Peristiwa menghilangnya Pangeran Gabriel dan sekretaris Lucas, masih saja menggemparkan seluruh negeri setelah berlangsung selama beberapa hari. Awal mulanya didatangkan kabar menggembirakan mengenai pernikahan Pangeran Gabriel, kini digantikan menjadi kabar duka yang melibatkan kemungkinan kematiannya. Untuk saat ini, pihak kepolisian kerajaan dan Badan Intelijen Nasional masih menginvestigasikan kasus ini lebih lanjut.
Terutama putri keluarga Viscount, kini berada di istana menemani sang Raja dan Ratu kerajaan yang sedang berkeluh kesah atas hilangnya putra mereka.
“Yang Mulia Raja dan Ratu, maafkan hamba,” sesal Charlotte sambil berlutut di hadapan Raja dan Ratu menundukkan kepalanya hormat.
“Kenapa Anda meminta maaf pada kami?” tanya Raja Arthur bingung.
“Seharusnya hamba mencegahnya pergi mengunjungi Tuan Alexander. Seandainya saja Pangeran Gabriel tidak pergi, maka dia sampai sekarang masih tetap berada di istana.”
“Angkat kepala Anda, Nona Charlotte,” titah Raja Arthur tegas.
Dengan sigap Charlotte mengangkat kepalanya tegak, sorot matanya berhadapan dengan Raja, namun ia tidak bisa menahan air matanya yang berlinang hingga membanjiri pipinya.
“Nona Charlotte, apakah Anda baru saja menangis?” tanya Ratu Evelyn.
“Sampai sekarang, hamba masih tidak rela melepas kepergian Pangeran Gabriel….Hamba masih sangat mencintainya sejak dulu.” Charlotte menangis terisak, hidungnya memerah.
“Kemarilah, Nona Charlotte.” Ratu Evelyn merentangkan kedua tangannya lebar, mengukir senyuman ramah pada wajahnya.
“Tapi hamba tidak berani melakukannya. Hamba hanyalah seorang gadis biasa,” balas Charlotte merendah, kepalanya menunduk.
“Tidak apa-apa. Saya tidak mungkin memenggal seorang wanita yang kelak akan menjadi wanita kerajaan,” tutur Ratu Evelyn lembut.
“Kalau begitu, maaf atas kelancangan hamba.”
Charlotte membangkitkan tubuhnya perlahan, melangkahkan kakinya anggun mendekati sang Ratu. Tubuh langsingnya dibiarkan dipeluk hangat dengan penuh kasih sayang oleh sang Ratu yang dikenal ramah di kalangan rakyat.
“Yang Mulia Ratu…” lirih Charlotte lesuh.
“Saya bermaksud untuk menghibur Anda. Saya tahu bahwa sejak insiden kecelakaan pesawat yang dialami Pangeran Gabriel, membuat dirimu menjadi lesuh seperti ini.”
Tangisan Charlotte semakin pecah sehingga Ratu Evelyn menunjukkan rasa empatinya dengan mengelus punggung Charlotte pelan.
“Kepergian putra kami juga membuat kami sangat tidak berdaya. Rasanya ingin memarahi diri sendiri juga tidak bisa, kami tidak mungkin memarahi Anda atau Tuan Alexander karena membuat putra kami mengalami kecelakaan tidak terduga,” tutur Raja Arthur panjang lebar juga ikut menenangkan Charlotte, walaupun matanya terlihat sedikit sembab.
“Yang terpenting sekarang kita harus tetap kuat menghadapinya. Apalagi wajah Anda terlihat sangat kurus sejak insiden ini,” tambah Ratu Evelyn menyentuh pipi Charlotte dengan tatapan sangat cemas seperti putri kandungnya sendiri.
“Anda tidak perlu menyalahkan diri Anda sendiri, Nona Charlotte. Kami tahu bahwa Anda merupakan satu-satunya wanita andalan bagi keluarga kerajaan,” lanjut Raja Arthur.
