Share

Makan Malam

Author: shimizudani
last update Last Updated: 2021-01-03 19:20:22

Apa kalian tahu? Sejujurnya, ada hal kecil yang terkesan sepele, namun cukup membuatku pusing selama beberapa hari belakangan memikirkannya. Ini adalah tentang caraku berpakaian selama berada di rumah Aksara. Maksudku, style santai ala rumahan seperti apa yang ingin kuperlihatkan di depan keluarganya. 

Aku tidak mungkin menunjukkan cara berpakaianku ketika hanya sendirian di kamar kos dengan pintu yang nyaris selalu tertutup. Gayaku bahkan lebih barbar dari saat berada di rumah. Lumayan sering aku memakai hot pants yang kalian tahu sendiri sependek apa celana itu. Tak jarang pula aku beralih mengenakan daster tak sampai selutut dan tanpa lengan. Maklum, tempat kosku memang khusus diperuntukkan untuk kaum hawa. Jadi, wajar jika kami, para perempuan penghuni kos, berkostum sekadarnya kala berada di area kos. Kenyamanan menjadi yang utama. Toh, sebagian besar waktu kami dihabiskan di dalam kamar. 

Tetapi, aku tidak mungkin bergaya demikian, buk

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Fare Finta [Indonesia]   Langit Malam

    Aku menyelesaikan pekerjaanku tepat ketika kulihat jam digital di sudut layar komputer di hadapanku menunjukkan pukul sebelas malam. Ini bukan merupakan rekor termalamku bekerja. Aku pernah memulai pekerjaanku lewat tengah malam. Tentu, dengan jam tidur yang berubah lebih awal, yakni kala malam baru dimulai.Contohnya saja hari ini. Berhubung aku telah meneruskan jam tidur siangku hingga petang usai, hal ini berimbas pada waktu kerjaku yang ikut berubah. Tapi, aku memang tak memaksakan diri. Aku bahkan tak menyangka akan tetap memiliki waktu untuk bekerja karena sedari awal, otakku sudah membayangkan istirahat nyaman di sepanjang hari pertamaku sampai di rumah Aksara. Jadi, selesainya satu ilustrasi serasa menjadi bonus untukku.Kuambil mug berukuran sedang yang sengaja kuletakkan dekat dengan dinding agar aman dari pergerakan tanganku. Mug abu-abu ini berisi minuman cokelat yang, jujur, aku tak ingat lagi kapan membuatnya. Mungkin, sejam yang lalu karena k

    Last Updated : 2021-01-11
  • Fare Finta [Indonesia]   Mulai Bekerja

    "Bapak tunggu di luar, ya, Neng," ujar Pak Amin yang ikut keluar bersamaan denganku dari dalam sedan hitam yang tadi kunaiki. Tentu, dengan Pak Amin sebagai sopirnya."Pak Amin pulang saja. Nggak perlu menunggu Alin," tolakku halus. Jujur, baru sekali ini aku merasakan diantar oleh sopir. Maksudku, benar-benar seorang sopir yang dipekerjakan di sebuah keluarga. Karena itulah, rasa tak nyaman muncul kala Aksara mengusulkan ide ini dan langsung mendapat dukungan dari Mama. Dan ditunggu? Aku bahkan tak suka membuat orang lain menunggu.Aku sudah menolak. Tetapi, seperti yang telah kuduga, aku kalah. Alasan mereka terlalu rasional sehingga tak mampu kubantah lagi."Nggak apa-apa, Neng. Bapak sudah mendapat amanat dari Ibu untuk mengantarkan dan menunggu Neng Alin di sini," balas Pak Amin yang memaksaku menelan kembali penolakanku tersebut. Kuasa Mama begitu sulit untuk dilawan."Tapi, Alin mungkin lama. Bapak nggak

    Last Updated : 2021-01-18
  • Fare Finta [Indonesia]   Suka dan Cinta

    "Lagi sibuk, Kak?" Kepala Nuri menyembul dari balik celah pintu kamar yang terbuka. Rambut panjangnya terkuncir kuda dengan sedikit berantakan.Aku yang mendengar ketukan pintu darinya memang sudah mempersilakannya masuk tepat sebelum pintu kamarku dibuka olehnya. "Nggak terlalu. Kakak cuma lagi membuat sketsa," jawabku, memberitahukan kegiatan yang tengah kulakukan. Kurapikan letak kacamata bulatku yang agak melorot. "Kenapa, Dek?""Boleh masuk?""Masuk saja."Nuri memperlebar celah pintu kamar, lalu berjalan masuk menghampiriku. "Ini project yang Kakak bilang itu, ya?" tanyanya setelah sampai di sebelahku. Kedua matanya tak luput mengamati hasil pekerjaanku yang tersebar di atas meja. "Gambarnya lucu, Kak." Ia melontarkan komentarnya.Aku tersenyum. Sedari tadi aku memang berkutat dengan pekerjaan yang menjadi alasan utamaku berada di rumah ini. Tanganku dengan lincah bergerak di atas kertas putih, merealisa

