Beranda / Romansa / Flower Travel / Bab 08. Perundungan

Share

Bab 08. Perundungan

Penulis: Raim Cha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-03 17:55:41

Bel memasuki kelas yang terdengar aneh telah berbunyi. Terpaksa aku melangkah kembali ke kelas dalam keadaan frustrasi.

Kacau, aku terdampar di dunia yang entah sungguhan atau mungkin hologram buatan untuk mengerjai seseorang dan korbannya adalah aku. Imajinasiku mulai merambat ke mana-mana, sepertinya karena efek terlalu banyak menonton film barat.

Aku adalah murid yang biasa-biasa saja, hidup tidak manis atau pun pahit, anti bertingkah aneh dan patut diberi penghargaan sebagai murid ternormal. Namun, sekarang justru aku menjadi pusat perhatian satu kelas.

Selama ini, aku tidak pernah diganggu oleh siapa pun, maka dari itu emosiku menjadi sulit dikendalikan saat membalas perilaku anak-anak kurang ajar itu.

Sudahlah, lebih baik aku memfokuskan diri pada kertas ulangan di depanku.

Di pertengahan mengerjakan ujian, berkali-kali sebuah buntalan kertas terlempar ke kepalaku. Untuk kali ini aku harus bersabar karena ada pengawas yang bisa jadi menendangku ke luar bila terjadi keributan.

Ketika ujian telah terlaksanakan dengan baik dan waktu pun habis, sang pengawas tidak kunjung berdiri dari tempatnya.

"Seperti biasa untuk hari ini akan kita umumkan nilai-nilai ujian kemarin," ujar sang pengawas yang membuatku terheran-heran.

Seharusnya, nilai ujian ditempelkan pada mading, bukan dibacakan.

"Untuk ke sekian kalinya, nilai tertinggi dan sempurna pada dua mata pelajaran telah didapatkan oleh Megan Rose."

Hening. Di sela-sela keterkejutanku dalam diam, tidk ada yang mengeluarkan suara sedikit pun, seperti bertepuk tangan, mengucapkan selamat atau menoleh ke arahku. Seakan-akan aku adalah makhluk tidak kasat mata.

Sudah pasti laporan mengenai nilai tadi adalah kesalahan besar. Mana mungkin nilaiku menjadi yang tertinggi daripada Eva maupun Felix. Jelas-jelas aku tidak pernah berminat pada belajar. Bahkan, berimajinasi untuk menjadi yang terpintar saja tidak akan pernah terbesit dalam otakku.

Sang pengawas pun mulai menyebutkan satu persatu nilai anak-anak, kemudian pergi ke luar hingga diikuti seisi kelas.

Atmosfer di sini benar-benar aneh. Maka karena itu, aku memutuskan untuk keluar kelas dan berkeliling sekolah. Siapa tahu aku menemukan mawar hitam yang akan membawaku ke dunia asliku.

Akan tetapi, hal yang tak kuduga muncul di depan pintu kelas. Salah satu teman sekelasku sedang mengulurkan tangannya seraya berkata, "Bagi duit dong, Miskin."

Mungkin kepalanya sudah terbentur sesuatu sampai berani mengatakanku adalah orang miskin. Yang benar saja, mana mungkin aku seperti itu, terlebih lagi orang tuaku mampu memasukanku ke sekolah internasional. Oh ya, seharusnya jika dia punya otak, maka menjauh dariku. Padahal sudah kutunjukkan tadi bagaimana amukanku saat diganggu.

"Tuli, ya?" sambung gadis itu yang membuatku kesal.

Sebelum kuraih tangannya untuk adegan membanting, Felix muncul dan menarikku pergi.

Akhirnya, sampailah kami dengan duduk pada bangku kayu panjang di depan sebuah kantin yang mirip seperti kedai sayur. Kemudian, Felix membeli dua botol teh dan tiga snack coklat menggunakan kantong plastik, lalu membaginya denganku.

"Kamu nggak pa-pa?" tanyanya sembari membukakan botol teh, lalu memberikan padaku. Tidak biasanya aku berpergian ke luar kelas tanpa Sherly, terlebih lagi bersama Felix. "Dan, sejak kapan kamu belajar aikido ..."

