“Woi Shen, sinilah join.” teriakan Ali membuat Shena berserta Dido dan Adit melangkah mendekat.
“Akhirnya lo dateng juga Shen, gini dong sering-sering nongkrong bareng kita,” seru Ali, kemudian memeluk Shena beserta Dido dan Adit secara bergantian. Dari geng mereka ketiganya yang paling susah di ajak untuk nongkrong di tempat ramai, walaupun begitu hubungan mereka tetap akur dan erat.
“Ada acara apa nih bang? Tumben lo ngajak ke sini,” tanya Dido penasaran.
“Biasalah party kita.” Ali mengeluarkan plastik kecil berisikan serbuk berwarna putih.
Semua yang duduk di meja itu bersorak senang melihat barang yang ada di tangan Ali, kecuali Shena. Dia memutar matanya malas lalu beranjak dari kursi memilih pergi meninggalkan mereka.
“Kalau gue liat lo berdua ikut-ikutan konsumsi barang itu habis lo berdua di tangan gue.” Peringatan tegas dari Shena membuat Adit dan Dido terdiam, tidak berani melanggar titah sang ketua mereka memilih untuk minum dan mengobrol bersama yang lain.
“Cupu banget sih kalian berdua, mau aja diperintah begitu sama Shena. Ayolah lo berdua yakin nih nolak barang sebagus ini?” Ali mendekati Dido dan Adit.
“Dicoba aja dulu,” lanjutnya, tak menyerah membujuk kedua temannya itu.
“Sorry bang, gue lagi miskin nih kagak punya duit,” tolak Dido halus, yang disusul dengan anggukan Adit membuat Ali menghela nafas.
“Oke, gue nggak bakal maksa. Tapi kalo lo mau hubungi gue.” Dido dan Adit mengangguk.
“Anjrit bang, liat tuh pelayan bodynya montok gilak,” seru Azzam mengalihkan perhatian Ali kearah seseorang yang Azzam perhatikan, lelaki itu bersiul semangat menatap bagian tubuh belakang seorang gadis yang ditunjuk oleh temannya.
“Lebih montok dibanding kak Anya bang,” tambah Kevin heboh, salah satu tukang kompor di geng mereka.
“Mau taruhan? Kalau dia main sama gue malam ini, kalian bayar satu juta perorang. Kalau gue kalah, malam ini gue yang traktir gimana?” usul Ali tiba-tiba, mereka tampak antusias setuju dengan gagasan itu. Tidak akan rugi mengeluarkan uang jika mereka mendapatkan sebuah hiburan, Dido dan Adit merasa gelisah feeling mereka sudah tidak enak dan Shena belum kembali ke meja mereka, satu-satunya orang yang berani memberhentikan permainan gila ini ya cuma seorang Raden Akashena Kavi.
“Misi mbak, prikitiw mari dah sini.” Teriakan Kevin membuat Laura—pelayan yang menjadi target mereka melangkah mendekat.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Laura sopan. Mereka cekikikan sebagai respon semakin membuat Laura tidak nyaman berada di sekitaran lelaki yang menurutnya sebaya dengannya itu.
“Bisa bantu lap ini mbak mejanya basah nih,” kata Ali sembari menunjuk genangan air di meja mereka. Gadis itu mengerutkan keningnya heran, di meja itu hanya terdapat beberapa cipratan air.
Laura tersenyum sopan, lalu mulai mengelap bagian meja yang Ali tunjuk.
“Lap sendiri bisa kali, males banget jadi manusia,” batin Laura kesal, padahal pekerjaannya masih banyak.
Melihat gadis tadi sedikit membungkuk, tangan nakal Ali mulai merambat naik dan menyingkap rok pendek yang Laura kenakan bahkan dia mengelus paha atasnya melakukan gerakan pelecehan, Laura sudah geram dan tidak dapat menahan amarahnya lagi. Dia menepis kasar tangan Ali yang masih bertengger di pahanya.
“Anjing! Berhenti ngelus paha gue bangsat,” Suara lantang Laura membuat para pengunjung bar malam itu memusaatkan perhatiannya pada Laura, dengan tatapan kesal dia langsung mencengkram kerah jaket Ali.
“Berani ya lo sama pelanggan, ingat lo cuma pelayan di sini. Dan pelanggan adalah raja, lo harus siap melayani raja dengan senang hati.” Dia tersenyum mengejek memperlihatkan kepada Laura jilatan lidahnya bergerak menggoda.
“Haaah, sialan,” maki Laura, gadis itu menatap Ali dengan berang.
Cuih!
Laura meludahi wajah Ali.
“Anjing, semakin lo galak gue semakin suka. Kalo lo bisa puasin gue malam ini, gue bayar berapapun yang lo pinta.”
“Bangsat.” Laura naik pitam.
Plak!
Tamparan itu begitu keras sampai kepala Ali terpental ke belakang. Belum puas Laura lalu mendorong Ali hingga mundur beberapa langkah.
“Cewek sialan, ngelunjak lo ye!” Rahangnya mengeras, Ali maju begitu cepat sembari tangannya sudah terangkat tinggi-tinggi berniat ingin membalas Laura yang berani mempermalukannya di depan banyak orang. Belum sempat tangan kekarnya sampai menyentuh wajah gadis itu, gerakannya ditahan oleh seseorang.
