Beranda / Lain / Fitnah dan Dendam / 1. Dia Pura-pura Gila

Share

Fitnah dan Dendam
Fitnah dan Dendam
Penulis: Desi Fitriani

1. Dia Pura-pura Gila

Penulis: Desi Fitriani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Ujang! Keluar kamu!" teriak Bu Mirna dengan emosi menggebu-ngebu.

"Ada apa, Bu?" tanya Ujang takut-takut. Siapa yang tidak takut bila di datangi oleh istri dari kepala desa dengan marah-marah?

"Masih nanya lagi! Lihat ini kelakuan si Reza. Dia mengintip saya sedang mandi, maksudnya apa coba? Dia benar-benar gila atau pura-pura gila sih?!" bentak Bu Mirna dengan emosi yang masih membara.

Melihat Bu Mirna marah-marah membuat Reza tepuk tangan, Reza adalah putra pertama dari Ujang dan Dewi, pemuda itu memiliki kekurangan, meskipun sudah dewasa tingkahnya masih seperti anak-anak. Setelah tiga tahun menikah akhirnya mereka dikaruniai seorang putra yang tampan nan rupawan. Namun, mereka juga sedih karena terlihat keanehan pada sikap Reza bisa dibilang kurang waras, kalau orang di desa menyebutnya gila.

"Diam kamu!" bentak Bu Mirna.

Burhan berlarian menuju rumah Ujang, ia segera mendekati istrinya. Nafasnya terengah-engah karena menyusul istrinya dengan berlari. Melihat sedang ada keributan Burhan mempercepat larinya.

"Astaga, jangan seperti ini. Keributan ini mengundang perhatian para warga, ada baiknya kita selesaikan secara pribadi dan kekeluargaan." Burhan menengahi, meski belum sempat untuk dirinya mengatur nafas.

Ujang mengajak mereka masuk, jujur ia terkejut mendengar pengakuan Bu Mirna. Mana mungkin putranya mengintip orang mandi, tapi ia juga tak bisa sembarang mengambil kesimpulan.

Semuanya duduk di dalam ruangan kecil, tidak ada kursi hanya beralaskan tikar tipis yang terbuat dari anyaman daun, keluaga Burhan memaklumi keadaan tersebut karena memang keluarga Ujang bukan dari kalangan orang berpunya. Burhan membuka diskusi untuk memperjelas apa yang sebenarnya terjadi.

"Oke, kalau begini penyelesaiannya lebih enak, jangan seperti tadi nggak enak di lihat warga. Jadi di mulai dari istri saya dulu. Sebenarnya apa yang terjadi, Sayang?" tanya Burhan.

Belum sempat membuka suara, seorang gadis gemuk dan hitam datang membawa minuman. Bu Mirna melihat ke arah gadis itu dengan jijik, lalu menatap minuman itu tanpa minat, mana mungkin dia mau minum, minuman yang disuguhkan oleh gadis itu.

"Terima kasih, Nak." Alina tersenyum senang dengan malu-malu, sebuah keajaiban baginya ada orang kaya mau berkunjung.

"Oke, jadi saya mulai. Saya tadi lagi mandi tiba-tiba dia!" Bu Mirna menunjuk Reza dengan suara tinggi dan amarah yang menggebu-gebu. Alina terkejut bukan main, ia segera memeluk ibunya karena ketakutan.

"Dia mendobrak pintu kamar mandi kami, padahal jelas-jelas saya sedang mandi. Lalu dia berteriak kesenangan karena melihat tubuh saya!" sarkas Bu Mirna.

"Hmm, tadi Reza memang datang ke rumah kami, dia meminta minum kepada saya dan saya menyuruhnya masuk. Terus saya tinggalkan dia di ruang tengah sendirian, sementara saya mengambil minum untuk Reza. Selama saya mengambil minum memang benar Reza berteriak mengatakan Tante kenapa nggak make baju. Nak Reza, kenapa mendobrak kamar mandi?" tanya Burhan.

"Aku tidak mendobraknya, aku cuma mau pipis tapi aku tak tau dimana tempat pipis. Terus aku mau pipis di tempat bunga di tanam dekat pintu itu. Tiba-tiba Tante keluar lalu menarik saya dan membuka handuknya terus aku teriak," ucap Reza.

"Bohong, jangan percaya ucapannya dia gila!" Bu Mirna tentu saja tidak terima dengan pengakuan tersebut. Tangannya gemetaran.

