"Git!" panggil Putri. Gadis itu menoleh. Putri melihat dirinya dari atas ke bawah. "Kok aku merasa kamu gendutan ya?"
Gita hanya bisa mengalihkan muka. Hari itu pengumuman kelulusan mereka. Gita juga sudah diterima di kampus yang dia inginkan. Sementara Bima tidak pernah lagi menemuinya sejak hari itu. Tentu saja itu membuatnya sedih.
"Kamu makan banyak atau gimana?" tanya Putri. "Ga banyak sih. Cuman badan kamu kan bagus ya. Aga kaget aja gitu ngeliatnya sedikit berisi."
"Iya karena di rumah terus setelah ujian kan, aku kerjanya makan. Ga nyadar badanku sedikit membesar," ucapnya.
Putri tetap memperhatikan tubuh temannya tersebut. Dia memang merasa ada yang aneh, namun tetap memilih untuk tidak melanjutkan topik. "Mungkin aja kamu bahagia, apalagi waktu itu sempat cerita udah jadian beneran kan sama kakak mahasiswa yang itu tuh!"
Telinga Gita memanas. Percaya atau tidak dia kesal kepada Bima. Lelaki itu benar-benar sulit untuk dihubungi. Padahal s
"Ini minum dulu!" Arya memberikan sebotol minuman kepada Gita. Mereka berdua tengah berada di taman kota. Arya meminta Gita untuk mengobrol di tempat yang lebih terbuka saja. Kali ini Gita menurut, dirinya pun tidak segalak sebelumnya kepada teman satu sekolahnya tersebut."Terimakasih." Ucap Gita. Beberapa detik kemudian botol tersebut diminum sedikit demi sedikit. Mata Gita masih sembab sehabis menangis. Dia telah menceritakan semuanya kepada Arya. "Menurutmu aku harus gimana?""Sebetulnya cepat atau lambat kamu harus memberitahukan orangtuamu," bujuk Arya. Wajah Gita terlihat keberatan, Arya tahu itu. Kemudian dia melanjutkan, "Karena bayi di dalam kandunganmu butuh biaya, butuh perlindungan dari orang yang sudah dewasa.""Bagaimana kalau aku menyetujui perintah ka Bima?" tanya Gita. Dia melirik Arya, wajah Arya menegang. Dari sorot matanya ada sedikit rasa marah. Namun dia tetap berusaha untuk tenang.Arya kemudian menoleh kepada Gita. Membuat gadis i
Amara keluar dari ruangan ibu Melinda. Dia terlihat kebingungan. Dipeluknya erat draft skripsi yang telah direvisi tersebut. ‘Sedikit lagi aku lulus,’ batinnya. Namun di balik itu semua dia terlihat kebingungan. Awalnya dia dan Delia berencana untuk ikut andil dalam aksi demonstrasi. Dia pun sudah beberapa kali ikut kajian dari BEM Fakultasnya sendiri. Namun ternyata ada ancaman, siapapun yang mengikuti demonstrasi tersebut akan dikenakan sanksi drop out.“Hufh!” Dia menghembuskan nafas panjang.“Lelah?” sebuah suara terdengar dari sebelahnya. Amara menengok, dia tidak menyangka dengan siapa yang dilihatnya. Satria sedang berdiri tepat di sebelahnya. Melayangkan senyum yang menawan. Dia mengenakan jaket almamater jurusannya dan memakai topi yang menutupi Sebagian wajahnya. Sambil tersenyum dia bertanya kepada Amara, “Mau ga kamu ikut aku sebentar? Aku pengen ajak kamu jalan-jalan.”Gadis itu mengangguk. Sejujurnya
Amara tertawa. Namun dia tampak berbahagia. Satria memang yang terbaik. Meskipun mereka sudah tidak memiliki hubungan apapun, tetapi ini cukup membuatnya senang. Mungkin benar kata Della, tidak selamanya pacar membawa senang, teman pun bisa."Kita akan kayuh sampai ujung sebrang sana ya!" ucap Satria.Gadis itu melihat arah yang ditunjuk. Lumayan jauh juga ternyata, dia cukup skeptis untuk sampai ke ujung. Tapi tidak ada salahnya dicoba. "Yuk!" Amara terlihat sangat antusias.Mereka berdua mengayuh. Baru sampai setengah jalan mereka sudah kelelahan. Namun keduanya malah tertawa bersama-sama."Ternyata kita sudah tua ya!" ucap Satria.Amara merengut, kata tua jelas terdengar menyebalkan bagi seorang wanita. "Aku baru masuk usia duapuluh dua tahun hey!""Wah duapuluh dua, sayangnya kamu harus menunggu dua tahun lagi minimal!" ucap Satria."Untuk?" Amara terlihat bingung. Apa yang harus dia tunggu, sebentar lagi dia lulus. Dia tidak perl
