Pikiran Charlotte saat ini terfokus pada insiden kecelakaan pesawat yang dialami Pangeran Gabriel. Tiba-tiba ia teringat dengan urusan penting yang ingin disampaikan Tuan Alexander tiba-tiba sebelum hari pernikahannya. Yang membuatnya bingung adalah kenapa Tuan Alexander memberitahukan sesuatu penting kebetulan tepat di hari sebelum pernikahannya. Lalu, pikirannya beralih pada rekaman pesawat yang sedikit aneh baginya.
Biasanya selama ini, ketika ia melakukan perjalanan dengan Pangeran Gabriel, dalam kondisi cuaca buruk pesawatnya tetap berfungsi dengan baik. Namun entah kenapa kejadian pesawat ini terjadi saat sehari sebelum pernikahan dan saat Tuan Alexander ingin menyampaikan sesuatu penting pada Pangeran Gabriel. Tidak berani mengambil kesimpulan terlebih dahulu, yang pasti baginya ada sesuatu yang sangat mengusik pikirannya sekarang, sehingga membuat dirinya kesulitan tidur, bukan karena memikirkan masalah duka.
Detik demi detik terus berjalan, kini waktu tengah malam, Charlotte masih tidak bisa tertidur lelap. Matanya sangat berat untuk terpejam, tubuhnya berbolak-balik bagaikan seperti kue panggang dalam oven sambil memainkan selimut tebal. Setelah berpikir panjang, ia memutuskan beranjak dari ranjang, meneguk segelas air putih yang dapat menyegarkan pikirannya supaya lebih jernih lagi. Ketika ia meneguk segelas air, tangannya tiba-tiba memainkan gelasnya terus berputar, sama seperti halnya pikirannya sekarang sedang berputar.
Karena otaknya kini sudah mulai terasa panas, ia memutuskan untuk memberikan pesan singkat pada Violet untuk bertemu dengannya besok. Satu-satunya orang yang bisa diajak berdiskusi masalah ini hanyalah sahabatnya sendiri. Tidak mungkin ia menceritakan kepada ibunya, takut akan sang ibu berpikir bahwa putrinya sudah stress berat.
Keesokan harinya, Violet mendatangi kediaman Charlotte sambil membawakan buah tangan untuknya. Sebelum memulai perbincangan serius, asisten rumah tangga menyeduh dua cangkir teh hangat diletakkan di meja ruang tamu. Ketika situasi ruang tamu kini tersisa mereka berdua, Charlotte mulai memasang wajah seriusnya.
“Ini cookies untukmu supaya pikiranmu tenang. Biasanya setiap kali ada masalah, kau selalu makan sesuatu yang manis,” ucap Violet menggeser paper bag pada Charlotte.
“Terima kasih, Violet,” balas Charlotte sambil membuka paper bag.
“Ngomong-ngomong, apakah kau baik-baik saja?”
“Maksudmu apa?”
“Tumben sekali kau mengajakku untuk bertemu di sini. Apakah mungkin selera makanmu menurun lagi? Apakah semalam kau tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan calon suamimu terus?” tanya Violet mulai cemas sambil menyentuh pipi Charlotte.
“Bukan karena itu.”
“Lalu apa?”
Charlotte memandangi sekelilingnya, menautkan kedua alisnya sambil menggeser tubuhnya mendekati Violet, hingga membuat Violet sedikit gugup.
“Sebenarnya ada apa sih?” tanya Violet semakin penasaran.
“Sekarang aku ingin bertanya padamu, menurutmu apakah insiden kecelakaan pesawat itu merupakan suatu kebetulan buruk?” Charlotte mulai melontarkan pertanyaan serius.
“Astaga, kau masih saja berpikir yang aneh!” seru Violet menepuk jidatnya.
“Kali ini aku serius padamu. Aku sudah lelah memikirkan hal aneh. Lagipula kau juga pasti sangat bosan mendengar curahan hatiku terus.”
