Beranda / Fiksi Remaja / FREL. / 49. Curahan Hati

Share

49. Curahan Hati

Penulis: malapalas
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sesampainya di taman yang cukup sepi, aku mulai menceritakan semuanya, dari mencoba bertanya pada diriku sendiri kayak orang bego yang kehilangan akan jati diri, berupaya agar aku bisa memilih antara dua pilihan dengan hanya mengandalkan sebuah perasaan, meski perasaan itu kerap aku singkirkan setiap kali bayangan Kenn yang hadir memenuhi kepalaku.

 

Sampai pada sebuah kejadian tadi tatkala pandangan Kenn mengarah pada Gita, membuatku paham betul siapa yang selama ini singgah di hati.

 

Memang, logikaku ingin tetap memilih Kak Kevan, tetapi hatiku mempunyai jalan sendiri untuk menentukan siapa pemiliknya.

 

"Tapi siapa tau Kenn cuma berniat menolong Gita, Frel? Gue yakin Kenn cintanya ke lo, bukan Gita. Udah, lo jangan nangis, ya. Yang penting lo sekarang udah sadar sama perasaan lo sendiri," ujar Dara yang duduk menyamping menghadapku.

 

Ti
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • FREL.   50. Menguping (1)

    Dari kejauhan Kenn dan Tomi sedang membicarakan sesuatu. Pintu masuk lift berada di sudut kiri, sementara mereka berada pada sisi pagar pembatas bagian tengah, sehingga aku tak bisa mendengar jelas pembicaraan mereka.Rooftopini ternyata nggak sesuai ekspektasi horor yang muncul di kepalaku. Kukira yang namanyarooftop sekolah akan ada banyak balok kayu bekas bangunan atau barang-barang yang sudah tak terpakai akan teronggok tak beraturan di sekitar tempat ini.Yeah, kurang lebih seperti gudanglah.Tetapi ternyata semuanya bersih dan rapi. Malahan di sini terkesan sejuk karena adanya beberapa pohon kecil dan tanaman indah yang menambah keasrian pemandangannya.Dan lihat, astaga, kenapa ada gazebo di tempat seperti ini? Memangnya hotel berbintang, apa?! Bahkan, gazebo itu terdapat beberapa sofa dan meja juga.E

  • FREL.   51. Menguping (2)

    Kutilik kembali tingkah Kenn. Ia terdiam sejenak, lalu diketup-ketupkan lagi rokoknya di asbak."Menurut lo?" Setelahnya ia menyesap batang terbakar itu dengan santai."Sialan lo! Ditanya bukan dijawab, malah tanya balik." Aku nggak tahu ekspresi Tomi kali ini seperti apa, yang jelas ia pasti jengkel setengah mati sebagaimana suaranya yang terdengar jutek.Suasana kini berubah sunyi. Tak kudengar suara apa pun dari Tomi maupun Kenn. Tatapanku sekarang mengarah pada bagian belakang kepala Tomi yang terlihat menyembul dari balik sofa yang ia duduki. Asap putih juga mengepul kuat di sana. Aku menghela napas berat. Sampai kapan ia bisa berhenti merusak dirinya sendiri seperti ini? Menunggu sampai pabrik rokok tutup semua?Bah, mana mungkin!"Kalo emang lo suka beneran sama Frel, kejar dia, Kenn. Jangan pernah lo lepasin dia. Jangan sampai lo nyesel kayak gu