“Tapi hamba tidak melakukan banyak hal baik terhadap keluarga kerajaan,” sanggah Charlotte sopan.
“Pangeran Gabriel sangat mencintai Anda sampai akhir, ini membuktikan bahwa Anda adalah wanita sempurna di matanya. Lagipula wanita seperti Anda jarang sekali ditemukan dalam dunia ini. Putra kami memilih Anda sebagai pendamping hidupnya karena hanya Anda yang mampu menjaga hatinya sepanjang hidupnya,” tutur Ratu Evelyn panjang lebar memberikan pujian sekaligus memberi sedikit semangat.
“Terima kasih atas pujiannya, Yang Mulia Ratu,” ucap Charlotte mengukir senyuman hangatnya.
“Tapi Nona Charlotte, besok upacara penghormatan terakhir untuk Pangeran Gabriel, apakah Anda bersedia untuk mengikutinya?” tanya Raja Arthur sedikit ragu.
“Hamba siap mengikutinya, karena Pangeran Gabriel merupakan calon suami hamba. Tidak mungkin hamba tidak mengikuti upacaranya,” jawab Charlotte lesuh.
“Kalau Anda tidak bisa mengikutinya, sebaiknya jangan dipaksakan,” usul Ratu Evelyn.
“Hamba pasti bisa menghadapinya.”
“Baiklah, apa boleh buat kami juga tidak memiliki hak untuk mencegah Anda,” balas Raja Arthur mendesah pasrah.
Keesokan harinya, seluruh negeri ini menunjukkan rasa duka mereka dengan menghiasi sebuah pita berwarna putih pada pintu maupun pagar rumah mereka, untuk menunjukkan rasa duka mendalam terhadap hilangnya Pangeran Gabriel. Tidak semua orang bisa mengikuti upacara penghormatan terakhir untuk mendiang Pangeran Gabriel. Hanya keluarga kerajaan dan beberapa kerabat keluarga bangsawan yang mengikuti upacaranya.
Sementara Charlotte yang sedang memberikan penghormatan untuk calon suaminya, dengan pandangan kosong ia berlutut menghadap laut di suatu tebing. Tidak memakai riasan wajah sehingga wajahnya terlihat sangat pucat dibandingkan Perdana Menteri Agnes yang masih terlihat segar karena memakai riasan wajah.
Di tengah upacara penghormatan ini, sontak seorang pria tua memakai seragam kerajaan turut tunduk memberi penghormatan dengan tangisan tersedu-sedu.
“Bagaimana bisa keponakan kesayangan saya bisa berakhir seperti ini? Ini semua salah saya karena jarang sekali bertemu dengannya. Seharusnya saya tidak melakukan perjalanan jauh yang cukup lama, sehingga bisa menghabiskan waktu bersamanya lebih lama lagi.”
Secara spontan, Charlotte membangkitkan tubuhnya pelan menghampiri pria tua tersebut yang sudah tidak bertenaga sama sekali.
“Ini bukan salah Anda. Jangan menyalahkan diri Anda sendiri,” bujuk Charlotte sopan.
“Saya salut dengan Anda, Nona Charlotte. Anda masih bisa berdiri kokoh, walaupun calon suami Anda menghadapi bencana besar.” Pria tua itu mengulas senyumannya.
“Saya tidak mungkin terus bersedih, Pangeran Gabriel juga akan bersedih kalau saya menangis terus saat upacara penghormatan terakhirnya.”
Sementara pria yang terlihat berusia sekitar lima puluh tahun, berdiri sendirian sedikit menjauh dari segerombolan para keluarga kerajaan dan bangsawan lainnya yang sedang mengikuti upacara. Lalu, sontak seorang pemuda mendatanginya berdiri tepat di sebelahnya.
“Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang, Tuan Alexander?” tanya pemuda itu.
“Kita harus berbuat gimana lagi. Pangeran baru saja tiada, tidak ada yang bisa kita lakukan saat ini,” sahut Tuan Alexander menghela napasnya lesuh.
