"Hahhhh ....!" Bulir keringat berjatuhan dari dahi Tuan Ayyoub yang baru saja terduduk setelah dia sadar dari sebuah mimpi. Celah dari tirai jendela yang tersibak membuat cahaya matahari berhasil menerobos masuk. Dia mengedarkan pandangan ke segala arah. Telinganya masih terasa berdengung mendengar teriakan histeris Fatima di dalam mimpi beberapa saat lalu. Mimpi itu terus berulang seperti kaset rusak di setiap malam.
Tuan Ayyoub mengusap wajah dengan kedua tangan yang ditangkupkan. Bayangan Fatima tidak sekalipun dia lewatkan di setiap malam. Raut wajah meminta pertolongan yang hadir di dalam mimpi-mimpinya, membuat Tuan Ayyoub merasakan sebuah tanda tanya besar yang tidak mampu dia temukan jawabannya. Pria itu kemudian meraih ponsel di atas nakas, lalu menghubungi Fatma. Hanya Fatma lah yang mampu mengurangi kerinduannya terhadap Fatima yang sudah tiada.
Panggilan tersambung setelah beberapa kali Tuan Ayyoub tak kunjung mendapatkan jawaban.
["Ay
Omar menyambangi sang mama dan mendorong kursi roda wanita itu meninggalkan Cassandra yang masih dalam keadaan bangga akan dirinya sendiri di ruang utama. Dia memberikan isyarat kepada orang-orang yang berada di dalam ruangan itu untuk memiliki waktu berdua bersama Nyonya Adeline. Roda kursi itu beralih perlahan menuju taman mansion yang memisahkan balkon kamar Omran dengan kamar Fatma. "Mama mengerti apa yang ingin kamu katakan, sehingga kamu membawa mama ke sini. Tapi sebelum kamu berbicara..." Nyonya Adeline memberikan isyarat kepada putranya untuk menghentikan pergerakan kursi roda itu tepat beberapa meter di depan kolam buatan yang ditumbuhi bunga lotus. "... Sepertinya kita melupakan sesuatu. Omar sangat mencintai Fatma. Lihat bunga-bunga lotus itu. Apa kamu ingat pengalaman buruk saudaramu dengan bunga lotus?" ucap Nyonya Adeline dengan mata berkaca-kaca. Sementara Omran beralih dan berdiri di sisi kursi roda untuk mendengarkan. "... Dia hampir saja ke
Fatma mengernyit, seolah sedang menajamkan pendengaran. Lagi-lagi wanita itu membenamkan benda micro yang menjadi satu-satunya jejak peninggalan dari mendiang Omar. Beberapa minggu setelah kepergian Omar, tanpa sengaja Fatma menemukan deretan kode unik tertulis di sisi liontin yang dia kenakan. Liontin yang tidak lain merupakan hadiah dari mendiang Omar saat mereka mengunjungi jembatan Les Ponts des Art. Fatma tidak mengerti fungsi kode itu, dia membutuhkan waktu berjam-jam untuk memecahkan rasa penasarannya, hingga dia teringat sebuah brankas milik Omar yang terbenam di dinding kamar tepat di ruang kerja pribadi sang mendiang suami. Dia mencoba untuk membuka brankas itu menggunakan kombinasi angka yang tertulis di sisi liontin. Dan benar saja, brankas itu berhasil terbuka dengan sempurna. Bukan tumpukan uang yang membuatnya terperangah saat pintu brankas terbuka, melainkan sebuah benda menyerupai ponsel yang menarik perhatian. Benda itu memiliki kode serupa ya
"Aku akan tiba sekitar dua puluh menit lagi, lakukan sekarang juga." Sabrina memutuskan sambungan telepon dengan seseorang yang telah sepakat membantunya. Malam ini, usahanya bisa dipastikan berhasil. Omran sudah masuk ke dalam jebakan. Pria itu frustasi setelah apa yang dia saksikan hari ini. Rasa cemburu bercampur amarah terhadap Fatma membuatnya memutuskan untuk pergi ke klub malam seorang diri. Rasa kecewa yang semakin membesar saat dia menyadari bahwa Fatma tidak sedikitpun menghargai statusnya sebagai seorang suami. Namun, Omran tidak mampu memutuskan untuk meninggalkan wanita itu dengan sebuah kata perceraian. Dia berharap Fatma benar-benar bisa membuka diri. Entah sebuah kesialan atau justru keberuntungan, bagi Omran sebuah pernikahan bersama wanita yang begitu dia cintai adalah salah satu mimpinya yang berhasil terwujud. Namun, dia tidak pernah berpikir jika hubungannya bersama Fatma akan sedingin ini.Omran bersandar pada sandaran sofa dengan tangan terlipat di depa