    Last Updated : 2021-01-25
  • Fare Finta [Indonesia]   Pembuka

    Ketika aku melihat ke dalam cermin, kutatap dua sisi diriku di sana; aku yang asli dan satu lagi yang penuh kepalsuan. Saat memutuskan untuk menjadi yang asli, aku menjadi diriku apa adanya yang begitu mencintai kesederhaan. Namun kala sisi palsuku harus muncul, kukenakan topeng dan berpura-pura jadi orang lain sesuai keinginan mereka. Bak koin, dua bagian dari diriku itu tak bisa bersatu.Tetapi, ketika nikmat kepalsuan nyata terasa dan keinginan untuk hidup di balik bayang-bayangnya muncul, apa yang harus kulakukan? Haruskah kulupakan keinginan itu? Atau haruskah kubuang identitasku yang sebenarnya? Sanggupkah aku melakukannya?Atau mungkin pilihan ini yang sebaiknya kuambil. Aku harus jujur. Tentang semuanya. Tentang dua sisi diriku. Aku harus jujur hingga batas di antara keduanya menjadi jelas. Dan setelahnya, keputusan ada di tangan mereka.

    Last Updated : 2020-10-26
  • Fare Finta [Indonesia]   Alinea

    Hal yang paling tidak menyenangkan dari menjadi pekerja lepas adalah ketika orang-orang mempertanyakan pekerjaan ini. Pekerjaan apa yang dilakukan? Enak sekali bisa bekerja di rumah? Kok di rumah terus? Gaji berapa? … dan lain sebagainya yang bisa membuat pusing kepala saat mendengarnya. Jenis pekerjaan ini memang tergolong baru sehingga banyak orang yang belum mengerti jika bekerja tak harus selalu dilakukan di luar rumah. Aku bahkan bisa mengerti bila mereka memandang sebelah mata pekerjaan ini karena selalu berada di rumah identik dengan pengangguran.Tentu saja, aku bukan pengangguran. Aku seorang pekerja lepas yang memang memilih melakukannya. Sebagai orang yang menyukai suasana tenang, pekerjaan ini sangat cocok untukku karena aku dapat menciptakan sendiri ketenangan itu dan bekerja di waktu yang kuinginkan. Inilah keistimewaan yang tidak diperoleh dari mereka yang bekerja di kantor. Tak ada perasaan selalu diawasi. Tak perlu ada pula drama-drama yang munc

    Last Updated : 2020-10-26
  • Fare Finta [Indonesia]   Pertemuan

    Aksara Bumi Hermawan.Itu adalah nama pria yang menjadi pasanganku hari ini. Dengan kata lain, ia merupakan penyewa jasaku. Atau yang lebih gampang dimengerti, aku adalah pacar sewaannya selama beberapa jam ke depan. Kami belum pernah bertemu. Pun dengan bertatap muka. Aku hanya melihat rupa dirinya dari foto yang dikirimkan Diva padaku. Tujuannya agar aku mendapat gambaran seperti apa kekasih satu hariku itu.Semalam, aku menelepon Aksara untuk memastikan peran yang akan kumainkan. Seperti yang Diva bilang, ia memintaku menemaninya datang ke pesta pernikahan salah satu temannya. Aku cuma perlu berada terus di sampingnya. Dan tentu saja, berpura-pura menjadi kekasihnya di depan semua orang, terutama bila harus bertemu orang-orang yang dikenalnya.Ia tak menuntutku dalam hal berpakaian. Tidak ada dress code atau couple dress yang mungkin sudah ia rencanakan. Biasanya, dua orang yang berpasangan akan memakai pakaian berwarna senada ke acara-ac