“Tapi bukankah ini sangat aneh? Biasanya walaupun cuaca buruk, pesawat jet kerajaan tetap berfungsi baik.” Pemuda tersebut menautkan kedua alisnya, berpikir sambil bertopang dagu.
“Yang pasti rencana kita untuk memberitahukan hal penting itu gagal karena kecelakaan ini. Peristiwa kecelakaan yang dialami Pangeran Gabriel, bukankah suatu kecelakaan biasa. Sepertinya ada seseorang yang sengaja merencanakan ini.”
“Saya sependapat dengan Tuan. Kemungkinan kecelakaan ini disengaja dengan orang dalam suatu motif tertentu.”
“Untuk saat ini, jangan membuat pergerakan mencurigakan. Nanti keluarga kerajaan bisa mencurigai kita.”
“Haruskah kita menyelidiki kasus ini lebih mendalam?”
Tuan Alexander menggeleng pelan, melangkahkan kakinya menghampiri segerombolan anggota keluarga kerajaan.
“Seperti biasa, kau selidiki secara diam-diam, lalu melaporkan sesuatu yang baru padaku.”
“Baik, Tuan.”
Usai melakukan upacara penghormatan terakhir Pangeran Gabriel, Charlotte kembali menetap di kediamannya, duduk merenung di ruang tamu sambil memandangi cincin lamaran yang terlihat berkilauan pada jari manisnya. Tatapan matanya semakin sendu, hidungnya mulai memerah, secara spontan sang ibu menduduki sofa sambil mendekapnya hangat.
“Ibu…” panggil Charlotte lesuh.
“Kuatkan dirimu, Putriku. Ibu tahu kau pasti masih memikirkannya sekarang.”
“Ibu, apa yang harus aku lakukan untuk kedepannya? Aku tidak mungkin mencari pria lain untuk menjadi pendamping hidupku, aku merasa bersalah kalau sampai aku mengkhianati Gabriel. Waktu itu dia melamarku dengan tulus dilihat dari tatapan matanya,” ujar Charlotte panjang lebar melampiaskan amarah dan kesedihan yang terpendam dalam hatinya.
“Kalau seandainya kau masih sangat mencintainya dan tidak ingin mencari pria lain, ibu tidak akan memaksamu. Ibu pasti sangat mendukung keputusanmu. Yang ibu inginkan hanyalah kau selalu hidup bahagia bersama pria yang kau cintai,” pesan Ibu Charlotte sambil mengelus kepala pelan.
“Terima kasih. Bu. Hatiku sedikit terhibur sekarang.” Charlotte mengulum senyuman tipis mempererat pelukannya.
Sepanjang hari, Charlotte terus merenung sendirian seperti kemarin, memikirkan kejadian yang menimpa calon suaminya tiba-tiba. Bahkan saat makan malam, Charlotte memasang raut wajah seriusnya sehingga membuat sang ibu kebingungan memandangi putrinya.
“Ada apa denganmu, Charlotte?”
“Tidak apa-apa, Bu,” sahut Charlotte lemas.
“Kau harus mengisi energi tubuhmu supaya tubuhmu selalu kuat.”
“Iya aku tahu itu. Ibu bisa lihat sendiri aku sedang makan sekarang.” Charlotte tersenyum paksa sambil menyantap makan malamnya dengan lesuh.
“Putriku, ibu berharap wajahmu kembali normal lagi. Sampai sekarang ibu sangat mencemaskan keadaanmu, terutama tubuhmu semakin kurus. Kalau penampilanmu seperti ini terlihat sangat tidak cantik.”
“Ibu bisa saja berpikir seperti itu di saat seperti ini.” Charlotte tertawa anggun.
“Ibu sengaja berkata begitu untuk menghibur hatimu yang sedang sedih.”
“Terima kasih telah menghiburku, Bu.”
Sebelum tertidur, Charlotte duduk bersandar lemas pada ranjang berukuran king size sambil mengelus cincin lamarannya dan memandangi foto Pangeran Gabriel yang terlihat sangat ceria bersamanya. Lagi-lagi Charlotte memikirkan kejadian tragis itu lagi sehingga pikirannya sangat kacau sekarang. Ia terus menggarukkan kepalanya kesal hingga rambutnya tidak beraturan.
