini Venna telah mempunyai janji dengan sang Papa. Pak Zainal mengajak Venna untuk makan siang di luar tidak jauh dari kantornya. Sekarang Venna telah menuju ke sana. Meninggalkan Cafe yang di kendalikan oleh Gina.Sinar sang surya begitu terik menyinari alam semesta. Terjebak di kemacetan suatu hal yang s
Siang itu, Xandro dan Gresya menghadiri meeting. Semenjak meeting itu di mulai, Xandro mencoba menjelaskan kepada kliennya, atas produk yang akan mereka luncurkan.Sepanjang penjelasan, klien mereka sangat mempusatkan perhatiannya pada materi yang di sampaikan oleh Xandro. Seolah semua yang di sampaikan lelaki itu dengan bahasa yang di gunakan Xandro juga tidak berbelit-belit. Memudahkan kliennya mengerti apa maksud dan tujuannya.Gresya yang berada tidak jauh dari Xandro, perhatiannya sedari tadi tersita oleh lelaki itu. Bukan dengan apa yang telah di sampaikan oleh lelaki itu, tetapi manik matanya sama sekali tidak beralih pada wajah tampan Xandro. Matanya berbinar-binar, lelaki yang di hadapannya itu, seorang sekretaris yang sangat handal. Di mata Gresya dia sangat berwibawa.Pantas saja Tuan William-Sang Papa, terus memuji dia sebagai sekretaris terbaik di perusahaan mereka. Berkat Xandro juga, perusahaan Tuan William berkembang
Sebuah mobil sedan melesat di jalanan yang sepi kendaraan. Dengan kecepatan diatas rata-rata. Hingga meninggalkan deruman mesin yang membekas di pendengarnya.Sorotan mata tajam bak elang menyambar ke jalanan yang lurus. Ia tidak memikirkan apa yang akan terjadi padanya, jika tetap dalam kecepatan tinggi tersebut. Tidak terpikir olehnya, bahwa nyawa dia dalam bahaya. Dia sama sekali tidak memikirkan hal itu.Dia hanya memikirkan bagaimana rasa sakit yang menghujamnya sedari tadi bisa terurai. Jika dengan cara mengendarai dengan kecepatan tinggi bisa menghilang rasa yang tersulut sakit itu, kenapa tidak? Begitu-lah pikiran yang tidak lagi dapat disadarkan.Namun, seseorang yang melintasi jalanan itu, membuat wanita di dalam mobil tersebut terperanjak. Kedua bahunya ikut terangkat kemudian terhuyun seiring rasa terkejutnya dari lamunan itu tersadar.Tetapi karena ia mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, mem
Sepasang kaki melangkah lebar kearah ruang Direktur Utama. Membawa beberapa lembar berkas yang hendak di tanda tangani. Kaki jenjang yang di tutupi oleh celana bahan, tampak pas di kenakan olehnya.Dengan langkah tegap, sorotan mata terkesan dingin berhenti di depan pintu ruangan tersebut. Tangannya bergerak mengetuk pintu ruangan itu. Hingga terdengar dari dalam sahutan menyuruh masuk.Tangan lelaki itu, yang tak lain Xandro bergerak mendorong gagang pintu. Hingga terdengar suara decitan dari pintu itu. Tampak seorang wanita duduk dengan nyaman di kursi kerjanya. Membelakangi Xandro yang kita telah di dekat meja kerjanya itu."Selamat pagi, Nona. Ada beberapa berkas yang harus anda tanda tangani. Dan satu jam lagi ada meeting penting dengan klien kita dari Australia." Kata Xandro.Manik matanya kepada sang Direktur belum juga lepas. Sebab, sang Direktur masih membelakangi Xandro. Dia masih bergeming. Hingga p
"Apa kau melihat, Xandro?" tanya Gresya kepada Alex. Setelah mereka sama-sama kembali ke kantor. Lelaki itu tidak menampakan lagi wujudnya. Sampai jam kantor telah usai.Sesaat membuat Alex mencerna pertanyaan Gresya. Raut wajahnya seperti orang menaruh kecurigaan terdalam kepada wanita itu."Hai, apa kau tidak mendengarkan ucapanku, ha?" hardik Gresya.Membuat Alex terkejut, kedua bahunya sontak terjingkrak. "Eh..hum, aku tidak melihatnya.""Mungkin--"Ucapan Alex terhenti. Saat Gresya meninggalkan dia tengah melanjutkan ucapannya. Wanita itu pergi hingga tubuhnya menghilang di balik lift yang ia masuki. Lift itu bergerak turun. Namun, Alex tidak mengetahui pasti, di lantai berapa yang menjadi tujuannya."Ah...benar-benar tidak sopan! hanya Xandro yang di tanya. Tanyaan aku sekali-kali, gitu!" Alex berdecit. Ia berkacak pinggang dengan netra berputar. Lalu melangkah pergi dari sana
