Waktu kini. The SEVEN SEAS EXPLORER Cruise Ship. Mediterranean Sea—Italy.
"Crystal Princessa Leonidas, let's get married."
Crystal menoleh, menatap Aiden yang sedang menggenggam dan menatapnya hangat. Aiden begitu tinggi, terlihat kuat dan tak terkalahkan dalam balutan setelan jas yang dirancang khusus oleh desainer ternama. Tampan tidak cukup untuk menggambarkan Aiden. Rambut hitam pendek berkilau yang membingkai wajah Aiden, kontras dengan kulitnya yang pucat. Didukung struktur tulang wajah yang indah; bibir tegas, rahang kokoh, dan hidung mancung. Seakan lelaki itu adalah pahatan yang diukir para ahli tanpa cela.
Crystal belum sanggup mencerna, apalagi menjawab kalimat Aiden. Dia mengalihkan pandangan dari sudut matanya, merasakan bagaimana orang-orang di sekitar mereka melirik kagum lelaki berusia dua puluh sembilan ini. Aiden berhasil menarik semua perhatian orang lain, termasuk dirinya.
Lelaki ini pusat dunianya, miliknya.
Aiden Dovie Lucero adalah milik Crystal Princessa Leonidas. Mereka layaknya Adam dan Eve, Romeo dan Juliet. Mereka diciptakan untuk menjadi pasangan jiwa. Tidak ada tempat untuk orang lain.
“Crys….”
"A—apa?" Crystal bergerak mundur, hingga sikunya membentur pagar kapal. Panik makin menjalari tubuhnya ketika Aiden bersimpuh, lalu mengulurkan tangan dengan sebuah kotak beludru hitam terbuka dan menampakkan sepasang cincin berlian cantik.
"I want you to marry me," ulang Aiden dengan suara lebih rendah, lebih bertekad, penuh penekanan yang arogan. Membuat seluruh syaraf dan tulang di tubuh Crystal bergetar. Debar jantung Crystal berpacu, bibirnya terbuka untuk menarik napas lebih banyak.
Crystal tidak tahu apa yang tengah dia rasakan. Terkejut. Senang. Atau ... ragu? Anehnya, tidak ada bahagia. Padahal, Aiden Lucero, Prince Charming yang sangat mencintainya melamarnya. Mereka saling mencintai. Tapi, kenapa ia merasakan keraguan? Kenapa tiba-tiba saja ... ia ketakutan? Aiden Lucero, si pangeran es yang hanya hangat padanya.
Hanya padanya.
"Crys...." Panggilan Aiden membuat Crystal keluar dari pikirannya sendiri.
Dia tidak boleh ragu. Yang berlutut di depannya Aiden!
Crystal menggigit bibirnya sebelum tersenyum dan menjawab, "Tentu saja aku mau. Kau membuatku terkejut, Eden."
"Jadi, jawabannya iya?"
"Ya. Ya. Ya. Hanya Iya. Apa jawabanku masih kurang, Mr. Lucero?"
Aiden tersenyum tidak lebih lama dari sebuah detak jantung, lalu berdiri dengan anggun dan meraih tangan Crystal. Mengunci tatapan Crystal, seolah menegaskan mulai detik ini ia tidak diizinkan melihat hal lain selain Aiden dan masa depan mereka. Namun, ketika Aiden hendak menyematkan cincin di jari manisnya, lonceng peringatan berbunyi nyaring di kepala Crystal.
Crystal menarik jemarinya, melangkah mundur.
Aiden memicingkan mata."Crys?"
"Apa kau sudah mendapat izin Daddy?" Crystal meringis, lalu memindahkan pandangannya melewati pintu kaca. Menatap para tamu undangan yang turut menghadiri pesta di Seven Seas Explorer—kapal pesiar yang ayahnya; Javier Leonidas pilih sebagai tempat pesta perkenalan dua keponakan kembarnya; putra-putri Xavier Leonidas, kakak laki-lakinya yang merupakan pewaris utama Leonidas International.
"Kau tahu Daddy seperti apa. Xavier juga. Jika tanpa izin mereka, jawaban 'ya' dariku percuma." Crystal adalah putri satu-satunya di keluarga Leonidas. Dan sudah menjadi rahasia umum jika Javier dan Xavier Leonidas sangat protektif padanya, itu salah satu alasan kenapa hubungannya dengan Aiden tidak kunjung berkembang.
