"Pak, tolong, saya hanya ingin membawa anak saya sebentar saja," pinta Radit dengan penuh harap."Anak? Sekarang kamu ngaku Gemilang anakmu? Kamu yang telah menyakiti hati putri dan cucuku! Aku tak akan membiarkanmu kembali dekat dengan mereka. Tak peduli, kau ayah dari Gemilang!" Tuan Abimanyu berucap tegas."Pa, tapi Bang Radit ....""Sudah Mira, lebih baik kita masuk ke dalam. Tak usah kau hiraukan orang ini!" "Papa!" teriak Gemilang yang masih ingin digendong Radit. Namun, Tuan Abimanyu bergeming, ia terus melangkahkan kakinya menuju lift untuk naik ke lantai atas.Radit hendak mengejar, hatinya berdenyut perih melihat Tuan Abimanyu menggendong Gemilang. Tak menyangka jika ia mendapat penolakan dari ayah Amira itu."Bang, biar nanti aku bicara dengan Papa dulu, ya! Kamu pulanglah, tak usah dikejar." Amira menghentikan langkah Radit. Ia tak ingin terjadi keributan di tempat tinggalnya."Tolong, Mira. Mama sangat merindukan Gemilang. Aku hanya ingin membawanya sebentar saja," pinta
Bab 82."Kak Yudha? I-iya Kak, aku baru mau makan malam," jawab Amira sedikit terkejut setelah melihat kedatangan Yudha yang tiba-tiba.Yudha mengangguk, ia kemudian melirik lelaki yang duduk berhadapan dengan Amira. Yudha merasa tak asing dengan lelaki itu."Anda bukannya dokter di rumah sakit Medika?" tanya Yudha pada dokter Gani penuh selidik."Oh ya, benar. Saya dokter Gani. Senang bertemu dengan Anda." Dokter Gani mematri senyum di bibirnya."Oh begitu, sepertinya kalian terlihat dekat ya akhir-akhir ini," sindir Yudha."Kami hanya mampir makan malam, Kak. Tadi kami dari bandara, mengantar Papa dan Mama pulang ke Surabaya." Amira menjelaskan, ia merasa takut Yudha akan salah paham."Om dan Tante sudah pulang? Kenapa kamu nggak kasih tahu aku, Mir?" Yudha sedikit kecewa."Ya, Kak, Papa dan Mama pulang karena sudah terlalu lama di Jakarta.""Lantas, kenapa ada dokter ini?""Oh, Dokter Gani ini .... ""Saya kenal dengan kedua orangtua Amira." Dokter Gani melanjutkan ucapan Amira."I
"Syahla, kau sadar apa yang kau katakan?" tanya Yudha kemudian."Aku sangat menyadarinya, Mas. Aku tak bisa lagi berpura-pura sudah tak memiliki perasaan apa pun padamu. Semakin aku menahan, semakin hatiku sakit apalagi melihat kau sangat mencintai Amira," jelas Syahla, ia mengusap air yang mulai mengembun di pelupuk matanya."Kembalilah padaku, Mas. Aku sungguh menyesal telah membatalkan pertunangan kita dulu. Padahal saat itu, aku tahu, kau mencoba untuk mencintaiku," imbuh Syahla, ia terisak. Rasa penyesalan memenuhi rongga dadanya.Yudha hanya terdiam, ditatapnya wanita yang pernah menjadi tunangannya tersebut dengan rasa iba. Ia merasa semuanya sudah terlambat.Hatinya sudah kembali merasakan perasaan yang dalam pada Amira. Ia tak ingin menyerah sekarang, sebelum ia benar-benar tahu perasaan Amira yang sesungguhnya. Yudha sangat yakin, Amira sebenarnya juga mencintainya."Syahla ... Aku minta maaf. Aku ... Tak bisa membalas perasaanmu. Maafkan aku, La.""Kenapa Kak? Apa aku tak l