"Kakakku tidak gila, apa yang dia ucapkan itu jujur karena dia merasa dia masih anak-anak," ucap Alina, membela sang kakak.

Burhan memijit kepalanya yang berdenyut, percuma saja mencari penyelesaian kalau seperti ini. Ia melihat istrinya, entah mengapa seperti ada ketakutan di dalam diri Mirna. Apa mungkin itu karena kejadian barusan, itulah mengapa ia seperti ketakutan?

"Reza apa kamu benar-benar gila?" tanya Burhan.

"Tidak, aku tidak gila, Tante yang gila."

"Berani kamu mengatai saya!" Tangan Mirna terangkat hendak menampar Reza.

Orang tua Reza yang sedari tadi diam kini ikut-ikutan naik pitam. Mendengar semua tuduhan tersebut mereka masih bisa sabar, tetapi tidak dengan main tangan.

"Jangan sesekali Anda memukul anak saya!" ucap Ujang angkat suara.

"Ayah, Reza takut." Seperti anak kecil yang ketakutan Reza berlindung di balik badan ayahnya.

"Sudah-sudah, kita tidak tau mana yang benar. Tapi ada baiknya kita ambil kesimpulan dari cerita dari pihak yang paling berakal. Kita tidak tau Reza benar-benar gila atau tidak ada baiknya dia kita pasung di gudang rumah saya. Hari ini semua warga akan kita kumpulkan dan mengumumkan terkait pemasungan Reza karena dia sudah melakukan tindak di luar nalar," ucap Burhan.

Tentu saja keluarga Reza tidak menyetujui hal itu, bukankah seharusnya mereka benar-benar perlu menelusuri apa yang sebenarnya terjadi? Bu Mirna menatap Reza dengan remeh, tatapan matanya seolah olah mengatakan bahwa jangan pernah menantang Bu Mirna maka kalian akan tau akibatnya.

"Tidak bisa begitu dong, Han! Di sini semua orang tau kalau semua ucapan dari mulut Reza itu selalu jujur. Harusnya istrimu lah yang wajib di curigai, sekalipun kalian mau mencurigai anak saya jangan sampai pemasungan seperti itu! Kami bisa menjaga anak kami tanpa perlu di pasung," ucap Ujang.

"Bisa menjaga? Lihatlah, tiap hari Reza berkeliaran. Apa itu yang di sebut menjaga? Dasar bodoh kalian! Udah miskin, bodoh lagi," ucap Mirna dengan nada menghina.

"Bu Mirna, bagaimana kalau Reza itu anak ibu? Apa yang akan terjadi kalau suatu saat karma datang?" Setelah sekian lama diam Dewi ikut berbicara.

"Mana mungkin saya mempunya anak cacat seperti itu? Aneh-aneh saja!"

"Sudahlah, Bu Mirna! Saya tau kapan anak saya berbohong dan kapan anak saya jujur. Anda mungkin bisa menipu suami anda tapi tidak dengan saya!"

Wajah Mirna memucat seketika, ia harus segera membuat mereka terusir atau rahasianya akan terbongkar kalau begini ceritanya.

"Tutup mulut anda, Miskin!"

"Bebaskan anak saya, maka saya akan menutup mulut!"

Tentu saja Dewi tak mau mengalah mendengar semua ucapan dari Mirna, karena di sini sudah jelas siapa sebenarnya yang menjadi korban.

"Detik ini juga kalian bisa kuhancurkan, kalian itu miskin."

Dewi tertawa, tentu saja ia tidak takut dengan ancaman tersebut.

"Dasar murahan, anak saya yang notabenenya orang gila mau kamu perlakukan seperti itu. Kasian Burhan mendapatkan istri seperti anda," ucap Dewi membuat Mirna merasa ketakutan.

"Baiklah, aku akan menutup mulut kalian dengan caraku!"

***

Reza di bawa oleh Burhan, menuju kerumunan orang-orang yang penasaran dengan kedatangan kepala desa ke rumah Ujang. Ada yang mengira mereka akan mendapatkan sembako, ada juga yang mengira ada bedah rumah.

Alina segera menghalangi Burhan ketika ia tau apa sebenarnya yang akan terjadi pada kakaknya. Alina memeluk kaki Burhan, tak ada yang bisa dilakukan oleh Alina selain cara ini.