"Aku akan meminta izin sekarang." Satu lagi kalimat Aiden yang membuat Crystal terkejut malam ini. Aiden mendekat, lalu membelai wajah Crystal—menyematkan untaian rambut Crystal yang dihembuskan angin ke belakang telinga.
"Kau ... kau serius?"
"Ya."
Crystal menelan ludah. "Kau tidak takut ditolak lagi?" Dua tahun yang lalu, Javier Leonidas menolak lamaran Aiden, dengan alasan putrinya masih kecil. Padahal saat itu Crystal sudah berusia dua puluh tiga.
"Sedikit pun tidak." Aiden menangkup dagu Crystal, mengangkat wajahnya dengan lembut. Lagi. Aiden tersenyum, wajah sempurna lelaki itu memancarkan kebahagiaan dan tekad kuat. You know that I love you, right?" Bibir Aiden menyentuh kening Crystal, menciumnya lama. "I'll do anything to make you mine. I promise.”
Crystal melepaskan diri dari pelukan, lalu mencium lembut pipi Aiden.
Keraguannya tadi tidak nyata. Masih ada hari esok dan seterusnya untuk membuktikan jika bersama Aiden memang pilihan paling benar yang pernah dia lakukan.
"Ayo, kita menemui Daddy," ucap Crystal seraya menggandeng lengan Aiden.
Mereka berjalan beriringan memasuki area dalam pesta. Tangan Aiden melingkar posesif di punggung Crystal, sementara dirinya menaikkan dagu dengan ekspresi percaya diri. Kedatangan keduanya disambut tatapan para tamu undangan, para elite dunia relasi Javier; kumpulan para penguasa. Seakan-akan siap menghadapi apa pun, Crystal dan Aiden melangkah pasti ke tengah ballroom megah dengan dominasi hitam dan emas, disirami cahaya chandelier.
Aiden menuntun Crystal melewati kerumunan orang menuju Javier Leonidas. Sang Ayah tampak sedang berdiri berdampingan di ujung ruangan bersama Xavier dan beberapa relasi. Salah satunya, Andres Lucero, saudara kembar Aiden yang hanya dibedakan warna mata juga berdiri di sana.
Aiden sudah berubah menjadi sosok yang dikenal banyak orang; lelaki tampan, pendiam, tenang, dan menjaga jarak. Bahkan saat Javier tiba-tiba berbalik badan dan menyambut kedatangan mereka dengan tatapan curiga, Aiden tetap tenang. Sementara Crystal harus memaksakan diri untuk mengangkat dagu tinggi-tinggi, menyembunyikan kegelisahan saat raut wajah Javier menggelap.
***
"Uncle Javier...." Masih dengan memeluk pinggang Crystal, Aiden menyapa Javier Leonidas setelah berhenti di hadapan lelaki itu. "Ada yang ingin saya bicarakan dengan Anda."
Javier dan Xavier yang tampak elegan dengan balutan tuxedo, kompak menatap Crystal dan Aiden bergantian. Kemudian, menatap Aiden tajam dengan raut wajah tidak suka.
"Berbicara denganku?" Javier mengulang permintaan Aiden dengan suara meninggi. Kelewat tinggi hingga membuat Anggy yang sedang berbicara dengan tamu lain menoleh dan bergegas menghampiri mereka. "Mungkin kau bisa mulai dengan melepas tanganmu dari pinggang putriku?"
"Daddy!"
Mengabaikan protes Crystal, Javier menatap Aiden dari atas ke bawah, sementara Xavier memasukkan dua tangan ke saku celana dengan seringai begitu menatap mereka. "Apa kau mau mengucapkan selamat untuk dua cucu kembarku? Baik, aku terima. Tapi, kalau kau merencanakan lamaran konyol seperti beberapa tahun lalu, silakan pergi dari--”
"Daddy! Please! Sampai kapan kau mau menghalangi hubungan kami?"
"Crystal...." Javier bergumam rendah. Tatapannya menghakimi, tapi wajahnya sedikit melembut begitu Anggy merangkul lengannya.
"Wah! Ada apa ini?" tanya Anggy, matanya mengamati Javier, Aiden, dan putra-putrinya bergantian. "Apa aku melewatkan sesuatu?”
"Tidak ada, Mom. Daddy bahkan tidak memberikan kesempatan Aiden berbicara!" protes Crystal.
Javier mendengus. "Aku selalu memberikan kesempatan padamu berbicara, kenapa kau tidak bicara?"