"Maafkan aku, Syahla. Aku ...." Amira tak melanjutkan kata-katanya."Jangan bilang kau mencintainya, Mira. Atau hal itu akan membuatku hancur!" ancam Syahla."Aku ... Mencintainya!"Syahla memejamkan matanya demi mendengar ucapan Amira. Air matanya kembali mengalir setelah mendengar ucapan Amira. Sudah tak ada harapan lagi untuk mendapatkan Yudha jika mereka berdua saling mencintai."Kamu jahat, Mir!" ucap Syahla merasa kecewa dengan perasaan Amira."Aku tak bisa membohongi perasaanku lagi, La. Aku mencintai Kak Yudha. Sudah cukup aku menahan perasaanku selama ini hanya untuk menjaga perasaanmu. Namun, setelah apa yang kau lakukan padaku dengan mencoba menghasut Papa dan Mama untuk membenciku, sepertinya aku tak perlu lagi melakukan itu!" jelas Amira, akhirnya ia mengungkapkan perasaannya selama ini pada Syahla."Kau dendam padaku, Mir?"Amira menarik napas sejenak, ia kemudian melipat kedua tangannya di depan dada."Tidak, aku tak dendam padamu, La. Hanya saja, aku sangat kecewa deng
Sesampainya di rumah sakit, Amira segera menemui Radit yang terlihat duduk di kursi tunggu di depan ruang IGD."Bang, bagaimana keadaan Ibu?" tanya Amira seketika. Ia kemudian duduk di samping Radit."Ibu kritis, Mir. Ibu kehilangan banyak darah. Luka tusukannya begitu dalam," jawab Radit lirih."Luka tusukan? Maksudnya? Apa yang sebenarnya terjadi, Bang?""Rania mengamuk di kamar. Ibu mencoba menenangkan Rania seperti biasa. Rania hendak kabur, ia lari ke dapur dan berhasil dihentikan Ibu. Namun, tanpa Ibu lihat, Rania mengambil pisau dapur dan menusukkannya ke perut Ibu berulang kali. Aku baru saja pulang kerja saat kulihat rumahku ramai oleh tetangga dan polisi," jelas Radit."Ya Allah ... Kamu sabar ya, Bang. Rania sekarang di mana, Bang?""Rania di kantor polisi untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Abang gak menyangka akan terjadi hal seperti ini, Mir! Hidup Abang sudah hancur!" keluh Radit, ia mengusap matanya yang berkaca.Amira menarik napas sejenak, ia mengusap punggun
Malam semakin larut, tetapi Amira tak kunjung datang ke restoran. Yudha merasa seperti dipermainkan oleh Amira, ia kecewa. Hingga restoran itu tutup dan hanya Yudha lah yang masih berada di situ.Akhirnya, Yudha memutuskan untuk pulang. Ia berpikir, mungkin ini jawaban dari Amira untuk menolaknya yang kesekian kali. Namun, hatinya tetap yakin jika Amira mencintainya meskipun rasa kecewa kian mendera.Merasa penasaran, Yudha memutuskan untuk mendatangi apartemen Amira. Meskipun, sesampainya di apartemen Amira, hanya sia-sia belaka. Hal itu lantaran, peraturan pihak apartemen melarang Yudha masuk demi keamanan. Apalagi hari sudah sangat larut, Yudha hanya boleh masuk jika penghuni apartemen yang akan ditemuinya, mengizinkannya."Maaf Pak, kami dari pihak keamanan tidak mengizinkan Bapak masuk demi keamanan. Jika Bapak ingin bertemu dengan salah satu penghuni apartemen, silahkan hubungi beliau terlebih dahulu," ucap salah seorang satpam penjaga apartemen.Yudha pun pulang dengan perasaan
Bab 87.Amira kemudian melepaskan genggaman tangan Yudha. Ia mengatur napasnya sejenak untuk sekedar membuatnya sedikit tenang. Lalu meraih tas selempang miliknya dan merogoh sesuatu di dalam tas tersebut.Sebuah kotak perhiasan yang berisi cincin pemberian Yudha, ia ambil di dalam tasnya. Kemudian, Amira memberikan kotak perhiasan itu pada Yudha."Apa ini, Mir?" tanya Yudha."Ini cincin berlian yang kau berikan padaku saat itu. Aku pernah berkata, aku akan menerima lamaranmu jika aku siap memakai cincin ini. Aku juga akan menolakmu, jika kukembalikan cincin ini padamu," jawab Amira."Maksudmu? Kau tak memakai cincin ini dan memberikannya padaku, apa itu berarti ... Kau menolakku?" Yudha merasa cemas, meskipun ia berkata siap dengan semua jawaban Amira apa pun itu, tetapi tetap saja hatinya akan terluka jika Amira menolaknya lagi kali ini."Aku akan mengembalikan cincin ini padamu Kak.""Amira ... Kau benar-benar menolakku?" Yudha merasa tak percaya. Ia memejamkan matanya sejenak, hat