“Kalau begitu, kenapa kau masih mengungkit masalah kecelakaan pesawat itu lagi?” Violet menyipitkan matanya curiga sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
“Setelah aku merenungkan ini semalam, sepertinya kecelakaan pesawat itu sengaja diperbuat seseorang.”
Mendengar lontaran Charlotte barusan, membuat Violet membelalakan matanya dan membungkam mulut Charlotte rapat sambil mengamati sekeliling dengan ketakutan. Tangan Charlotte langsung menyingkirkan halangan telapak tangan Violet kasar.
“Aish, kenapa kau malahan menutup mulutku! Padahal aku belum selesai bicara!” gerutu Charlotte menghembuskan napasnya kasar.
“Habisnya barusan kau mulai mengatakan sesuatu yang aneh lagi. Apalagi perkataanmu itu barusan sangat berbahaya. Kalau sampai didengar anggota kerajaan, bagaimana nasibmu nantinya? Untung saja ini di rumahmu sendiri,” seloroh Violet mengomelinya seperti ibu cerewet.
“Tapi barusan aku berbicara sesuai dengan kenyataan. Coba kau pikirkan baik-baik deh! Kenapa Tuan Alexander meminta Gabriel untuk bertemu dengannya sebelum pernikahanku?”
“Hmm bisa juga itu urusan darurat yang harus diselesaikan Gabriel dulu.” Violet berpikir singkat, memiringkan kepala.
“Baiklah, anggaplah bahwa persepsimu barusan benar. Lalu dugaan kedua, biasanya saat aku bepergian dengan Gabriel walaupun cuaca buruk, mesin pesawatnya tidak mengalami kerusakan. Selain itu, sepanjang sejarah, pesawat kerajaan tidak pernah bermasalah karena sudah melakukan pemeriksaan dan perawatan secara rutin sebelum lepas landas.” Charlotte menambah penjelasannya lebih rinci pada Violet, hingga membuatnya kebingungan sekarang.
“Tunggu sebentar! Jadi maksudmu itu ada seseorang yang sengaja menyabotase mesin pesawatnya sebelum lepas landas, apakah aku benar?” Mulut Violet terbuka lebar.
“Bisa dikatakan begitu.”
“Tapi bisa juga memang mesinnya sudah tua, jadinya tiba-tiba mengalami kerusakan saat dalam penerbangan.”
“Sebelum pesawat lepas landas, dikatakan bahwa mesinnya masih terlihat bagus dan tidak memiliki kerusakan sama sekali. Kalau mesinnya sudah tua, sudah pasti Gabriel menaikki pesawat lainnya.”
“Benar juga sih pemikiranmu. Lalu kecelakaan pesawat itu sengaja diperbuat karena…”
Belum selesai melanjutkan perkataannya, Violet semakin melebarkan mulutnya hingga matanya terbelalak.
“Sesuatu penting yang ingin disampaikan Tuan Alexander, ada kaitannya dengan kecelakaan pesawatnya. Pelakunya mengetahui informasinya lebih cepat dari kita,” lontar Charlotte langsung pada intinya sambil bertopang dagu.
“Tapi siapa pelakunya? Sebenarnya apa alasannya sampai menyebabkan kecelakaan yang mengejamkan? Lalu, apakah pelakunya adalah orang dalam?” Violet kebingungan sampai melontarkan beberapa pertanyaan.
“Mengenai itu, aku harus menyelidikinya lebih dalam lagi. Untuk sementara ini, tidak boleh ada yang mengetahui diskusi kita, bahkan kerabat kita atau Raja dan Ratu tidak boleh tahu sampai ada bukti yang akurat. Ini hanya persepsi sementara kita berdua saja.”
Sementara di sisi lain, pria tua itu memandangi kaca jendela memandangi keindahan langit cerah di luar, sambil membayangkan insiden kecelakaan pesawat. Seorang pemuda yang merupakan asisten pribadinya menghampirinya.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya pemuda itu.
“Dengan hilangnya Pangeran dan juga sekretarisnya, kini keadaan sudah kembali tenang.”