Bab terkait

  • Fitnah dan Dendam   2. Jangan Pasung Kakak!

    "Om, tolong jangan hukum, Kakakku. Semua orang tau bagaimana kondisi kakak, Nana mohon jangan hukum kakak, Om." Burhan menatap prihatin pada gadis kecil gemuk yang sedang memeluk kakinya tersebut. Gadis kecil yang sering dipanggil penduduk dengan sebutan Nana itu sebenarnya seumuran dengan anak Burhan. Burhan berjongkok di depan Alina, ia memberikan penjelasan kepada Alina tentang apa yang akan terjadi pada kakaknya."Nana, mendobrak pintu orang yang sedang mandi itu salah atau tidak?" tanya Burhan.Alina menatap Burhan, dengan air mata yang terus turun ia menganggukan kepala."Tapi semua orang tau kondisi kakakku seperti apa," ucap Alina."Iya, Om juga tau itu, Nak tapi kita perlu bertindak sebelum dia melakukan hal yang sama lagi. Om, harap kamu mengerti.""Jangan pasung kakak, Om," lirih Alina yang membuat Burhan iba.Burhan jadi membayangkan putrinya yang sedang memohon seperti ini, Burhan mengusap kepala Alina. Ia tersenyum pada Alina, lalu ber

  • Fitnah dan Dendam   3. Kalian Pembunuh

    Dewi sedang berkutat di dapur, tiba-tiba Alina datang membawa garam yang baru saja dibelinya di toko mbok Jum. Alina menyerahkan garam tersebut ke ibunya, ia menatap Dewi dengan ragu. Kenapa ibunya seperti tenang? Tidakkah ibunya rindu pada Reza? entahlah mungkin ibunya terlalu pandai menutupi rasa sedih."Bu, apa ibu tidak merindukan kakak?" tanya Alina sembari menarik-narik baju sang ibu."Rindu dan khawatir, tapi ibu berusaha percaya pada keluarga pak Burhan bahwa mereka akan merawat kakakmu. Kenapa? Apa kamu rindu dia? kalau kamu rindu silahkan kamu datangi dia," ucap Dewi.Alina menganggukkan kepalanya pertanda dia mengiyakan perkataan ibunya."Kemarin om Burhan bilang aku boleh mengunjungi kakak kapan saja, Bu," ucap Alina."Benarkah?" tanya Dewi."Iya, Bu. Emmm, boleh, 'kan?" tanya Alina.Dewi menatap putrinya, ia tersenyum. Dewi juga bersyukur mempunyai putri yang sangat menyayangi kakaknya meski Alina tau kalau

  • Fitnah dan Dendam   4. Terusir Dari Desa

    "Kalian Pembunuh!"Semua orang menatap ke arah Alina, termasuk Dewi dan Ujang. Tentu saja semua orang kebingungan sekaligus terkejut dengan sikap Alina yang tiba-tiba marah ini. Dada Alina naik turun sebagai pertanda ia sedang emosi. Namun, apalah daya semarah apapun dia tidak ada yang bisa dilakukan olehnya gadis kecil tersebut selain berteriak dan menangis."Ayah, Ibu, mereka pembunuh. Mereka membunuh kak Reza. Resta dan Restu bilang selama ia di kurung di gudang di kasih nasi basi, selama kakak di kurung ia di cambuk. Mereka membunuh kakakku, Yah, Bu! Mereka pembunuh!" ucap Alina bercucuran air mata.Dewi segera mendekap putrinya. Ia menatap Mirna dengan tatapan penuh benci, ia kira Mirna akan menjaga Reza setelah mendapat ancaman tersebut. Namun, semua itu salah. Sementara Burhan yang mendengar itu merasa sedikit takut kalau warga mempercayai kata-kata Alina. Burhan menatap Resta dan Restu yang sedang bermain, benarkah anaknya berkata demikian kepada A