"Judo," selaku sebelum meneguk teh.

Felix menaikkan kedua alisnya. "Kamu ngikutin aku untuk menjadi atlet judo?"

Reflek kusemburkan sedikit teh ke arahnya. Pertanyaan konyol itu berhasil membuat wajahku tercengang sejadi-jadinya.

"Elo? Elo atlet judo?" Mataku memandanginya secara keseluruhan. Dari bentuk bahu lumayan lebar dan lengannya tidak seloyo biasanya. Felix benar-benar mengikuti olahraga tetap! "Sejak kapan?"

"Kenapa kamu nanya balik?" Felix terlihat lebih bingung dan tangannya masih mengusap-usap wajah yang basah oleh semburanku menggunakan tisu dari sakunya. "Hari ini kamu lumayan aneh, Megan."

Dunia ini yang aneh, bukan aku!

"Coba gue tanya satu hal." Kuletakkan teh botol di atas meja dengan sedikit keras, hingga menghasilkan bunyi yang memancing pandangan seluruh mata. "Kenapa gue dibully oleh anak-anak sialan itu?"

Punggung tangannya mulai menempel di dahiku sebelum mengatakan, "Kamu amnesia?"

"Lo malah nanya balik!" Akibat kesal, aku menepis tangannya dan bangkit untuk pergi.

Aku tidak betah di tempat ini, dan lebih baik pulang lalu menenangkan diri.

Berjalan di keramaian seperti ini membuat tidak nyaman akibat banyak sorot mata memandangiku. Bukan tatapan kagum atau takut, melainkan kebingungan. Kesekian kalinya aku lewat, terdengar bisikan-bisikan bak ular mendesis. Mungkin hanya rasa ge-er-ku saja, tetapi mata mereka tidak bisa berbohong.

"Itu Megan anak IPS unggulan? Kok sekarang beda?"

"Apa dia muak diganggu, lalu baru ngeluarin taringnya?"

"Pantesan berani jalan sendirian begini, dia udah jago beladiri ternyata."

Oke deh. Mungkin lebih baik aku lenyap dari sekolah, atau maksudnya dunia ini. Omong-omong di mana letak mawar hitam itu?! Kepalaku cukup lelah untuk menoleh ke segala arah dalam mencarinya terus.

"Hai, Megan!" Eva muncul di sebelahku dan menyapaku riang. Kuberikan isyarat alis sebagai tanda respon. "Tumben nggak bales nyapa."

Nada imut yang dibuat-buatnya sudah biasa kudengar. Namun, pertama kali bagiku merasakan disapa oleh saudariku sendiri. Tidak biasanya dia mencoba akrab seperti ini.

"Ouch!" Mendadak Eva terjatuh dengan keadaan duduk dan merintih kesakitan. Tidak kupedulikan sandiwaranya dan lanjut berjalan di koridor menuju kelas. "Megan, kok kamu tega dorong aku?"

Kepalaku sontak menoleh dan menyatukan alis. Bukan karena gaya bicaranya yang berubah, tetapi tuduhan untukku yang terucap olehnya.

"Aduh, sakit," rintihnya yang semakin menjadi-jadi.

Begitu banyak orang yang membantu Eva untuk berdiri dengan tertatih-tatih. Bahkan, dia tak urung dibanjiri pertanyaan mengenai keadaannya yang jelas-jelas terluka ghaib.

"Aku tau kalau kamu benci aku, Megan," ujar Eva menggunakan nada menyedihkan ala sinetron. "Tapi jangan begini. Aku nggak akan bocorin tentang penyogokkan nilai-nilai tinggimu kok."

Seketika suara terkesiap muncul serentak dan banyak kepala yang menggeleng seraya menatap lurus ke arahku. Terlebih lagi manusia-manusia di sekitar Eva yang tifak kalah terkejut dariku.

"Lo kalau ngarang, mendingan buat novel aja!" sergahku. "Kenapa? Lo kalah saing sama nilai gue sampai nuduh begitu?"

Satu perempuan maju kepadaku dan menunjuk-nunjuk bahuku. "Udah dari dulu rumor ini nyebar. Lo nggak usah ngelak, Megan."

