“Lo ikut gue.” Tanpa persetujuan Laura, Shena menarik paksa gadis itu agar mengikutinya menuju halaman belakang sekolah yang selalu sepi.
Sepanjang perjalanan mereka menjadi pusat perhatian, banyak siswa yang berbisik dan mengambil gambar secara diam-diam demi mengabdikan moment langka itu. Sontak saja kejadian penarikan paksa Laura oleh Shena menjadi perbincangan hangat antar siswa pagi ini. Pasalnya semenjak nama mereka berdua dipasangkan menjadi partner untuk olimpiade saja sudah menghebohkan sekolah apalagi ini tumben sekali seorang Raden Akashena Kavi rela datang pagi-pagi hanya untuk menemui Laura di kelas.
Jelas saja di grup sekolah telah gempar, dipenuhi dengan berita rumor dating antara Shena dan Laura menjadi tranding topik.
“Sakit Shen. Lepas, gue bisa jalan sendiri nggak perlu lo tarik begini,” keluh Laura, namun tidak ada balasan dari Shena.
“Shena.”
Laura menghempaskan paksa tangannya hingga genggaman Shena terlepas, memar kemerahan tercetak dengan jelas di pergelangan tangannya. Sekuat itu cengkraman Shena pada tangannya tadi.
“Apaan sih lo. Narik orang seenak jidat, lo ada masalah sama gue hah?” Bodo amat, Laura tidak perduli jika Shena menilai dirinya tidak seperti Naura biasanya. Lagian di sana tidak ada seorang pun jadi Laura bisa aman untuk menunjukkan sifar aslinya.
“Lo kan kemaren yang ngintip gue sama Anya,” tuduh Shena langsung.
Laura membelalak, bagaimana Shena tahu?
“Lo ngomong apa sih? Gue nggak ngerti.”
“Ngaku lo! Gue liat lo kemaren. Sepatu putih yang selalu lo pake di sekolah ini bukti kalo orang yang gue liat itu adalah elo.” Shena mendorong Laura kencang hingga membentur pohon mangga besar membuat beberapa daun kering berguguran. Badan besarnya menghimpit tubuh Laura mempersempit jarak antar mereka.
“Lo gila? Lo mau ngapain anjir.” Laura menatap Shena berang tidak terima dengan perlakuan Shena yang semena-mena padanya. Padahal mereka tidak memiliki hubungan yang dekat untuk melakukan pembicaraan sedekat ini.
“Minggir! Mesum lo, lepasin nggak!” Didorongnya sekuat tenaga tubuh Shena tetapi nihil taka da perubahan sama sekali, badan Shena tetap di sana dengan statik.
“Bacot lo. Apa aja yang lo denger.” Suara Shena terdengar sangat mengintimidasi, Laura ketar ketir sendiri karena tidak bisa melakukan perlawanan lebih.
“Lo nggak percaya banget. Bocah freak lepas gue nggak mau telat masuk kelas, anjing. Lo ngerti bahasa manusia nggak sih? Ngotot banget jadi orang.”
“Jangan salahin gue, lo yang nggak mau jujur dari tadi,” bisik Shena tajam, dia menyunggingkan smirk.
Cup!
Shena menyatukan bibir mereka, menghisap dengan kuat tidak memperdulikan Laura yang sudah memukul badannya beberapa kali. Dia tetap melanjutkan, setelah puas barulah Shena melepaskan tautan mereka, matanya menelusuri kembali wajah Laura. Lalu perhatiannya sepenuhnya terfokus pada tahi lalat yang tercetak di sana, conclear yang selalu menutupi tanda itu kini terhapus sebagian akibat ulah Shena. Tangannya menyentuh tahi lalat itu dengan lembut.
“Tahi lalat ini, lo yang nyari ribut sama Ali waktu itu?”
Ternyata kecurigaannya selama ini memang benar, gadis bernama Naura ini sama dengan gadis pelayan yang berkelahi dengan Ali waktu itu.
“Jadi lo pelayan di bar Anashia malam itu. Anggap kita impas, gue tahu rahasia lo dan lo tahu rahasia gue. Sampai mulut lo bocor, idup lo nggak bakal tenang selama sekolah di sini.” Ancaman Shena tidak main-main, dia akan melakukan apapun asal gadis ini bisa menutup mulutnya. Shena tidak akan membiarkan Anya terlibat masalah dengan Ali akan sangat panjang urusan dan berbahaya untuk Anya.
“Kalo lo macem-macem, gue bakal lakuin hal yang lebih gila dari ini,” Lanjutnya.
Kukungan Shena terlepas sembari lelaki itu pergi meninggalkan Laura sendiri di sana. Jangan tanya bagaimana perasaan Laura saat ini, dia terlalu terkejut dengan tindakan yang Shena lakukan, ciuman pertamanya terrenggut begitu saja.