“Tapi bagaimana dengan tunangannya?”
“Dilihat dari karakternya, tunangannya masih belum mengetahui masalah ini lebih mendalam.”
“Kalau sampai dia mengetahuinya, apakah saya boleh menyingkirkannya?”
“Kau ingin menyingkirkannya atau menculiknya dan menyiksanya kejam, saya serahkan semuanya pada Anda. Yang pasti tidak boleh ada yang tahu mengenai rencana kita sekarang.”
“Baiklah, Tuan.”
“Hmm tapi jika dipikirkan baik-baik, Nona Charlotte merupakan seorang wanita yang memiliki ambisi yang kuat. Cepat lambat dia pasti akan mengetahui kebenaran.”
“Lalu, saya harus melakukan apa padanya? Apakah saya harus menyeretnya ke sini dan menyiksanya sampai dia menangis meminta pengampunan?”
“Kita harus membuatnya menutup mulut sebelum dia melakukan penyelidikan lebih dalam lagi.” Pria tua itu menduduki kursi empuknya menyandarkan punggungnya santai sambil memejamkan matanya.
Kembali lagi pada Charlotte dan Violet sedang mendiskusikan sesuatu yang penting di ruang tamu. Di tengah diskusi, Charlotte membuka toples cookies mencicipinya dengan nikmat.
“Bagaimana rasanya?”
“Mmm tentu saja aku selalu menyukai cookies ini. Kau selalu membelinya di toko cookies terkenal, sudah pasti aku sangat menikmatinya, bahkan satu toples saja tidak cukup bagiku,” tutur Charlotte sibuk makan cookies melahap seperti singa rakus.
“Baiklah, kalau begitu besok aku bawa cookies yang banyak untukmu.”
“Jangan bawa banyak!” tegur Charlotte.
“Kenapa memangnya? Bukankah kau menyukai cookies?”
“Aish, memang kau sesekali harus diberi pelajaran!” ketus Charlotte memukuli lengan Violet sedikit bertenaga.
“Aduh sakit!” keluh Violet mengelus lengan habis dipukul Charlotte.
“Kau memang tega membuat berat badanku naik dan membuat tubuhku menjadi jelek. Selain itu, apakah kau ingin aku terserang penyakit diabetes?” lanjut Charlotte mengomel sahabatnya.
“Hehe maaf, aku tidak bermaksud membuatmu menjadi gemuk.”
“Tapi kalau Gabriel yang memberikan cookies banyak untukku, aku pasti langsung menerimanya dan tidak akan protes seperti tadi.”
Mendengar lontaran barusan, Violet mendengkus kesal menyipitkan matanya setajam silet menatap sahabatnya cemburu.
“Dasar pilih kasih! Memang kau lebih mengutamakan Gabriel dibandingkan sahabatmu sendiri!” protes Violet.
“Sudahlah, tadi aku hanya bercanda. Tentu saja aku memperlakukan kalian berdua seimbang. Lagipula Gabriel…”
Charlotte tidak sanggup melanjutkan perkataannya karena baginya sangat berat memikirkan momen indahnya bersama calon suaminya. Jika diingat lama kelamaan, ia akan menangis lagi.
“Charlotte, sekarang kau jangan bersedih lagi. Bukankah sebelumnya kau memgatakan bahwa ada seseorang yang mencoba membunuhnya?” Violet berusaha menenangkan Charlotte dengan menepuk pundaknya berirama.
“Iya memang sih sebelumnya aku sempat berpikiran begitu. Tapi aku masih meragukannya, bagaimana kalau pemikiranku sebelumnya adalah sesuatu yang konyol?”
“Tapi menurutku, memang ini sedikit masuk akal sih. Semuanya terlihat janggal walaupun kecelakaan ini terlihat sempurna, seolah-olah memang ini merupakan kecelakaan murni, ditambah adanya cuaca buruk.”
“Aku harus mengunjungi Tuan Alexander sekarang juga.”