Setelah ke pergian Gresya, Venna melangkah pergi dari supermarket itu. Menuju mobilnya yang ada di seberang jalan. Dengan barang belanjaan di tangan sedari tadi ia pegang.Venna masuk ke mobil. Ia kembali melajukan mobilnya pada jalan yang kini ada genangan air. "Cantik juga ya, Atasan Xandro. Apa mungkin ia tidak bakalan suka? setiap hari mereka selalu bertemu dan dalam pekerjaan selalu terlibat. Tidak mungkin seorang lelaki, tidak akan jatuh cinta terhadap dia. Lelaki mana coba, yang tidak menyukai Nona Gresya. Secara...dia anak orang kaya, cantik, wanita karir." Gumam Venna."Iiiisshh..."Venna menepuk-nepuk pelan kepalanya dengan telapak tangan. Seakan ia tidak ingin berpikiran buruk terhadap Xandro. Lelaki itu cukup setia selama ini dan dia tahu itu."Mikir apa aku ini!!"***"Semuanya sudah beres 'kan? jangan sampai kita kelupaan sesuatu, Ve. Kau sudah mengunci pintunya?" tanya Gina. Wanita itu selalu cerewet ter
Sesampainya di apartemen, Venna menaruh cake itu di dapur. Mengeluarkan cake itu dari kotak lalu, memotong kue itu dan menaruh di atas piring.Dia sengaja membiarkan kue itu di atas meja makan. Mungkin saja, Gina merasakan lapar dan melahap kue itu untuk mengganjal perut.Sebab, wanita itu tengah duduk di balkon. Menatap sang langit ikut tak bercahaya di malam ini. Entah apa yang ada di pikiran wanita itu, yang pasti Venna tidak ingin mengganggu.Sepanjang perjalanan menuju apartemen, dia tidak sama sekali bersuara. Hanya tatapan sinis yang di dapati oleh Venna. Ketika ia memutar lagu pop itu.Dengan entengnya, Venna tak menghiraukan tatapan yang menghunus padanya. Tapi, Venna yakin, bahwa Gina masih terbelenggu atas kehadiran Fando.Venna melangkah ke kamar, tubuh yang berasa lengket oleh keringat, membuat dia tidak betah lagi untuk segera membersihkan. Mengayunkan kaki memasuki kamar mandi setelah mengambil handuk yang tergantung.Se
Pagi ini, Xandro terburu-buru memberi laporan pada Gresya. Sebelum jadwal kemudian ada peninjauan proyek di suatu daerah. Langkah kaki Xandro terhenti tepat diruang wanita itu."Tok...tok..tok""Masuk!" ujar Gresya. Saat ia tengah membalikkan berkas-berkas di tangan.Ceklek..."Selamat pagi, Nona! ada berkas yang harus anda tanda tangani." Xandro memberikan berkas itu pada Gresya."Kau tidak perlu formal begitu, Xan! Khusus untukmu, panggil aku Gresya saja," tangan Gresya memberi ukiran di atas kertas tersebut. Namun, pandangannya masih tertunduk."Tidak!" bantah Xandro."Selama dikantor kau atasanku. Dan akan aku panggil nama mu saat berada diluar jam kerja.""Sepertinya, Anda terlalu nyaman berbicara dengan kekasih saya." Sambungnya.Mengingat ia sempat menghampiri Venna di cafe. Setelah mengambil mobil yang telah di perbaiki itu. Dan wanita itu mengatakan, bahwa dia bertemu dengan Gresya dipusat perbelanjaan. 
Dalam hati yang begitu hancur, tangan Venna menggusar rambutnya. Membenamkan wajah pada kedua lututnya. Hati yang remuk redam membuat Venna tidak dalam pikiran jernih lagi. Selang infus yang tersemat di tangan, Venna mencabut dengan paksa. Kakinya bergegas turun dari tangga. Langkah yang terseok-seok, ia mencoba untuk keluar dari ruang rawat itu. Setelah berada diluar, Venna mencoba menelisik sekitar sana. Melihat keadaan sepi tanpa seorangpun yang lalu lalang, ia bergegas menjauh dari ruang rawatnya tersebut. Sangat berhati-hati, akhirnya Venna dapat juga keluar dari rumah sakit. Tidak tahu arah dan kemana tujuan Venna, ia hanya terus berlari di pinggir trotoar. Tubuh gemetar yang di rasakan Venna, membuat ia berhenti sejenak. Ia yang berada ditengah masyarakat tengah lalu lalang, Venna tidak memperdulikan tatapan penuh tanya dari orang lain yang tertuju untuknya. "Aku harus menemui Xandro. Aku yakin dia pasti masih sangat mencintaiku."