Kutepis kasar tangan itu dan langsung mencengkram pipinya. "Dapet apa lo dari belain adik gue?"

Lagi-lagi suara terkesiap muncul.

Eva mulai kalang kabut dan akting kesakitannya sudah sirna. "Nggak ada, itu bohong! Aku bukan saudarinya!"

Seluruh manusia di sekitarku telah memiliki otak miring sampai-sampai secuil berita ini tidak ada yang mengetahui. Tambahan pula Eva, entah kenapa dia tak mau mengakuiku sebagai keluarganya.

"Hei, nama lo Eva Rose. Nama gue Megan Rose. Kalau mau bohong, ganti dulu nama lo di KK!"

Dalam sekejap, makanan-makanan kantin terlempar ke arahku. Mereka yang mengelilingiku bersama Eva, mulai melempariku dengan berbagai benda dan sorakan memalukan. Tidak kupedulikan apa pun itu dan meraih siapa saja yang berada dalam jangkauanku sampai membanting atau memukuli wajah mereka.

Semuanya berlari ketar-ketir, dan meninggalkanku dalam keadaan seragam basah sekaligus kotor. Lengket oleh keju leleh, basah akibat teh dan air mineral, dan untung saja tak ada yang melemparkanku bensin beserta api.

Kini Eva menghilang, dan tidak ada satu pun yang berani mendekatiku. Kecuali seseorang yang berdiri jauh dariku.

Felix.

Sesaat kami berpandangan. Aku tahu sedari tadi dia berdiri di sana. Dia tidak membantu orang-orang yang melempariku, tetapi tidak juga membelaku seperti tadi pagi.

Terbesit sesuatu dalam otak ini yang membuatku nyaris terkekeh frustasi. Ah, ingin sekali aku mengumpat-ngumpat di depannya sampai air ludahku muncrat.

"Gini ya, rasanya jadi elo? Si ranking satu." Felix menatap pasi setelah mendengar ucapanku. "Gue nggak akan mencoba bunuh diri hanya karena diginiin! Sorry, gue nggak cemen kayak lo!" Mulutku belum dapat terkatup, tapi dia tak kunjung memalingkan wajah ataupun pergi dariku. "Kenapa? Lo percaya kalau gue nyogok demi ranking satu? Amit-amit!"

"Aku, aku nggak paham kamu bicarakan apa," ucapnya. "Apa kamu benar Megan yang kami semua kenal?"

Dari sejuta Megan di dunia paralel, bila ditanya seperti itu, jawabannya adalah Megan tetaplah Megan. Aku tetaplah aku! Aku adalah Megan! Persetanan atas semua gadis bernama Megan.

Ah, sial, aku jadi stres karena terdampar masalah sebesar big hole layaknya sekarang.

- ♧ -

Bab terkait

  • Flower Travel   Bab 09. Keluarga Baru

    Sekolah ini tidak memiliki seragam lebih untuk persediaan murid dalam keadaan darurat. Walaupun akhirnya yang kupakai adalah seragam olahraga berwarna jingga. Setidaknya lebih baik seperti narapidana dari pada menjadi gembel saat ujian. Mengherankan, kesialanku begitu banyak di sini. Ketika waktu pulang tiba, aku begitu lama berdiri di depan gerbang seraya menyibukkan diri dengan menggerak-gerakan kecil pergelangan kakiku dalam menginjak-nginjak tanah. Pasti Pak sopir sudah lupa jika sekarang aku dan Eva sudah pulang sehingga tidak kunjung menjemput. "Hei, Megan," sapa Sherly setelah mencolek bahuku. "Kok kamu belum pulang?" "Nunggu supir." Serta merta mulutnya menganga lebar. "Sejak kapan kamu jadi kaya?" Pertanyaan yang begitu panas di telingaku. Ada-ada saja, yang memiliki sopir pribadi tidak harus menjadi kaya dahulu! Seandainya aku menginjak SMA sudah diizinkan memiliki SIM, maka aku tidak perlu diantar atau jemput oleh sopir lagi. "Jangan halu!" Sherly mencibirku. "Itu Eva

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-04
  • Flower Travel   Bab 10. Pertukaran Hidup

