"Maksud kamu apa, Damian?" Suara itu menggema membuat seluruh pelayan yang bekerja di rumah Damian berhenti beraktivitas.
Mamanya mendiang Zahra benar-benar tidak mengizinkan pria itu untuk mencari kehidupan yang baru.
"Maaf, Ma. Aku rasa nggak perlu ada yang di besar-besarkan. Sikap Mama yang seperti ini akan membuat Zahra di sana tersiksa."
Baru saja wanita itu akan melayangkan pukulannya, namun tanganku sudah teburu menangkap tangan wanita itu.
"Maaf, Tante kalau saya ikut campur. Tapi sepertinya Tante terlebih dahulu bercermin siapa diri Tante. Yang seharusnya Tante itu hanya mendiang mertua tapi Tante masih meminta finansial pada duda yang tak seharusnya menanggung ekonomi Tantekan? Jadi saya mohon berhenti memperlakukan Damian seperti ini."
Plak! Plak!
Tangan wanita itu berpindah ke pipiku. Tapi mataku berkilat marah menatap wanita yang sudah bersikap seperti iblis itu. Tamparannya seperti ranjau dan bom waktu untukku. Membuatku
Hai kalian yang baik hati. Mampir yuk Fatamorgana Sang kapten
Lagi-lagi aku kalah dengan hatiku sendiri. Mulutku boleh berkata tidak tapi tubuhku tidak demikkan. Setiap sinyal tangan yang diberikan Damian padaku, tubuhku langsung merespon. Dan yang lebih memalukan, aku akan lebih agresif menanggapi setiap sentuhannya. Setelah erangan terakhir cercapan lidah dari Sang Duda aku terkulai di dadanya. Kecupan-kecupan yang sudah tak terhitung itu terus mendarat di bibirku, kalau aku berani sedikit saja bergerak meninggalkannya. Tubuhku terkunci oleh tangan kokohnya hingga dering telpon berbunyi. "Nggak usah diangkat! Aku sudah tahu siapa yang nelpon." Hah! Ini orang, lama-lama posesifnya mematikan. Ya sudahlah! Mulai kupejamkan mata mengikuti deru napasnya yang panas. Membuatku akhirnya menatap wajah lelah itu. Wajah yang beberapa menit yang lalu memberikan kepuasan untukku. "Apa semua ini belum cukup buatmu, Iva?" tanyanya sambil mengecup bibirku lagi. Meredamnya dalam tautan gairah dan birahi.
Aku terkesiap melihat tangaan penuh darah itu. Pecahan kaca cermin di mana-mana. Rasanya aku mual melihatnya. Kepalaku menjadi pusing. Mata Keyko menatapku tajam seperti menatap wanita jalang. Dan itu sangat nyeri sekali kurasakan. Tatapannya begitu menvonis aku seperti wanita murahan. Itu membuatku limbung dan hampir jatuh. Dengan cepat Damian meraih tubuh kecilku yang masih terbungkus kain selimut. Merengkuhku dan menguatkan pelukanya yang semakin membuat Keyko meradang dengan keras. Rahangnya yang begitu kukuh terlihat dengan gurat dan garis lurus yang semakin tega. Aku meringis dalam hati menyadari ada tatapan menjijikan di netra coklatnya. Kuhela napas dalam-dalam untuk menetralisir perasaanku. "Daiva, apa tidak bisa kamu nggak terlihat menjijikan," desisnya setengah bertanya padaku membuat dadaku semakin tertusuk. Oh Tuhan! Sebegitu murahannya aku di matanya hingga dia harus bicaran blak-blakan seperti itu. Sebegitu jijikah dia m
Kuhempaskan tubuhku di atas pembaringanku. Rasanya masih begitu jelas peristiwa yang terjadi hari ini. Dari aku bertengkar dengan Keyko. Hingga aku memutuskan untuk meninggalkan rumahnya tanpa pamit. Dan bahkan sampai detik ini pun tak ada pergerakan sedikit pun dari duda itu untuk mengejarku atau menemuiku. Hingga di jalan tanpa sengaja tadi bertemu dengan Claudia yang sepertinya sengaja ingin bertemu denganku hanya untuk memberi kabar bahwa dia akan menikah dengan Keyko. Dug! Rasanya dadaku seperti ditimpuk benda yang sangat keras. Sakit. Bahkan aku tak bisa membayangkan rasa sakitnya. "Aku akan menikah dengan Keyko. Tapi aku mohon kamu tinggalkan Damian. Setidaknya itu yang mampu aku lakukan untuk mengembalikan martabatnya. Tidak mungkin Damian akan menggantikan Zahra dengan wanita panggilan sepertimu." Jlebbbb ...! Ternyata ini lebih sakit daripada aku mendengar pernikahannya dengan Keyko. Alih-alih ingin menyelamatkan harga diri D
