Lelaki gila. Mereka harus mendarat darurat, tapi yang ia pikirkan hanya kucing jelek itu?! gerutu Crystal dalam hati.
Crystal mendengus, mengalihkan pandangannya dari Xander dan kembali fokus pada helicopter. Enggan menanggapi lelaki menyebalkan ini. Masih ada beberapa menit hingga bahan bakar helicopter ini habis. Crystal bergegas mengirimkan signal SOS, berharap siapa pun, terutama Quinn menjemputnya, sekaligus mempersiapkan pendaratan darurat di air. Bukankah seharusnya ada pelampung yang bisa membuat helicopter tetap mengapung?
Namun, alarm yang makin nyaring membuat Crystal panik. Crystal tidak bisa berpikir. Bayangan helicopter ini akan meledak seketika berkelebat di kepala Crystal. Dia memang berniat menghindari sayembara sialan itu, tapi bukan dengan menuju surga!
"Oh, Jesus! Jika kau menyelamatkanku sekarang, aku akan mempertimbangkan untuk menjadi biarawati!"
Xander menatapnya "What? Kau serius? Lalu sayembara bodohmu?”
Crystal menatap Xander galak. "Mana mungkin aku memikirkan sayembara disaat aku berpotensi ma—“
"Minggir." Xander berdecak, memberi tanda untuk bertukar posisi. “Sejak dulu Leonidas memang hanya ucapannya saja yang besar."
Crystal menatap Xander remeh. Ini bukan mobil yang bisa dikemudikan semua orang, tapi alarm yang terus berbunyi dan tatapan tidak sabar Xander membuatnya tidak memiliki pilihan lain. Segera, Crystal menukar posisinya, berharap memercayakan nyawa pada lelaki sialan ini bukan keputusan yang salah.
Crystal diam dan dipenuhi kekaguman. Bukan hanya bisa, Xander bahkan sangat cekatan. Lelaki ini mengendalikan helicopter dengan mudahnya, bahkan mengaktifkan pelampung secara manual dan mendaratkan helicopter mereka di atas permukaan laut dengan mulus beberapa saat sebelum mesin mati.
Rasa lega menerpa Crystal. Ia menghempaskan badannya ke sandaran kursi, menarik dan mengembuskan napas dengan kasar. Terutama mendapati air laut sedang tenang. Setenang suasana di dalam helicopter begitu alarm mati.
"Ada balasan untuk SOSnya. Bantuan akan segera datang, tapi selama itu kita terjebak di sini,” ucap Xander.
Crystal menoleh, menatap wajah serius lelaki itu, mengernyit mendapati hal yang tidak biasa. “Bukankah kau hanya pelayan? Bagaimana kau bisa mengemudikan heli—“
“Kenapa? Ingin mengakui Leonidas tidak ada apa-apanya?”
Crystal mengerucutkan bibir. “Bisakah kau tidak membuatku kesal sekali saja?!”
“Tidak bisa.” Binar geli memenuhi mata Xander, hingga jantung Crystal berdegup cepat. Terutama ketika Xander mendekatkan wajah mereka, terlalu dekat hingga Crystal bisa merasakan helaan hangat napas Xander. “Biasanya yang membuat kesal akan diingat.”
“Jadi, kau ingin aku mengingatmu?” Crystal memutar bola mata malas-malasan, berusaha keras terlihat tidak terpengaruh, apalagi menunjukkan kegugupannya.
Xander makin mendekat. “Menurutmu?”
Crystal panik. Kurang sedikit saja hingga bibir mereka bersentuhan. Crystal menegang—cukup. “Panas sekali. Sepertinya AC-nya mati,” ucap Crystal gelagapan. Segera, ia menggeser posisi, membuka pintu helicopter di sisinya untuk menghindari lelaki ini.
“Jangan dibuka!” Terlambat. Teriakan Xander terdengar bersamaan dengan Princessa yang melompat ke laut.
Crystal terkejut, ia bahkan tidak berpikir panjang ketika melompat untuk menyelamatkan kucing sialan itu.
***
Dingin. Ini masih musim panas, tapi kenapa air lautnya masih bisa sedingin ini?