    Hari kedua di kehidupan aneh. Tidak ada jam weker untuk membangunkan, melainkan Ibu dengan menggoyang-goyangkan tubuhku dengan sedikit brutal. Lalu, mandi dengan super dingin tanpa shower atau busa sabun.Sebenarnya, aku tidak ingin pergi ke sekolah. Namun, rasanya sedikit memprihatinkan saat melihat Ibuku yang super lembut ini.Usai segalanya dalam persiapan, kami ke luar dan aku terkejut ketika Eva menaiki bemo yang ramai. Dari pada dia mengusirku secara memalukan demi menutupi identitas hubungan darah kami, aku pun lebih memilih untuk berjalan kaki. Semoga saja, aku masih mengingat rute menuju sekolah negri itu."Hei, Megan."Dari gang kecil yang akan kulewati, River muncul dengan menyapaku. Dari dulu, dia selalu ramah dan mataku terasa sejuk setiap kali melihatnya."Muka lo murung banget, ada apa? Eva ngamuk-ngamuk lagi, ya?" tanyanya sembari memerhatikan wajahku yang sebenarnya sedang menggigil.Sontak, aku memeluk diri sendiri dan berkata, "Oh, lo percaya kalau gue saudari dia?"

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-05
  • Flower Travel   Bab 11. Kemarahan Eva

    "Memangnya kenapa kalau ketahuan dia?" tanyaku sambil berjalan ke arah Eva yang berapi-api, lalu merangkulnya kuat-kuat. "Apa yang perlu gue takutin, Fel?" Sontak, Eva menyentakkan diri dan berlari pergi dariku. Felix menatap kepergiannya dengan gelisah, sedangkan aku yang tidak tahu apa-apa hanya menggedik bahu sekali. Ternyata, alasan dia membawaku ke sini, hanya secuil masalah tidak berfaedah. Jika begini, seharusnya mengumbar hubungan kami bukanlah masalah. "Di koridor sepi-sepi begini, nggak boleh berduaan. Lo kan anak alim, ayo balik ke kelas," kataku seraya memegangi tangan Felix dan berjalan pergi. Bukan aku yang akan bunuh diri, tapi dia. Meskipun posisi kami seperti bertukar 180°, aku yakin jika dia tetap sama-sama sangat tertekan di sini. Mengejar nilai, ikut atletik, sedikit dipandang remeh oleh anak-anak lain karena menanggung beban dalam melindungi gadis yang disukainya. Felix tetaplah Felix, dari raut wajahnya saja bisa kumaknai bahwa mentalnya sehalus yupi. Seandain

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-07
  • Flower Travel   Bab 12. Akhir yang Mengerikan

    Ketika mulai tersadar, kejutan muncul dengan mendapatkan aku berada di rooftop sekolah. Mataku melirik ke segala arah dan melihat Eva yang duduk di depan pintu agar menghalangi jalan ke luar dari sini. Kedua tangan ke belakang dan kakiku terikat dengan lakban tebal sekaligus duduk di pinggir pagar.Mustahil jika dia menyeretku sendirian ke sini dalam waktu singkat dan melewati tangga. Pasti ada yang membantunya, tapi siapa?"Aku mau kamu lompat," ucap Eva seraya berdiri dengan kedua tangan di belakang punggung. "Cepat.""Lo kira gue sudah hilang akal?" Aku berdecak dan melanjutkan, "Lo dendam apaan, sih, sama gue? Seandainya gue punya salah, gue minta ma ..."Sebuah pisau muncul dari balik punggung dengan tangan yang bersarung hitam. Mataku menatao nyalang dan merasa tidak yakin jika anak selugu dia mampu menyakiti orang."Ayo pilih. Mati karena gue, atau mati karena loncat?""Sialan," umpatku seraya berusaha melepaskan diri. "Gara-gara gue pacaran sama Felix, lo begini? Lo suka sama

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-07
  • Flower Travel   Bab 13. Mencoba Kembali