  • FREL.   52. Menanggung Risiko

    Akibat dari perbuatanku memasuki kawasan terlarang, membuatku harus menanggung risiko untuk menjalani sebuah hukuman. Bukan hukuman dari para guru, melainkan dari Kenn dan Tomi.Aku bersandar pada dinding yang menghadap pintu toilet yang tertutup di depanku. Kupegang punggungku lalu kupijat pelan dengan sebelah tangan. Aku meringis tatkala rasa pegal dan ngilu menjalar ke seluruh anggota badanku. Duh, sakit semua rasanya!Kuusap keringat yang menetes dari dahi sembari melirik Tomi yang berdiri di sampingku sambil menyaksikan video dari hasil rekamannya saat menyiksaku.Aku nggak tahu itu hanya alasan mereka untuk mengerjaiku atau memang benar ingin membantuku. Kata mereka, hukuman menyuruhku mengepel toilet cowok dan cewek di lantai 3 kelas X, sudah cukup sebagai bukti bahwa aku sudah mendapat hukuman, jadi seumpama ada guru atau lebih parahnya sang pemilik sekolah berang dan ingin menghukumku l

  • FREL.   53. Bersitegang

    Kami kini sedang berdiri di tengah taman yang terdapat air mancurnya.Dengan raut muka yang tak terbaca Kenn berkata, "Udah tau alasan gue kasih hukuman?""Ya. Tadi Tomi udah bilang ke gue," jawabku sambil mengalihkan pandanganku pada sekeliling taman."Gue harap ini terakhir kali lo membahayakan diri sendiri." Serta-merta aku berpaling dan mendapati Kenn tengah menatapku lekat."Mak-maksud lo?" Aku sadar benar apa yang ia katakan, akan tetapi otakku memerintahkan lebih baik aku berpura-pura tidak mengerti daripada salah menjawab karena serangan gugup.Langkahnya perlahan mendekat ke arahku. "Gue yakin lo paham apa yang gue maksud."Aku berdecak mendengar jawabannya. Ia selalu memberikan respons yang tak pernah sesuai dengan keinginanku."Ya, gue paham. Paham banget. Gue tuh cerobo

  • FREL.   54. Senyum Palsu

    "Woy, ngelamun terus dari tadi." Aku tersentak mendengar seruan Kak Alvin yang berada di samping kananku. Ia tertawa ketika menyadari kebingunganku. "Kesurupan setan penunggu ruangan ini, tau rasa lo, Frel!""Garing lo, Vin," sahut Kak Ari dari samping kiriku."Biarin!"Aku hanya diam."Palingan setannya maunya sama lo doang," celetuk Kak Ari, lagi."Enak aja, lo kira gue nggak laku sampai setan pada nempel di gue," balas Kak Alvin sembari menimpuk Kak Ari dengan penggaris besi dari depan wajahku, sedangkan aku sedari tadi masih enggan bersuara.Aku menunduk sambil memilin rok seragamku. Entahlah, rasa-rasanya aku tak punya semangat lagi walaupun hanya sekadar menanggapi candaan mereka berdua.

  • FREL.   55. Cemburu

    Segalanya berubah semenjak kejadian di taman beberapa hari yang lalu. Semua tak sama dan tak akan pernah sama dengan hari-hari sebelumnya.Sejak kejadian di taman waktu itu, besoknya aku memilih diam, mencoba memaksa diri untuk tidak bertanya pada siapa pun mengenai keadaan Kenn. Meski akhirnya Dara tetap aja bercerita tentang Kenn yang tidak mau dibawa ke rumah sakit maupun UKS, dan lebih memilih pergi begitu aja tanpa mengatakan apa pun.Aku hanya diam mendengarkan Dara yang berceloteh bagaimana ekspresi Kenn saat aku pergi meninggalkannya. Tatapan tajam tetapi sarat akan luka, tangan terkepal kuat menyalurkan emosinya, hingga tetesan darah yang tak ia hiraukan sama sekali.Namun, sekali lagi, aku tetap memilih bungkam meski Dara dan Tomi memprotes respons dariku yang tak sesuai keinginannya. Aku memasang wajah datar, tak menyahut sedikit pun ucapan