"Mengalami apa, Sus? Apa yang terjadi?" tanya Radit semakin merasa cemas."Sebelumnya, saya mohon maaf jika harus menyampaikan ini. Bayi pasien tidak sempurna, dia cac*t, anggota tubuhnya tak lengkap. Kedua tangannya tak ada. Tapi, bayinya sangat cantik, sama seperti ibunya," jawab suster itu menjelaskan."Ya Allah .... " Radit merasa lemas mendengar penjelasan dari suster."Boleh saya lihat keponakan saya, Sus? Saya ingin mengadzaninya," pinta Radit."Mari silahkan." Suster itu mempersilahkan Radit masuk ke dalam kamar bersalin.Terlihat Rania yang masih ditangani oleh bidan dan beberapa suster yang membantu. Radit melirik sekilas, ia tak tega melihat Rania.Suster kemudian menggendong bayi yang sudah dibersihkan itu, dan diberikannya pada Radit.Benar kata suster, bayi itu cantik, mirip dengan Rania. Hanya saja, anggota tubuhnya tak lengkap. Radit menerima bayi itu, dipeluknya bayi Rania dan dikecup keningnya. Radit teringat kembali momen di mana ia pernah mengadzani Gemilang saat
"Ayo, cerita, ada apa?" tanya Nisa kemudian setelah mereka duduk."Nis, apa keputusanku ini salah ya? Apa aku telah egois?" Syahla mulai bercerita."Keputusan buat nikah dengan Pak Yudha? Bukankah itu mimpi kamu?" Nisa merasa tak mengerti dengan ucapan Syahla."Maksud aku gini, aku pikir, aku akan bahagia mendapatkan Mas Yudha. Namun, hati kecilku merasa hampa karena aku tahu, Mas Yudha tak mencintaiku. Aku merasa Mas Yudha tak bahagia jika menikah denganku. Ia selalu bersikap dingin meskipun kami akan menikah. Aku pikir, Mas Yudha masih mencintai Amira," ujar Syahla."Terus, mau kamu apa, La? Apa kamu berpikir untuk melepaskan Yudha dan Amira untuk bersama? Bukankah, kau membenci Amira?" seloroh Nisa."Iya, sih. Namun, aku kembali merenung akhir-akhir ini. Semua yang terjadi bukan sepenuhnya salah Amira. Ini hanya keegoisanku semata karena cemburu padanya. Aku bingung, Nis. Namun, untuk mundur dan melepas Mas Yudha, aku sudah terlanjur malu dengan foto-foto itu.""Hati kecilku juga me
Syahla baru saja sadar dari pingsannya. Setelah semalaman tak sadarkan diri. Terlihat Nisa yang sedang menjaganya. "Nisa," ucap Syahla lirih."Syahla, kamu udah sadar? Alhamdulillah ..." Nisa menangis haru, ia sangat takut kehilangan sahabatnya tersebut."Nis, aku masih hidup kan?" tanya Syahla."Iya, bod*h. Kau masih hidup, janji jangan kau ulangi perbuatan bod*hmu itu, La," ujar Nisa."Buat apa aku hidup, Nis. Semua kebahagiaanku sudah direnggut oleh Amira. Aku bahkan sudah tidak punya muka lagi sekarang. Hanya karena cinta, aku bertindak bod*h." Syahla menyesali perbuatannya."Aku benci Amira, Nis! Aku benci dia, karena dia hidup aku hancur seperti ini," sambungnya."Syahla, kamu yang tenang ya. Pak Yudha pasti akan menikahimu," ucap Nisa."Nggak mungkin, Nis. Mas Yudha tak akan menikahiku, ia pasti sangat membenciku saat ini.""A-aku akan menikahimu, Syahla." Suara seorang lelaki yang tak begitu asing di telinga Syahla.Syahla pun menoleh, mencari lelaki itu. Terlihat Yudha sudah