“Apa? Tapi bukankah jaraknya lumayan jauh?”
“Aku harus mengetahui kebenaran sesungguhnya darinya. Tuan Alexander bisa jadi merupakan kunci dari semua permasalahan ini.”
“Tapi ini terlalu cepat untuk bertemu dengannya, Charlotte.”
Ding…dong…
Tiba-tiba terdengar bunyi bel rumah yang nyaring.
Ding…dong… Terdengar suara bel rumah yang nyaring. Dengan sigap Charlotte beranjak dari sofa, lalu membuka pintu rumahnya. Namun, orang yang menekan tombol belnya adalah petugas dari Badan Intelijen Nasional. Dirinya kebingungan dengan situasi saat ini, sehingga salivanya sulit ditelan dan memiliki firasat buruk mengenai hal ini. “Nona Charlotte,” panggil ketua tim yang terdengar agak kurang ramah. “Iya, ada apa berkunjung kediaman saya tiba-tiba?” sahut Charlotte memasang wajah polosnya. “Kami menerima laporan bahwa Anda terlibat dalam kasus kecelakaan pesawat Pangeran Gabriel, harap ikut dengan kami!” Kini Charlotte berdiri mematung seperti terkena sambaran petir. Mendengar tuduhannya barusan, membuat dirinya sedikit ketakutan apalagi mengingat ia baru saja mendiskusikan hal ini dengan Violet. Matanya terbelalak dan kepalanya terangkat percaya diri, lalu membantah tuduhannya sopan. “Barusan Anda mengatakan apa? Saya terlibat dalam ke
Mengingat masa itu, membuat Charlotte sangat menyesali atas perbuatannya. Terutama perkataannya yang setajam silet sangat menghantuinya hingga saat ini. Padahal calon suaminya sudah membuktikan rasa cinta yang begitu besar padanya, namun karena keegoisannya, hubungan asmara mereka menjadi hancur berkeping-keping. Kini bola matanya sangat merah dan hidungnya tersumbat akibat menangis terisak. Menatap kondisi emosi Charlotte yang tidak stabil sekarang, secara spontan ketua tim penyidik mengambilkan sebuah kotak tisu untuknya. “Bersihkan air mata Anda terlebih dahulu,” usul ketua tim pelan, menunjukkan sedikit rasa empatinya. Charlotte tidak menghiraukannya sama sekali, dengan sigap ia mengambil beberapa lembaran tisu, mulai menyeka bercak air mata pada setiap sisi wajahnya, hingga bedaknya agak luntur. Untung saja ketua tim penyidik merasa sedikit kasihan padanya, maka ia menunggu Charlotte dengan sabar supaya bisa melanjutkan interogasinya lagi. Beberapa saat
Terkadang banyak orang mengatakan bahwa keajaiban pasti akan mendatang, entah kapan datangnya. Terutama ketika kita sedang mengalami masalah berat dan keajaiban itu timbul secara tiba-tiba, kita pasti berpikir bahwa doa kita cepat terkabul begitu saja. Seperti halnya dengan Charlotte, situasinya saat ini sedang mengalami musibah, dikurung dalam sel sementara yang hampa, namun tiba-tiba terdengar suara teriakan petugas Badan Intelijen Nasional berkata bahwa adanya penyusup memasuki area ini. Entah itu penyusup sungguhan atau tidak, Charlotte tidak memedulikannya sama sekali. Malahan saat ini ia sangat bingung dengan keadaannya, apalagi sekarang tidak ada siapapun yang berjaga di depan selnya, sehingga ia memiliki pemikiran untuk melepaskan dirinya dari sini. Sorot matanya terfokus pada sebuah kunci yang bergantungan pada sebuah tembok, membuat dirinya ingin meraih kunci tersebut. Namun tiba-tiba terdapat seseorang memasuki area ini, yang wajahnya tidak terlihat jelas