Crystal berkali-kali menyurukkan wajahnya ke permukaan, menghela napas lalu kembali masuk ke air—mencari-cari Princessa yang katanya tidak bisa berenang. Gaunnya yang berat karena basah juga menyulitkannya. Tapi, ketika dia akan menyelam untuk ketiga kalinya, tangan kekar melingkar di pinggangnya.
"Naik."
Crystal menemukan wajah Xander yang basah. "Kucing jelek—"
"Kau bisa membeku!" tukas Xander. Sebelum Crystal merespon, lelaki itu sudah mengeluarkannya dari air, lalu memaksanya duduk di helicopter. Crystal terbatuk, menyadari betapa ia banyak menelan air laut. Angin yang berembus membuatnya makin menggigil.
Kehangatan sedikit menghinggapi Crystal, ketika tiba-tiba Xander merangkul dan menggosok pelan jemarinya. Crystal menoleh pada Xander yang duduk di sampingnya. Lelaki itu mengernyit, lalu mengembuskan napas keras. Seolah-olah yang butuh kehangatan hanya Crystal, mengabaikan kalau diri sendiri juga basah kuyup. Tanpa sadar Crystal memerhatikan Xander, mengagumi tiap helai bulu matanya yang panjang.
"Aku tidak mengira kau akan mengkhawatirkan Princessa," gumam Xander rendah, cukup membuat Crystal tersadar.
Buru-buru Crystal menarik jemarinya. Mengedarkan pandangan dan mencari kucing jelek yang ternyata sedang ... berenang.
Crystal menganga, terkejut. Di saat itu kekehan Xander terdengar.
"Dia memang kucing aneh. Dia suka mandi, apalagi berenang. Nanti dia juga meminta naik sendiri."
"Kau menipuku! Katamu dia tidak bisa berenang!" Tangan terkepal Crystal mendesak ke wajah Xander.
"Tidak. Tapi kata Princessa, itu privasi" Xander tersenyum geli, lalu membenturkan kening mereka. Crystal mengaduh, menatap kesal Xander.
Namun, Crystal lebih memilih berbalik, membelakangi Xander untuk menunjukkan resleting di bagian belakang gaunnya pada lelaki itu. “Lepaskan gaunku!”
“What?! Memangnya kau ingin menari striptase di atas air?”
“Gaun ini basah! Aku tidak tahan. Kau harus bertanggung jawab! Ini salahmu, William!” omel Crystal.
Jika tangannya mampu menurunkan sendiri resleting, dia tidak akan repot-repot meminta lelaki menyebalkan ini. Crystal berbalik lagi, siap melemparkan omelan, tetapi melihat ekspresi gugup dan pinggiran telinga Xander yang memerah, memancing rasa geli Crystal.
“Kenapa William? Apa kau tergoda melihat tubuh seksiku?"
"Ter--” Xander menggeleng angkuh, lalu tertawa keras. “Aku? Tergoda bocah sepertimu? Apa otakmu dipenuhi air laut?”
Crystal menaikkan satu alis sambil memajukan tubuh sampai dada mereka bertemu. Kemudian, kembali berbalik memunggungi Xander. “Kalau memang tidak tertarik, ya, tidak ada masalah. Sudahlah, William, cepat buka baju sialan ini supaya tubuh bocah tidak berdosa—“
“Berisik!” gerutu Xander terdengar bersamaan dengan gerakan tangan lelaki itu. Tanpa sadar Crystal menahan napas, ketika jemari hangat Xander mulai menyentuh punggungnya. Napasnya terlepas berbarengan dengan gaun yang melorot dari tubuh Crystal, hingga menyisakan bra tanpa tali dan celana dalam berwarna hitam; nyaris telanjang.
Dengan menyembunyikan kegugupan yang perlahan menggila, Crystal melemparkan lirikan menggoda kepada Xander. “Apa kau tetap tidak tergoda?”
Meski pinggiran kedua telinga memerah, Xander mencebik dan menggeleng. “Calon biarawati bukan tipeku.” Kemudian, membuang muka seolah Crystal tidak sama sekali tidak memiliki daya tarik sebagai seorang permpuan.
Crystal mendengkus. Ketika ia siap melancarkan protes, ketika suara Helikopter terdengar mendekat. Otomatis, Crystal mendongak, kemudian menaikkan kembali gaunnya dengan asal--diiringi tawa mengejek Xander.
