“Apa?! Princessa?! Meng jelek itu kau namai Princessa?!" Crystal membentak kesal, menempatkan kedua tangannya di pinggang dan menatap tajam lelaki itu. Bahkan, mata kucing ini biru, gumam Crystal dalam hati.
Crystal terbiasa menjadi trendsetter, bahkan untuk orang-orang kalangan atas. Itu menunjukkan jika dia lebih daripada mereka. Namun, mendapati seekor kucing memplagiat namanya lebih mencuri perhatian, Crystal tidak terima!
Lelaki itu memandangnya sambil mengernyit. "Huh? Meng? Jelek?"
"Ganti namanya! Princessa itu nama tengahku!" Crystal bersikeras, tanpa mau repot menjelaskan jika Meng adalah sebutan neneknya di Indonesia untuk kucing-kucing peliharaannya. Dia hanya mau nama kucing itu diganti, titik.
Lelaki itu mengangkat sebelah alis. "Lalu? Jika kau sudah memakai nama Princessa, orang lain tidak boleh—"
"Dia bukan orang lain! Dia kucing!"
"Apalagi, dia hanya kucing."
"Ganti."
"Memangnya hanya kau yang bernama Princessa?"
"Tetap saja, ganti."
"Astaga. Dasar bocah!”
"Aku Crystal Leonidas! Aku akan mendapatkan apa yang aku mau. Sekarang, ganti nama Meng itu!" bentak Crystal.
"Leonidas?" Lelaki itu mendengus, menggeleng pelan. "Kalau begitu namamu saja yang diganti jadi 'Meng'. Princessa terlalu anggun untukmu yang suka menjerit.” Diakhiri dengan tatapan menggoda dari lelaki itu ke sekujur tubuh Crystal.
"A—apa?!" Crystal gelagapan, entah karena godaan lelaki itu, atau amarahnya yang memuncak. Crystal mengendalikan diri dengan cepat, mendongak angkuh untuk menunjukkan posisinya, tidak lupa juga dengan lirikan meremehkan. "Siapa namamu?"
"Xander Peter Raul William,” jawab Xander dengan nada malas.
Crystal mengepalkan tangan, bersusah payah menahan diri.
"Xander Peter Raul William," ulang Crystal. "Aku mau kau mengganti nama kucing itu. Atau, kau lebih memilih boss besarmu, atau siapa pun itu memecat pelayan kurang ajar sepertimu?"
"Pelayan? Aku? Are you drunk?"
"Apa aku salah?" Crystal melengos, dengan congkak menepuk-nepuk pundak Xander. "Jangan pikir aku tidak tahu. Sekalipun kau berpakaian seperti billionaire kaya raya, aku masih ingat jika kau pelayan rendahan yang melayaniku di restoran Bag O'Shrimp di New York, atau bartender di Casino—" Ucapan Crystal menggantung. Dia tersadar sudah memberi banyak info. Sial. Yang pernah bertemu lelaki ini Amber Kimberly, si cantik berambut merah—bukan Crystal Leonidas. "Pokoknya, kau tetap pelayan rendahan!"
Crystal tanpa sadar menahan napas, apalagi Xander hanya diam dengan tatapan menyelidik.
Jangan bilang dia curiga. Jangan bilang dia ingat. Jika ada orang yang tahu Crystal Leonidas bermain dengan pelayan, itu akan menjadi akhir dunia, gumam Crystal dalam hati.
Crystal menghela napas lega, ketika Xander mengangguk hormat seraya tersenyum menyesal. "Maafkan saya, Nona muda." Tersenyum dibuat-buat, lalu kembali fokus pada kucingnya lagi.
Crystal mengerang, tahu benar apa lelaki ini sengaja mengusik harga dirinya. Namun, belum sempat Crystal memprotes....
"Aku tersanjung, Meng, kau masih mengingat tempatku bekerja." Xander kembali menatap Crystal, senyumnya melebar. "Apa kau juga masih ingat bagaimana kau memintaku membuka bajumu, Meng? Ah, salah. Amber Kimberly?"
Crystal memelotot. Darahnya membeku. Bukan hanya karena lelaki ini berani mengganti namanya, tapi juga karena lelaki ini bisa mengenalinya.
Apa maksudnya dengan membuka baju?! Tidak pernah ada hal seperti itu! Hal terakhir yang Crystal ingat tentang lelaki ini adalah mereka bertemu di kasino, lelaki ini menuangkan minum untuknya—lalu keesokan harinya Crystal terbangun di kamar mansion-nya di Shanghai. Tidak ada yang terjadi, pelayannya sendiri yang mengatakan, mereka menjemput Crystal usai seorang bartender menghubungi mansion."Jaga ucapanmu! Aku tidak pernah memintamu membuka bajuku!"