Orang misterius membawa sang putri bangsawan menuju suatu tempat yang lumayan terlihat megah dari depan, tidak kalah jauh dengan kediamannya. Ketika ia menuntunnya memasuki kediamannya dan menyalakan lampu, sang putri bangsawan membulatkan matanya dengan sempurna memandangi sekeliling rumah ini terlihat mewah di dalam. Namun, saat ini ia masih bingung dengan sosok pahlawan yang baru saja menolongnya dari bahaya. Pandangannya beralih pada orang itu yang masih menggunakan masker dan topi. Dengan penuh rasa penasaran, Charlotte menyipitkan matanya curiga, melangkahkan kakinya pelan mendekatinya, sehingga orang itu terlihat gugup sekarang. “Apa...yang sedang Anda lakukan?” “Sebenarnya sejak tadi, saya penasaran dengan identitas Anda sebenarnya. Kalau dibilang penyusup, sepertinya sangat mustahil karena Anda menolong saya sampai bertaruh nyawa. Lalu, kediaman Anda yang terlihat mewah, seolah-olah seperti Anda merupakan orang berdarah bangsawan,” lontar Charlotte s
Ding…dong… Tiba-tiba seseorang sedang menekan tombol bel rumah Alfred di tengah perbincangan santai mereka. Charlotte menelan salivanya berat, beranjak dari sofa sambil berjongkok perlahan dengan ketakutan. Sementara Alfred memandangi tingkah Charlotte yang menurutnya sangat aneh, spontan tertawa meledeknya. “Kenapa kau menertawaiku?” tanya Charlotte, dahinya mengernyit. “Memang sikapmu yang penakut tidak pernah berubah sejak dulu.” “Aku bersikap seperti ini karena masih trauma dengan kejadian sebelumnya.” Charlotte semakin merinding apalagi takut dirinya sungguh ditangkap dan disiksa lebih kejam lagi di ruang hampa yang sedikit pengap. “Dasar penakut!” “Sebaiknya kau cepat bersembunyi sekarang!” usul Charlotte panik. “Untuk apa aku bersembunyi? Memangnya kita ada salah apa seperti tikus bersembunyi saja.” “Sudah jelas yang menekan bel adalah petugas Badan Intelijen Nasional, kan? Aku tidak menyangka kediamanmu in
Sementara di sisi lainnya, seorang asisten dari pria tua misterius mengunjungi kantor Badan Intelijen Nasional lalu memasuki area sel sementara. Ketika mengetahui Charlotte tidak menampakkan dirinya, asisten tersebut melonggarkan ikatan dasinya sambil mengibaskan kerah kemejanya akibat kegerahan. “Bagaimana tahanan bisa melarikan diri?” tanya asisten geram. “Saya juga tidak tahu pasti. Ada penyusup yang menerobos tiba-tiba membantu Nona Charlotte melarikan diri dari sini,” jawab ketua tim penyidik. “Aargghh!! Sistem keamanan di sini sangat payah! Bukankah kalian seharusnya menjaganya dengan ketat! Dia adalah tersangka yang terlibat dalam kecelakaan Pangeran!” “Maafkan saya.” “Perlihatkan kepada saya rekaman CCTV saat kejadian!” “Sangat disayangkan kamera CCTV telah dirusak dulu dan sistem komputer sempat diretas tadi.” “Tidak berguna! Kalian sudah tidak dibutuhkan lagi! Kalian bisa kembali bekerja seperti biasa!” Sinar
Seorang pemuda sedang menikmati secangkir teh hangat di halaman belakang rumah khusus kerajaan sambil menikmati pemandangan berada di hutan. Maksud dari di hutan, bukan berarti hutan yang tidak terawat, terlihat seperti di film horror. Namun hutan ini adalah hutan rahasia yang biasanya dijadikan sebagai tempat persembunyian rahasia keluarga kerajaan. Oleh karena itu, pemuda terlihat tampan tersebut merupakan sosok Pangeran yang merupakan korban dari insiden kecelakaan, berhasil selamat dari maut. Sedangkan pemuda lainnya yang diketahui sekretaris Lucas juga selamat bersama Pangeran Gabriel, kini sedang menghampiri Pangeran sambil membawa cangkir tehnya lalu saling duduk berhadapan dengan empat mata. “Bagaimana, Lucas? Bukankah cuaca hari ini terlihat menyejukkan?” “Entah kenapa rasanya kita berdua sedang berada di dunia mimpi. Aku masih tidak menyangka kita selamat dari kecelakaan pesawat.” “Bisa dikatakan ini sebuah keberuntungan,” tutur Gabriel sant