  • Fitnah dan Dendam   5. Kembali Ke Desa

    13 Tahun KemudianSeorang gadis keluar dari toko kue kecil milik ibunya, ia tersenyum kepada setiap orang yang di temuinya di jalan. "Ibu kemana sih? Masa ninggalin aku di toko sendirian," ucap Alina.Alina mengambil handphone di sakunya kemudian mengotak atik ponselnya, kemudian menelepon kontak yang diberi nama "ibuku"Alina menempelkan handphonenya ke telinga meski belum tersambung, syukurnya telpon cepat tersambung."Hallo, Bu dimana?" "Udah di rumah, tadi habis beli bahan kue untuk besok ayahmu nelpon, katanya Keluarga pak Ibnu datang. Kamu cepat pulang juga ya, mereka mau nginap di sini katanya," ucap Dewi.Keluarga Pak Ibnu adalah orang yang sangat baik hati, awal pertemuan mereka saat Ujang sekeluarga terus berjalan tak punya tujuan, hingga mereka bertemu dengan Pak Ibnu. Keluarga Ibnu merasa prihatin dan iba dengan keadaan mereka pada waktu itu, ditambah Alina juga dalam keadaan panas tinggi. Dengan kemuliaan

  • Fitnah dan Dendam   6. Apa Mereka Mengenali Alina?

    Alina dan Raka mengucapkan terimakasih kepada warga tersebut, mereka juga memberikan sejumlah uang untuk bapak-bapak tersebut. Bapak tersebut langsung menolak uang itu, karena ia tulus membantu Alina dan Raka."Pak, ini diambil. Jika bapak tidak mengambil uang ini, kami tetap akan membuangnya," ucap Raka sambil memberikan empat lembar uang bewarna hijau tersebut."Tapi ini kebanyakan, Dik," ucap bapak-bapak tersebut."Udah, Pak ambil saja lagian daripada kakak saya membuang uang tersebut jadinya mubasir kan? Oh, iya kita belom kenalan loh, Pak. Masa udah bantu kami tapi kami belum tau nama bapak," ucap Alina."Oh, iya dik. Saya Mulyadi, orang di sini sering manggil saya Pak Didi atau Om Didi kebetulan kalau sore saya jadi ojek."Raka menyodorkan uang itu ke Mulyadi, akhirnya Mulyadi mengambil uang tersebut. Sebenarnya ia semenjak tadi sudah mau mengambil uang tersebut. Namun, ia merasa sungkan karena Alina dan Raka masih pendatang baru.

  • Fitnah dan Dendam   7. Rumah

    Restu mendekatkan wajahnya ke Alina. Mata mereka sempat terkunci sepersekian detik. Posisi mereka persis sekali seperti orang yang mau berciuman, menyadari posisinya dan Restu yang sangat tidak aman Alina segera menerjangkan Restu menggunakan kaki sehingga Restu jatuh terjengkang ke belakang. Namun, tanpa Alina sadari Ia secara tak sengaja mengenai sesuatu yang sangat berharga bagi restu. Yaitu milik Restu. Alina menutup mulutnya, bagaimana ini? Ia terlalu panik dengan keadaan mereka sehingga tidak bisa berpikir dalam melakukan tindakan."Kak Restu, Alin minta maaf. Sumpah itu nggak sengaja, ya ampun aku minta maaf banget, Kak," ucap Alina."Bodoh, kau tak tau rasanya. Sangat sakit gila! bisa-bisa kehilangan masa depan aku.""Alin, emang nggak tau rasanya, maaf, Kak. Lina benar benar minta maaf, itu tadi Lina refleks," ucap Alina bersungguh sungguh."Maka, akan kubuat kau tau rasanya, Alina!"Mendengar ancaman tersebut mata Alina membelalak bukankah itu tanda bahaya, ia merasa dirinya

  • Fitnah dan Dendam   8. Keanehan

    Restu mengerutkan keningnya. Sangat aneh perilaku orang kota ini. Apa benar hanya dengan melihat kuburan yang tak terurus mereka akan menangis? sangat berlebihan.Restu mendekati penduduk baru di kampung mereka. Restu memegang pundak Alina, akan tetapi dengan sigap Raka langsung melepaskan tangan milik Restu dari pundak Alina."Rumah ini sudah lama kosong. Dulu aku sering membersihkan makam ini secara diam-diam, tapi sekarang aku tak berani. Beberapa Minggu lalu ayah marah besar padaku karena membersihkannya."Alina menoleh ke Restu. Tangisnya yang sudah sedikit reda membuatnya fokus mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut restu. "Apa ini makam keluargamu?" tanya Alina berpura-pura tidak tau dengan makam yang saat ini di depannya."Bukan. Aku hanya merasa bersalah. Entahlah, menurutku dia melakukan hal tak sengaja lalu masyarakat menghakimi," ucap Restu."Aku jadi penasaran. Ada apa dengan dia," gerutu Alina.Restu tak menghiraukan perkataan Alina. ia segera menebas rumput ya