Gadis itu mengepalkan tangannya kuat hingga buku-buku tangannya memutih, perlahan pertahannya runtuh di sana dia menangis sejadi-jadinya menumpah ruahkan segala sakit, perih dan sesak yang menjadi satu bergemuruh dalam dadanya.
“Gue bakal inget apa yang lo lakuin ke gue hari ini Shen. Dan gue pastiin bakal gue bales”
***
“Aje gile, dari mana aja bos bedua-duan sama anak gadis” goda Dido heboh setelah Shena duduk di sampingnya.
Adit menatap Shena dengan penuh minat, tidak sabar menanti jawaban dari sang ketua. Ini adalah moment terlangka yang wajib mereka cari tahu, seorang Akashena menghampiri cewek selain Anya itu bagai keajaiban dunia ke 8.
“Iya nih, diem-diem baek kalo udah deket sama Naura. Baru kemaren lo jadi partner olimpiade gesit amat bang,” tambah Adit yang diselingi dengan cekikikan.
“Kalian tahu dia?”
“Lah si bocah, siapa coba yang kagak kenal seorang Anasthasa Naura Banuska udah cantik pinter lagi. Mana baik pula, kagak pernah macem-macem pokok e tipe pacar idaman banget deh,” puji Dido dengan kemedokannya sambil cengengesan.
“Yee lebay. Tapi bener tuh yang dibilang Dido,” kata Adit setuju.
“Rokok,” pinta Shena, segera Adit memberikan miliknya untuk dibagi.
“Masih pagi bray, udah nyebat aja bos.”
“Pait mulut gue,” jawab Shena seadanya. Dido menatap Shena intens, lalu menepuk pundak Adit dengan semangat.
“Sakit anjing,” teriak Adit.
“Lo ngapain sama Naura hah? Gila itu bibir lo kok merah? Wah… wah bos gila lo masih pagi ini bos.” Adit menatap Dido heran, apa yang lagi dibahas oleh Dido? Adit tidak mengerti.
“Lo ngomong apa sik? Kasih tahu gue,” rengek Adit frustasi.
“Itu, bos kita Dit udah gede. Anjir Shen, jawab benar lo lakuin itu ke Naura?”
“Gue tahu anjing kalo Shena udah gede. Tapi hubungan sama bibir apaan goblok?” Adit berdecak kesal. Ini kenapa manusia satu ini dari tadi tidak berniat menjelaskan secara detail padanya malah nanya mulu ke Shena.
“Lo berdua diem atau gue kasih kartu kuning, mau?” Kartu kuning kartu keramat bagi anggota the Denandars, bahaya kalo sudah dapat kartu kuning dari Shena harus menyiapkan mental untuk rela mengikuti 10 kegiatan sosial membantu kegiatan gotong royong baik dalam sekolah maupun di lingkungan masyarakat dalam sebulan dan mengumpulkan bukti berupa surat. Jika belum memenuhi target siap-siap saja jadi samsak gratis untuk Shena.
“Buset selow bos. Udah deh diem gue.” Dido melakukan gerakan dari kiri ke kanan seolah-olah sedang menutup resleting di bibirnya.
“Beruntung amat sih jadi lo Shen udah good looking, pinter dapet cewek bibit unggul semua lagi. Serakah amat idup lo.” Lanjutnya tak terima dengan nasib Shena yang terlewat beruntung.
“Sirik aja anak pak Udin,” ledek Adit sembari memukul kepala Dido gemas.
“Gue cuma diskusi masalah jadwal belajar, lebay lo bedua. Kenapa dah kok kalian tahu gue sama dia tadi?” elak Shena.
“Lo kagak tahu? Satu sekolah gempar gara-gara rumor lo dating ama si neng Naura. Anjir ni anak kagak pernah cek sosmed apa yak,” ucap Dido dramatik.
“Apa kata lo barusan?” tanya Shena memastikan bahwa dia salah dengar.
“Lo dirumorin pacaran sama Naura, buset budek lo bos?” ulang Dido.
Tanpa menanggapi ledekan Dido, Shena berjalan meninggalkan mereka tergesa-gesa seperti ingin mengejar sesuatu dengan langkah cepat.
“Lah ngoyor aja, suka-suka bos ajalah”
“Paling mau ketemu kak Anya. Biasalah kalo dia begitu pasti masalah Anya,” jelas Adit.
“Lah ngapa? Ada urusannya apa sama kak Anya?” tanya Dido heran.
“Yee goblok, lo tahu kan bos kita itu diem-diem jalin hubungan sama kak Anya di belakang bang Ali.” Dido mengangguk.
“Nah itu, pasti tuh Shena kagak mau kak Anya salah paham. Lemot amat lo, begitu aja kagak paham.” Adit mengakhiri penjelasannya, terdengar suara helaan nafas dari Dido.
“Gue heran napa si bos mau aja lagi jadi selingkuhan, padahal muka ganteng gitu banyaklah cewek lain yang mau.”