Crystal menganga, gelagapan. "Itu ... Aku ... aku—"
Aiden menurunkan tangannya dari pinggang Crystal. Gantinya, ia menggapai jemari Crystal dan memamerkan tautan tangan mereka ke Javier. "Saya ingin Crystal Princessa Leonidas menjadi istri saya."
Hening sepersekian detik. Mata Anggy melebar, terkejut. Andres yang sedari tadi memperhatikan mereka tertawa geli. Sementara Xavier dan Javier masih diam, lalu saling melempar tatapan tidak terbaca.
Keheningan itu pecah begitu Javier menghentikan salah satu pelayan, mengambil segelas sampanye dingin dari baki, lalu meneguknya perlahan.
"Jadi ... kau berniat menikahi putriku?" Berbeda dengan nada santainya, mata Javier memicing, mengamati kesungguhan di tiap inchi wajah Aiden seraya memutar gelas sampanye yang masih berisi separuh. "Baik, tapi lawan aku dulu."
Crystal terbelalak.
"Kau juga harus mengalahkanku!" seru Xavier dengan tatapan makin memusuhi. "Kita buat tiga pertandingan. Jika kau bisa mengalahkan aku dan Daddy, baru kami bisa sedikit yakin kau bisa menjaga Princess kami. Meski kau temanku, aku tidak akan mengalah. Leonidas tidak menerima pecundang, siapa pun dia. Itu harga mati."
"Kalian sudah gila! Mana mungkin kalian meminta Aiden mengalahkan kalian berdua?!" teriak Crystal tidak terima.
Xavier menyeringai, "Apa kau juga meragukannya, Crys?"
"Ti-tidak! Mana mungkin seperti itu!" Crystal gelagapan. "Tapi ... Aiden melawan kalian? Apa kalian pikir itu lucu?!"
"Itu bukan lucu. Itu malah menunjukkan jika keluarga Leonidas ternyata adalah keluarga penindas yang tidak rasional, Crys." Andres tiba-tiba menyahut. Mata birunya menatap geli Xavier dan Javier yang balas menatapnya dengan tatapan membunuh.
"Apa maksudmu? Kau tidak ada hubungannya dengan ini,” geram Xavier.
"Ah, maaf. Tapi aku hanya ingin membela saudaraku sembari mengingatkan. Semua orang sudah tahu seperti apa keahlian kalian, apalagi kau, X. Mustahil Aiden bisa mengalahkanmu."
"So, itu berarti—"
"Itu berarti, tidak akan adil jika Aiden harus melawan kalian. Lagi pula, bukan kau atau Daddy Javier yang akan menikahi Crystal. Bukankah lebih baik jika saudara kembarku ini melawan calon pilihan kalian? Ide bagus, bukan?" lanjut Andres sambil tersenyum miring. "Atau jangan-jangan kalian juga belum memiliki bayangan jodoh untuk si cengeng ini?” Andres makin tergelak. "Apa kalian memang ingin Crystal berakhir sendirian seumur hidup?”
"Aku tidak butuh pendapatmu," tukas Xavier sinis.
Andres tergelak. "Jika bukan aku siapa lagi? Kalian pasti tahu Aiden tidak pernah berbicara panjang selain kepada Crystal. Apa menurutmu itu bukan hal istimewa? Dia hanya mau berbicara dan membuka dirinya hanya pada satu orang saja.”
Keheningan kembali memenuhi udara. Crystal tidak menyukai Andres, tapi sekarang dia membutuhkan pembelaan dari Andres. Karena Crystal tidak tahu harus bagaimana meyakinkan Ayah dan kakaknya, sementara Aiden hanya diam.
Javier mengangguk, lalu menatap Andres. "Aku pikir, Andres benar.”
Andres tersenyum, merasa dirinya berhasil mengubah pikiran Javier Leonidas. Sementara Crystal ketar-ketir, ia meremas jemari Aiden sebagai kode jika ini salah.
Tidak mungkin. Crystal tahu Daddy-nya tidak akan mengalah secepat ini.
Belum juga Crystal berhasil menebak apa yang dipikirkan sang ayah, suara denting gelas memenuhi ballroom kapal pesiar, membuat perhatian orang-orang di ruangan itu terpusat pada mereka, bahkan para pemain orkestra menghentikan lagu mereka.