Mereka berdua terdiam lama setelah berciuman. Keduanya sama-sama malu satu sama lain. Untuk memecahkan keheningan, Satria akhirnya menyapa lebih dahulu, “Aku minta maaf. Apak amu marah?”Amara menggeleng. Dia tidak marah, hanya saja rasanya berbeda. Sebelumnya dia pernah melakukan ciuman tersebut dengan mantannya. Tetapi saat ini dia merasakan hal yang berbeda. Satria tidak menciumnya dengan kasar. Justru lembut seperti kucing yang malu-malu untuk meminta sesuatu.“Sini kita duduk!” ajak Satria. Mereka berpegangan tangan satu sama lain. Menuju tengah-tengah taman bunga. Kemudian duduk berdua di sana.Satria memetik sebuah bunga berwarna merah cerah. Kemudian dia meletakan bunga tersebut di atas daun telinga Amara. Gadis itu sedikit terkejut, mukanya kini Kembali berwarna merah sama dengan kelopak bunga yang ada di telinganya.“Kamu cantik Ra!” ucap Satria.Amara hanya bisa membuang muka. Dia malu, berkali-kali Sa
Pupil Amara bergetar mendengar suara Satria. Hatinya sakit, meskipun tidak terjadi dengan dirinya namun anehnya dia tidak terima. Baginya Satria pantas lulus. Negara ini dia anggap sudah gila. Mahasiswa yang akan melaksanakan demonstrasi akan diancam drop out? Apakah segitu takutnya pemerintah kepada kami para mahasiswa? Namun yang paling dia tidak terima adalah keputusan Satria.“Aku ga setuju!” ucapnya lantang. “Kamu harus lulus! Lebih baik ga demonstrasi dibandingkan kamu harus drop out!”“Ra-!” Satria mencoba menjelaskan. Dipegangnya kedua Pundak wanita di depannya. “Aku harus ikut aksi Ra! Aku salah satu pemimpinnya. Kalau ga ada aku mereka akan semakin banyak yang mundur!”“Aku gapeduli! Emang kamu yakin mau drop out begitu saja? Masa depanmu gimana?” Mata Amara berkaca-kaca. Dia menahan tangisnya. Dia benar-benar tidak terima. Masa orang yang dia cintai mau mengorbankan masa depannya begitu saja.
“Dari mana? Sampe sahabat dari seorang Satria yang paling baik ini harus nungguin pintu biar temennya bisa pulang?” celoteh Faisal. Beberapa saat yang lalu Satria menelponnya, meminta agar jangan tidur dulu karena Satria lupa membawa kunci kontrakan. Padahal hari ini Faisal berniat tidur lebih cepat, karena esok dia harus membayar pajak motor miliknya.“Anter Diana pulang. Nemenin di kosannya juga sebentar,” jawab Satria. “Makasih ya, jadinya ga tidur di luar.”Faisal terdiam. Dia kemudian memegang bahu Satria sebelum membiarkannya lewat. “Coba ulangi lagi!”“Makasih,” ulang Satria. Dia heran mengapa sahabatnya tersebut meminta dia mengulang ucapan terimakasih. Benar-benar haus pujian.“Bukan-bukan!” bantahnya. “Yang sebelumnya lagi?”“Anter Diana pulang. Nemenin di kosannya juga sebentar,” ucapnya.Faisal memegang kedua bahu milik Satria. Membuat
Gita terlihat gelisah. Arya masih menemaninya. Akhirnya Arya pergi sebentar dan memberikannya minuman dingin. "Minum dulu!""Makasih!" ucapnya. Dia menerima minuman dingin tersebut dan meneguknya sedikit demi-sedikit. Pikirannya sedikit lebih jernih. Setelah itu dia menatap Arya. "Kamu bakal tetap nemenin aku kan sampai dia datang?""Iya, aku bakal temenin kamu Git!" jawabnya.Gadis itu bernafas lega. Setidaknya jika ada seseorang yang menemaninya, dia tidak akan merasa khawatir berlebihan. "Aku khawatir dengan sikapnya nanti. Apakah mungkin dia akan melakukan sesuatu hal?""Kalau dia bertanggung jawab, dia akan melakukan yang terbaik untuk kalian," ucapnya. Arya sendiri sebetulnya kecewa dan marah terhadap Bima. Terlebih dia memiliki adik perempuan. Dia tidak bisa menjabarkan bagaimana perasaannya jika adiknya mendapat hal serupa. "Tenang saja. Hal baik akan datang.""Aku harap begitu," ucap Gita. Dia menarik nafas panjang. "Kamu tahu tidak mulai
“Hari ini aku tidak bisa Diana!” tolaknya. Itu bukanlah alasan saja, hari ini Satria memang harus mempersiapkan aksi yang diadakan satu minggu lagi. Dia harus melihat daftar mahasiswa yang akan ikut dan tidak. Dia juga harus memberikan pengarahan kepada mereka agar mereka semua tidak hanya datang dengan kepala kosong, tetapi sudah memiliki ilmunya.“Aku akan menemani kakak,” ucapnya.“Kamu yakin Di? Banyak yang mundur loh setelah dapat surat pemberitahuan dari kampus. Terutama masalah ancaman drop out!” ucapnya. Sebetulnya Satria merasa berterimakasih kepada semua mahasiswa yang akan mengikuti aksi. Itu berarti hati nurani mereka tidak mati. Hanya saja jika itu membuat mereka drop out diapun punya rasa bersalah.“Gapapa kok ka!” ucapnya. Diana yakin ini adalah kesempatan emas untuk Kembali kepada mantannya tersebut. Maka dari itu dia tidak mungkin menyianyiakan hal tersebut.Satria menimbang sebentar. &ldquo