Baru saja aku nyampe rumah, terdengar decitan mobil begitu dasyat. Aku buru-buru menolehkan wajahku ke luar. Ya ampun kok kok duda itu sudah ada aja di halaman rumahku? Padahal aku baru banget sampe. Itu orang bawa mobil seperti setan kali. Dengan cepat dan buru-buru aku tutup pintu. Belum juga sampe tanganku mengunci pintu, dati luar sudah ada dorongan kuat membuatku tersungkur jatuh ke belakang. Bukkk! Aouw! Aku meringis sambil menahan sakit. Tapi rupanya wajah pria yang tak lain Damian itu lebih sangar dan megalahkan kesakitanku kini berganti dengan ketakutan. Aku berusaha berdiri, namun belum juga aku hampir berdiri, ketika tubuh sosok itu semakin mendekatiku dengan gerakan cepat. Aku beringsut menarik tubuhku semakin ke belakang dengan terseok seperti suster ngesot. Kemarahan Damian kali ini tidak wajar. Wajahnya garang dengan tatapan tajam bak srigala kelaparan. Jalannya sudah seperti dewa perang mau menebas leher lawannya. Jujur aku let
"Eh! Kamu Damian?!" teriakku kaget melihat siapa yang sudah tergeletak di lantai depan pintu rumahku dengan kondisi tubuh menggigil dan demam tinggi. "Damian! Damian! Ya Tuhan, apa yang terjadi?" suaraku benar-benar panik. Waktu sudah tengah malam. Di mana ada rumah sakit terdekat? Dengan susah payah aku mensrik dan mengangkat tubuh duda tampan itu ke kamarku dan membaringkannya di sana. Dengan cepat aku aku mengompresnya agar demanya yang hampir 40 derajat itu yurun. Malam kian metambat pagi. Aku agak tersentak mana kala merasakan sentuhan halus di rambutku. Sedikit meremasnya lalu menyisirnya dengan tangannya. Dan aku sangat paham siapa yang melakukan itu. Damian sudah tersenyum lembut ketika aku mendongakkan kepalaku ke atas. "Maaf kalau aku metepotjanmu. Maaf juga atas kejadian kemarin. Aku khilaf dan terbawa emosi." Aku hanya bergeming ketika dia mengucapkan kata-katanya itu. Lalu aku bangkit seraya menyingkap tirai jendela kamar.
"Eh, kamu! Gadis yang tadi____ Aku mengangguk sambil terrsenyum. "Iya, Nek. Saya Daiva. Yang ketemu Nenek tadi. Kirain Nenek mau kemana? Ternyata ke rumah___ Aku sengaja menggantung kata-kataku setelah melihat Si Nenek dan di sebelahnya ada pria yang teramat aku kenal. "Iva! Kamu kenal Nenek?" tanya Damian sambil mendekatiku lalu membimbingku untuk di sampingnya. Sebelum akhirnya aku menjawab pertanyaan Damian dengan anggukan. "Kamu apanya Damian?" tanya Nenek itu sambil menatapku dengan seksama. "Sa-saya, asisten pribadinya Damian, Nek," jawabku sambil menunduk. Entah kenapa mata orang tua itu seakan tajam menghujam ke ulu hatiku. "Oh, Nenek baru tahu kalau Damian sekarang punya asisten pribadi. Oh ya, Daiva. Apa kamu juga sudah kenal dengan cucu Nenek yang ini?" Aku menatap orang yang duduk di sebelah Nenek dengan tatapan dingin. Lantas beralih ke wajah orang tua itu. "Kenal, Nek," jawabku sambil ter
Mataku mengerjab liar dengan napas turun naik. Aku tersengal. Ada ketakutan yang luar biasa dalam tatapanku memandang sosok yang sudah di sisih pembaringanku. Di dalam minimnya pencahayaan lampu kamarku, aku tak mampu menembus wajah siapa yang sudah berada dalam kamarku. Bahkan aku masih terfokus pada mimpi buruk yang sudah bertahin-tahun menghilang dalam tidurku. Tapi kini tiba-tiba muncul menyeruak ke masuk dalam rongga-rongga otak dan pikiranku. Ada apakah ini? Mungkinkah selama ini ayah di sana kurang tenang. Rasanya miris sekali setiap mengingat peristiwa pahit itu. Ayah meninggal setelah dinyatakan pembuluh darah di kepalanya pecah yang di sebabkan peradangan otak. Pukulan setiap ayah melakukan kesalahan membuat ayah sakit dan akhirnya meninggal. Andai saja ayah tidak terlilit hutang pada majikannya nggak mungkin ayah memgabdi seumur hidup menjadi koki di keluarga Cakrawala. Akh! Seandainya waktu masih bisa diputar dan aki waktu it
Buat para pembaca terima kasih sudah mau membaca karya saya. Untuk ban 52 sepertinya ada kesalahan teknis ya teman-teman Mohon maaf. Mohon dimengerti. Bab ini khsus untuk permohonan maaf saya. Karena saya nulisnya ketiduran hingga seharusnya belum di up malah sudah ke up. Sekali lagi saya mohon maaf atas keteledoran ini. Setelah catatan ini saya akan up bab 52nya. Semoga para pembaca berkenan. Dan memaklumi tindakan teledor saya. Bab 52. Akan saya buat lebih greget lagi dan semoga para pembaca tidak kecewa. Dan masih setia dengan karya saya. Selalu saya tunggu komen-komennya yang bisa membuat data lebih baik kritikannya dan juga dukungannya. Selalu saya tunggu.