"Aku akan membuat sayembara," ucap Javier Leonidas. "Akan ada tiga pertandingan. Siapapun bachelor yang bisa menang, dia akan kuijinkan menikahi putri kecilku, Crystal Princessa Leonidas."
"Jabear!"
"Dad! Apa kau bercanda?!" Pekikan Anggy dan Crystal mangalun bersamaan.
Crystal melepaskan lengan Aiden, lalu meraih lengan Javier. "Aiden melamarku, dan kau malah mengadakan sayembara?! Are you kidding me? Really?"
Alis Javier terangkat. "Kalau dia memang pantas untukmu, dia pasti menang. As simple as that, right?"
"Daddy...."
"It's okay, Crystal. Believe me, I'll win you," kata Aiden tegas dan penuh keyakinan. Dia bergeser mendekati Crystal, lalu melingkarkan lengan di pinggang Crystal. "Kau milikku. Tidak hanya keluargamu, semua orang di dunia ini juga harus tahu."
"Elias? Dia juga ikut?!"Crystal memutar bola mata mendengar suara terkejut Xavier. Mereka duduk di sofa panjang, tepat di balik tembok kaca besar yang membatasi ruangan kaca itu dengan area panahan. Aiden sudah berada di sana—bersiap untuk membidik. Terlihat sangat bertekad membuktikan bahwa sayembara gila Javier Leonidas adalah kesalahan, dan rengekan Crystal sepanjang malam tidak sia-sia."Memangnya apa yang kau pikirkan? Aku Crystal Leonidas! C-R-Y-S-T-A-L! Hanya orang bodoh dan gila yang akan melewatkan kesempatan untuk bisa menikahiku!""Semua orang boleh ikut, tidak dengan Elias. Tugasnya adalah menjaga Axelion dan Aurora!" Xavier berdiri dengan gelisah, mata biru yang sebening milik Crystal memicing ke arah pria berambut pirang yang juga tengah membidik—Elias Parks,bodyguard-nya sendiri. "Christian. Cari tahu, de
“Apa?! Princessa?!Mengjelek itu kau namai Princessa?!" Crystal membentak kesal, menempatkan kedua tangannya di pinggang dan menatap tajam lelaki itu. Bahkan, mata kucing ini biru, gumam Crystal dalam hati.Crystal terbiasa menjaditrendsetter,bahkan untuk orang-orang kalangan atas. Itu menunjukkan jika dia lebih daripada mereka. Namun, mendapati seekor kucing memplagiatnamanya lebih mencuri perhatian, Crystal tidak terima!Lelaki itu memandangnya sambil mengernyit. "Huh?Meng?Jelek?""Ganti namanya! Princessa itu nama tengahku!" Crystal bersikeras, tanpa mau repot menjelaskan jikaMengadalah sebutan neneknya di Indonesia untuk kucing-kucing peliharaannya. Dia hanya mau nama kucing itu diganti, titik.Lelaki itu mengangka
Lelaki gila. Mereka harus mendarat darurat, tapi yang ia pikirkan hanya kucing jelek itu?! gerutu Crystal dalam hati.Crystal mendengus, mengalihkan pandangannya dari Xander dan kembali fokus pada helicopter. Enggan menanggapi lelaki menyebalkan ini. Masih ada beberapa menit hingga bahan bakar helicopter ini habis. Crystal bergegas mengirimkan signal SOS, berharap siapa pun, terutama Quinn menjemputnya, sekaligus mempersiapkan pendaratan darurat di air. Bukankah seharusnya ada pelampung yang bisa membuat helicopter tetap mengapung?Namun, alarm yang makin nyaring membuat Crystal panik. Crystal tidak bisa berpikir. Bayangan helicopter ini akan meledak seketika berkelebat di kepala Crystal. Dia memang berniat menghindari sayembara sialan itu, tapi bukan dengan menuju surga!"Oh, Jesus! Jika kau menyelamatkanku sekarang, aku akan mempertimbangkan untu
The SEVEN SEAS EXPLORER Cruise Ship. Mediterranean Seas—Italy | 7:02 PM"Anne, apa sekarang aku kurang cantik? Kurang seksi?"Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, ketika Crystal masih memutar-mutar tubuhnya di depan cermin. Mengagumi, sekaligus meragukan tiap sudut tubuh moleknya yang terbalut dress biru tua tanpa lengan dengan motif abstrak setelah percobaan berpuluh-puluhdresslain. Elegan dan seksi. Rambut tergerai yang tengah disisir Anne juga cukup memberikan kesan manis. Tapi, tetap saja, untuk pertama kali dalam hidupnya Crystal merasa tidak percaya diri."Anda selalu cantik, Nona. Hanya orang buta yang tidak akan terpikat pada Anda," ucapNannyberusia setengah abad yang selalu melayaninya.Crystal menyematkan kedua tangannya di pinggang, membusungkan dada. "Ya, kau benar. Jika sampai si berengsek itu masih jug