Xander tergelak. "Ah, ternyata memang benar kau. Hai, Meng, apa kabar?"
"Berhenti mengganti namaku!"
"Bukankah kau yang tidak mau memiliki nama sama dengan Princessaku?" Xander tersenyum makin lebar. "Sekarang semua terkendali.. Princessaku tetap mendapatkan namanya, dan kau juga mendapatkan nama baru."
"Jangan macam-macam...."
Xander mengangkat kedua bahu lalu berbalik, dan menuruni tangga dengan cepat. "Kau yang harusnya jangan macam-macam dengan Princessaku. By the way, apa daddy-mu memiliki riwayat sakit jantung? Aku khawatir dia terkejut mendengar kabar bahwa putri semata wayangnya sangat liar.”
"William!" Crystal berteriak, buru-buru mengejar Xander. "Kau mengancamku?! Hanya karena kucing itu!" sentak Crystal begitu dia berhasil menyambar lengan Xander.
"Miaw!"
Xander berhenti, menatap Crystal bosan. "Dia bukan hanya kucing. Dia kucing yang akan kuberikan pada perempuan yang kusuka."
"Ah, I see ...." Crystal tersenyum paksa, menyembunyikan darahnya yang mendidih. Itu bukan jawaban yang dia mau. Crystal marah tanpa alasan. Tunggu! Dia merasa terhina karena kucing, itu alasannya. Lalu, Crystal melihat sosok Quinn dan Christian di ujung ruangan, tampak mencarinya.
Panik. Tanpa pikir panjang, Crystal menyambar Princessa dan membawanya menaiki tangga, tanpa memedulikan kucing itu yang terus mengeong.
"Hei, Meng! Apa yang kau lakukan?!" Teriak Xander sambil mengejarnya. "Kau punya dendam apa pada Princessaku!"
Crystal mengabaikannya, terus berlari sekalipun kesusahan, menabrak pelayan yang berpapasan dengannya, menjatuhkan vas besar, bahkan nyaris terpeleset beberapa kali. Xander yang hanya beberapa langkah di belakangnya mengumpat, dan terus terhambat karena kekacauan-kekacauan yang dibuat Crystal.
Akhirnya Crystal berhasil sampai di helipad kapal pesiar. Tanpa bersusah payah mencari, secepat itu Crystal menemukan Helicopter Sikorsy S-76 hitam milik Quinn. Crystal sudah berkali-kali melihat Quinn menggunakan helicopter yang sama. Dasar orang miskin.
Namun, Crystal tahu itu juga keberuntungan untuknya. Dengan cepat, Crystal memecahkan kode-kode rumit untuk membuka sekaligus menghidupkan helicopter lewat ponselnya. Detik selanjutnya, Crystal sudah duduk di kursi pengemudi, sementara Princessa ia taruh di kursi sebelahnya.
Hingga...
"Sial! Dari dulu aku sudah tahu Leonidas itu gila. Seenaknya. Tapi bisa-bisanya Leonidas yang ini menculik kucingku!”
***
"Sabuk pengaman!" teriak Crystal setelah Xander naik ke helicopter dan
memindahkan kucing itu ke pangkuannya."What?"
"Cepat! Tidak ada waktu lagi,” lanjut Crystal setengah berteriak.
Xander masih mencerna ucapan Crystal ketika tiba-tiba saja helicopter itu mengudara, tepat setelah Quinn dan Christian hampir mencapai mereka. "Are you insane?!" Xander berteriak, padahal Xander baru berniat turun setelah menyelamatkan kucingnya dari sana.
Crystal tidak mengindahkan, bahkan perempuan itu juga tidak menghiraukan ponselnya yang terus berdering. Seenaknya sendiri, khas Leonidas.
Xander bisa saja mengambil alih Helicopter dan mendaratkannya lagi, tetapi mengingat sifat nekat Xavier Leonidas, bisa jadi Crystal seperti itu juga. Mau tidak mau, Xander pasrah. Bersabar sampai dia merasa kucing yang dia janjikan untuk Axelion itu aman. Sejak awal seharusnya Xander sadar, berurusan dengan Leonidas hanya akan memberinya kesialan.
"Ke mana kau akan membawaku?" tanya Xander akhirnya. Ia memejamkan mata dan menyandarkan diri ke sandaran kursi.
"Kenapa kau ikut?" tanya Crystal dengan angkuh.
"Karena kau membawa kabur Princessa-ku, kau pikir apa lagi, Meng?"