“Seandainya saja Tuan Alexander tidak memintanya bertemu, kejadian ini tidak akan terjadi lagi,” gumamnya geram.
Namun tiba-tiba ada sesuatu yang terlintas dalam pikirannya berkaitan dengan insiden kecelakaan pesawat yang dialami Pangeran Gabriel.
Pikiran Charlotte saat ini terfokus pada insiden kecelakaan pesawat yang dialami Pangeran Gabriel. Tiba-tiba ia teringat dengan urusan penting yang ingin disampaikan Tuan Alexander tiba-tiba sebelum hari pernikahannya. Yang membuatnya bingung adalah kenapa Tuan Alexander memberitahukan sesuatu penting kebetulan tepat di hari sebelum pernikahannya. Lalu, pikirannya beralih pada rekaman pesawat yang sedikit aneh baginya. Biasanya selama ini, ketika ia melakukan perjalanan dengan Pangeran Gabriel, dalam kondisi cuaca buruk pesawatnya tetap berfungsi dengan baik. Namun entah kenapa kejadian pesawat ini terjadi saat sehari sebelum pernikahan dan saat Tuan Alexander ingin menyampaikan sesuatu penting pada Pangeran Gabriel. Tidak berani mengambil kesimpulan terlebih dahulu, yang pasti baginya ada sesuatu yang sangat mengusik pikirannya sekarang, sehingga membuat dirinya kesulitan tidur, bukan karena memikirkan masalah duka. Detik demi detik terus berjalan, kini waktu tengah
Ding…dong… Terdengar suara bel rumah yang nyaring. Dengan sigap Charlotte beranjak dari sofa, lalu membuka pintu rumahnya. Namun, orang yang menekan tombol belnya adalah petugas dari Badan Intelijen Nasional. Dirinya kebingungan dengan situasi saat ini, sehingga salivanya sulit ditelan dan memiliki firasat buruk mengenai hal ini. “Nona Charlotte,” panggil ketua tim yang terdengar agak kurang ramah. “Iya, ada apa berkunjung kediaman saya tiba-tiba?” sahut Charlotte memasang wajah polosnya. “Kami menerima laporan bahwa Anda terlibat dalam kasus kecelakaan pesawat Pangeran Gabriel, harap ikut dengan kami!” Kini Charlotte berdiri mematung seperti terkena sambaran petir. Mendengar tuduhannya barusan, membuat dirinya sedikit ketakutan apalagi mengingat ia baru saja mendiskusikan hal ini dengan Violet. Matanya terbelalak dan kepalanya terangkat percaya diri, lalu membantah tuduhannya sopan. “Barusan Anda mengatakan apa? Saya terlibat dalam ke
Mengingat masa itu, membuat Charlotte sangat menyesali atas perbuatannya. Terutama perkataannya yang setajam silet sangat menghantuinya hingga saat ini. Padahal calon suaminya sudah membuktikan rasa cinta yang begitu besar padanya, namun karena keegoisannya, hubungan asmara mereka menjadi hancur berkeping-keping. Kini bola matanya sangat merah dan hidungnya tersumbat akibat menangis terisak. Menatap kondisi emosi Charlotte yang tidak stabil sekarang, secara spontan ketua tim penyidik mengambilkan sebuah kotak tisu untuknya. “Bersihkan air mata Anda terlebih dahulu,” usul ketua tim pelan, menunjukkan sedikit rasa empatinya. Charlotte tidak menghiraukannya sama sekali, dengan sigap ia mengambil beberapa lembaran tisu, mulai menyeka bercak air mata pada setiap sisi wajahnya, hingga bedaknya agak luntur. Untung saja ketua tim penyidik merasa sedikit kasihan padanya, maka ia menunggu Charlotte dengan sabar supaya bisa melanjutkan interogasinya lagi. Beberapa saat