THE GUARDIAN :WILLIAM CORPS'S BANKRUPTCY : The World’s Economy is Shaken Up!Manhattan, NY. Berita mengejutkan datang dari William Corp; perusahaan teknologi, perminyakan dan infrastruktur yang dalam beberapa waktu terakhir masih menempati posisi satu dunia. Dilansir dariRouters,perusahaan multinasional ini mulai mengalami penurunan saham sejak satu bulan yang lalu. Nilai sahamnya terus merosot, bahkan saat ini sudah menyentuh kisaran harga—Crystal mengerang, melempar ponselnya kedashboardmobil. Xavier salah. Bukan tiga hari, tapi perlu waktu satu bulan bagi Leonidas untuk meratakanWilliam Corp. Menekan pedal gas keras-keras, Crystal melajukanLamborghini Aventadorputihnya membelah jalanprivateyang menghubungkan gerbang utama dengan 
FOUR SEASONS HOTEL, New York—USA | 02:15 PM"Terima kasih. Jika bukan karena kau, Axelion mungkin masih uring-uringan." Crystal menoleh pada Aiden yang tengah mendorong kursi untuknya, sementara beberapa pelayan menata makan siang sekaligus menuangwinemereka. "Kau bahkan melewatkan makan siangmu untuk mengajaknya bermain piano.""It's okay,"jawab Aiden, seraya memutari meja lalu duduk di depan Crystal. "Lagipula, aku lebih suka makan bersamamu." Ekspresi Aiden datar, tapi Crystal tetap bisa merasakan cinta yang besar di mata Aiden."Apa aku harus mengulangi kalimatmu?""Hm?""Berkata jika aku juga lebih suka makan bersamamu?"Aiden tersenyum. Senyum yang hanya akan diberikan pada Crystal saja. Lelaki itu mengulurkan tangan, menggenggam jemari Crystal dan mengelus lembut cincin pertunangan mereka. "S
INQUIRETA's office, Manhattan, New York—USA | 04:01 PMSetelah memastikan pegawainya menempelkan plester terakhir ke jemari Aiden dengan benar, Crystal meminta orang itu segera keluar dari ruangannya. Dalam waktu yang cukup lama, dia dan Aiden duduk bersebelahan tanpa mencoba membuka obrolan. Keduanya kompak memusatkan perhatian pada televisi yang menampilkan berita kebangkrutan perusahaan Xander.Perekonomian dunia memburuk, diakibatkan terkena efek domino terkait ancaman kebangkrutan William corp. Beberapa aksi dilakukan oleh para pekerja di seluruh dunia untuk menuntut pembatalan PHK. Dimulai dari Hong Kong, Jerman, Canada, Belanda, Amerika, dan kini merembet ke wilayah Asia. Bukan hanya para buruh pekerja, beberapa perusahaan yang berkaitan dengan William Corp juga terkena imbasnya. Beberapa dari mereka memilih melepaskan saham, tapi tidak sedikit juga yang memilih mempertahankan—yakin jika
"Jika aku jadi kau, aku tidak akan segan mematahkan lehernya." Suara geraman sengit membelah udara di belakang mereka. "Selain menjadiA ranker,dia hanya anak Charlotte! Bahkan, dia bangkrut! Dia tidak bisa seenaknya bersikap kurang ajar kepadaS rankersepertimu!""Wah! Apa itu berarti aku juga tidak boleh bersikap kurang ajar padamu?" tanya Xander pada si pemilik geraman. Tanpa menoleh, Xander tahu itu suara Alexandre Dominguez, lelaki pirang bermata biru sepantaran Xander yang baru naik pangkat menjadiS ranker Tygerwellsatu bulan yang lalu.Alex menggeram. "Apa itu hal yang masih perlu kau tanyakan?""Seseorang pernah bilang padaku; jika kau malas bertanya, kau akan tersesat." Xander berputar dan menatap Alex malas-malasn. "Aku sedang berusaha agar tidak tersesat. Bukan begitu, Rex?""Terserah kau saja," jawab Rex datar.