    Keributan, desas-desus dengan berasumsi sendiri, panik dan rasa takut mulai hadir mengelilingiku dari anak-anak yang baru saja terpancing dengan terlambat oleh teriakan meminta tolongku tadi. Sementara itu, mataku hanya bisa membelalak hebat dalam menatap wajah tidak bernyawa di hadapanku ini. Rasanya, seperti baru saja kami mengenal seseorang yang berbeda, tapi tiba-tiba berlalu begitu cepat dan semuanya telah berakhir."Panggil guru-guru! Gawat banget, Felix tertusuk dan harus dibawa ke rumah sakit!""Lihat, pisaunya di dekat Megan. Apa jangan-jangan dia yang sesuai aku pikirkan, ya?""Yang takut darah, menyingkir! Jangan kepo.""Apa-apaan ini? Apa kasus pembunuhan?"Mulutku reflek menjerit kaget karena mendadak banyak anak yang mengangkat Felix hingga aliran darah keras mulai membanjiri. Aku yang terduduk dalam keadaan shock baru menyadari bahwa semua pandangan mengintimidasi menuju ke arahku. Rasa tidak nyaman ini, sulit untuk kusangkal."Megan!"Aku menoleh karena sebuah panggila

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-10
  • Flower Travel   Bab 14. Kehidupan Baru Lagi

    Hawa dingin disertai rasa pegal di bagian punggung. Mata yang begitu lelah ini mulai perlahan terbuka dan mengumpulkan kesadaran seutuhnya. Cahaya remang-remang dalam ruangan, sofa dan meja yang menjadi bantal tidurku. "Bisa-bisanya kamu tidur di saat pelanggan banyak begini." Suara omelan yang semakin mendekat telah membuatku menoleh dan terlihatlah Sherly. "Nanti manajer marah, tau? Ayo bangun." Dalam seperkian detik, aku terperangah dalam memandangi sekitaran. Bahkan, saat menatap wajah Sherly dengan dihiasi riasan telah menambah keterkejutanku. Beberapa orang tengah mengenakan pakaian yang sama sepertinya dan aku baru sadar bahwa sama dengan mereka semua. Sebuah name-tag bertuliskan 'Megan - Waitress' terpasang di bagian dadaku dan aku juga melihat milik Sherly yang tidak ada bedanya. "Bangun dong, Megan," sahut laki-laki yang membuatku tambah terkejut. River yang tengah meminum dari gelas kertas dan memandangiku. "Masa lo mau tidur saat kerja? Kecapekan setelah ngampus, ya?" H

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-11
  • Flower Travel   Bab 15. Solusi

    Sepenuhnya malam hari, aku tidak bisa tertidur dan hanya menatap langit-langit. Memikirkan keanehan semesta seperti mimpi, sulit sekali bagiku untuk percaya. Sampai di pagi hari, aku baru tertidur dan tidak peduli mengenai kuliah. Yang benar saja, aku masih SMA dan mustahil mengikuti pembelajaran di universitas. Ibu tidak mungkin memeriksa keadaanku dan mengomel, sedangkan Eva sibuk akan dirinya sendiri saja. Tidak kuhiraukan deringan ponsel, mungkin saja itu panggilan teman-temanku yang menungguku berangkat. Beberapa jam berlalu dan aku terbangun dengan suasana hati gelap. Ponsel yang terbanjiri notifikasi telah kutekan bagian panggilan untuk menelepon Sherly. "Halo, Sher," sapaku setelah menguap. "Nggak usah nanya ini-itu. Sekarang, gue ada sesuatu yang dibicarakan. Lo ke rumah gue, ya!" Permasalahan pelikku, harus didiskusikan dan meminta solusi pada seseorang. "Eh, kamu nggak ngampus hari ini ..." Kututup panggilan itu sebelum dia selesai berbicara. Setelahnya, aku membersihk

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-25
  • Flower Travel   Bab 01. Megan Rose