Kini matahari mulai menenggelamkan dirinya, hari sudah mulai gelap, sesuai dengan rencana awal, ketiga serangkai berangkat menuju rumah khusus kerajaan yang terletak di tengah hutan. Alfred menekan tombol starter mobil sambil memanaskan mesin mobilnya, sedangkan Charlotte dan Violet memasukkan barang kebutuhan mereka ke dalam bagasi mobil. “Apakah kebutuhan makananmu sudah cukup?” tanya Charlotte. “Tenang saja, aku membawa banyak makanan, termasuk aku membawa cookies kesukaanmu.” Violet memberikan paper bag untuk Charlotte. “Sepertinya lama-kelamaan aku akan terserang diabetes karena kau selalu memberiku cookies setiap saat.” “Ya sudah, kalau kau tidak mau cookiesnya, biar aku saja yang makan!” Violet merebut kembali paper bag dari genggaman tangan Charlotte, namun Charlotte merebutnya lagi dengan memelototinya tajam. “Siapa bilang aku tidak ingin makan cookiesnya.” “Bukankah tadi ka
Kejutan yang dimaksud sang Pangeran sebelumnya adalah sebuah video romantis mengenai perjalanan hubungan cintanya sejak berteman hingga memiliki seorang anak. Masih di puncak menara luas, Pangeran dan istrinya menyaksikan video editannya sambil menimang putranya yang terlihat mulai mengantuk. Sambil menikmati wine juga sebagai pelengkap merayakannya. Berdurasi selama beberapa menit, tidak hanya tampilan foto kemesraan mereka saja dan video-video berkaitan aktivitas romantis, tapi diselipkan juga ungkapan isi hati Pangeran setiap kali video itu bergilir dan disertai backsound kumpulan lagu romantis favorit mereka. Yang lebih mengharukan lagi, video kejutan itu ditutupi dengan video acara pernikahan mereka yang berlangsung dari pemberkatan di gereja hingga pesta dansa, dengan backsound lagu ciptaannya sendiri untuk istri tercinta berjudul “Love Charlotte”. Manik mata Charlotte semakin berkaca-kaca, tidak bisa menahan rasa bahagianya l
Seketika pertandingan berakhir, mengamati sang pemenang yang berhak membawa pulang medali emas, dengan cepat Charlotte membangkitkan tubuhnya bertepuk tangan meriah menyorakki suaminya yang menjadi pemenang dalam perlombaan ini. Sedangkan sang Ratu juga turut bahagia mengetahui putranya memenangkan perlombaan, langsung mendekap tubuh menantunya hangat. “Ibu…Gabriel berhasil!” sorak Charlotte girang. “Sudah ibu duga sejak awal, suamimu pasti berjuang demi dirimu, Charlotte. Ibu sangat bangga pada kalian berdua.” Sedangkan yang berhasil meraih medali perak dan perunggu adalah Alfred dan Harvey. Meski Alfred tidak berhasil meraih posisi pertama, tetap saja Violet sudah sangat bersyukur bahkan masih sempat memberi selamat kepada Charlotte. Begitu juga Agnes yang awalnya percaya diri suaminya akan menang, ia tetap menerima pencapaian yang berhasil diraih suaminya dengan lapang dada. Ketiga sahabat Charlotte menghampiri Charlotte untuk memberi selamat sambil saling