Ali memutar pandangannya ke samping, menatap tidak senang pada Shena yang mencengkram tangannya dengan kuat.
“Lepas Shen, ini urusan gue sama ni cewek. Lo nggak berhak ikut campur!” Ali mencoba melepaskan cengkraman itu, tapi tampaknya tidak berpengaruh apapun bukannya terlepas cengkraman Shena semakin kencang.
“Argh,” ringis Ali ketika Shena melepas cengkramannya.
“Lebih baik lo balik kerja, dari pada ngurusin temen gue. Lo mau dipecat dari sini cuma karena dia?”
Mata mereka saling beradu, perhatian Shena tertuju pada tahi lalat bibir atas kanan gadis di hadapannya. Untuk beberapa detik Shena kehilangan fokusnya, tahi lalat itu begitu kontras dengan warna lipstick merah merona yang Laura gunakan.
“Lo siapa? Gue nggak ada urusan sama lo, minggir! Dia harus dikasih pelajaran biar paham pentingnya attitude!” bentak Laura yang masih emosi, nafasnya memburu tak beraturan. Demi Tuhan, air matanya sudah menggenang entah sampai kapan gadis itu bisa menahannya. Laura tidak mau dianggap remeh dan lemah dia masih punya harga diri.
“Lo ribet banget jadi cewek, lagian lo udah nampar temen gue masih kurang?” decak Sena mulai kesal, dia tidak tahu ada masalah apa Ali terhadap gadis itu tetapi dengan membuat keributan seperti ini hanya akan merugikan mereka. Terlebih lagi Shena tahu jika teman-temannya masih memegang narkotika akan sangat berbahaya jika mereka terciduk.
“Ada apa ini?” Arya-- manager bar itu akhirnya mendatangi tempat yang sudah dikerumuni oleh banyak orang, pria itu membulatkan matanya ketika melihat Laura karyawan yang baru dua pekan dia terima telah berkelahi dengan pelanggan. Alis tebalnya menukik menatap tidak senang pada Laura.
“Maafkan atas tindakan karyawan saya, kami ingin menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dan akan mengganti rugi kepada anda.”
“Laura, sebaiknya kamu minta maaf,” sambungnya memberikan perintah tegas pada Laura.
“Loh pak, dia yang salah ngelecehin saya kenapa saya yang harus minta maaf,” ucap Laura tidak terima dengan gagasan itu, dia tidak salah mana sudi Laura membungkuk minta maaf pada lelaki kurang ajar itu.
“Diem lo cewek sialan, gue mau lo sujud di kaki gue.” Ali tersenyum licik, di sini dia menang gadis sialan itu tidak akan bisa menuntut Ali karena pada dasarnya Laura tidak memiliki bukti.
“Tidak perlu diperpanjang masalahnya pak, kami yang akan pergi dari sini.” Baik manager dan Laura keduanya menatap kearah Shena terkejut.
“Eh Shen, gue nggak terima ya. Nih cewek harus minta maaf dulu!” ucap Ali tak terima, Shena menatap tajam kearah seniornya itu.
“Bang, kita perlu bicara di luar.yang lain bubar ikut gue semuanya.” Mereka diam, tak ada yang berani membantah jika Shena sudah berbicara seserius itu termasuk Ali yang hanya bisa menghela nafas kesal dan memilih pergi lebih dulu dibandingkan yang lain.
Shena menyelesaikan pembayaran, lalu berlalu pergi menyusul teman-temannya yang sudah di luar. Tak lama terdengar suara deru motor yang begitu berisik perlahan mulai menjauh, tanda Shena beserta teman-temannya telah pergi.
Setelah semua bubar barulah Laura diseret ke belakang, gadis itu disidak oleh beberapa karyawan lain beserta Arya.
“Laura, sudah berapa kali kamu berbuat ulah dengan pelanggan selama kamu kerja di sini. Saya tidak bisa mentolerir kesalahan kamu. Dengan berat hati mulai hari ini kamu, saya pecat.” Arya berbicara tegas, pria berusia 30 tahun itu nampaknya sangat kesal dengan kelakuan Laura, semua masalah tidak bisa diselesaikan dengan amarah seperti tadi hanya akan membuat image barnya rusak dan jelek di mata pelanggan.
“Pak saya minta maaf jangan pecat saya pak, saya janji nggak bakal buat masalah lagi,” mohon Laura lirih, pekerjaan ini satu-satunya yang menerima dia dengan gaji yang lumayan walaupun Laura masih anak di bawah umur.
“Saya kasihan sama kamu Laura, saya ngerti sulitnya cari uang apalagi kamu masih sekolah. Saya ingin menolong kamu, tapi kalau kejadian tadi terus terjadi pelanggan berkurang bisa-bisa tempat ini mengalami kerugian besar.”
“Saya mohon pak, beri satu kesempatan lagi.” Laura berlutut, semuanya menatap kasihan pada gadis itu. Arya menghela nafas, lalu membantu gadis itu berdiri tegak.