    Hari ini adalah jadwal peminjaman buku di perpustakaan untuk kelas X_A IPS, yakni kelasku. Pada jam istirahat, aku berkeliling ke seluruh pojok dan rak perpustakaan, lalu akhirnya memutuskan untuk meminjam buku berjudulkan 'Flower Travel' yang memiliki sampul bergambar mawar hitam. Ketika hendak meminta stempel pada pengawas perpustakaan, secara tidak sengaja aku menyenggol lengan seorang laki-laki hingga dia terjatuh dan kacamata dikenakannya menjadi sedikit retak. Serta merta mulut ini mengucapkan permintaan maaf, sekaligus membantunya bangkit. Semoga saja dia tidak meminta ganti rugi padaku perihal kacamatanya. "I-iya, nggak pa-pa," ucapnya terbata-bata sembari menolak bantuanku. Dia pun menoleh ke arahku, lalu memalingkan wajahnya buru-buru. Seketika aku tersenyum keki karena dia adalah Felix, ketua kelasku. Si laki-laki culun yang sering kali menghindar dariku tanpa memberikan alasan. Sebelum aku mengajaknya bicara, dia begitu sigap meminta stempel pada pengawas perpustakaan da

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-16

Bab terbaru

  • Flower Travel   Bab 15. Solusi

    Sepenuhnya malam hari, aku tidak bisa tertidur dan hanya menatap langit-langit. Memikirkan keanehan semesta seperti mimpi, sulit sekali bagiku untuk percaya. Sampai di pagi hari, aku baru tertidur dan tidak peduli mengenai kuliah. Yang benar saja, aku masih SMA dan mustahil mengikuti pembelajaran di universitas. Ibu tidak mungkin memeriksa keadaanku dan mengomel, sedangkan Eva sibuk akan dirinya sendiri saja. Tidak kuhiraukan deringan ponsel, mungkin saja itu panggilan teman-temanku yang menungguku berangkat. Beberapa jam berlalu dan aku terbangun dengan suasana hati gelap. Ponsel yang terbanjiri notifikasi telah kutekan bagian panggilan untuk menelepon Sherly. "Halo, Sher," sapaku setelah menguap. "Nggak usah nanya ini-itu. Sekarang, gue ada sesuatu yang dibicarakan. Lo ke rumah gue, ya!" Permasalahan pelikku, harus didiskusikan dan meminta solusi pada seseorang. "Eh, kamu nggak ngampus hari ini ..." Kututup panggilan itu sebelum dia selesai berbicara. Setelahnya, aku membersihk

  • Flower Travel   Bab 14. Kehidupan Baru Lagi

    Hawa dingin disertai rasa pegal di bagian punggung. Mata yang begitu lelah ini mulai perlahan terbuka dan mengumpulkan kesadaran seutuhnya. Cahaya remang-remang dalam ruangan, sofa dan meja yang menjadi bantal tidurku. "Bisa-bisanya kamu tidur di saat pelanggan banyak begini." Suara omelan yang semakin mendekat telah membuatku menoleh dan terlihatlah Sherly. "Nanti manajer marah, tau? Ayo bangun." Dalam seperkian detik, aku terperangah dalam memandangi sekitaran. Bahkan, saat menatap wajah Sherly dengan dihiasi riasan telah menambah keterkejutanku. Beberapa orang tengah mengenakan pakaian yang sama sepertinya dan aku baru sadar bahwa sama dengan mereka semua. Sebuah name-tag bertuliskan 'Megan - Waitress' terpasang di bagian dadaku dan aku juga melihat milik Sherly yang tidak ada bedanya. "Bangun dong, Megan," sahut laki-laki yang membuatku tambah terkejut. River yang tengah meminum dari gelas kertas dan memandangiku. "Masa lo mau tidur saat kerja? Kecapekan setelah ngampus, ya?" H

  • Flower Travel   Bab 13. Mencoba Kembali

    Keributan, desas-desus dengan berasumsi sendiri, panik dan rasa takut mulai hadir mengelilingiku dari anak-anak yang baru saja terpancing dengan terlambat oleh teriakan meminta tolongku tadi. Sementara itu, mataku hanya bisa membelalak hebat dalam menatap wajah tidak bernyawa di hadapanku ini. Rasanya, seperti baru saja kami mengenal seseorang yang berbeda, tapi tiba-tiba berlalu begitu cepat dan semuanya telah berakhir."Panggil guru-guru! Gawat banget, Felix tertusuk dan harus dibawa ke rumah sakit!""Lihat, pisaunya di dekat Megan. Apa jangan-jangan dia yang sesuai aku pikirkan, ya?""Yang takut darah, menyingkir! Jangan kepo.""Apa-apaan ini? Apa kasus pembunuhan?"Mulutku reflek menjerit kaget karena mendadak banyak anak yang mengangkat Felix hingga aliran darah keras mulai membanjiri. Aku yang terduduk dalam keadaan shock baru menyadari bahwa semua pandangan mengintimidasi menuju ke arahku. Rasa tidak nyaman ini, sulit untuk kusangkal."Megan!"Aku menoleh karena sebuah panggila