    Last Updated : 2020-10-29
  • Fare Finta [Indonesia]   Kontrak Baru

    "Membuat cover buku, ya?"Aku mengamati kumpulan notes yang kutempel di papan dekat meja kerja. Notes beraneka warna itu berisi daftar pekerjaan yang harus kuselesaikan. Biasanya, aku menyortirnya per minggu. Seluruh deadline pekerjaan di minggu yang sama akan kujadikan satu. Kemudian, aku mengurutkannya lagi berdasarkan hari deadline. Yang tercepat, tentu, perlu didahulukan.Di minggu ini, pekerjaan terbanyak yang kuperoleh adalah membuat ilustrasi sampul buku. Jumlahnya ada lima. Itu berarti dalam sehari aku harus mengerjakan dua ilustrasi karena pekerjaanku tak hanya itu saja. Ada tawaran mendesain website yang meski deadline-nya minggu depan, aku harus mulai mengerjakannya dari sekarang. Ada pula pekerjaan menggambar ilustrasi wajah klien yang ingin dibuat versi anime. Sepertinya, minggu ini menjadi hari-hari yang lumayan sibuk untukku.Sebelum bekerja, terlebih dulu aku mengecek situs temp

    Last Updated : 2020-11-01
  • Fare Finta [Indonesia]   Tiba di Jakarta

    Pertama kali aku mengunjungi Jakarta adalah ketika acara wisata sekolah semasa SMP. Tempat-tempat yang kudatangi, seperti Dufan, Ancol, lalu apa lagi? Aku tidak mempunyai dokumentasinya sehingga tak ingat pernah ke mana saja. Maklum, dulu belum ada ponsel berkamera. Atau sudah ada, tapi terbatas dan terlalu mahal untuk semua kalangan. Kamera yang populer pun kebanyakan masih menggunakan roll film yang tentu perlu biaya untuk membelinya. Karena itu, foto-foto yang bisa diambil hanya sedikit dan entah menggunakan kamera siapa.Kali kedua berkunjung ke ibu kota adalah setahun lalu untuk menghadiri pernikahan sepupu. Aku beserta keluarga besar menginap di rumah om selama empat hari. Di sana, aku harus tidur ala kadarnya karena jumlah ruang yang terbatas. Cukup beralaskan karpet, aku dan sepupu-sepupuku yang lain bisa istirahat di mana saja. Bisa lorong atau tempat-tempat lain yang dirasa lega. Dan Jakarta itu panas. Kipas angin tak hentinya berputar selama kami ada di san

    Last Updated : 2020-11-29

Latest chapter

  • Fare Finta [Indonesia]   Suka dan Cinta

    "Lagi sibuk, Kak?" Kepala Nuri menyembul dari balik celah pintu kamar yang terbuka. Rambut panjangnya terkuncir kuda dengan sedikit berantakan.Aku yang mendengar ketukan pintu darinya memang sudah mempersilakannya masuk tepat sebelum pintu kamarku dibuka olehnya. "Nggak terlalu. Kakak cuma lagi membuat sketsa," jawabku, memberitahukan kegiatan yang tengah kulakukan. Kurapikan letak kacamata bulatku yang agak melorot. "Kenapa, Dek?""Boleh masuk?""Masuk saja."Nuri memperlebar celah pintu kamar, lalu berjalan masuk menghampiriku. "Ini project yang Kakak bilang itu, ya?" tanyanya setelah sampai di sebelahku. Kedua matanya tak luput mengamati hasil pekerjaanku yang tersebar di atas meja. "Gambarnya lucu, Kak." Ia melontarkan komentarnya.Aku tersenyum. Sedari tadi aku memang berkutat dengan pekerjaan yang menjadi alasan utamaku berada di rumah ini. Tanganku dengan lincah bergerak di atas kertas putih, merealisa

  • Fare Finta [Indonesia]   Mulai Bekerja

    "Bapak tunggu di luar, ya, Neng," ujar Pak Amin yang ikut keluar bersamaan denganku dari dalam sedan hitam yang tadi kunaiki. Tentu, dengan Pak Amin sebagai sopirnya."Pak Amin pulang saja. Nggak perlu menunggu Alin," tolakku halus. Jujur, baru sekali ini aku merasakan diantar oleh sopir. Maksudku, benar-benar seorang sopir yang dipekerjakan di sebuah keluarga. Karena itulah, rasa tak nyaman muncul kala Aksara mengusulkan ide ini dan langsung mendapat dukungan dari Mama. Dan ditunggu? Aku bahkan tak suka membuat orang lain menunggu.Aku sudah menolak. Tetapi, seperti yang telah kuduga, aku kalah. Alasan mereka terlalu rasional sehingga tak mampu kubantah lagi."Nggak apa-apa, Neng. Bapak sudah mendapat amanat dari Ibu untuk mengantarkan dan menunggu Neng Alin di sini," balas Pak Amin yang memaksaku menelan kembali penolakanku tersebut. Kuasa Mama begitu sulit untuk dilawan."Tapi, Alin mungkin lama. Bapak nggak