  • FREL.   56. Pesona Kenn

    Suara riuh rendah bergemuruh memecah kesunyian, aura semangat yang tinggi menebar membawa keceriaan, berbagai teriakan silih berganti menembus gendang para pendengar, mengantarkan decak kagum untuk kami semua.Bunyi khas tepuk tangan pun tidak luput dari segala penjuru yang memadati lapangan besar di tengah-tengah sekolah SMA Bakti Airlangga, sementara pemandu acara yang dipimpin oleh Kak Alvin berkoar-koar di atas panggung guna menyemangati para peserta lomba dan meneriakkan petuahnya untuk para peserta agar tetap menjunjung tinggi sportifitas.Ya, setelah berakhirnya ujian semester, seakan sudah menjadi tradisi, kini pihak sekolah melaksanakanclass meetingguna menghilangkan kejenuhan dan penat para siswa selepas berkutat pada soal-soal ujian.Berbagai lomba antar kelas diselenggarakan. Tak tanggung-tanggung tiga belas lebih jenis

  • FREL.   57. Kemurkaan Frel

    "Gue nggak mau buat keributan. Singkirin tangan lo, kecuali lo emang senang buat dia sakit."Serta-merta Kak Kevan melepas tangannya. Wajahnya penuh rasa bersalah. "Maaf, Sayang. Aku nggak sengaja."Aku tersenyum mencoba memahami perasaan Kak Kevan. "Nggak apa-apa, Kak. Aku ngerti." Aku menghela napas sejenak sebelum beralih ke arah Kenn. "Kenn, gue kayaknya nggak—""Reno kritis," sela Kenn cepat."A-apa?" Mataku membulat. Jantungku serasa berhenti berdetak. Aku menggeleng-gelengkan kepala sembari mengepalkan tanganku "Nggak. Nggak mungkin!"Wajah Kenn mengeras. Tatapannya berubah menjadi sedih, "Reno ditemukan pingsan di depan kamar mandi panti. Waktu kami larikan ke rumah sakit, di sana Reno langsung dimasukkan dalam ruang gawat darurat. Gue cuma nggak mau lo meny

Bab terbaru

  • FREL.   84. BONUS (Surat Cinta dari Mama)

    Semilir angin, hijaunya pepohonan, serta kicauan burung seakan menyambutku tiap aku datang kemari. Seolah mereka menyapaku dengan salam terindah yang begitu manis.Aku berlari riang ke tempat yang lebih tinggi. Mataku terpejam, terbuai oleh rasa damai yang menentramkan jiwa. Kurentangkan kedua tangan, lalu kuhirup udara sebanyak-banyaknya. Bibir ini sontak tertarik ke atas saat udara segar telah memasuki paru-paruku."Lo kayaknya senang banget tiap gue ajak ke sini." Suara itu memecah kesunyian dalam beberapa menit terakhir.Aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum. "Karena di sini gue merasa tenang.""Emang sama gue, lo nggak tenang?" Ia menatapku lekat. Tanpa senyum."Ya ..., t-t-tenang." Mendadak aku gelagapan. Aku mencoba berpikir cepat. "Cuma di sini suasananya lebih damai. Bikin betah. "Ia masih me

  • FREL.   83. TAMAT

    Salah satu pelayan restoran menyambutku dan mengantarku berjalan menuju ke dalam. Semakin masuk, aku makin tidak mengerti. Bukannya berhenti di salah satu ruangan, pelayan itu malah tetap mengajakku melangkah terus sampai tiba di sebuah tempat bagian belakang restoran. Dan anehnya, di sini semua gelap tanpa penerangan apa pun.Aku berpaling pada pelayan restoran, melemparkan tatapan bertanya. Bukannya menjawab, ia justru memintaku menutup mata untuk beberapa saat. Walaupun masih banyak tanda tanya di kepala, tetapi tak urung aku melakukannya juga.Kupejamkan mata sambil menghitung waktu. Dalam enam puluh detik, aku sudah mendengar aba-aba membuka mata. Aku menoleh pada pelayan itu dan bertanya, "Apakah ada instruksi lain lagi?" Ia menggeleng dan tersenyum sopan, mempersilakanku maju dan menunjuk sesuatu di depan kami.Mataku melebar dan mulutku menganga dalam detik itu juga. Apa yang terdapat di