“Do you think this is the end? Poor of your delusional heart, Asshole. I’ll be back and show you the real nightmare. I swear!” – Persephone.FALLING for THE BEAST | EPILOGX A N D E R TYGERWELL’s Hidden Quarters, Rome—Italy Hanya butuh beberapa detik bagi Xander melewati sistem keamaan bunker Tygerwell dengan mudah. Membiarkan alat-alat canggih itu menganalisis dan mencocokkan profilnya dengan database secara otomatis.Suara ‘AUTHORIZED’ dan ‘WELCOME ELYSIUM’ dengan aksen robotik bergema di sepanjang lorong—sebelum dinding besi di ujung lorong itu terbuka. Sebuah ruanga
Crystal menggeleng pelan, terkekeh. Tubuhnya membeku. Pandangannya mengarah pada Aiden yang mendekat. Selama ini ternyata dia bekerja sama dengan Lukas.“Pengkhianat!” Lilya menggeram—menatap Rhysand dengan tatapan seganas binatang. “Berengsek kau, Rhysand!” Theodore tidak berbeda jauh, bersama Samuel, ia mengawasi sekitar lewat lirikan mata. Mencoba mencari-cari celah. Sialan. Mereka terjebak, walau bagaimana pun mereka kalah jumlah.Rhysand menyeringai, ia menggeser posisi ke sebelah Lukas, menggantikan posisi Aiden, sementara lelaki itu berhenti sepuluh kaki dari Crystal. Sangat dekat—seakan bisa Crystal raih dengan mudah. Aidennya. Lelaki yang pernah sangat ia cintai dan sekarang ia benci setengah mati.Aiden masih sangat tampan seperti yang terakhir Crystal ingat. Wajahnya memang sedikit lebih cekung, lelah juga membayangi bawah matanya. Namun, tatapan lelaki itu masih sama&mdas
“Aiden....?” Dengan kaki lunglai, Crystal melepaskan diri dari Rhysand. Namun, tidak sedikit pun pandangannya lepas. “What do you mean?” “Sama seperti keterlibatan Mr. Leonidas dengan kecelakaannya. Aku mendapatkan misi dari Mr. Leonidas utuk melakukannya.” Xavier. Tuan Rhysand adalah Xavier. Entah apa yang melatar belakangi kontrak mereka hingga lelaki ini sangat setia—Rhysand bahkan nyaris tidak pernah menyebut nama Kakaknya. Napas Crystal tersekat dalam satu detakan jantung, dia memang pernah menduga Xavier terlibat dengan kecelakaan Aiden, tapi mendengar fakta itu sendiri membuat jantungnya terasa sesak.Angeline benar, mungkin kematian Xander memang karma untuk mereka. Untuknya.Mata Crystal terasa terbakar. “Kau membunuh Aiden?”Rhysand menggeleng. “Setelah mengetahui apa yang sudah Aiden lakukan padamu, Mr.
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 07:15 PM “Aku akan mengumumkan kematian Xander tujuh hari dari sekarang.” Suara dingin Ares Rikkard Leonard memecah suasana makan malam yang hening. Semua orang di meja makan itu; Crystal, Javier, Anggy, Charlotte, Xavier, Aurora, Lilya, Quinn dan Andres—langsung menghentikan kegiatan makan mereka. Charlotte bahkan terang-terangan menatap Rikkard tidak percaya, sedangkan Crystal hanya diam—menatap piring makannya. “Setelah itu aku akan melakukan pemilihan CEO dan pewaris Leonard.”“What did you say?!” Charlotte mendesis rendah. “Anak kita belum ditemukan, dan yang kau pikirkan hanya—““Kau suka atau tidak, aku butuh pewaris. Leonard butuh pewaris. Karena itu pengumuman kematiannya diperlukan. Apa masalahnya? Bukankah kita juga sudah melarungkan bunga unt
Hari-hari berganti dengan samar.Setelah tertidur hari itu, Crystal mengalami demam tinggi, kondisinya juga tidak kunjung membaik bahkan setelah lewat seminggu. Selama itu pula tidak ada informasi berarti terkait private jet Xander. Hanya ada info rute beserta titik radar terakhir sebelum pesawat itu menghilang. Dari rekaman komunikasi Pilot dengan Air traffic Controller yang terakhir, juga tidak ditemukan tanda-tanda pesawat itu mengalami masalah. Jejaknya bersih, seakan private jet itu menghilang begitu saja.Nyaris semua headline berita dipenuhi kecelakaan pesawat pewaris Leonard, beberapa ahli bahkan memprediksi pesawat itu terjatuh karena turbulance mesin akibat cuaca buruk. Karena itu, pencarian dilakukan dengan menyisir di sekitar titik terakhir keberadaan pesawat di radar, berusaha mencari titik terang.Crystal berharap sebaliknya. Sedikit pun, ia tidak berharap bang