"Berhenti memanggilku Meng!" Xander menahan tawa, lalu suara alarm peringatan membuatnya membuka mata.
"Quinn! Kau menyebalkan sekali!" Crystal berteriak panik.
Xander mengernyit. What’s going on?”
"Bahan bakarnya habis. Sepertinya kita harus mendarat darurat di laut."
"Are you insane?!" Entah sudah berapa kali Xander mengatakan kata-kata yang sama sejak bertemu perempuan sinting ini.
"Kenapa? Kau takut?" ejek Crystal.
"Tentu saja tidak. Tapi, Princessaku
tidak bisa berenang, sialan!"Crystal menoleh dengan wajah memerah tidak suka. Kemenangan sekali lagi untuk Xander William.
Lelaki gila. Mereka harus mendarat darurat, tapi yang ia pikirkan hanya kucing jelek itu?! gerutu Crystal dalam hati.Crystal mendengus, mengalihkan pandangannya dari Xander dan kembali fokus pada helicopter. Enggan menanggapi lelaki menyebalkan ini. Masih ada beberapa menit hingga bahan bakar helicopter ini habis. Crystal bergegas mengirimkan signal SOS, berharap siapa pun, terutama Quinn menjemputnya, sekaligus mempersiapkan pendaratan darurat di air. Bukankah seharusnya ada pelampung yang bisa membuat helicopter tetap mengapung?Namun, alarm yang makin nyaring membuat Crystal panik. Crystal tidak bisa berpikir. Bayangan helicopter ini akan meledak seketika berkelebat di kepala Crystal. Dia memang berniat menghindari sayembara sialan itu, tapi bukan dengan menuju surga!"Oh, Jesus! Jika kau menyelamatkanku sekarang, aku akan mempertimbangkan untu
The SEVEN SEAS EXPLORER Cruise Ship. Mediterranean Seas—Italy | 7:02 PM"Anne, apa sekarang aku kurang cantik? Kurang seksi?"Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, ketika Crystal masih memutar-mutar tubuhnya di depan cermin. Mengagumi, sekaligus meragukan tiap sudut tubuh moleknya yang terbalut dress biru tua tanpa lengan dengan motif abstrak setelah percobaan berpuluh-puluhdresslain. Elegan dan seksi. Rambut tergerai yang tengah disisir Anne juga cukup memberikan kesan manis. Tapi, tetap saja, untuk pertama kali dalam hidupnya Crystal merasa tidak percaya diri."Anda selalu cantik, Nona. Hanya orang buta yang tidak akan terpikat pada Anda," ucapNannyberusia setengah abad yang selalu melayaninya.Crystal menyematkan kedua tangannya di pinggang, membusungkan dada. "Ya, kau benar. Jika sampai si berengsek itu masih jug
THE GUARDIAN :WILLIAM CORPS'S BANKRUPTCY : The World’s Economy is Shaken Up!Manhattan, NY. Berita mengejutkan datang dari William Corp; perusahaan teknologi, perminyakan dan infrastruktur yang dalam beberapa waktu terakhir masih menempati posisi satu dunia. Dilansir dariRouters,perusahaan multinasional ini mulai mengalami penurunan saham sejak satu bulan yang lalu. Nilai sahamnya terus merosot, bahkan saat ini sudah menyentuh kisaran harga—Crystal mengerang, melempar ponselnya kedashboardmobil. Xavier salah. Bukan tiga hari, tapi perlu waktu satu bulan bagi Leonidas untuk meratakanWilliam Corp. Menekan pedal gas keras-keras, Crystal melajukanLamborghini Aventadorputihnya membelah jalanprivateyang menghubungkan gerbang utama dengan 
FOUR SEASONS HOTEL, New York—USA | 02:15 PM"Terima kasih. Jika bukan karena kau, Axelion mungkin masih uring-uringan." Crystal menoleh pada Aiden yang tengah mendorong kursi untuknya, sementara beberapa pelayan menata makan siang sekaligus menuangwinemereka. "Kau bahkan melewatkan makan siangmu untuk mengajaknya bermain piano.""It's okay,"jawab Aiden, seraya memutari meja lalu duduk di depan Crystal. "Lagipula, aku lebih suka makan bersamamu." Ekspresi Aiden datar, tapi Crystal tetap bisa merasakan cinta yang besar di mata Aiden."Apa aku harus mengulangi kalimatmu?""Hm?""Berkata jika aku juga lebih suka makan bersamamu?"Aiden tersenyum. Senyum yang hanya akan diberikan pada Crystal saja. Lelaki itu mengulurkan tangan, menggenggam jemari Crystal dan mengelus lembut cincin pertunangan mereka. "S