“Baik saya beri satu kesempatan dengan syarat gaji kamu bulan ini saya potong, kamu tidak keberatan?” tanya Arya.
Laura mengangguk senang, dia mengguncang tangan Arya berkali-kali dengan menggumamkan kata terima kasih.
“Lain kali kalau ada pelanggan yang mengganggu, lapor ke saya saja jangan langsung melakukan tindakan ceroboh.” Laura mengangguk paham, gadis itu tersenyum lega. Setidaknya dia tidak perlu mencari pekerjaan baru untuk saat ini.
“Terimakasih pak.”
“Gue nggak ngelarang kalo lo mau ngedarin tuh barang, tapi jangan sampe nyeret anak-anak lain dalam masalah. Apalagi tadi, tindakan lo udah keterlaluan!” Semua menundukkan kepalanya kecuali Ali, lelaki itu terlihat menggeretakan giginya menahan kesal. “Gue lebih senior dari lo Shen, sama aja lo ngehina gue kalo begini!” berang Ali. “Gue ketua di sini, dan lo kalo masih mau masuk jadi anggota harus nurut kata gue! Dan kalian semua sama kalau buat masalah dan nyeret anak lainnya yang gak bersalah berurusan langsung sama gue.” Tatapan Shena terasa dingin dan membunuh. Kalah telak, peringatan Shena tidak main-main. Jika Shena sudah mengeluarkan aura dingin mematikan seperti ini dia tidak akan segan menghabisi bahkan membunuh siapapun yang membuat masalah padanya. Ali diam dia tidak mungkin bisa mengalahkan Shena terlebih lagi pendukung Shena dalam geng ini lebih banyak. Ali memilih pergi tanpa sepatah katapun meninggalkan teman-temannya di sana. “Sial, ga
“Loh, Naura kenapa kamu lama sekali jalan ke sini?” tanya pak Adi heran, pasalnya Naura datang lebih lambat dari yang lain padahal namanya yang dipanggil lebih dulu. Naura memperlihatkan deretan gigi rapinya, lalu segera meminta maaf, dia beralasan ke toilet sebentar atas keterlambatannya. “Yasudah, berhubung semua peserta sudah berkumpul bapak ada beberapa pengumuman untuk kalian.” “Pertama-tama selamat kepada kalian yang terpilih, sejauh ini kalian pasti sudah tahu partner masing-masing dalam setiap mata pelajaran yang akan kalian ikuti dalam olimpiade. Dan bapak akan membuka kelas tambahan di setiap jam istirahat kedua hingga pelajaran terakhir selesai, kalian tidak di wajibkan ikut serta dalam pelajaran di kelas. Sebagai gantinya kalian akan diberikan tugas pengganti setiap minggunya, bagaimana apa ada yang merasa keberatan? Silahkan sampaikan pendapat kalian sekarang.” Pak Adi mengakhiri penjelasannya, lelaki berumur 45 tahun itu memandangi murid
To Nala: Nala, punya nomer Shena nggak? From Nala: Punya Sent contact Akashena Cie Naura udah mau chatingan aja sama Shena To Nala: Dih apaan sih Nala, nakal deh. Cuma mau jadwal belajar kok, dua hari ini dia nggak dateng terus di kelas tambahan. From Nala: Iya deh, semangat belajar ya To Nala: Iya. Laura menatap ponselnya dengan senyum, lalu jemarinya bergerak menyimpan nomer Shena dan menuliskan sebuah pesan. To Shena: Hi, gue Naura. Partner lo untuk olimpiade Jadwal belajar gue sampein di sini aja yah. Gue free sabtu sama minggu dari siang, terserah lo sih tinggal pilih mau hari apa kita belajarnya. Dan tempatnya gue ngikut aja sih di mana aja nggak masalah. Sorry kalo gue ganggu. “Bodo amat, males banget nyamperin dia ke kelas. Lagi tuh bocah gak ada pikiran apa yak, nih olimpiade bentar lagi masih aja keluyuran,” g
“Lo ikut gue.” Tanpa persetujuan Laura, Shena menarik paksa gadis itu agar mengikutinya menuju halaman belakang sekolah yang selalu sepi. Sepanjang perjalanan mereka menjadi pusat perhatian, banyak siswa yang berbisik dan mengambil gambar secara diam-diam demi mengabdikan moment langka itu. Sontak saja kejadian penarikan paksa Laura oleh Shena menjadi perbincangan hangat antar siswa pagi ini. Pasalnya semenjak nama mereka berdua dipasangkan menjadi partner untuk olimpiade saja sudah menghebohkan sekolah apalagi ini tumben sekali seorang Raden Akashena Kavi rela datang pagi-pagi hanya untuk menemui Laura di kelas. Jelas saja di grup sekolah telah gempar, dipenuhi dengan berita rumor dating antara Shena dan Laura menjadi tranding topik. “Sakit Shen. Lepas, gue bisa jalan sendiri nggak perlu lo tarik begini,” keluh Laura, namun tidak ada balasan dari Shena. “Shena.” Laura menghempaskan paksa tangannya hingga genggaman Shena terlepas, memar kemera