Suara pendeteksi detak jantung dengan konstan berbunyi di ruangan sunyi, senyap. Dari bunyian mesin, menandakan jika di ruangan itu terdapat makhluk hidup sedang bernapas, berdetak. namun, matanya terpejam rapat. Ya, dia adalah Venna Marlinda.Venna belum sadarkan diri. Setelah dia ditemukan semalam, tergeletak di jalanan. Gina yang belum melihat tanda-tanda Venna pulang, ia mencemaskan sahabatnya itu. Ketika ia menghubungi Venna, namun teleponnya tidak ada jawaban. Begitu pula dengan nomer ponsel Xandro. Gina pun mencari keluar menggunakan taksi.Tidak jauh dari apartemennya, Gina melihat seorang wanita tergeletak di jalanan. Dari pakaian yang terlihat oleh Gina, tentu saja ia tahu kalau itu adalah sahabatnya.Gina membawa Venna langsung dengan taksi yang ia tumpangi tadi menuju rumah sakit terdekat.Gina terbangun saat bunyi pintu terbuka. Di balik pintu itu menampakan Papa Zainal. Sebelumnya, ia menghubungi Papa Zainal. Mengabari keadaan wanita i
Tidak dalam sepenuhnya sadar dari rasa kantuk semenjak tadi menggelayut manja di mata Venna, ia mencoba membalikkan badan. Nanar matanya, menangkap manik mata Xandro. Lelaki itu masih sama terdiam semenjak ucapannya mengudara.Udara yang mulai terasa dingin pada malam hari yang di taburi bintang di atas sana, sangat bercahaya terang. Sesuai dengan apa yang di rasakan oleh Venna. Perasaan yang sempat di buat bahagia oleh Xandro dan bagaikan di atas awan. Seketika terhenyak, jatuh serta remuk menahan sakit.Venna berharap dan meminta apa yang di dengar olehnya, tidak sebuah kenyataan. Mungkin saja ia salah, bisa jadi juga efek dari rasa kantuk yang ia rasa. Ingin sekali ia meminta tuli saat ini juga. Tapi, ia lebih baik memastikan dulu ucapan itu benar atau tidaknya."Boleh aku mendengarnya sekali lagi? Ah, tadi aku kurang menangkap ucapanmu sayang. Takutnya aku salah dengar." Tidak, ucapan Xandro tentu jelas terngiang di telinga Venna. Ia hanya beralasan se
Mobil yang di jalankan Xandro membelah jalanan. Ada hal yang berbeda dari suasana di mobil kali ini. Xandro lebih banyak diam. Menampakan garis-garis halus di sela-sela alis yang di kerutkan itu. Tatapannya lurus ke depan. Namun, penuh sendu. Seperti banyak beban yang ia pikul.Venna sungguh di buat heran atas sikap kekasihnya itu. Baru seminggu ini dia tidak bertemu, sudah membuat Venna tidak mengenali sifat Xandro yang ia lihat hari ini."Sayang, kau kenapa?" Venna tidak bisa berdiam diri menanyakan keadaan lelaki itu.Tetapi seruan Venna, tidak membuat Xandro tersadar dari diamnya. Venna memegoyangkan bahu Xandro."Sayang ..."Xandro terjingkrak dari lamunannya. Hingga membuat bahunya ikut terangkat. Lalu menoleh pada Venna yang tengah menatapnya penuh rasa kekhawatiran.Xandro menggeleng samar. Ia mencoba menerbitkan senyuman di balik rasa gelagapan."Ti-tidak, A-aku tidak apa.""Kau yakin tidak apa?!" selidik Venna. Merasa kurang pe
Genap sudah satu minggu Xandro di rumah. Sekarang ia telah masuk kembali ke kantor, tanpa pengetahuan Gresya. Wanita itu tengah berada di luar kota. Semenjak kedatangannya ke rumah Xandro beberapa hari lalu.Sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing membuat hubungan Xandro dan Venna hanya komunikasi lewat pesan singkat. Selama itu juga Venna tidak mengetahui Xandro tidak bekerja.Drrrt...drrrt...Getaran ponsel terdengar riuh di atas meja kerja Xandro. Ia menoleh pada benda pipih yang menyala itu."Hallo," seru Xandro datar."Hay, sayang, maaf ya aku baru bisa menghubungimu. Aku rindu!" ucap Venna. Bibir yang cemberut dan wajah yang tiba-tiba sendu menggambarkan isi hatinya yang tengah memendam kerinduan mendalam pada sang kekasih."Kau tidak sibukkan hari ini? Gimana kalau kita jalan? Aku kebetulan lagi gak banyak pengunjung."Xandro mendengar, tapi raut wajahnya tidak menanggapi wanita itu. Sorotan matanya kosong memandang ke dep