INQUIRETA's office, Manhattan, New York—USA | 04:01 PMSetelah memastikan pegawainya menempelkan plester terakhir ke jemari Aiden dengan benar, Crystal meminta orang itu segera keluar dari ruangannya. Dalam waktu yang cukup lama, dia dan Aiden duduk bersebelahan tanpa mencoba membuka obrolan. Keduanya kompak memusatkan perhatian pada televisi yang menampilkan berita kebangkrutan perusahaan Xander.Perekonomian dunia memburuk, diakibatkan terkena efek domino terkait ancaman kebangkrutan William corp. Beberapa aksi dilakukan oleh para pekerja di seluruh dunia untuk menuntut pembatalan PHK. Dimulai dari Hong Kong, Jerman, Canada, Belanda, Amerika, dan kini merembet ke wilayah Asia. Bukan hanya para buruh pekerja, beberapa perusahaan yang berkaitan dengan William Corp juga terkena imbasnya. Beberapa dari mereka memilih melepaskan saham, tapi tidak sedikit juga yang memilih mempertahankan—yakin jika
"Jika aku jadi kau, aku tidak akan segan mematahkan lehernya." Suara geraman sengit membelah udara di belakang mereka. "Selain menjadiA ranker,dia hanya anak Charlotte! Bahkan, dia bangkrut! Dia tidak bisa seenaknya bersikap kurang ajar kepadaS rankersepertimu!""Wah! Apa itu berarti aku juga tidak boleh bersikap kurang ajar padamu?" tanya Xander pada si pemilik geraman. Tanpa menoleh, Xander tahu itu suara Alexandre Dominguez, lelaki pirang bermata biru sepantaran Xander yang baru naik pangkat menjadiS ranker Tygerwellsatu bulan yang lalu.Alex menggeram. "Apa itu hal yang masih perlu kau tanyakan?""Seseorang pernah bilang padaku; jika kau malas bertanya, kau akan tersesat." Xander berputar dan menatap Alex malas-malasn. "Aku sedang berusaha agar tidak tersesat. Bukan begitu, Rex?""Terserah kau saja," jawab Rex datar.
Xander mengerang, merasakan mulut Crystal yang panas dan basah, manis. Xander tersentak keras begitu Crystal membelai belakang tengkuknya ringan—perlahan dan sensual—membuat rasa lapar dan kebutuhan menjalari tulang punggungnya."Crystal." Xander melenguh, ketika bibir Crystal membalas pelan dan lembut pagutannya. Seakan ingin berlama-lama. Seakan ini harus jadi panjang, membuatnya gila.Xander melepaskan bibir dan memandang Crystal, mengagumi penampilan perempuan itu yang begitu sempurna. Bibir yang manis dan hangat. Lekuk tubuh yang menggoda untuk disentuh. Mata birunya menatap Xander sayu, berkabut, seakan kehilangan fokus. Sial. Tubuh Xander menegang, ia menangkup bagian bawah kepala Crystal lalu mencium perempuan itu lebih brutal dari sebelumnya.Erangan Crystal, menggetarkan tubuh Xander.Dia sudah bisa membayan
"Aku lapar, lelah, dan ingin mandi!" keluh Crystal. Matanya menatap nanar kuku-kuku yang tidak digandeng Xander. Tadinya, Crystal menyukai hasil nail art dari perpaduan warna coklat dan emas, tetapi sekarang jadi kotor. Dia tidak terlihat lagi seperti Crystal Leonidas!Xander masih bisu.Bibir Crystal mencebik. "Xander! Bawa aku pulang. Rambutku juga sudah kusut. Aku maunanny-ku!"Xander tetap diam, terus berjalan dan menggandeng Crystal."Xander! Kau tidak mendengarku?!"Tetap tidak ada jawaban."William!!!""Ssttt!" Bebarengan dengan desisannya, Xander menarik Crystal ke salah satu lorong jalan. Menyembuyikan tubuh mereka, lalu menatap sekitar. Penuh kewaspadaan.Seketika, jantung Crystal berdebar keras. "Apa yang mengejar kita terlihat lagi?"