Terkadang banyak orang mengatakan bahwa keajaiban pasti akan mendatang, entah kapan datangnya. Terutama ketika kita sedang mengalami masalah berat dan keajaiban itu timbul secara tiba-tiba, kita pasti berpikir bahwa doa kita cepat terkabul begitu saja. Seperti halnya dengan Charlotte, situasinya saat ini sedang mengalami musibah, dikurung dalam sel sementara yang hampa, namun tiba-tiba terdengar suara teriakan petugas Badan Intelijen Nasional berkata bahwa adanya penyusup memasuki area ini. Entah itu penyusup sungguhan atau tidak, Charlotte tidak memedulikannya sama sekali. Malahan saat ini ia sangat bingung dengan keadaannya, apalagi sekarang tidak ada siapapun yang berjaga di depan selnya, sehingga ia memiliki pemikiran untuk melepaskan dirinya dari sini. Sorot matanya terfokus pada sebuah kunci yang bergantungan pada sebuah tembok, membuat dirinya ingin meraih kunci tersebut. Namun tiba-tiba terdapat seseorang memasuki area ini, yang wajahnya tidak terlihat jelas
Orang misterius membawa sang putri bangsawan menuju suatu tempat yang lumayan terlihat megah dari depan, tidak kalah jauh dengan kediamannya. Ketika ia menuntunnya memasuki kediamannya dan menyalakan lampu, sang putri bangsawan membulatkan matanya dengan sempurna memandangi sekeliling rumah ini terlihat mewah di dalam. Namun, saat ini ia masih bingung dengan sosok pahlawan yang baru saja menolongnya dari bahaya. Pandangannya beralih pada orang itu yang masih menggunakan masker dan topi. Dengan penuh rasa penasaran, Charlotte menyipitkan matanya curiga, melangkahkan kakinya pelan mendekatinya, sehingga orang itu terlihat gugup sekarang. “Apa...yang sedang Anda lakukan?” “Sebenarnya sejak tadi, saya penasaran dengan identitas Anda sebenarnya. Kalau dibilang penyusup, sepertinya sangat mustahil karena Anda menolong saya sampai bertaruh nyawa. Lalu, kediaman Anda yang terlihat mewah, seolah-olah seperti Anda merupakan orang berdarah bangsawan,” lontar Charlotte s
Ding…dong… Tiba-tiba seseorang sedang menekan tombol bel rumah Alfred di tengah perbincangan santai mereka. Charlotte menelan salivanya berat, beranjak dari sofa sambil berjongkok perlahan dengan ketakutan. Sementara Alfred memandangi tingkah Charlotte yang menurutnya sangat aneh, spontan tertawa meledeknya. “Kenapa kau menertawaiku?” tanya Charlotte, dahinya mengernyit. “Memang sikapmu yang penakut tidak pernah berubah sejak dulu.” “Aku bersikap seperti ini karena masih trauma dengan kejadian sebelumnya.” Charlotte semakin merinding apalagi takut dirinya sungguh ditangkap dan disiksa lebih kejam lagi di ruang hampa yang sedikit pengap. “Dasar penakut!” “Sebaiknya kau cepat bersembunyi sekarang!” usul Charlotte panik. “Untuk apa aku bersembunyi? Memangnya kita ada salah apa seperti tikus bersembunyi saja.” “Sudah jelas yang menekan bel adalah petugas Badan Intelijen Nasional, kan? Aku tidak menyangka kediamanmu in
Sementara di sisi lainnya, seorang asisten dari pria tua misterius mengunjungi kantor Badan Intelijen Nasional lalu memasuki area sel sementara. Ketika mengetahui Charlotte tidak menampakkan dirinya, asisten tersebut melonggarkan ikatan dasinya sambil mengibaskan kerah kemejanya akibat kegerahan. “Bagaimana tahanan bisa melarikan diri?” tanya asisten geram. “Saya juga tidak tahu pasti. Ada penyusup yang menerobos tiba-tiba membantu Nona Charlotte melarikan diri dari sini,” jawab ketua tim penyidik. “Aargghh!! Sistem keamanan di sini sangat payah! Bukankah kalian seharusnya menjaganya dengan ketat! Dia adalah tersangka yang terlibat dalam kecelakaan Pangeran!” “Maafkan saya.” “Perlihatkan kepada saya rekaman CCTV saat kejadian!” “Sangat disayangkan kamera CCTV telah dirusak dulu dan sistem komputer sempat diretas tadi.” “Tidak berguna! Kalian sudah tidak dibutuhkan lagi! Kalian bisa kembali bekerja seperti biasa!” Sinar