Ada beberapa orang turun untuk mengambil Princessa, sementara yang lain berdiri di sisi pintu helicopter sambil menurunkan tali untuk membantu Crystal dan Xander naik.
“Ladies first,” ucap Xander.
Crystal menatap tali itu dan Xander bergantian. “Bagaimana?”
Tanpa menjawab, Xander menarik pinggang Crystal dan memakaikan pengaman lebih dulu kepadanya, lalu mengenakan milik Xander sendiri dengan cepat dan mereka naik bersama.
Keadaan tubuh yang basah dan menempel, memancing debaran Crystal tidak terkendali. Belum lagi pelukan Xander yang terasa makin erat saat tarikan tali membuat mereka berayun dan napas memburu lelaki itu di belakang telinga Crystal. Respon yang berbanding terbalik dengan ucapan tidak tertarik tadi. Diam-diam Crystal menyusun rencana untuk mengejek Xander, tetapi kehadiran Quinn yang terlihat kesal, membuyarkan semuanya.
"Aku sudah menelponmu berkali-kali, tapi kau tidak menjawab!" serang Quinn, ketika Crystal berhasil berdiri tegak di Helicopter hitam berlogo L E O N I D A S; entah milik Xavier, atau Javier. Christian, yang bisa dipastikan ditugaskan salah satu dari Leonidas itu, buru-buru menyodorkan kimono kepada Crystal. "Lihat apa yang kau lakukan pada Heli—"
"Helicopter usang yang bahan bakarnya habis?"
"Bahan bakarnya saja yang habis. Itu masih sangat bagus!"
"Astaga, jangan bersikap berlebihan seolah kau tidak punya uang untuk memperbaikan benda itu!” sentak Crystal. “Aku bisa membelikan Eurocopter keluaran terbaru untuk si usang itu!”
"Apa kau bilang?! Itu helicopter pertama—" Ucapan Quinn menggantung seiring dengan kening yang mengernyit saat menyadari kehadiran Xander. "William?" geram Quinn rendah. "Kenapa kau bisa ada di sini?!"
"Tanyakan saja pada Meng," sahut Xander ogah-ogahan sambil mengeringkan rambut.
"Meng?" Quinn mengitari pandangan ke setiap sudut helikopter, lalu kembali mempertemukan tatapan dengan Crystal.
"Quinn, kau mengenal pelayan ini?" Hanya kalimat itu yang berhasil Crystal keluarkan, sementara Quinn mendelik.
“Pelayan? Siapa? Dia?” Quinn menunjuk Xander tanpa menggeser tatapan dari Crystal. "Dia ini Xander, musuh kakakmu."
Crystal menganga. "Dia Xander yang itu?"
"Ya. Yang itu."
Sebelah alis Xander terangkat. "Yang itu? Maksudmu yang tampan, kaya dan mengagumkan?" Xander menyerobot pembicaraan Crystal dan Quinn dengan nada malas.
Crystal menggeram. "Lemparkan saja lelaki ini keluar, Quinn!"
"Sudah kupikirkan sejak menyadari kehadirannya,” jawab Quinn berapi-api.
Namun, semua hanya sebatas pikiran. Crystal dan Quinn kompak mengabaikan Xander selama penerbangan. Crystal menceritakan Xander tiba-tiba saja naik helicopter. Karena dia sedang terburu-buru, jadi memilih membawa lelaki itu.
Xander tidak ambil pusing dengan ucapan Crystal, ataupun lirikan sinis Quinn. Lelaki itu memilih memejamkan mata, sambil memangku si kucing. Beberapa kali Crystal melirik Xander, mengamati sekaligus bertanya-tanya dalam hati. Jadi, lelaki ini bukan pelayan? Lelaki ini Xander, musuh kakaknya?
Dulu, ketika Xander masih menjadi bagian dari geng kakaknya semasa SHS; Red Devil, Crystal tidak pernah sekalipun bertemu Xander. Lelaki itu selalu pergi dulu sebelum ia datang, atau Xander yang tidak datang di pesta-pesta Leonidas. Seolah semesta tidak mengizinkan dia bertemu Xander, si lelaki arogan yang sering diceritakan Xavier.
Namun, kenapa Xander yang sedari tadi berkomunikasi dengannya sangat berbeda?
Seharusnya, Crystal membenci lelaki ini. Xander musuh kakaknya. Pengkhianat. Tapi, kenapa tidak bisa?