  • Fitnah dan Dendam   9. Mimpi

    Alina terlelap saat di tinggal oleh Marni. Dalam tidurnya Alina tak tenang. Entah apa yang dimimpikan gadis itu sehingga tidurnya tak tenang, berkali-kali ia mengubah posisi. Mungkinkah Alina kembali memimpikan kakaknya? tidak ada yang tau akan hal itu.Raka dan Restu yang saat itu menjaga Alina merasa khawatir. Restu takut Alina kelelahan akibat membersihkan rumah tadi, sementara Raka berusaha menetralisir kekhawatirannya. Saat ini ia mencari alasan yang tepat kalau Alina bangun dan Restu bertanya yang tidak-tidak."Kakak!" Alina langsung duduk. Ia Menangis sesegukan. Mimpi itu kembali menghantui Alina setelah sekian lama. Mungkinkah karena ia menginap di rumah ini?Raka buru-buru mendekati Alina dan memeluknya, guna melindungi Alina."Sst, aku di sini, Lin. Kamu nggak perlu takut kakak pergi, ada aku di sini, Lin."Alina mengumpulkan nyawanya. Ia membalas pelukan Raka, sementara Restu kebingungan dengan yang terjadi. Ada apa sebenarnya?Marni memasuki kamar. Ia sama terkejutnya mel

Bab terbaru

  • Fitnah dan Dendam   13. Pulang?

    Raka dan Alina berjalan jalan di desa. Mereka melihat dan mengobrol dengan para masyarakat. Kebanyakan Masyarakat di sini beranggapan Raka dan Alina adalah sepasang kekasih, ada juga yang beranggapan mereka adalah pasangan suami istri. Alina terkekeh kecil mendengar hal tersebut. Mereka tak berniat meluruskan ataupun membenarkan. "Ada suatu hal yang mau aku bicarakan sebenarnya, cuma aku ragu mengatakannya padamu. Kita nggak tau sebanyak apa CCTV di dalam sana," ucap Raka. Alina yang tadinya sibuk dengan pemikirannya sendiri kini mengalihkan perhatiannya pada Raka. "Apa?" tanya Alina. "Alin, dengarkan dulu tanpa memotong oke?" Alina mengangguk sebagai jawaban. "Kita disuruh pulang oleh aya--""APA!? TAPI KENAPA?" tanya Alina dengan nada tinggi.Raka menghela nafas. Padahal dirinya sudah memberitahu Alina untuk mendengarkan dahulu, tapi gadis ini malah memotong ucapannya. "Sudah kubilang dengarkan aku dulu, Alin!" seru Raka. Kadang Raka sedikit frustasi menghadapi Alina. Siap

  • Fitnah dan Dendam   12. Rencana Usaha

    Sepulang Alina, Raka, Juga Restu mereka segera mengistirahatkan diri. Mereka duduk di ruang keluarga, yang terlihat sangat lelah hanyalah Restu karena memang dia sebenarnya yang mengerjakan cucian baju ini. Alina yang menatap Restu merasa sedikit bersalah pada Restu. Raka menatap Restu juga.Raka menggeleng sejenak, ternyata ada ya pemuda lemah seperti Restu. Hanya mencuci saja dia kelelahan seperti orang mau mati. "Eh, kalian sudah pulang?" Ketiga insan itu Refleks menoleh. Ternyata itu Ibunya Restu. Mirna menatap Restu sekilas, di lihat dari lelahnya dan ada beberapa kemerahan di tangan Restu. Ibu Restu menghela nafas, anaknya pasti ikut membantu mencuci pakaian tersebut, dia sangat hapal dengan perangai Restu.Dia sangat senang jika memang benar anaknya ini ikut mencuci pakaian, karena sepanjang hidupnya belum pernah sekalipun Restu menyentuh cucian baju. Memang itu bukanlah tugas lelaki, tapi bila Restu menikah lalu Istrinya melahirkan maka Restulah yang harus melakukan pekerja