Hal pertama yang menyambut pandangan Fatma adalah begitu banyak pasangan muda mudi bercumbu di tiap-tiap sudut ruangan. Mereka seolah tak lagi merasa risih dengan banyaknya pasang mata yang menyaksikan. Seketika Fatma merasakan sesuatu bergejolak di dalam perutnya. Aroma alkohol berpadu asap-asap rokok menguar menembus indra penciuman. Mau tak mau wanita itu sesekali menahan napas sambil mengedarkan pandangan. Tak sedikit pria-pria hidung belang melihatnya dengan tatapan lapar. Namun, Fatma masih mampu untuk mengelak.Dia tidak begitu yakin Omran berada di dalam ruangan itu. Merasa usahanya sia-sia, Fatma mencoba untuk beralih keluar dari tempat itu. Namun, di detik selanjutnya dia menyaksikan sesuatu yang membuat dadanya memanas."Aw!" pekik seorang wanita ja**ng yang saat itu menggoyang-goyangkan bokongnya di pangkuan Omran yang terlihat menikmati sensasi yang diberikan wanita itu." Fatma menarik rambut panjang wanita itu hingga sang wanita terjerembab di lanta
Brak! Ponsel yang tadi berada di dalam genggaman Fatma tanpa sengaja terjatuh seiring hadirnya gelenyar aneh yang wanita itu rasakan. Tubuh kekar sang suami membuat Fatma terkungkung dalam pelukan itu. Fatma ingin melawan, tapi detak jantung yang dia rasakan dari dada Omran membuat Fatma seolah tidak memiliki kekuatan untuk menghindar. Rasanya sama persis ketika mendiang Omar memeluknya. "Satu malam saja," ucap Omran dengan suara parau. Aroma alkohol berpadu dengan parfum maskulin dari tubuh pria itu menguar indra pencium Fatma. Otak Fatma seketika menjadi kosong. Omran menyergapnya dengan napas yang begitu hangat membelai ceruk lehernya yang jenjang. Dia tahu seperti apa cerita malam ini akan berakhir. Sialnya, Fatma bahkan tidak mampu melawan diri sendiri untuk tidak terhanyut dalam permainan yang dimulai oleh suaminya. Dia pasrah, karena percuma saja mengumpulkan akal sehat yang berulang kali terserak akibat sentuhan-sentuhan Omran. Lagi-lagi set
Omran menggeliat dengan beban pikiran yang terasa ringan sejak malam berlalu. Dia merasakan telah melalui malam yang indah bersama sang istri. Meskipun akal sehatnya memaksa Omran untuk mengakui bahwa apa yang terjadi semalam hanyalah sebuah mimpi indah, Omran rela untuk tidak terbangun sama sekali dari tidurnya jika dihadapkan mimpi seindah itu.Pria itu mengerjap, menyebabkan bulu matanya mengibas perlahan saat kedua kelopak itu terbuka menyesuaikan penglihatan dengan cahaya matahari yang merembes dari celah tirai jendela. Kepalanya sedikit berdenyut dan Omran memilih untuk menutup matanya lagi. Tapi, di detik selanjutnya dia justru melebarkan kedua kelopak mata dan sontak bangkit dengan posisi duduk di atas tempat tidur, ketika menyadari bahwa saat ini dia berada di dalam ruangan yang tidak dia kenali. Omran mengedarkan pandangan ke seluruh tubuhnya sendiri. Tubuh bagian bawah masih ditutupi oleh selimut putih yang cukup tebal.Kemudian, dia memijat pang
Dinding putih tebal tepat berada di belakang WC umum, biasanya digunakan sebagai gudang penumpukan barang-barang bekas pakai. Bangunan itu sengaja dibangun terpisah dari bangunan utama. Hanya saja posisinya yang menempel langsung dengan toilet membuat tampilannya seolah-olah menyatu dengan bangunan rumah sakit. Tapi, sejak belasan tahun terakhir ini nampak seperti rumah tua yang ditumbuhi gulma-gulma liar. Bisa dipastikan hanya ada kehidupan hewan-hewan kecil serangga dan melata di dalam sana.Orang-orang telah didoktrin bahwa di dalam ruang itu terdapat sosok penunggu yang akan terdengar bersenandung di kala malam hari tiba. Tidak ada yang berniat untuk mendekat, apalagi berminat untuk membersihkannya.Tidak sedikit yang membuktikan desas-desus itu. Suara rintihan, senandung, tangisan, bahkan tawa yang menakutkan. Siapa yang peduli? Mereka yang berada di lingkungan itu hanya bekerja sesuai instruksi. Tidak ada inisiatif ataupun keinginan untuk melakukan se
Tuan Ayyoub dan Faissal saling melemparkan pandangan ketika mereka sudah berada dalam posisi bersisian. Seolah memiliki pemikiran yang sama, keduanya saling memberikan isyarat. Ada sesuatu yang seolah-olah tersembunyi di dalam rumah sakit ini. Entah apa, mungkin mereka butuh waktu untuk memastikannya.Sebenarnya masalah kecil seperti ini sudah biasa terjadi di manapun. Namun, perasaan Tuan Ayyoub justru berkata lain. Demi memecahkan rasa penasarannya, Tuan Ayyoub melangkah menuju toilet yang dimaksud setelah memastikan para petugas kebersihan sudah beralih tempat. Kondisinya terlihat bersih dan tidak semengerikan seperti apa yang diceritakan oleh kedua petugas kebersihan tadi. Hanya saja, aroma yang ditimbulkan terasa pengap ketika Tuan Ayyoub membuka pintu toilet tersebut. Keadaan seperti itu sudah cukup menjelaskan jika ruang toilet itu sudah jarang difungsikan oleh warga rumah sakit. Mungkin sesekali pengunjung menggunakannya karena tidak mengetahui cerita mistis yan