Cindy berusaha membangunkan Jessica yang kebetulan tidur di sampingnya. Ia benar-benar kebelet ingin buang air kecil, tapi Jessica tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun.
"Hei, Jess! Temani aku sebentar saja. Aku mau buang air kecil."
Dan usahanya untuk mengajak Jessica gagal karena gadis itu masih tidak meresponnya. Jika mengajak Irene pun juga percuma saja karena gadis itu adalah ratunya tidur. Karena sudah tidak tahan, pada akhirnya ia tidak punya pilihan dan memberanikan diri untuk buang air kecil sendirian. Ya, hanya sebentar, semoga saja ia berani.
Selama kurang lebih tiga hari dua malam perkemahan ini berlangsung, akhinya malam ini kegiatan api unggun sekaligus penutupan kegiatan ini akan dilaksanakan. Cindy tidak menyangka, waktu berjalan begitu cepatnya. Padahal ia begitu menikmati kegiatan tahunan ini, dimana ia bisa melepaskan kejenuhan yang ia dapatkan selama tinggal di keramaian kota. "Ndy?" Cindy menoleh ke sumber suara ketika namanya dipanggil. Ternyata orang itu adalah Dylan, ia kini sedang berjalan-jalan menikmati udara sore tidak jauh dari tempat perkemahan. Sore itu sudah tidak ada kegiatan lain karena malam ini sudah penutupan, jadi ia pun memutuskan untuk berjalan-jalan. "Dylan?" Dylan tersenyum. "Kok sendirian? teman-temanmu mana?" tanyanya. "Hmm, mereka ada di tenda. Aku hanya ingin jalan-jalan sore saja, kan besok kita harus kembali ke kota." jawab Cindy nampak sedih. "Ah, begitu." Dylan mengangguk mengerti dan kemudian ia teringat akan sesuatu. Tib
"Jadi, Jefrey tidak pulang ke rumah?" Cindy mengurut dahinya ketika tahu kabar dari William jika lelaki itu juga tidak berada di rumahnya. Ia tidak tahu dimana harus mencari keberadaannya sementara nomornya saja tidak bisa dihubungi. Bahkan setelah kepulangannya dari kegiatan itu, ia buru-buru menemui Jefrey di apartemennya, dan dia tidak ada disana. "Sebenarnya apa masalah kalian sih? Mengapa Jefrey tiba-tiba menghilang seperti ini?" tanya William penasaran, pasalnya Cindy sama sekali tidak memberitahu apa yang sedang terjadi diantara mereka. Cindy menghembuskan nafasnya. "Sepertinya Jefrey sudah salah paham denganku. Waktu dimana ia ingin menemuiku, disaat bersamaan aku juga sedang bersama Dylan." "Wait, jadi maksudmu Jefrey marah setelah melihatmu bersama Dylan?" William menebak apa yang barusan Cindy ceritakan tentang permasalahan mereka berdua. Cindy mengangguk mengiyakan. "Pertemuanku dengan Dylan waktu itupun tidak disengaja, aku sedang berjala
Sore itu Cindy memutuskan untuk pergi menemui Jefrey lagi setelah mendapatkan kabar jika akhirnya dia kembali ke apartemennya. Meski lelaki itu tidak mengaktifkan nomornya atau bahkan menghubunginya, Cindy berinisiatif menemui lelaki itu secara langsung. Tujuan Cindy hanya satu, ia ingin tahu alasan mengapa Jefrey menjauhinya. Pada awalnya memang ia berpikir jika Jefrey salah paham padanya karena waktu itu ia bersama Dylan, namun setelah tahu jika Lisa Watson kembali, Cindy sekarang menjadi was-was jika alasan itulah yang membuat Jefrey bersikap seperti sekarang. Ya, tentu saja Cindy tahu siapa Lisa Watson. Gadis itu bisa dibilang cinta pertama seorang Jefrey Antonio yang sebelumnya dikenal seorang player, karena kepergian Lisa juga yang mungkin membuat lelaki itu menjadi begitu. Jadi setelah mengetahui dia kembali, Cindy merasa jika hal itulah yang menjadi pemicu Jefrey menjadi berubah. Tapi Cindy tidak bisa langsung menuduh, karena tidak ada bu
Empat tahun kemudian... Awan mendung nampak menggantung di langit New York. Sepertinya hari ini hujan akan turun. Seorang wanita terlihat mengadahkan kepalanya ke atas untuk melihat awan yang sudah menghitam itu. Dan benar saja, tak selang kurang dari beberapa menit, rintik hujan jatuh mengenai pipinya. Ia pun segera tersadar dan berlari menyelamatkan diri agar tidak kehujanan. Cindy terlihat berlarian untuk mencari tempat berteduh. Kini ia sudah berada di emperan sebuah kafe. Terlihat semua orang juga sedang berteduh sama seperti dirinya. "Damn! Hari ini hujan lagi!" keluhnya. Ia melihat gelang jam yang melingkari pergelangan tangannya.