  • Fitnah dan Dendam   11. Sungai

    Alina segera mencari Raka juga Restu. Enak saja jika dirinya disuruh mencuci sedemikian banyaknya. Pakaian kotor keluarganya saja tak sebanyak ini jika Alina mencuci. Melihat Restu sedang bermain catur bersama, Alina segera mendekat. alina tak mau bila harus mencuci sendirian. "Kak Raka, Kak Restu, bisa bantuin Alina?" tanya Alina. mereka mengalihkan fokus pada Alina. Raka membulatkan matanya kala melihat cucian yang ada di tangan Alina. Banyak sekali!"Alin, itu seriusan cucian kamu?" tanya Restu. "Bukan, tapi punya kalian. Mesin cuci kalian rusak, jadi tolong antarkan aku ke sungai untuk mencuci baju baju ini."Restu tersenyum kecut. Berarti di sana ada pakaiannya juga? Entah kenapa tiba tiba Restu merasa sangat malu. "Baiklah, ayo ikuti aku Alin."Mereka berjalan ke arah sungai, jujur Alina sendiri sudah sangat tau letak sungainya di mana, tapi dia harus berpura pura tidak tahu untuk memanfaatkan Restu agar membantunya. Sampai ke sungai Alina tersenyum cerah. Sudah sangat jar

  • Fitnah dan Dendam   10. Kamera Tersembunyi

    Satu hari yang melelahkan. Rumah yang akan ditempati Alina sudah selesai dibersihkan, tetapi nampaknya banyak bagian yang mesti diperbaiki. Saat mereka masuk ke dalam rumah beberapa genteng sudah hancur, bahkan genteng bagian belakang pun sudah banyak yang hilang. Beberapa ibu-ibu yang suka bergosip tanpa dasar mengatakan kalau itu ulah Arwah Reza. Alina tersenyum miris saat mendengar arwah kakaknya bahkan masih dituduh melakukan hal-hal yang tidak mungkin. Alina jelas tau itu pasti perbuatan manusia, lagian untuk apa arwah mengambil genteng rumah? Nampaknya memang ada oknum yang sengaja memanfaatkan keadaan.Bukan hanya genteng yang menghilang, tetapi beberapa perabotan yang tertinggal pun habis semua. Seandainya Alina kembali ke desa sebagai Nana yang mereka kenal pasti ia sudah mengamuk karena banyak barang yang hilang. Berbeda dengan Alina. Raka yang memang tak mengetahui apa-apa hanya bersikap santai, baginya cukup ia menelepon orang tuanya dan barang-barang pun akan berdatanga

  • Fitnah dan Dendam   9. Mimpi

    Alina terlelap saat di tinggal oleh Marni. Dalam tidurnya Alina tak tenang. Entah apa yang dimimpikan gadis itu sehingga tidurnya tak tenang, berkali-kali ia mengubah posisi. Mungkinkah Alina kembali memimpikan kakaknya? tidak ada yang tau akan hal itu.Raka dan Restu yang saat itu menjaga Alina merasa khawatir. Restu takut Alina kelelahan akibat membersihkan rumah tadi, sementara Raka berusaha menetralisir kekhawatirannya. Saat ini ia mencari alasan yang tepat kalau Alina bangun dan Restu bertanya yang tidak-tidak."Kakak!" Alina langsung duduk. Ia Menangis sesegukan. Mimpi itu kembali menghantui Alina setelah sekian lama. Mungkinkah karena ia menginap di rumah ini?Raka buru-buru mendekati Alina dan memeluknya, guna melindungi Alina."Sst, aku di sini, Lin. Kamu nggak perlu takut kakak pergi, ada aku di sini, Lin."Alina mengumpulkan nyawanya. Ia membalas pelukan Raka, sementara Restu kebingungan dengan yang terjadi. Ada apa sebenarnya?Marni memasuki kamar. Ia sama terkejutnya mel

  • Fitnah dan Dendam   8. Keanehan

    Restu mengerutkan keningnya. Sangat aneh perilaku orang kota ini. Apa benar hanya dengan melihat kuburan yang tak terurus mereka akan menangis? sangat berlebihan.Restu mendekati penduduk baru di kampung mereka. Restu memegang pundak Alina, akan tetapi dengan sigap Raka langsung melepaskan tangan milik Restu dari pundak Alina."Rumah ini sudah lama kosong. Dulu aku sering membersihkan makam ini secara diam-diam, tapi sekarang aku tak berani. Beberapa Minggu lalu ayah marah besar padaku karena membersihkannya."Alina menoleh ke Restu. Tangisnya yang sudah sedikit reda membuatnya fokus mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut restu. "Apa ini makam keluargamu?" tanya Alina berpura-pura tidak tau dengan makam yang saat ini di depannya."Bukan. Aku hanya merasa bersalah. Entahlah, menurutku dia melakukan hal tak sengaja lalu masyarakat menghakimi," ucap Restu."Aku jadi penasaran. Ada apa dengan dia," gerutu Alina.Restu tak menghiraukan perkataan Alina. ia segera menebas rumput ya