  • Flower Travel   Bab 12. Akhir yang Mengerikan

    Ketika mulai tersadar, kejutan muncul dengan mendapatkan aku berada di rooftop sekolah. Mataku melirik ke segala arah dan melihat Eva yang duduk di depan pintu agar menghalangi jalan ke luar dari sini. Kedua tangan ke belakang dan kakiku terikat dengan lakban tebal sekaligus duduk di pinggir pagar.Mustahil jika dia menyeretku sendirian ke sini dalam waktu singkat dan melewati tangga. Pasti ada yang membantunya, tapi siapa?"Aku mau kamu lompat," ucap Eva seraya berdiri dengan kedua tangan di belakang punggung. "Cepat.""Lo kira gue sudah hilang akal?" Aku berdecak dan melanjutkan, "Lo dendam apaan, sih, sama gue? Seandainya gue punya salah, gue minta ma ..."Sebuah pisau muncul dari balik punggung dengan tangan yang bersarung hitam. Mataku menatao nyalang dan merasa tidak yakin jika anak selugu dia mampu menyakiti orang."Ayo pilih. Mati karena gue, atau mati karena loncat?""Sialan," umpatku seraya berusaha melepaskan diri. "Gara-gara gue pacaran sama Felix, lo begini? Lo suka sama

  • Flower Travel   Bab 11. Kemarahan Eva

    "Memangnya kenapa kalau ketahuan dia?" tanyaku sambil berjalan ke arah Eva yang berapi-api, lalu merangkulnya kuat-kuat. "Apa yang perlu gue takutin, Fel?" Sontak, Eva menyentakkan diri dan berlari pergi dariku. Felix menatap kepergiannya dengan gelisah, sedangkan aku yang tidak tahu apa-apa hanya menggedik bahu sekali. Ternyata, alasan dia membawaku ke sini, hanya secuil masalah tidak berfaedah. Jika begini, seharusnya mengumbar hubungan kami bukanlah masalah. "Di koridor sepi-sepi begini, nggak boleh berduaan. Lo kan anak alim, ayo balik ke kelas," kataku seraya memegangi tangan Felix dan berjalan pergi. Bukan aku yang akan bunuh diri, tapi dia. Meskipun posisi kami seperti bertukar 180°, aku yakin jika dia tetap sama-sama sangat tertekan di sini. Mengejar nilai, ikut atletik, sedikit dipandang remeh oleh anak-anak lain karena menanggung beban dalam melindungi gadis yang disukainya. Felix tetaplah Felix, dari raut wajahnya saja bisa kumaknai bahwa mentalnya sehalus yupi. Seandain

  • Flower Travel   Bab 10. Pertukaran Hidup

    Hari kedua di kehidupan aneh. Tidak ada jam weker untuk membangunkan, melainkan Ibu dengan menggoyang-goyangkan tubuhku dengan sedikit brutal. Lalu, mandi dengan super dingin tanpa shower atau busa sabun.Sebenarnya, aku tidak ingin pergi ke sekolah. Namun, rasanya sedikit memprihatinkan saat melihat Ibuku yang super lembut ini.Usai segalanya dalam persiapan, kami ke luar dan aku terkejut ketika Eva menaiki bemo yang ramai. Dari pada dia mengusirku secara memalukan demi menutupi identitas hubungan darah kami, aku pun lebih memilih untuk berjalan kaki. Semoga saja, aku masih mengingat rute menuju sekolah negri itu."Hei, Megan."Dari gang kecil yang akan kulewati, River muncul dengan menyapaku. Dari dulu, dia selalu ramah dan mataku terasa sejuk setiap kali melihatnya."Muka lo murung banget, ada apa? Eva ngamuk-ngamuk lagi, ya?" tanyanya sembari memerhatikan wajahku yang sebenarnya sedang menggigil.Sontak, aku memeluk diri sendiri dan berkata, "Oh, lo percaya kalau gue saudari dia?"