Crystal menarik napas dalam-dalam, menatap Quinn sebal begitu melihat tujuan Helicopter ini adalah Helipad di kapal pesiar. Bagus.
"Kenapa kau malah membawaku kembali?!" bentak Crystal. "Aku membawa Helicopter-mu karena aku ingin kabur dari sayembara—"
"Ini Helicopter kakakmu."
"Tidak masalah. Kita masih bisa pergi!"
"Xavier mengancamku, dia bisa meledakkan Helicopter ini dari jarak jauh jika aku tidak membawamu kembali."
Crystal meringis. Ia tahu Xavier tidak akan tega, tapi tetap saja ngeri jika harus membayangkan helicopter yang mereka naiki meledak di angkasa. Crystal benci api.
"Sudahlah, Crys. Terima saja. Lagipula, aku yakin, kau akan menyukai pemenangnya," ucap Quinn seraya mengedipkan mata.
Crystal mendengus, menatap kesal lelaki itu. "Aku tidak menyukai Elias. Sekalipun dia Leonard. Aku sudah kaya!”
Quinn tersenyum miring. "Kalau pemenangnya ... Aiden?"
Hening sejenak, sementara Helicopter bersiap mendarat. "Maksudmu?"
"Xavier menyuruh Elias mundur dari sayembara, sekarang yang menempati posisi atas jadi Aiden," kata Quinn cepat. "Hanya tinggal satu sayembara lagi, dan dia akan menang. Kau tenang saja, sayembara terakhir itu keahliannya."
"Kau serius?" Senyuman cerah terbit di wajah Crystal. "Jika tahu seperti ini, aku tidak akan susah-susah terjun ke laut!"
"Atau, berjanji pada Tuhan untuk menjadi biarawati." Xander yang sedari tadi diam akhirnya bersuara, bergegas turun lebih dulu seraya membawa Princessa.
Anehnya, Crystal otomatis ikut turun--mengabaikan teriakan Quinn. "Ralat. Aku tadi berkata akan mempertimbangkannya, bukan berjanji!" jelas Crystal, berusaha menyamai langkah Xander yang panjang-panjang.
"Alasan."
Crystal berhenti mengejar, memandangi punggung kukuh Xander yang bergerak perlahan menjauh darinya. "Kenapa? Kau tidak rela jika akhirnya aku menikahi pemenang sayembara? Ah! Apa kau masih membayangkan tubuhku yang hanya mengenakan pakaian dalam, Willi—"
"Crystal Princessa Leonidas." Suara bariton rendah yang sangat Crystal kenal menghentikan langkah Xander dan Crystal buru-buru menoleh ke sumber suara. Javier Leonidas dalam balutan jas hitam seperti Dewa kematian, ditemani Anggy, dan beberapa bodyguard di belakang mereka tengah menatap tajam dia dan Xander bergantian. Kening Javier bahkan mengernyit dalam.
"Daddy..," sapa Crystal dengan suara sangau. Siaga satu. Crystal tahu Javier sudah benar-benar marah kalau sudah menyebut nama lengkapnya.
"Ganti pakaianmu," geram Javier, tatapannya menyiratkan tidak suka melihat Crystal hanya berbalut handuk kimono. "Setelah itu temui Daddy. Bawa juga lelaki yang kau ajak kabur itu!”
Crystal meringis, hendak menjelaskan kalau dia tidak mengajak Xander kabur, tapi Javier sudah lebih dulu berbalik dan pergi, disusul Anggy--yang lebih dulu menyempatkan diri menatap Crystal—menggeleng pelan. Satu alarm lain berbunyi di kepala Crystal, hingga membuatnya menggigit bibir bawah kencang.
"Ayo, kita masuk cantik. Rambutmu harus segera dikeringkan.”
Suara santai Xander membuyarkan pemikiran Crystal. Dia buru-buru meluruskan lagi pandangan ke Xander. Apa lelaki itu tidak tahu sudah segawat apa keadaan mereka? Kenapa masih memikirkan kucing sialan itu? "Kau tidak dengar Daddy-ku berkata apa?" tanya Crystal, sambil melangkah lebar menghampiri Xander.
Tanpa menyahut, Xander menjauhi Crystal. “Bukan urusanku.”
"Damn! Apa kau tuli? Daddy mengira kau kabur denganku!”