  • Fitnah dan Dendam   7. Rumah

    Restu mendekatkan wajahnya ke Alina. Mata mereka sempat terkunci sepersekian detik. Posisi mereka persis sekali seperti orang yang mau berciuman, menyadari posisinya dan Restu yang sangat tidak aman Alina segera menerjangkan Restu menggunakan kaki sehingga Restu jatuh terjengkang ke belakang. Namun, tanpa Alina sadari Ia secara tak sengaja mengenai sesuatu yang sangat berharga bagi restu. Yaitu milik Restu. Alina menutup mulutnya, bagaimana ini? Ia terlalu panik dengan keadaan mereka sehingga tidak bisa berpikir dalam melakukan tindakan."Kak Restu, Alin minta maaf. Sumpah itu nggak sengaja, ya ampun aku minta maaf banget, Kak," ucap Alina."Bodoh, kau tak tau rasanya. Sangat sakit gila! bisa-bisa kehilangan masa depan aku.""Alin, emang nggak tau rasanya, maaf, Kak. Lina benar benar minta maaf, itu tadi Lina refleks," ucap Alina bersungguh sungguh."Maka, akan kubuat kau tau rasanya, Alina!"Mendengar ancaman tersebut mata Alina membelalak bukankah itu tanda bahaya, ia merasa dirinya

  • Fitnah dan Dendam   6. Apa Mereka Mengenali Alina?

    Alina dan Raka mengucapkan terimakasih kepada warga tersebut, mereka juga memberikan sejumlah uang untuk bapak-bapak tersebut. Bapak tersebut langsung menolak uang itu, karena ia tulus membantu Alina dan Raka."Pak, ini diambil. Jika bapak tidak mengambil uang ini, kami tetap akan membuangnya," ucap Raka sambil memberikan empat lembar uang bewarna hijau tersebut."Tapi ini kebanyakan, Dik," ucap bapak-bapak tersebut."Udah, Pak ambil saja lagian daripada kakak saya membuang uang tersebut jadinya mubasir kan? Oh, iya kita belom kenalan loh, Pak. Masa udah bantu kami tapi kami belum tau nama bapak," ucap Alina."Oh, iya dik. Saya Mulyadi, orang di sini sering manggil saya Pak Didi atau Om Didi kebetulan kalau sore saya jadi ojek."Raka menyodorkan uang itu ke Mulyadi, akhirnya Mulyadi mengambil uang tersebut. Sebenarnya ia semenjak tadi sudah mau mengambil uang tersebut. Namun, ia merasa sungkan karena Alina dan Raka masih pendatang baru.

  • Fitnah dan Dendam   5. Kembali Ke Desa

    13 Tahun KemudianSeorang gadis keluar dari toko kue kecil milik ibunya, ia tersenyum kepada setiap orang yang di temuinya di jalan. "Ibu kemana sih? Masa ninggalin aku di toko sendirian," ucap Alina.Alina mengambil handphone di sakunya kemudian mengotak atik ponselnya, kemudian menelepon kontak yang diberi nama "ibuku"Alina menempelkan handphonenya ke telinga meski belum tersambung, syukurnya telpon cepat tersambung."Hallo, Bu dimana?" "Udah di rumah, tadi habis beli bahan kue untuk besok ayahmu nelpon, katanya Keluarga pak Ibnu datang. Kamu cepat pulang juga ya, mereka mau nginap di sini katanya," ucap Dewi.Keluarga Pak Ibnu adalah orang yang sangat baik hati, awal pertemuan mereka saat Ujang sekeluarga terus berjalan tak punya tujuan, hingga mereka bertemu dengan Pak Ibnu. Keluarga Ibnu merasa prihatin dan iba dengan keadaan mereka pada waktu itu, ditambah Alina juga dalam keadaan panas tinggi. Dengan kemuliaan

DMCA.com Protection Status