Seorang pemuda sedang menikmati secangkir teh hangat di halaman belakang rumah khusus kerajaan sambil menikmati pemandangan berada di hutan. Maksud dari di hutan, bukan berarti hutan yang tidak terawat, terlihat seperti di film horror. Namun hutan ini adalah hutan rahasia yang biasanya dijadikan sebagai tempat persembunyian rahasia keluarga kerajaan. Oleh karena itu, pemuda terlihat tampan tersebut merupakan sosok Pangeran yang merupakan korban dari insiden kecelakaan, berhasil selamat dari maut. Sedangkan pemuda lainnya yang diketahui sekretaris Lucas juga selamat bersama Pangeran Gabriel, kini sedang menghampiri Pangeran sambil membawa cangkir tehnya lalu saling duduk berhadapan dengan empat mata. “Bagaimana, Lucas? Bukankah cuaca hari ini terlihat menyejukkan?” “Entah kenapa rasanya kita berdua sedang berada di dunia mimpi. Aku masih tidak menyangka kita selamat dari kecelakaan pesawat.” “Bisa dikatakan ini sebuah keberuntungan,” tutur Gabriel sant
Kejutan yang dimaksud sang Pangeran sebelumnya adalah sebuah video romantis mengenai perjalanan hubungan cintanya sejak berteman hingga memiliki seorang anak. Masih di puncak menara luas, Pangeran dan istrinya menyaksikan video editannya sambil menimang putranya yang terlihat mulai mengantuk. Sambil menikmati wine juga sebagai pelengkap merayakannya. Berdurasi selama beberapa menit, tidak hanya tampilan foto kemesraan mereka saja dan video-video berkaitan aktivitas romantis, tapi diselipkan juga ungkapan isi hati Pangeran setiap kali video itu bergilir dan disertai backsound kumpulan lagu romantis favorit mereka. Yang lebih mengharukan lagi, video kejutan itu ditutupi dengan video acara pernikahan mereka yang berlangsung dari pemberkatan di gereja hingga pesta dansa, dengan backsound lagu ciptaannya sendiri untuk istri tercinta berjudul “Love Charlotte”. Manik mata Charlotte semakin berkaca-kaca, tidak bisa menahan rasa bahagianya l
Seketika pertandingan berakhir, mengamati sang pemenang yang berhak membawa pulang medali emas, dengan cepat Charlotte membangkitkan tubuhnya bertepuk tangan meriah menyorakki suaminya yang menjadi pemenang dalam perlombaan ini. Sedangkan sang Ratu juga turut bahagia mengetahui putranya memenangkan perlombaan, langsung mendekap tubuh menantunya hangat. “Ibu…Gabriel berhasil!” sorak Charlotte girang. “Sudah ibu duga sejak awal, suamimu pasti berjuang demi dirimu, Charlotte. Ibu sangat bangga pada kalian berdua.” Sedangkan yang berhasil meraih medali perak dan perunggu adalah Alfred dan Harvey. Meski Alfred tidak berhasil meraih posisi pertama, tetap saja Violet sudah sangat bersyukur bahkan masih sempat memberi selamat kepada Charlotte. Begitu juga Agnes yang awalnya percaya diri suaminya akan menang, ia tetap menerima pencapaian yang berhasil diraih suaminya dengan lapang dada. Ketiga sahabat Charlotte menghampiri Charlotte untuk memberi selamat sambil saling