Malam hari.Syahla tengah melihat foto-foto di galeri ponselnya di dalam kamar. Foto-foto mesra yang ia ambil dengan dibantu Nisa, ketika Yudha tengah tak sadarkan diri di kamarnya. Ia sedang berpikir untuk mengirim foto-foto itu di media sosial miliknya. Juga, ia akan mengirim di grup pekerjaannya di kantor. Meskipun, hal itu akan sangat memalukan, tetapi Syahla sudah tak punya cara lain lagi.Ia kemudian mengirim foto-foto itu di grup kerjaanya. Tak lama, grup kerjaanya itu heboh dengan banyaknya komentar dari rekan-rekan karyawan di kantornya. Semua komentar hampir menanyakan apa maksud dari Syahla mengirimkan foto-foto ini. Serta, menanyakan apakah benar foto-foto itu adalah foto Yudha dan Syahla?Syahla hanya membaca kehebohan di grup kantor, ia tak berniat membalasnya. Deretan pesan pribadi pun memenuhi ponselnya. Rata-rata dari teman kantornya."La, kamu benar-benar gila ya? Kamu serius kirim foto itu di grup kantor?" Nisa menghampiri Syahla, ia tak percaya dengan tindakan nek
Amira begitu kecewa mendengar penuturan dari Yudha yang mengatakan, jika lelaki itu mengakui tidur di kamar yang sama dengan Syahla saat terbangun. Namun, Yudha sendiri merasa tak yakin jika melakukan hal itu, ia tak ingat apa pun."Aku tak begitu ingat, kenapa aku berada di kamar yang sama dengan Syahla. Aku juga merasa tak yakin jika aku melakukan hal itu. Hanya saja, aku merasa kecewa dengan diriku sendiri, Mir. Aku sudah menyakitimu, maafkan aku," sesal Yudha."Terus, apa yang akan kau lakukan, Kak? Apa kau akan menikahi Syahla?" tanya Amira datar.Yudha terdiam, entahlah dia tak tahu apa yang akan dia lakukan. Sebagai seorang lelaki yang dididik baik oleh keluarganya, ia tak ingin menjadi lelaki pengecut yang lepas dari tanggung jawab. Namun, ia tak yakin dengan apa yang terjadi antara dirinya dan Syahla di kamar itu.Yudha kembali mengingat saat baru saja bangun dari pingsannya malam tadi. Ia memijit pelipisnya, merasa kepalanya begitu sakit. Pelan-pelan ia membuka matanya, terl
Syahla sedang pisisi tidur di samping Yudha. Meskipun tidak berpakaian seksi, Syahla melepas hijab yang menutup kepalanya."Nisa!" Syahla menoleh saat mendengar suara pintu terbuka dan Nisa masuk ke kamarnya."Syahla, aku berubah pikiran!" "Maksud kamu?"Nisa ke sisi Syahla kemudian menarik lengan wanita itu untuk segera bangun dari kasur."La, sadar, bukan seperti ini cara untuk mendapatkan Yudha! Kamu hanya akan mempermalukan dirimu sendiri!" ujar Nisa memperingatkan."Aku tak peduli, Nis! Bagiku mendapatkan Mas Yudha adalah hal yang lebih penting. Aku bahkan rela jika harus tidur dengannya!" seloroh Syahla."Tapi aku tak bisa membantumu dalam hal ini. Aku seperti ini karena peduli padamu, La. Aku tak ingin kamu mempermalukan dirimu sendiri." Nisa berusaha menyadarkan Syahla dari ide konyolnya."Oke, tak masalah. Aku sudah punya rencana lain kalau kau tak mau membantuku. Tapi, untuk kali ini kau jangan ikut campur Nisa. Berhenti menasehatiku, kau cukup melihat saja dan jangan berit
"Gemilang? Itu ... Bukan apa-apa," jawab Syahla gugup. Ia khawatir Gemilang melihat aksinya memberikan beberapa tetes cairan ke dalam kopi milik Yudha."Tapi, aku pernah lihat itu di rumah Oma." Gemilang menunjuk sesuatu di tangan kiri Syahla.Syahla pun mengikuti pandangan Gemilang, ternyata yang dimaksud anak kecil itu adalah gelang yang dipake Syahla."Gelang ini?" tanya Syahla memastikan dengan menunjukkan gelang itu pada Gemilang.Gemilang mengangguk. "Gelangnya sama kaya punya Oma. Apa itu gelang punya Oma, Tan?"Syahla sedikit lega mendengar ucapan Gemilang. Ternyata benar, Gemilang menanyakan gelangnya."Ini gelang punya Tante. Oma membelikannya untuk Tante. Gelang Oma sama Tante samaan," jelas Syahla."Emang kenapa, kok Gemilang tanya gelang ini?" tanya Syahla kemudian karena penasaran."Dulu waktu di rumah Oma, aku ambil gelang Oma buat mainan. Habis itu, gelang Oma rusak. Oma marah sama aku, katanya itu gelang berharga punya Oma. Aku nggak boleh pegang gelang itu lagi." Gem