  • Fare Finta [Indonesia]   Langit Malam

    Aku menyelesaikan pekerjaanku tepat ketika kulihat jam digital di sudut layar komputer di hadapanku menunjukkan pukul sebelas malam. Ini bukan merupakan rekor termalamku bekerja. Aku pernah memulai pekerjaanku lewat tengah malam. Tentu, dengan jam tidur yang berubah lebih awal, yakni kala malam baru dimulai.Contohnya saja hari ini. Berhubung aku telah meneruskan jam tidur siangku hingga petang usai, hal ini berimbas pada waktu kerjaku yang ikut berubah. Tapi, aku memang tak memaksakan diri. Aku bahkan tak menyangka akan tetap memiliki waktu untuk bekerja karena sedari awal, otakku sudah membayangkan istirahat nyaman di sepanjang hari pertamaku sampai di rumah Aksara. Jadi, selesainya satu ilustrasi serasa menjadi bonus untukku.Kuambil mug berukuran sedang yang sengaja kuletakkan dekat dengan dinding agar aman dari pergerakan tanganku. Mug abu-abu ini berisi minuman cokelat yang, jujur, aku tak ingat lagi kapan membuatnya. Mungkin, sejam yang lalu karena k

  • Fare Finta [Indonesia]   Makan Malam

    Apa kalian tahu? Sejujurnya, ada hal kecil yang terkesan sepele, namun cukup membuatku pusing selama beberapa hari belakangan memikirkannya. Ini adalah tentang caraku berpakaian selama berada di rumah Aksara. Maksudku, style santai ala rumahan seperti apa yang ingin kuperlihatkan di depan keluarganya.Aku tidak mungkin menunjukkan cara berpakaianku ketika hanya sendirian di kamar kos dengan pintu yang nyaris selalu tertutup. Gayaku bahkan lebih barbar dari saat berada di rumah. Lumayan sering aku memakai hot pants yang kalian tahu sendiri sependek apa celana itu. Tak jarang pula aku beralih mengenakan daster tak sampai selutut dan tanpa lengan. Maklum, tempat kosku memang khusus diperuntukkan untuk kaum hawa. Jadi, wajar jika kami, para perempuan penghuni kos, berkostum sekadarnya kala berada di area kos. Kenyamanan menjadi yang utama. Toh, sebagian besar waktu kami dihabiskan di dalam kamar.Tetapi, aku tidak mungkin bergaya demikian, buk

  • Fare Finta [Indonesia]   Kembali ke Rumah Aksara

    Menurut Diva, jurus terjitu untuk dekat dengan calon mertua adalah dengan bersikap baik pada mereka. Dan yang paling penting, menunjukkan kedekatan dan hubungan baik dengan si pasangan. Itu semua kata Diva. Bukan aku.Entah ucapannya benar atau tidak, aku tetap mengikuti sarannya. Bukankah bersikap baik pada orang lain merupakan perbuatan terpuji? Pelajaran sekolah yang kuterima semasa tahun awal SD jelas-jelas menjabarkan hal tersebut. Apa lagi selain bersikap baik? Ramah, sopan, senang membantu, tidak bohong, dan teori kebaikan lainnya. Padahal anak umur segitu belum memahami benar sebuah teori tanpa contoh nyata di depan mata mereka. Tapi, ya sudahlah. Masa itu sudah lama berlalu.Aku meninggalkan kamar kosku yang nyaman di malam hari. Berhubung akan pergi lumayan lama, aku menitipkan kunci kamarku pada Diva dan memintanya untuk sekali-sekali menengok kamarku. Tenang, aku meninggalkannya dalam keadaan bersih. Dan siapa pun yang mengenal baik diriku pasti tahu