Seiring waktunya berjalan, keluarga kecil sang Pangeran terus terlihat harmonis, bahkan saat dilanda kesibukan mengurus urusan kerajaan, tetap saja hubungan antara orang tua dan anak semakin dekat. Setiap kali Pangeran dan istrinya bepergian mengadakan pertemuan, pangeran kecil dirawat ibunya Charlotte, karena tidak ingin mengandalkan pengasuh. Apalagi takut terjadi sesuatu pada anak mereka jika dirawat orang lain. Seperti biasa sang Pangeran mengajak istrinya pergi berkuda di tempat pacuan kuda khusus keluarga kerajaan. Tapi, kali ini mereka melakukannya saat hari biasa, karena besok Pangeran harus berpartisipasi dalam turnamen berkuda. Sebelum mengajak kuda putihnya yang suka cemburu, Gabriel memberinya makan wortel berkualitas tinggi supaya tidak mengambek di tengah jalan. “Ngomong-ngomong Sayang, apakah White bisa diajak kerjasama besok?” tanya Charlotte sedikit ragu, mengingat White terkadang memberontak. “Tenang saja, sejak dulu dia bisa diandal
Waktu terus berjalan tanpa hentinya, semua orang dalam negeri ini masih hidup dengan damai tanpa adanya gangguan apapun. Terutama semua kerabat dekat Gabriel dan Charlotte, kini mereka menjalani kehidupan bahagia mereka masing-masing. Seperti halnya Harvey dan Agnes kini hidup mereka semakin terasa bahagia seiring waktu berjalan, karena mereka sekarang adalah sepasang suami istri sama seperti halnya dengan dua pasangan lainnya yang sudah menikah lebih awal. Karena hari ini adalah hari libur, seperti biasa Harvey mengajak istrinya menuju sebuah pusat perbelanjaan elit untuk keluarga bangsawan membelikan banyak masker wajah untuk mereka berdua. Apalagi melihat Harvey yang memborong banyak masker wajah dengan merk mahal, hingga Agnes menganga berdiri mematung. “Harvey, bukankah ini kebanyakan?” Mata Agnes terbelalak sempurna. “Wajahmu harus terlihat berkilauan saat kau sekarang menjadi istriku. Maka dari itu, aku sengaja membelikan semua masker mahal unt
Detik demi detik terus berjalan. Tidak terasa sang Pangeran dan istrinya menjalin kehidupan rumah tangganya beberapa bulan. Tidak hanya mereka yang selalu menjalani kehidupan mereka dengan bahagia, semua kerabatnya yang telah memiliki pasangan masing-masing juga tidak kalah bahagia. Apalagi agen rahasia kerajaan juga telah menikah dengan wanita paling dicintainya. Saat ini, usia kandungan memasuki masa dua bulan. Bisa dikatakan berat badan Charlotte semakin bertambah, namun perutnya belum terlihat terlalu buncit. Segala aktivitas yang ia lakukan mulai berkurang, mengingat peringatan dokter kandungan demi kesehatan bayi mungil dalam kandungan. Yang bisa dilakukannya selama mengandung bayinya adalah bersantai di sofa menonton TV sambil mengemil cookies favoritnya sendirian. Sebenarnya kegiatan Pangeran juga tidak terlalu banyak belakangan ini, namun terkadang ia harus meninggalkannya sendirian untuk melaksanakan kewajibannya demi kerajaan Godnation. Mengadakan
Di sisi lain, sepasang kekasih lainnya juga saling bermesraan. Namun, bedanya kali ini mereka tidak berkencan di manapun. Penampilan Alfred sudah terlihat sempurna, bersiap ingin bertemu dengan calon mertuanya langsung. Sejak hari lamaran, Alfred dan Violet sudah merencanakan pertemuannya serta melakukan reservasi restoran bintang lima terlebih dahulu. Penampilan ibunya Violet kini tidak kalah cantik dengan putrinya, dengan balutan gaun elegan walaupun terlihat sederhana. Sebenarnya dirinya sedikit bingung dengan rencana putrinya tiba-tiba mengajak makan malam tiba-tiba. Sambil menunggu kedatangan Alfred, ibunya Violet terus bermondar-mandir di ruang tamu seperti sedang menyetrika baju. Melihat tingkah ibunya sangat memusingkan, Violet beranjak dari sofa sejenak menghentikan aksinya. “Ibu sebaiknya menunggu sabar saja,” usulnya pelan. “Sebenarnya ibu sangat penasaran dengan kalian, kenapa kalian tiba-tiba ingin mengadakan makan malam bersama? Padahal