Seiring waktunya berjalan, keluarga kecil sang Pangeran terus terlihat harmonis, bahkan saat dilanda kesibukan mengurus urusan kerajaan, tetap saja hubungan antara orang tua dan anak semakin dekat. Setiap kali Pangeran dan istrinya bepergian mengadakan pertemuan, pangeran kecil dirawat ibunya Charlotte, karena tidak ingin mengandalkan pengasuh. Apalagi takut terjadi sesuatu pada anak mereka jika dirawat orang lain. Seperti biasa sang Pangeran mengajak istrinya pergi berkuda di tempat pacuan kuda khusus keluarga kerajaan. Tapi, kali ini mereka melakukannya saat hari biasa, karena besok Pangeran harus berpartisipasi dalam turnamen berkuda. Sebelum mengajak kuda putihnya yang suka cemburu, Gabriel memberinya makan wortel berkualitas tinggi supaya tidak mengambek di tengah jalan. “Ngomong-ngomong Sayang, apakah White bisa diajak kerjasama besok?” tanya Charlotte sedikit ragu, mengingat White terkadang memberontak. “Tenang saja, sejak dulu dia bisa diandal
Waktu terus berjalan tanpa hentinya, semua orang dalam negeri ini masih hidup dengan damai tanpa adanya gangguan apapun. Terutama semua kerabat dekat Gabriel dan Charlotte, kini mereka menjalani kehidupan bahagia mereka masing-masing. Seperti halnya Harvey dan Agnes kini hidup mereka semakin terasa bahagia seiring waktu berjalan, karena mereka sekarang adalah sepasang suami istri sama seperti halnya dengan dua pasangan lainnya yang sudah menikah lebih awal. Karena hari ini adalah hari libur, seperti biasa Harvey mengajak istrinya menuju sebuah pusat perbelanjaan elit untuk keluarga bangsawan membelikan banyak masker wajah untuk mereka berdua. Apalagi melihat Harvey yang memborong banyak masker wajah dengan merk mahal, hingga Agnes menganga berdiri mematung. “Harvey, bukankah ini kebanyakan?” Mata Agnes terbelalak sempurna. “Wajahmu harus terlihat berkilauan saat kau sekarang menjadi istriku. Maka dari itu, aku sengaja membelikan semua masker mahal unt
Detik demi detik terus berjalan. Tidak terasa sang Pangeran dan istrinya menjalin kehidupan rumah tangganya beberapa bulan. Tidak hanya mereka yang selalu menjalani kehidupan mereka dengan bahagia, semua kerabatnya yang telah memiliki pasangan masing-masing juga tidak kalah bahagia. Apalagi agen rahasia kerajaan juga telah menikah dengan wanita paling dicintainya. Saat ini, usia kandungan memasuki masa dua bulan. Bisa dikatakan berat badan Charlotte semakin bertambah, namun perutnya belum terlihat terlalu buncit. Segala aktivitas yang ia lakukan mulai berkurang, mengingat peringatan dokter kandungan demi kesehatan bayi mungil dalam kandungan. Yang bisa dilakukannya selama mengandung bayinya adalah bersantai di sofa menonton TV sambil mengemil cookies favoritnya sendirian. Sebenarnya kegiatan Pangeran juga tidak terlalu banyak belakangan ini, namun terkadang ia harus meninggalkannya sendirian untuk melaksanakan kewajibannya demi kerajaan Godnation. Mengadakan
Di sisi lain, sepasang kekasih lainnya juga saling bermesraan. Namun, bedanya kali ini mereka tidak berkencan di manapun. Penampilan Alfred sudah terlihat sempurna, bersiap ingin bertemu dengan calon mertuanya langsung. Sejak hari lamaran, Alfred dan Violet sudah merencanakan pertemuannya serta melakukan reservasi restoran bintang lima terlebih dahulu. Penampilan ibunya Violet kini tidak kalah cantik dengan putrinya, dengan balutan gaun elegan walaupun terlihat sederhana. Sebenarnya dirinya sedikit bingung dengan rencana putrinya tiba-tiba mengajak makan malam tiba-tiba. Sambil menunggu kedatangan Alfred, ibunya Violet terus bermondar-mandir di ruang tamu seperti sedang menyetrika baju. Melihat tingkah ibunya sangat memusingkan, Violet beranjak dari sofa sejenak menghentikan aksinya. “Ibu sebaiknya menunggu sabar saja,” usulnya pelan. “Sebenarnya ibu sangat penasaran dengan kalian, kenapa kalian tiba-tiba ingin mengadakan makan malam bersama? Padahal