Yudha mendatangi apartemen Amira. Kali ini, ia datang bersama Syahla karena saat hendak pulang dari kantor, Syahla memaksa ikut bersama Yudha.Awalnya, Yudha enggan mengajak Syahla. Ia takut Amira akan salah paham padanya nanti."Aku hanya ingin meminta maaf pada Amira, Mas. Izinkan aku ikut denganmu. Bukankah, kau sudah tak marah denganku lagi? Aku janji tak akan mengganggu hubungan kalian," rengek Syahla saat Yudha hendak masuk ke dalam mobilnya.Yudha pun merasa tak enak. Ia akhirnya mengizinkan Syahla ikut dengannya datang ke apartemen Amira."Baiklah, ayo masuk!" perintah Yudha.Syahla pun tersenyum, gegas ia masuk ke dalam mobil Yudha dan duduk di samping lelaki itu.Sesampainya di apartemen, Yudha segera memarkirkan mobilnya. Berjalan beriringan dengan Syahla, menuju apartemen Amira. Yudha masih bersikap agak dingin pada Syahla, meskipun wanita itu mencoba mencairkan suasana dengan mengajak Yudha mengobrol.Sementara itu, di dalam apartemen, sudah ada Radit yang juga baru saja
****Yudha tengah dilanda rasa bahagia karena hubungannya dengan Amira sudah jelas. Ia dan Amira sudah berencana untuk melakukan lamaran secara resmi dua minggu lagi dan selanjutnya menikah satu bulan setelahnya.Yudha teramat bahagia, ia selalu semangat dalam bekerja. Hari-harinya terasa indah dan rasanya sudah tak sabar untuk menuju hari itu. Namun, hal itu juga membuatnya sedikit posesif pada Amira karena takut kehilangan wanita itu.Seperti pagi ini, saat Amira menceritakan jika ia tak ke kantor karena akan mengurusi bayi Rania yang dititipkan oleh Radit padanya, seketika membuat hati Yudha merasa cemburu. Ia tak suka jika Amira masih berhubungan dengan Radit, karena takut cinta diantara mereka berdua bersemi kembali. Namun, Yudha menyembunyikan rasa cemburunya, ia mencoba bersikap tenang. Yudha tak mau gegabah karena takut Amira menjauh darinya."Maaf, Kak. Aku hari ini nggak ke kantor. Bang Radit menitipkan bayi Rania padaku. Aku tak tega jika tak membantunya," ucap Amira di tel
"Mengalami apa, Sus? Apa yang terjadi?" tanya Radit semakin merasa cemas."Sebelumnya, saya mohon maaf jika harus menyampaikan ini. Bayi pasien tidak sempurna, dia cac*t, anggota tubuhnya tak lengkap. Kedua tangannya tak ada. Tapi, bayinya sangat cantik, sama seperti ibunya," jawab suster itu menjelaskan."Ya Allah .... " Radit merasa lemas mendengar penjelasan dari suster."Boleh saya lihat keponakan saya, Sus? Saya ingin mengadzaninya," pinta Radit."Mari silahkan." Suster itu mempersilahkan Radit masuk ke dalam kamar bersalin.Terlihat Rania yang masih ditangani oleh bidan dan beberapa suster yang membantu. Radit melirik sekilas, ia tak tega melihat Rania.Suster kemudian menggendong bayi yang sudah dibersihkan itu, dan diberikannya pada Radit.Benar kata suster, bayi itu cantik, mirip dengan Rania. Hanya saja, anggota tubuhnya tak lengkap. Radit menerima bayi itu, dipeluknya bayi Rania dan dikecup keningnya. Radit teringat kembali momen di mana ia pernah mengadzani Gemilang saat