Lucas memperlihatkan agenda hariannya pada sang Pangeran melalui layar tab. Reaksi Pangeran langsung memutar bola matanya bermalasan, karena dirinya sebenarnya malas menjalani tugasnya kembali menjadi Pangeran negeri ini. “Aku malas melakukannya, lebih baik aku di istana selama seharian bersama istriku.” “Sayang,” panggil Charlotte manis. Secara spontan Gabriel merangkul pundaknya mesra, sorot matanya terfokus padanya. “Semakin manis kau memanggilku, aku juga akan memperlakukanmu semakin manis juga.” “Sayang, sebaiknya kau pergi bertugas saja. Jangan menetap di sini terus,” saran Charlotte lembut. “Tidak mau, nanti siapa yang akan menemanimu di sini. Kalau terjadi sesuatu padamu, gimana nantinya. Lagipula kunjungan ini juga tidak terlalu penting.” “Memangnya hari ini kau ada kunjungan ke mana?” “Ke panti asuhan untuk membaca dongeng.” “Oh, kalau hanya ke panti asuhan, sudah pasti aku ingin ikut denganmu
Tidak terasa kini hari sudah gelap. Usai menyantap makan malam, sepasang pengantin baru melanjutkan aktivitasnya lagi di dalam kamar mereka. Sejak memasuki masa hamil, sikap Charlotte sedikit kekanak-kanakan suka merengek pada suaminya. Apalagi sekarang ia duduk sendirian di ranjang luas, menunggu sang Pangeran selesai membersihkan dirinya sampai sedikit bosan. Baru saja lima menit berlalu, entah kenapa rasanya ia sudah merindukannya dan ingin melihat wajahnya dalam durasi lama. Kedua kakinya merapat di ranjang, lututnya digunakan untuk menopang kepalanya sambil merenungkannya dengan wajah cemberut. “Aku merindukanmu, Sayang. Jangan mandinya terlalu lama,” gumamnya lesuh. Tak lama kemudian, terdengar suara pintu kamar mandi terbuka lebar. Dengan cepat kepalanya terangkat ringan sambil memandangi suaminya terlihat sangat menyegarkan dalam kondisi rambutnya basah dan dada bidangnya yang kekar. Sorot matanya terpaku padanya saat ini, tanpa disadari senyuman ceri
Jantung Violet kini berdebar kencang hingga tidak bisa mengendalikan air matanya terus membasahi pipinya. Pada akhirnya setelah menunggu lama, dirinya dilamar langsung oleh pria dicintainya walaupun hubungan asmara mereka baru berjalan hampir dua bulan. Tanpa perlu berpikir lama, Violet mengangguk pelan, mengukir senyuman bahagia pada wajahnya sambil menggenggam buket bunga erat. “Tentu saja aku bersedia menikah denganmu. Aku tidak sabar menjadi pendamping hidupmu nanti. Aku sangat mencintaimu, Alfred.” Violet mengungkapnya lantang dengan penuh percaya diri. Alfred memakaikan cincin lamaran pada jari manis kekasihnya sambil membangkitkan tubuhnya perlahan. “Aku juga mencintaimu, Violet. Mulai sekarang statusmu adalah tunanganku dan menjadi milikku.” “Terima kasih sudah bersedia menerimaku sebagai tunanganmu.” Secara spontan mereka saling menautkan bibir mereka bersamaan, melakukan ciuman manisnya untuk merayakan momen terindah dalam hidup mere