  • FREL.   82. Bersama Lagi

    Kami berdiri di depan sebuah restoran besar dan mewah. Dari sini, lampunya masih tampak menyala semua, tetapi rasanya sangat sepi. Mungkin karena permintaan Kenn, restoran ini sengaja dikosongkan.Aku dan Dara maju bermaksud mencapai pintu, namun sebelum itu terjadi tiba-tiba dari balik tiang besar yang berada di sisi kiri pintu masuk, Tomi keluar bersama seseorang yang tak asing bagiku.Mataku membola disertai rasa setengah tak percaya. Kututup mulutku begitu melihat jelas sosok cewek yang kini berjalan mendekat ke arahku. Seperti biasanya, ia sangat cantik dan anggun."Sasha, kan?" tanyaku, memastikan dengan mengacungkan jari telunjuk. Ia mengangguk. "Beneran? Sasha yang gampar Tomi pakai kamus?"Sekali lagi Sasha mengangguk sembari tersenyum geli, sedangkan Tomi melotot kejam ke arahku.Tanpa menanggapi Tomi, aku langsung berlari memel

  • FREL.   81. Surat Kak kevan

    'Untukmu,Cahaya dan napasku.Hidup membawaku pada sebuah misteri yang tak pernah kutahu jawabnya. Memberikan sepercik rasa dan asa namun sekejap hilang tanpa jejak. Memaksaku untuk melupakan seberkas cahaya hangat yang pernah menjadi milikku, dan harus rela menerima apa yang telah digariskan.Memangnya sekuat apa diriku? Memangnya, sebesar apa hati bisa menguasai diri? Jika akal berbicara, apakah hati juga diharuskan menerima? Lalu, untuk apa cahaya itu mendekat jika nyatanya tidak memberikan keleluasaan dalam alur napasku?Semua perasaan ini sangat menyiksaku. Berulangkali mencoba meyakinkan diri dan menghibur diri sendiri agar bisa kuat menerima takdir kita. Namun, sekuat apa pun aku berusaha, hatiku tetap sama. Masih mencintaimu sebagai gadisku yang dulu.Alam menunjukkan banyak peristi

  • FREL.   80. Akan Ada Akhir

    Tahu-tahu terdengar Abel bersorak girang. "Yeayy ... Kak Frel dan Kak Kenn mulai sekarang jagain Abel teruuuuus. Kak Reno di atas pasti senang liat Abel ada yang jagain. Horeeeeyyy...." Abel berteriak dan bertepuk tangan heboh. Aku dan Kenn ikut tertawa melihatnya."Di luar udah banyak yang nunggu. Ayo, waktunya pulang." Kenn menggenggam jemariku dan mengajakku keluar."Freeeeeeel...!" Baru aja pintu dibuka Kenn, Dara menerjang dan memelukku. "Gue senang akhirnya lo udah bebas.""Bebas? Lo pikir gue habis dipenjara!" Aku melotot, pura-pura marah.Dara cengengesan sembari meminta maaf. Sesudah itu Dara mengenalkanku dengan anak kecil bernama Dito—adiknya Kak Ari—yang usianya dua tahun di atas Abel.Sebenarnya sudah sering kali Dara bercerita tentang Dito. Mungkin aku belum pernah kasih tahu kalian siapa itu Dito, tapi yang jela

  • FREL.   79. Bangkit

    "Hai." Tiba-tiba Kenn memasuki ruangan dan menyapaku dengan suara seraknya.Aku tersenyum menyambutnya. "Hai, Kenn."Ketika aku mencoba duduk, dengan sigap Kenn membantuku dan mengatur bantal untuk sandaran punggungku.Ia kemudian duduk di sebelahku, tanpa senyum sedikit pun. "Gimana perasaan lo sekarang, setelah lima hari berturut-turut menolak gue temui?"Aku tersenyum getir. "Bukan hanya lo, Kenn, tapi semuanya.""Selama lo koma, gue kayak orang gila. Setiap hari gue ketakutan lo nggak akan membuka mata lagi. Gue takut, lo bakal pergi ninggalin gue kayak Hendra," ucap Kenn. "Dan saat lo siuman, dengan seenaknya lo melarang gue masuk. Lo udah berhasil bikin gue nyaris gila beneran." Kenn tertawa hambar meskipun terdengar pelan.Sementara aku sontak terdiam. Kugigit bibir bawahku. Semenjak aku siuman, memang