  • Flower Travel   Bab 09. Keluarga Baru

    Sekolah ini tidak memiliki seragam lebih untuk persediaan murid dalam keadaan darurat. Walaupun akhirnya yang kupakai adalah seragam olahraga berwarna jingga. Setidaknya lebih baik seperti narapidana dari pada menjadi gembel saat ujian. Mengherankan, kesialanku begitu banyak di sini. Ketika waktu pulang tiba, aku begitu lama berdiri di depan gerbang seraya menyibukkan diri dengan menggerak-gerakan kecil pergelangan kakiku dalam menginjak-nginjak tanah. Pasti Pak sopir sudah lupa jika sekarang aku dan Eva sudah pulang sehingga tidak kunjung menjemput. "Hei, Megan," sapa Sherly setelah mencolek bahuku. "Kok kamu belum pulang?" "Nunggu supir." Serta merta mulutnya menganga lebar. "Sejak kapan kamu jadi kaya?" Pertanyaan yang begitu panas di telingaku. Ada-ada saja, yang memiliki sopir pribadi tidak harus menjadi kaya dahulu! Seandainya aku menginjak SMA sudah diizinkan memiliki SIM, maka aku tidak perlu diantar atau jemput oleh sopir lagi. "Jangan halu!" Sherly mencibirku. "Itu Eva

  • Flower Travel   Bab 08. Perundungan

    Bel memasuki kelas yang terdengar aneh telah berbunyi. Terpaksa aku melangkah kembali ke kelas dalam keadaan frustrasi.Kacau, aku terdampar di dunia yang entah sungguhan atau mungkin hologram buatan untuk mengerjai seseorang dan korbannya adalah aku. Imajinasiku mulai merambat ke mana-mana, sepertinya karena efek terlalu banyak menonton film barat.Aku adalah murid yang biasa-biasa saja, hidup tidak manis atau pun pahit, anti bertingkah aneh dan patut diberi penghargaan sebagai murid ternormal. Namun, sekarang justru aku menjadi pusat perhatian satu kelas.Selama ini, aku tidak pernah diganggu oleh siapa pun, maka dari itu emosiku menjadi sulit dikendalikan saat membalas perilaku anak-anak kurang ajar itu.Sudahlah, lebih baik aku memfokuskan diri pada kertas ulangan di depanku.Di pertengahan mengerjakan ujian, berkali-kali sebuah buntalan kertas terlempar ke kepalaku. Untuk kali ini aku harus bersabar karena ada pengawas yang bisa jadi menendangku ke luar bila terjadi keributan.Ke

  • Flower Travel   Bab 07. Dunia Paralel Lain

    Muncul aroma makanan berminyak yang sangat menganggu ketenanganku. Berakhir aku melonjak kaget ketika ada sesuatu yang menyodok ke hidungku. Mataku melotot hebat dan reflek melirik ke segala arah. "Eh, maaf." Aku mendengus kasar dan hilanglah sumpalan benda tadi. Kepalaku sontak terangkat dari bahu seseorang, lalu menoleh dan mendapati Sherly yang sedang menyengir seperti kuda. Di tangannya, terdapat ayam krispi setengah dibungkus yang membuatku mulai emosi. "Lo nusuk hidung gue pakai itu?" Jariku menunjuk ke arah ayam tersebut. Sherly mengangguk kaku dan tertawa kecil. "Biar kamu bangun pas mencium aroma ayam ini." Aku menoyor dahinya menggunakan telunjuk dan berdecak kesal. Sudah jelas jika aku bukanlah hewan dan mana mungkin akan terbangun karena mencium aroma lemak. Menjijikkan, aku menjadi harus membersihkan saluran pernapasan ini. Dalam seperkian detik, aku tertegun. Kepalaku menoleh ke segala arah dan berpikir keras tempat apa yang kupijaki. Sherly bersamaku, tengah dudu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status