Kata-kata itu menghentikan Xander di tepian pintu tempat Javier menghilang, lalu berputar menghadap Crystal dengan senyum lebar menyebalkan. "Bukankah fakta yang benar, kaulah yang menculikku?"
"You beast!"
"I am." Lalu, Xander mengerling, pergi dari sana, meninggalkan Crystal dengan kaki yang terhentak kesal.
The SEVEN SEAS EXPLORER Cruise Ship. Mediterranean Seas—Italy | 7:02 PM"Anne, apa sekarang aku kurang cantik? Kurang seksi?"Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, ketika Crystal masih memutar-mutar tubuhnya di depan cermin. Mengagumi, sekaligus meragukan tiap sudut tubuh moleknya yang terbalut dress biru tua tanpa lengan dengan motif abstrak setelah percobaan berpuluh-puluhdresslain. Elegan dan seksi. Rambut tergerai yang tengah disisir Anne juga cukup memberikan kesan manis. Tapi, tetap saja, untuk pertama kali dalam hidupnya Crystal merasa tidak percaya diri."Anda selalu cantik, Nona. Hanya orang buta yang tidak akan terpikat pada Anda," ucapNannyberusia setengah abad yang selalu melayaninya.Crystal menyematkan kedua tangannya di pinggang, membusungkan dada. "Ya, kau benar. Jika sampai si berengsek itu masih jug
THE GUARDIAN :WILLIAM CORPS'S BANKRUPTCY : The World’s Economy is Shaken Up!Manhattan, NY. Berita mengejutkan datang dari William Corp; perusahaan teknologi, perminyakan dan infrastruktur yang dalam beberapa waktu terakhir masih menempati posisi satu dunia. Dilansir dariRouters,perusahaan multinasional ini mulai mengalami penurunan saham sejak satu bulan yang lalu. Nilai sahamnya terus merosot, bahkan saat ini sudah menyentuh kisaran harga—Crystal mengerang, melempar ponselnya kedashboardmobil. Xavier salah. Bukan tiga hari, tapi perlu waktu satu bulan bagi Leonidas untuk meratakanWilliam Corp. Menekan pedal gas keras-keras, Crystal melajukanLamborghini Aventadorputihnya membelah jalanprivateyang menghubungkan gerbang utama dengan 
FOUR SEASONS HOTEL, New York—USA | 02:15 PM"Terima kasih. Jika bukan karena kau, Axelion mungkin masih uring-uringan." Crystal menoleh pada Aiden yang tengah mendorong kursi untuknya, sementara beberapa pelayan menata makan siang sekaligus menuangwinemereka. "Kau bahkan melewatkan makan siangmu untuk mengajaknya bermain piano.""It's okay,"jawab Aiden, seraya memutari meja lalu duduk di depan Crystal. "Lagipula, aku lebih suka makan bersamamu." Ekspresi Aiden datar, tapi Crystal tetap bisa merasakan cinta yang besar di mata Aiden."Apa aku harus mengulangi kalimatmu?""Hm?""Berkata jika aku juga lebih suka makan bersamamu?"Aiden tersenyum. Senyum yang hanya akan diberikan pada Crystal saja. Lelaki itu mengulurkan tangan, menggenggam jemari Crystal dan mengelus lembut cincin pertunangan mereka. "S
INQUIRETA's office, Manhattan, New York—USA | 04:01 PMSetelah memastikan pegawainya menempelkan plester terakhir ke jemari Aiden dengan benar, Crystal meminta orang itu segera keluar dari ruangannya. Dalam waktu yang cukup lama, dia dan Aiden duduk bersebelahan tanpa mencoba membuka obrolan. Keduanya kompak memusatkan perhatian pada televisi yang menampilkan berita kebangkrutan perusahaan Xander.Perekonomian dunia memburuk, diakibatkan terkena efek domino terkait ancaman kebangkrutan William corp. Beberapa aksi dilakukan oleh para pekerja di seluruh dunia untuk menuntut pembatalan PHK. Dimulai dari Hong Kong, Jerman, Canada, Belanda, Amerika, dan kini merembet ke wilayah Asia. Bukan hanya para buruh pekerja, beberapa perusahaan yang berkaitan dengan William Corp juga terkena imbasnya. Beberapa dari mereka memilih melepaskan saham, tapi tidak sedikit juga yang memilih mempertahankan—yakin jika
"Jika aku jadi kau, aku tidak akan segan mematahkan lehernya." Suara geraman sengit membelah udara di belakang mereka. "Selain menjadiA ranker,dia hanya anak Charlotte! Bahkan, dia bangkrut! Dia tidak bisa seenaknya bersikap kurang ajar kepadaS rankersepertimu!""Wah! Apa itu berarti aku juga tidak boleh bersikap kurang ajar padamu?" tanya Xander pada si pemilik geraman. Tanpa menoleh, Xander tahu itu suara Alexandre Dominguez, lelaki pirang bermata biru sepantaran Xander yang baru naik pangkat menjadiS ranker Tygerwellsatu bulan yang lalu.Alex menggeram. "Apa itu hal yang masih perlu kau tanyakan?""Seseorang pernah bilang padaku; jika kau malas bertanya, kau akan tersesat." Xander berputar dan menatap Alex malas-malasn. "Aku sedang berusaha agar tidak tersesat. Bukan begitu, Rex?""Terserah kau saja," jawab Rex datar.