"Aku akan melamar kekasihku malam ini." Kalimat itu terus terngiang dikepala Jefrey. Kini ia sedang berada di dalam toilet untuk menepi, atau lebih tepatnya menenangkan dirinya yang mendadak berantakan.Cindy datang ke pesta, dan dia terlihat mesra dan juga akrab dengan Peters. Dan kini ia menebak-nebak jika kekasih yang akan dilamar oleh pria itu yaitu Cindy Anderson. Sontak Jefrey menggelengkan kepalanya, berusaha menampik tebakannya sendiri. Padahal ia berniat baik-baik untuk datang mengunjungi kawan lamanya itu, tapi mengapa sekarang kesannya ia malah dihadapkan dengan situasi tidak terduga semacam ini? Tentu saja Jefrey tidak siap. Ia akan sangat senang jika dugaannya bisa jadi salah, namun jika pada akhirnya kenyataannya benar begitu, Jefrey tahu ini berlebihan, tapi mungkin ia akan hancur.Selama ini ia harus menunggu momen yang tepat untuk memperbaiki hubungannya dengan Cindy, ia menunggu saat-saat wanita itu mau menerima dan memaafkannya. N
"Wil, apakah kau tidak ingin menyerah?" Cindy memandang pria didepannya itu tidak percaya. Pasalnya sudah berbulan-bulan dia singgah di New York, hanya ingin membujuknya untuk mau menemui seorang Jefrey Antonio lagi. Apakah William sudah kehilangan akal? Mengapa dia harus berusaha sekeras ini untuk membujuknya, sementara pria itu tidak mengusahakan apapun untuk menebus kesalahannya empat tahun yang lalu.Sebenarnya Cindy tidak terlalu berharap, karena sekarang ia sudah nyaman dengan keadaannya. Luka waktu itu memang belum sepenuhnya sembuh, namun Cindy sudah berdamai dengan dirinya sendiri. Ia hanya ingin hidup dengan nyaman, tanpa adanya dendam yang mengganjalnya."Kau tahu kenapa aku begitu serius menyuruhmu untuk menemui Jefrey kembali? Karena kalian belum selesai." ucap William menyuarakan isi pikirannya yang selama ini ia tahan. Tentu, William juga tahu ini bukan masalahnya. Namun sebagai sahabat, ia juga berhak menjadi pihak penengah dan pemecah masalah diantara
Malam itu, disaat untuk pertama kalinya ia bertemu kembali dengannya, disaat itu juga harapan terbesarnya hancur. Jefrey masih di New York, rencananya ia juga akan liburan. Namun, entah mengapa ia lebih memilih berbaring di ranjangnya saat ini.Cindy Anderson.Nama itu terus terngiang dikepalanya, diikuti dengan wajah cantiknya yang sama sekali tidak membosankan saat dipandang. Mengapa memilikinya bukan perkara yang mudah? Jefrey memiliki segalanya. Namun ia masih tidak bisa memiliki wanita itu. Setelah dia menolaknya malam itu, hingga hari ini ia belum bertemu dengannya lagi. Jefrey merutuk dirinya sendiri karena selalu menjadi seorang pengecut di depan Cindy.Ini semua karena ketidakpercayaan dirinya, ia takut ditolak, dan sekarang dirinya benar-benar berakhir ditolak. Disaat asyik melamun, tiba-tiba ponselnya bergetar menandakan ada pesan masuk. Dengan enggan Jefrey mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Nama
Keadaan kafe itu cukup ramai, karena bertepatan dengan jam makan siang, jadi cukup banyak pengunjung siang itu. Mobil yang membawa Jefrey dan Cindy sudah terparkir di depan kafe, keduanya sudah masuk ke dalam dan duduk di meja yang kosong."Mau makan apa, Jef?" Cindy bertanya kepada Jefrey yang baru saja duduk di kursinya. Jefrey menatap Cindy."Sama punyamu sajalah.""Yakin enggak mau nyoba yang lain?"Jefrey menggelengkan kepalanya. "Iya, yakin."Cindy pun akhirnya memesankan menu makan siang Jefrey sama seperti pesanannya yaitu dua pastrami dengan isi bacon dan juga dua americano. Setelah pelayan pergi, kini mereka kembali berduaan. Meski ada insiden kecil di apartemen tadi, keduanya masih bisa mengatasi situasi canggung di antara mereka. Jefrey memandang Cindy yang sedang memerhatikan musik live yang dibawakan oleh seorang penyanyi di atas panggung kecil itu."Suaranya bagus ya?" Jefrey memulai obrolan lagi. Cindy yang awalnya t