Hari demi hari terus berganti. Dan hari ini, sudah hari ketiga Xandro tidak masuk kerja. Menghabiskan waktu di rumah. Berdiam diri seraya mempulihkan kembali kesehatan. Istrirahatkan diri dari pekerjaan sementara waktu. Ya, itu yang di harapkan oleh Xandro. Tapi sayang, tubuhnya semakin terasa lelah. Darah yang mengalir di hidungnya masih saja keluar.Bahkan, kini berpengaruh pada nafsu makannya. Seharian ini, hanya tiga suap yang bisa ia telan. Bersyukur Pak Tio bisa masak. Dia yang membuat bubur untuk Xandro.Sudah tiga hari ini juga, Venna hanya bisa mengirimkan pesan pada Xandro. Dewi Fortuna tengah berpihak padanya. Cafe-Venna, sedang di padati pengunjung. Sehingga dia ikut langsung turun tangan melayani pengunjung.Tetapi, semua itu malah di syukuri oleh Xandro. Setidaknya ia tidak perlu berbohong pada Venna. Dia hanya istirahat yang cukup, serta minum obat yang di berikan Dokter Jino. Lelaki itu sebagai Dokter langganannya, meradang amarah. Ia sudah
Pulang dari kantor, Xandro melajukan mobilnya menuju cafe Venna. Ia telah berjanji membawa wanita itu untuk nonton di sebuah bioskop.Sesampainya di cafe, wanita itu melempar senyuman pada Xandro. Kaki jenjang Venna mulai mengayun mendekati mobil lelaki itu."Maaf, lama membuatmu menunggu!" titah Xandro."Tidak apa! ayo kita berangkat, sayang!"Mobil pun kembali di lajukan oleh Xandro pada jalan beraspal itu. Sepanjang perjalanan, Venna mengikuti alunan lagu yang di putar. Sekali-kali ia melirik Venna dari kaca spion. Xandro ikut menerbitkan senyuman di raut wajahnya.Senyuman begitu mekar, perlahan menyurut. Perasaan gundah itu kembali menyentak dalam ingatan Xandro. Ia bahagia, bahagia melihat wanita yang dia cintai itu begitu nyaman di dekatnya.Apa bisa dia akan membuat kekasihnya selalu bahagia? Mengingat... Ah, rasanya tidak sanggup untuk membayangkan semua ini. Setidaknya, dia sebisa mungkin tidak akan melukai hati wanita
Siang hari di kantor, Gresya melangkah lebar masuk dari parkiran menuju kantor. Setelah selesai meeting dengan klien di sebuah restauran. Melewati setiap karyawan yang ia lalui.Ia mengetahui bahwa Xandro masuk kerja hari ini. Setelah kemaren kesehatannya terganggu sampai harus di bawa kerumah sakit. Seharusnya lelaki itu di rumah, sampai ia benar-benar sehat. Dan itu membuat Gresya tidak menyangka, bahwa Xandro memaksakan diri untuk kembali bekerja.Rambut yang diikat ekor kuda itu, berayun mengikuti gerak tubuhnya. Berjalan bak model. High Heels yang ia kenakan saling berbenturan di lantai marmer.Setiap mata yang melihat wanita itu, menunduk seraya memberi hormat pada atasan. Begitu juga dengan Alex. Namun, pria itu tidak mengalihkan pandangannya. Dia terus mematri pergerakan wanita itu. Hingga hilang di balik pintu ruang Xandro yang di buka olehnya.Sesampainya Gresya di dalam ruangan Xandro, raut wajah lelaki itu tampak tegang
Alex telah sampai di rumah sakit yang di sebutkan oleh Gresya lewat pesan itu. Memakirkan mobil di basement. Langkah lebar Alex kini memasuki rumah sakit. Ia langsung menuju meja resepsionis. Untuk menanyakan ruang dimana lelaki itu dirawat. Wanita itu tidak memberitahu di ruang mana lelaki itu berada."Permisi! Maaf, Nona, pasien atas nama Xandro julius diruang berapa, ya?" tanya Xandro kepada seorang wanita di meja resepsionis. Dengan seragam khas rumah sakit itu."Tunggu, sebentar!" wanita itu langsung mengecek daftar nama pasien yang masuk hari ini.Alex mengangguk tegas. Matanya masih mematri wanita cantik itu. Dengan wajah oval, mata bulat, hidung tinggi minimalis. Ah...dia benar-benar cantik."Tuan, pasien berada di lantai sembilan no 28," ucap wanita itu. Dahinya di buat mengerut melihat lelaki dihadapannya tidak berhenti tersenyum."Tuan..." Wanita dengan seragam rumah sakit itu melambaikan tangan di wajah Alex."Tuan, apa Anda baik-b