Xander mengerang, merasakan mulut Crystal yang panas dan basah, manis. Xander tersentak keras begitu Crystal membelai belakang tengkuknya ringan—perlahan dan sensual—membuat rasa lapar dan kebutuhan menjalari tulang punggungnya."Crystal." Xander melenguh, ketika bibir Crystal membalas pelan dan lembut pagutannya. Seakan ingin berlama-lama. Seakan ini harus jadi panjang, membuatnya gila.Xander melepaskan bibir dan memandang Crystal, mengagumi penampilan perempuan itu yang begitu sempurna. Bibir yang manis dan hangat. Lekuk tubuh yang menggoda untuk disentuh. Mata birunya menatap Xander sayu, berkabut, seakan kehilangan fokus. Sial. Tubuh Xander menegang, ia menangkup bagian bawah kepala Crystal lalu mencium perempuan itu lebih brutal dari sebelumnya.Erangan Crystal, menggetarkan tubuh Xander.Dia sudah bisa membayan
"Aku lapar, lelah, dan ingin mandi!" keluh Crystal. Matanya menatap nanar kuku-kuku yang tidak digandeng Xander. Tadinya, Crystal menyukai hasil nail art dari perpaduan warna coklat dan emas, tetapi sekarang jadi kotor. Dia tidak terlihat lagi seperti Crystal Leonidas!Xander masih bisu.Bibir Crystal mencebik. "Xander! Bawa aku pulang. Rambutku juga sudah kusut. Aku maunanny-ku!"Xander tetap diam, terus berjalan dan menggandeng Crystal."Xander! Kau tidak mendengarku?!"Tetap tidak ada jawaban."William!!!""Ssttt!" Bebarengan dengan desisannya, Xander menarik Crystal ke salah satu lorong jalan. Menyembuyikan tubuh mereka, lalu menatap sekitar. Penuh kewaspadaan.Seketika, jantung Crystal berdebar keras. "Apa yang mengejar kita terlihat lagi?"
Ranjang yang bergerak-gerak membangunkan Crystal.Crystal mengerjap, menyadari sinar matahari yang menembus atap kaca kotor dan menerangi kamar loteng ini. Wajah Xander terlihat, dibingkai cahaya memesona dan tampan seperti biasanya, tapi juga menyebalkan dengan senyum mengejek yang tersungging di sana.Rambut Xander masih basah, badan kokoh lelaki itu sudah terbungkus rapi; celana jeans biru, kaus oblong putih, dan jaket kulit coklat. Astaga, lelaki ini lebih tampan dibanding pemain TV Series Spanyol!"Good morning, sleepyhead," sapa Xander.Berisik.Crystal menutup matanya lagi. Tempat ini terlalu nyaman, aman, segar, dan tenang—cocok untuk tidur seharian. Sudah lama rasanya Crystal tidak tidur sedamai ini. Senyenyak ini. Kenapa dia harus bangun?"Crys! Kenapa kau tidur lagi?!" Xander menarik selimut Crystal.