  • FREL.   78. Keajaiban

    Kalian percaya tentang keajaiban Tuhan? Jujur, dulu aku nggak pernah percaya dengan yang namanya keajaiban. Aku selalu merasa keajaiban itu hanya untuk orang-orang tertentu, dan itu bukan untukku.Akan tetapi, aku salah. Semua yang aku pikirkan selama ini salah besar.Suatu hari aku bermimpi bertemu nenek dan kakek. Kami duduk di suatu tempat yang sangat sepi juga asing, tapi bagiku begitu tenang. Aku tidur-tiduran di antara mereka berdua dengan posisi kepalaku di atas paha nenek, sedangkan kakiku dipijat oleh kakek.Kami bercerita banyak hal, atau lebih tepatnya akulah yang selalu melemparkan pertanyaan pada mereka."Kek, pintu di rumah rusak lagi. Tiap dibuka bunyinya berisik banget kayak biasanya. Kata kakek mau benerin, kok sampai sekarang belum, Kek?""Sekarang kakek nggak bisa, mintalah tolong sama Nak Kenn. Dia anak yang baik," jaw

  • FREL.   77. Kenn (3)

    Faktanya, kemauan tak pernah bisa sejalan dengan perasaan. Gue menghindar, bersikap dingin setiap berpapasan dengannya, tapi bukan berarti gue nggak mau peduli lagi padanya.Diam-diam tanpa sepengetahuan dia, gue tetap mengawasi pergerakannya dalam jarak aman. Memperhatikan tingkah bodohnya menyiksa diri sendiri di sekolah. Hingga sampai pada kabar dari Tomi mengenai kakek dan neneknya yang meninggal karena tabrak lari. Menghilangkan gengsi, gue langsung pergi mencarinya.Gue mencari ke segala tempat yang belum didatangi Tomi dan Dara. Gue panik, sampai-sampai gue beberapa kali berputar-putar di area yang sama. Gue mengumpat kasar, merutuki kebodohan gue. Hingga satu nama itu terlintas di kepala gue.Kevan.Seketika gue menelepon Pak Ahmad meminta data alamat Kevan dan segera melesat ke rumahnya. Di sana gue dikejutkan kenyataan kebenaran hubungan Kevan dan Frel.

  • FREL.   76. Kenn (2)

    Gue berpikir keras. Mengapa setiap kali gue berada di dekatnya, emosi gue selalu meledak tiap melihat kelakuan bodohnya? Kenapa dia bisa buat gue marah di suatu waktu dan khawatir di detik selanjutnya? Apa gue punya perasaan khusus untuknya? Nggak, nggak mungkin!Argh, dari mana pikiran konyol itu? Nggak mungkin gue suka cewek gila macam dia. Gue menggeleng kuat. Namun, semakin gue menyangkalnya, perasaan itu justru semakin mengganggu. Gue ingin mengabaikannya, tetapi bayangan cewek itu terus saja bercokol di kepala gue. Gue sudah berpikir, berpikir dan terus berpikir. Akan tetapi logika dan hati gue selalu berlawanan arah. Pikiran gue buntu. Akhirnya gue merutuki diri sendiri dan berusaha mengalihkan pikiran, menolak menelaah lebih jauh perasaan gue. Hingga beberapa saat kemudian, terlihat Tomi dan Dara berlari mendekat. Menanyakan kondisi temannya yang masih berada di ruang operasi.

DMCA.com Protection Status