Lucas memperlihatkan agenda hariannya pada sang Pangeran melalui layar tab. Reaksi Pangeran langsung memutar bola matanya bermalasan, karena dirinya sebenarnya malas menjalani tugasnya kembali menjadi Pangeran negeri ini. “Aku malas melakukannya, lebih baik aku di istana selama seharian bersama istriku.” “Sayang,” panggil Charlotte manis. Secara spontan Gabriel merangkul pundaknya mesra, sorot matanya terfokus padanya. “Semakin manis kau memanggilku, aku juga akan memperlakukanmu semakin manis juga.” “Sayang, sebaiknya kau pergi bertugas saja. Jangan menetap di sini terus,” saran Charlotte lembut. “Tidak mau, nanti siapa yang akan menemanimu di sini. Kalau terjadi sesuatu padamu, gimana nantinya. Lagipula kunjungan ini juga tidak terlalu penting.” “Memangnya hari ini kau ada kunjungan ke mana?” “Ke panti asuhan untuk membaca dongeng.” “Oh, kalau hanya ke panti asuhan, sudah pasti aku ingin ikut denganmu
Tidak terasa kini hari sudah gelap. Usai menyantap makan malam, sepasang pengantin baru melanjutkan aktivitasnya lagi di dalam kamar mereka. Sejak memasuki masa hamil, sikap Charlotte sedikit kekanak-kanakan suka merengek pada suaminya. Apalagi sekarang ia duduk sendirian di ranjang luas, menunggu sang Pangeran selesai membersihkan dirinya sampai sedikit bosan. Baru saja lima menit berlalu, entah kenapa rasanya ia sudah merindukannya dan ingin melihat wajahnya dalam durasi lama. Kedua kakinya merapat di ranjang, lututnya digunakan untuk menopang kepalanya sambil merenungkannya dengan wajah cemberut. “Aku merindukanmu, Sayang. Jangan mandinya terlalu lama,” gumamnya lesuh. Tak lama kemudian, terdengar suara pintu kamar mandi terbuka lebar. Dengan cepat kepalanya terangkat ringan sambil memandangi suaminya terlihat sangat menyegarkan dalam kondisi rambutnya basah dan dada bidangnya yang kekar. Sorot matanya terpaku padanya saat ini, tanpa disadari senyuman ceri
Jantung Violet kini berdebar kencang hingga tidak bisa mengendalikan air matanya terus membasahi pipinya. Pada akhirnya setelah menunggu lama, dirinya dilamar langsung oleh pria dicintainya walaupun hubungan asmara mereka baru berjalan hampir dua bulan. Tanpa perlu berpikir lama, Violet mengangguk pelan, mengukir senyuman bahagia pada wajahnya sambil menggenggam buket bunga erat. “Tentu saja aku bersedia menikah denganmu. Aku tidak sabar menjadi pendamping hidupmu nanti. Aku sangat mencintaimu, Alfred.” Violet mengungkapnya lantang dengan penuh percaya diri. Alfred memakaikan cincin lamaran pada jari manis kekasihnya sambil membangkitkan tubuhnya perlahan. “Aku juga mencintaimu, Violet. Mulai sekarang statusmu adalah tunanganku dan menjadi milikku.” “Terima kasih sudah bersedia menerimaku sebagai tunanganmu.” Secara spontan mereka saling menautkan bibir mereka bersamaan, melakukan ciuman manisnya untuk merayakan momen terindah dalam hidup mere