  • Fare Finta [Indonesia]   Jakarta dan Aksara

    Kertas yang awalnya putih bersih itu, kini ternoda oleh goresan-goresan grafit hitam membentuk sebuah sketsa monokrom. Tanganku sibuk bergerak, membuat garis lurus tegak dan terkadang miring. Kutambahkan detail sejauh yang bisa kuingat dari rumah itu. Rumah Aksara.Ini bukan bagian dari pekerjaanku. Aku melakukannya murni untuk menghilangkan kebosanan yang mendera sedari siang. Entah sejak kapan, sketchbook dan pensil ini ada di tanganku. Lebih-lebih, aku tak ingat kapan memulai keasyikan ini. Dan kenapa harus rumah Aksara?Tiba-tiba sebuah kesadaran menerjangku. Potongan ingatan yang tadinya tak kutemukan seketika merangsek masuk ke dalam otak. Aku berniat membuat komik. Kisah seorang bangsawan modern. Oleh sebab itu, rumah Aksara rencananya akan kugunakan sebagai salah satu latar tempatnya.Seharian kemarin, aku menghabiskan waktu rehatku dengan membaca komik yang sudah lama sekali ingin kubaca. Tentang perjalanan antar dimensi. Mungkin, karena terlal

  • Fare Finta [Indonesia]   Teman Lama

    "Bagaimana liburannya kemarin?" tanya Diva, sama sekali tak mau menyembunyikan wajah penasarannya.Aku sibuk mengunyah makanan di dalam mulutku. Pagi-pagi sekali, ia datang dan mengetuk pintu kamarku dengan tak sabaran. Suara ketukannya bahkan masuk ke dalam mimpi, membuatku bertanya-tanya kenapa terdengar sangat nyata. Lalu, panggilan Diva menyadarkanku bahwa semua itu bukan mimpi.Rasanya ingin marah begitu tahu jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Ia tetap bertandang, padahal tahu betul aku masih tidur di jam segitu. Aku butuh banyak tidur setelah menjalani perjalanan kerja singkatku.Untung ia membawa sarapan untukku. Sekotak bubur ayam panas lengkap dengan kuah serta kerupuk. Perutku seketika menggeliat minta diisi. Maka, aku mempersilahkannya masuk. Ia duduk di satu-satunya kursi di kamarku. Sementara aku kembali ke atas kasur dan mulai membuka kotak makanan darinya."Kerja. Itu namanya perjalanan kerja." Aku meralat ucapannya. Enak saja ia

  • Fare Finta [Indonesia]   Jalan-Jalan

    Tanganku bergerak-gerak mencari letak ponselku yang tak henti berdering. Aku tahu itu merupakan suara alarm yang kusetel beberapa jam lalu. Aku tak hanya memasang satu, namun empat alarm dengan rentang waktu setengah jam. Kenapa aku melakukannya? Ini untuk memastikan aku benar-benar bangun dari tidurku, bukan bangun untuk mematikan alarm saja.Dengan mata berat, aku menyentuh secara asal tombol yang kuharap adalah untuk mematikan deringnya. Tapi tampaknya, aku salah memilih tombol. Suara alarmku masih terdengar dan justru semakin keras karena aku memang mengaturnya demikian. Akhirnya, aku bangkit dari posisi tidurku. Kupaksa mataku agar terbuka lebar. Kali ini, tombol di layar ponselku terlihat jelas. Aku pun menggeser pilihan untuk mematikan suara yang telah merusak tidurku.Aku baru bisa tidur lewat dari jam dua pagi, seperti malam sebelumnya. Efek menonton film horor sungguh luar biasa. Aku terbayang-bayang kengeriannya hingga setiap kali memejamkan mata, otakku den

  • Fare Finta [Indonesia]   The Ring

    Setelah mendapat istirahat yang cukup, aku merasa bersemangat untuk mulai kembali bekerja. Aku melanjutkan pekerjaan mendesain website yang sudah separuh kukerjakan. Sebenarnya, yang kubuat adalah layout desain website yang akan klien luncurkan. Ini hanya sebuah gambaran karena aku tidak mempunyai kemampuan untuk benar-benar mewujudkannya ke dalam situs website. Klien sudah memiliki tim tersendiri yang bertugas mengerjakannya.Aku mewarnai beberapa bagian dari gambarku dengan warna pink. Situs tersebut milik sebuah brand komestik yang menggunakan pink di semua kemasan produk yang dikeluarkannya. Jadi, wajar apabila aku memakainya di ilustrasi buatanku. Lagi pula, hal ini juga merupakan permintaan dari klien. Tentunya, mereka ingin menggunakan warna yang sudah menjadi simbol ke dalam semua barang yang berkaitan dengan brand mereka.Tok. Tok. Tok.Suara ketukan pintu menginterup

DMCA.com Protection Status