“Do you think this is the end? Poor of your delusional heart, Asshole. I’ll be back and show you the real nightmare. I swear!” – Persephone.FALLING for THE BEAST | EPILOGX A N D E R TYGERWELL’s Hidden Quarters, Rome—Italy Hanya butuh beberapa detik bagi Xander melewati sistem keamaan bunker Tygerwell dengan mudah. Membiarkan alat-alat canggih itu menganalisis dan mencocokkan profilnya dengan database secara otomatis.Suara ‘AUTHORIZED’ dan ‘WELCOME ELYSIUM’ dengan aksen robotik bergema di sepanjang lorong—sebelum dinding besi di ujung lorong itu terbuka. Sebuah ruanga
Crystal menggeleng pelan, terkekeh. Tubuhnya membeku. Pandangannya mengarah pada Aiden yang mendekat. Selama ini ternyata dia bekerja sama dengan Lukas.“Pengkhianat!” Lilya menggeram—menatap Rhysand dengan tatapan seganas binatang. “Berengsek kau, Rhysand!” Theodore tidak berbeda jauh, bersama Samuel, ia mengawasi sekitar lewat lirikan mata. Mencoba mencari-cari celah. Sialan. Mereka terjebak, walau bagaimana pun mereka kalah jumlah.Rhysand menyeringai, ia menggeser posisi ke sebelah Lukas, menggantikan posisi Aiden, sementara lelaki itu berhenti sepuluh kaki dari Crystal. Sangat dekat—seakan bisa Crystal raih dengan mudah. Aidennya. Lelaki yang pernah sangat ia cintai dan sekarang ia benci setengah mati.Aiden masih sangat tampan seperti yang terakhir Crystal ingat. Wajahnya memang sedikit lebih cekung, lelah juga membayangi bawah matanya. Namun, tatapan lelaki itu masih sama&mdas
“Aiden....?” Dengan kaki lunglai, Crystal melepaskan diri dari Rhysand. Namun, tidak sedikit pun pandangannya lepas. “What do you mean?” “Sama seperti keterlibatan Mr. Leonidas dengan kecelakaannya. Aku mendapatkan misi dari Mr. Leonidas utuk melakukannya.” Xavier. Tuan Rhysand adalah Xavier. Entah apa yang melatar belakangi kontrak mereka hingga lelaki ini sangat setia—Rhysand bahkan nyaris tidak pernah menyebut nama Kakaknya. Napas Crystal tersekat dalam satu detakan jantung, dia memang pernah menduga Xavier terlibat dengan kecelakaan Aiden, tapi mendengar fakta itu sendiri membuat jantungnya terasa sesak.Angeline benar, mungkin kematian Xander memang karma untuk mereka. Untuknya.Mata Crystal terasa terbakar. “Kau membunuh Aiden?”Rhysand menggeleng. “Setelah mengetahui apa yang sudah Aiden lakukan padamu, Mr.
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 07:15 PM “Aku akan mengumumkan kematian Xander tujuh hari dari sekarang.” Suara dingin Ares Rikkard Leonard memecah suasana makan malam yang hening. Semua orang di meja makan itu; Crystal, Javier, Anggy, Charlotte, Xavier, Aurora, Lilya, Quinn dan Andres—langsung menghentikan kegiatan makan mereka. Charlotte bahkan terang-terangan menatap Rikkard tidak percaya, sedangkan Crystal hanya diam—menatap piring makannya. “Setelah itu aku akan melakukan pemilihan CEO dan pewaris Leonard.”“What did you say?!” Charlotte mendesis rendah. “Anak kita belum ditemukan, dan yang kau pikirkan hanya—““Kau suka atau tidak, aku butuh pewaris. Leonard butuh pewaris. Karena itu pengumuman kematiannya diperlukan. Apa masalahnya? Bukankah kita juga sudah melarungkan bunga unt
Hari-hari berganti dengan samar.Setelah tertidur hari itu, Crystal mengalami demam tinggi, kondisinya juga tidak kunjung membaik bahkan setelah lewat seminggu. Selama itu pula tidak ada informasi berarti terkait private jet Xander. Hanya ada info rute beserta titik radar terakhir sebelum pesawat itu menghilang. Dari rekaman komunikasi Pilot dengan Air traffic Controller yang terakhir, juga tidak ditemukan tanda-tanda pesawat itu mengalami masalah. Jejaknya bersih, seakan private jet itu menghilang begitu saja.Nyaris semua headline berita dipenuhi kecelakaan pesawat pewaris Leonard, beberapa ahli bahkan memprediksi pesawat itu terjatuh karena turbulance mesin akibat cuaca buruk. Karena itu, pencarian dilakukan dengan menyisir di sekitar titik terakhir keberadaan pesawat di radar, berusaha mencari titik terang.Crystal berharap sebaliknya. Sedikit pun, ia tidak berharap bang