“Ya namanya cinta, bisa buat orang jadi buta. Edan puitis banget dah bahasa gue barusan”
***
Shena menatap sekitar, sepi tidak ada siapapun jadi aman. Dia mengirimkan pesan pada Anya mengajaknya untuk bertemu di sana setelah mendapatkan balasan bahwa Anya akan menghampirinya akhirnya Shena bisa tersenyum lega.
“Woi Shen, sinilah join.” teriakan Ali membuat Shena berserta Dido dan Adit melangkah mendekat. “Akhirnya lo dateng juga Shen, gini dong sering-sering nongkrong bareng kita,” seru Ali, kemudian memeluk Shena beserta Dido dan Adit secara bergantian. Dari geng mereka ketiganya yang paling susah di ajak untuk nongkrong di tempat ramai, walaupun begitu hubungan mereka tetap akur dan erat. “Ada acara apa nih bang? Tumben lo ngajak ke sini,” tanya Dido penasaran. “Biasalah party kita.” Ali mengeluarkan plastik kecil berisikan serbuk berwarna putih. Semua yang duduk di meja itu bersorak senang melihat barang yang ada di tangan Ali, kecuali Shena. Dia memutar matanya malas lalu beranjak dari kursi memilih pergi meninggalkan mereka. “Kalau gue liat lo berdua ikut-ikutan konsumsi barang itu habis lo berdua di tangan gue.” Peringatan tegas dari Shena membuat Adit dan Dido terdiam, tidak berani melanggar titah sang ketua mereka memilih untuk minum d
“Gue nggak ngelarang kalo lo mau ngedarin tuh barang, tapi jangan sampe nyeret anak-anak lain dalam masalah. Apalagi tadi, tindakan lo udah keterlaluan!” Semua menundukkan kepalanya kecuali Ali, lelaki itu terlihat menggeretakan giginya menahan kesal. “Gue lebih senior dari lo Shen, sama aja lo ngehina gue kalo begini!” berang Ali. “Gue ketua di sini, dan lo kalo masih mau masuk jadi anggota harus nurut kata gue! Dan kalian semua sama kalau buat masalah dan nyeret anak lainnya yang gak bersalah berurusan langsung sama gue.” Tatapan Shena terasa dingin dan membunuh. Kalah telak, peringatan Shena tidak main-main. Jika Shena sudah mengeluarkan aura dingin mematikan seperti ini dia tidak akan segan menghabisi bahkan membunuh siapapun yang membuat masalah padanya. Ali diam dia tidak mungkin bisa mengalahkan Shena terlebih lagi pendukung Shena dalam geng ini lebih banyak. Ali memilih pergi tanpa sepatah katapun meninggalkan teman-temannya di sana. “Sial, ga
“Loh, Naura kenapa kamu lama sekali jalan ke sini?” tanya pak Adi heran, pasalnya Naura datang lebih lambat dari yang lain padahal namanya yang dipanggil lebih dulu. Naura memperlihatkan deretan gigi rapinya, lalu segera meminta maaf, dia beralasan ke toilet sebentar atas keterlambatannya. “Yasudah, berhubung semua peserta sudah berkumpul bapak ada beberapa pengumuman untuk kalian.” “Pertama-tama selamat kepada kalian yang terpilih, sejauh ini kalian pasti sudah tahu partner masing-masing dalam setiap mata pelajaran yang akan kalian ikuti dalam olimpiade. Dan bapak akan membuka kelas tambahan di setiap jam istirahat kedua hingga pelajaran terakhir selesai, kalian tidak di wajibkan ikut serta dalam pelajaran di kelas. Sebagai gantinya kalian akan diberikan tugas pengganti setiap minggunya, bagaimana apa ada yang merasa keberatan? Silahkan sampaikan pendapat kalian sekarang.” Pak Adi mengakhiri penjelasannya, lelaki berumur 45 tahun itu memandangi murid
To Nala: Nala, punya nomer Shena nggak? From Nala: Punya Sent contact Akashena Cie Naura udah mau chatingan aja sama Shena To Nala: Dih apaan sih Nala, nakal deh. Cuma mau jadwal belajar kok, dua hari ini dia nggak dateng terus di kelas tambahan. From Nala: Iya deh, semangat belajar ya To Nala: Iya. Laura menatap ponselnya dengan senyum, lalu jemarinya bergerak menyimpan nomer Shena dan menuliskan sebuah pesan. To Shena: Hi, gue Naura. Partner lo untuk olimpiade Jadwal belajar gue sampein di sini aja yah. Gue free sabtu sama minggu dari siang, terserah lo sih tinggal pilih mau hari apa kita belajarnya. Dan tempatnya gue ngikut aja sih di mana aja nggak masalah. Sorry kalo gue ganggu. “Bodo amat, males banget nyamperin dia ke kelas. Lagi tuh bocah gak ada pikiran apa yak, nih olimpiade bentar lagi masih aja keluyuran,” g