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 11:55 PM Xander masih belum datang.Crystal melirik jam dinding dan pintu bergantian. Hari ulang tahunnya hanya bersisa beberapa menit lagi, lilin yang Crystal nyalakan di meja makan juga sudah terbakar separuh. Namun, belum ada tanda-tanda kemunculan lelaki itu. Kegelisahan mulai memenuhi Crystal hingga jemarinya berkali-kali gemetar.Where are you?Satu pesan lagi Crystal kirimkan ke ponsel Xander. Namun, tetap tidak ada jawaban. Padahal itu cara komunikasi satu-satunya setelah Xander memutuskan koneksi micro chip mereka. Sialan. Jika lelaki itu berniat muncul di detik-detik terakhir sembari mengatakan ‘Am I late, Princess?’ dengan cengiran khasnya—maka lelaki itu akan mati. Crystal tidak akan me
TYGERWELL DOME, Yonkers, New York City—USA | 04:05 PM “Get up!” Napas Crystal terengah, ia terbaring di atas lantai keras dengan kulit dibasahi keringat. Jemarinya bahkan gemetar parah. Crystal baru saja menutupi wajahnya dengan sebelah lengan ketika Theodore melangkah mendekat. “Kau kesakitan karena cara memukulmu salah. Telunjuk dan jari tengah—itu harusnya yang menjadi tumpuanmu,” ucap Theodore, matanya menunjuk memar-memar di telapak tangan Crystal.“Kita sudah berlatih seharian! Bagaimana aku bisa memikirkan itu?!”“Kau pikir tidak akan ada kemungkinan pertarungan sebenarnya berakhir lebih lama dari ini?” Theodore mengulurkan tangannya untuk membantu Crystal bangun, menunjukkan sedikit kebaikan hati setelah melatih Crystal bak pembunuh berdarah dingin—persis seperti yang dikatakan Xander.
ELYSIUMs Mansion, Yonkers, New York City—USA | 11:57 PM “Theo, aku memintamu menjaga Crystal.” Xander berkata di depan perapian, tepat di tengah malam yang pekat. Di sekitarnya, Theodore, Rex, Lilya—bahkan Samuel sudah berkumpul. Theodore bersandar di salah satu dinding, Samuel berdiri tegap di samping Rex, sementara Lilya duduk di sofa bersama Crystal. Setelah apa yang terjadi hari ini, kaki Crystal masih terasa lumpuh. “Buat semua agent bayanganku menjaganya juga. Untuk Samuel, kembalikan dia ke markas Tygerwell.”Crystal terbelalak. “Ini bukan salah Samuel. Tidak mau. Aku tidak mau berganti penjaga!”“Kau harus.”“Sam tidak salah!”“Benar, itu kesalahan tuan Putri kita yang terlalu naif.” Sekalipun perkataan Lilya benar, Crystal tetap menatap kes
LEONARD Center, New York—USA | 12:14 AM “Akan lebih baik jika pemilihan CEO Leonard yang baru dilakukan secara terbuka. Tanpa ditunjuk—semuanya bebas mencalonkan diri dengan persetujuan dewan direksi sekalian.” Suara berat dan rendah Liam Leonard memenuhi ruang rapat besar pimpinan sekaligus dewan direksi Leonard. Lelaki tiga puluh tahun bermata coklat, tubuh tegap dengan jambang tipis itu duduk di sisi kursi sebelah kanan, bersebelahan dengan Lukas Leonard—yang terlihat tampan dengan setelan hitam resmi.Penampilan Lukas tidak berbeda jauh darinya, kecuali tubuh tegap yang lebih besar khas lelaki Italia dan wajah yang lebih tua. Xander sendiri duduk di sisi sebelah kiri, tepat di sebelah Ares Rikkard Leonard yang kursinya berada di tempat terujung meja. Pusat dari semuanya.Suara deheman mengudara, diikuti tatapan memicing Rikkard. “Apa kau sedang