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 11:55 PM Xander masih belum datang.Crystal melirik jam dinding dan pintu bergantian. Hari ulang tahunnya hanya bersisa beberapa menit lagi, lilin yang Crystal nyalakan di meja makan juga sudah terbakar separuh. Namun, belum ada tanda-tanda kemunculan lelaki itu. Kegelisahan mulai memenuhi Crystal hingga jemarinya berkali-kali gemetar.Where are you?Satu pesan lagi Crystal kirimkan ke ponsel Xander. Namun, tetap tidak ada jawaban. Padahal itu cara komunikasi satu-satunya setelah Xander memutuskan koneksi micro chip mereka. Sialan. Jika lelaki itu berniat muncul di detik-detik terakhir sembari mengatakan ‘Am I late, Princess?’ dengan cengiran khasnya—maka lelaki itu akan mati. Crystal tidak akan me
TYGERWELL DOME, Yonkers, New York City—USA | 04:05 PM “Get up!” Napas Crystal terengah, ia terbaring di atas lantai keras dengan kulit dibasahi keringat. Jemarinya bahkan gemetar parah. Crystal baru saja menutupi wajahnya dengan sebelah lengan ketika Theodore melangkah mendekat. “Kau kesakitan karena cara memukulmu salah. Telunjuk dan jari tengah—itu harusnya yang menjadi tumpuanmu,” ucap Theodore, matanya menunjuk memar-memar di telapak tangan Crystal.“Kita sudah berlatih seharian! Bagaimana aku bisa memikirkan itu?!”“Kau pikir tidak akan ada kemungkinan pertarungan sebenarnya berakhir lebih lama dari ini?” Theodore mengulurkan tangannya untuk membantu Crystal bangun, menunjukkan sedikit kebaikan hati setelah melatih Crystal bak pembunuh berdarah dingin—persis seperti yang dikatakan Xander.
ELYSIUMs Mansion, Yonkers, New York City—USA | 11:57 PM “Theo, aku memintamu menjaga Crystal.” Xander berkata di depan perapian, tepat di tengah malam yang pekat. Di sekitarnya, Theodore, Rex, Lilya—bahkan Samuel sudah berkumpul. Theodore bersandar di salah satu dinding, Samuel berdiri tegap di samping Rex, sementara Lilya duduk di sofa bersama Crystal. Setelah apa yang terjadi hari ini, kaki Crystal masih terasa lumpuh. “Buat semua agent bayanganku menjaganya juga. Untuk Samuel, kembalikan dia ke markas Tygerwell.”Crystal terbelalak. “Ini bukan salah Samuel. Tidak mau. Aku tidak mau berganti penjaga!”“Kau harus.”“Sam tidak salah!”“Benar, itu kesalahan tuan Putri kita yang terlalu naif.” Sekalipun perkataan Lilya benar, Crystal tetap menatap kes
LEONARD Center, New York—USA | 12:14 AM “Akan lebih baik jika pemilihan CEO Leonard yang baru dilakukan secara terbuka. Tanpa ditunjuk—semuanya bebas mencalonkan diri dengan persetujuan dewan direksi sekalian.” Suara berat dan rendah Liam Leonard memenuhi ruang rapat besar pimpinan sekaligus dewan direksi Leonard. Lelaki tiga puluh tahun bermata coklat, tubuh tegap dengan jambang tipis itu duduk di sisi kursi sebelah kanan, bersebelahan dengan Lukas Leonard—yang terlihat tampan dengan setelan hitam resmi.Penampilan Lukas tidak berbeda jauh darinya, kecuali tubuh tegap yang lebih besar khas lelaki Italia dan wajah yang lebih tua. Xander sendiri duduk di sisi sebelah kiri, tepat di sebelah Ares Rikkard Leonard yang kursinya berada di tempat terujung meja. Pusat dari semuanya.Suara deheman mengudara, diikuti tatapan memicing Rikkard. “Apa kau sedang