“Do you think this is the end? Poor of your delusional heart, Asshole. I’ll be back and show you the real nightmare. I swear!” – Persephone.FALLING for THE BEAST | EPILOGX A N D E R TYGERWELL’s Hidden Quarters, Rome—Italy Hanya butuh beberapa detik bagi Xander melewati sistem keamaan bunker Tygerwell dengan mudah. Membiarkan alat-alat canggih itu menganalisis dan mencocokkan profilnya dengan database secara otomatis.Suara ‘AUTHORIZED’ dan ‘WELCOME ELYSIUM’ dengan aksen robotik bergema di sepanjang lorong—sebelum dinding besi di ujung lorong itu terbuka. Sebuah ruanga
Crystal menggeleng pelan, terkekeh. Tubuhnya membeku. Pandangannya mengarah pada Aiden yang mendekat. Selama ini ternyata dia bekerja sama dengan Lukas.“Pengkhianat!” Lilya menggeram—menatap Rhysand dengan tatapan seganas binatang. “Berengsek kau, Rhysand!” Theodore tidak berbeda jauh, bersama Samuel, ia mengawasi sekitar lewat lirikan mata. Mencoba mencari-cari celah. Sialan. Mereka terjebak, walau bagaimana pun mereka kalah jumlah.Rhysand menyeringai, ia menggeser posisi ke sebelah Lukas, menggantikan posisi Aiden, sementara lelaki itu berhenti sepuluh kaki dari Crystal. Sangat dekat—seakan bisa Crystal raih dengan mudah. Aidennya. Lelaki yang pernah sangat ia cintai dan sekarang ia benci setengah mati.Aiden masih sangat tampan seperti yang terakhir Crystal ingat. Wajahnya memang sedikit lebih cekung, lelah juga membayangi bawah matanya. Namun, tatapan lelaki itu masih sama&mdas
“Aiden....?” Dengan kaki lunglai, Crystal melepaskan diri dari Rhysand. Namun, tidak sedikit pun pandangannya lepas. “What do you mean?” “Sama seperti keterlibatan Mr. Leonidas dengan kecelakaannya. Aku mendapatkan misi dari Mr. Leonidas utuk melakukannya.” Xavier. Tuan Rhysand adalah Xavier. Entah apa yang melatar belakangi kontrak mereka hingga lelaki ini sangat setia—Rhysand bahkan nyaris tidak pernah menyebut nama Kakaknya. Napas Crystal tersekat dalam satu detakan jantung, dia memang pernah menduga Xavier terlibat dengan kecelakaan Aiden, tapi mendengar fakta itu sendiri membuat jantungnya terasa sesak.Angeline benar, mungkin kematian Xander memang karma untuk mereka. Untuknya.Mata Crystal terasa terbakar. “Kau membunuh Aiden?”Rhysand menggeleng. “Setelah mengetahui apa yang sudah Aiden lakukan padamu, Mr.
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 07:15 PM “Aku akan mengumumkan kematian Xander tujuh hari dari sekarang.” Suara dingin Ares Rikkard Leonard memecah suasana makan malam yang hening. Semua orang di meja makan itu; Crystal, Javier, Anggy, Charlotte, Xavier, Aurora, Lilya, Quinn dan Andres—langsung menghentikan kegiatan makan mereka. Charlotte bahkan terang-terangan menatap Rikkard tidak percaya, sedangkan Crystal hanya diam—menatap piring makannya. “Setelah itu aku akan melakukan pemilihan CEO dan pewaris Leonard.”“What did you say?!” Charlotte mendesis rendah. “Anak kita belum ditemukan, dan yang kau pikirkan hanya—““Kau suka atau tidak, aku butuh pewaris. Leonard butuh pewaris. Karena itu pengumuman kematiannya diperlukan. Apa masalahnya? Bukankah kita juga sudah melarungkan bunga unt
Hari-hari berganti dengan samar.Setelah tertidur hari itu, Crystal mengalami demam tinggi, kondisinya juga tidak kunjung membaik bahkan setelah lewat seminggu. Selama itu pula tidak ada informasi berarti terkait private jet Xander. Hanya ada info rute beserta titik radar terakhir sebelum pesawat itu menghilang. Dari rekaman komunikasi Pilot dengan Air traffic Controller yang terakhir, juga tidak ditemukan tanda-tanda pesawat itu mengalami masalah. Jejaknya bersih, seakan private jet itu menghilang begitu saja.Nyaris semua headline berita dipenuhi kecelakaan pesawat pewaris Leonard, beberapa ahli bahkan memprediksi pesawat itu terjatuh karena turbulance mesin akibat cuaca buruk. Karena itu, pencarian dilakukan dengan menyisir di sekitar titik terakhir keberadaan pesawat di radar, berusaha mencari titik terang.Crystal berharap sebaliknya. Sedikit pun, ia tidak berharap bang
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 11:55 PM Xander masih belum datang.Crystal melirik jam dinding dan pintu bergantian. Hari ulang tahunnya hanya bersisa beberapa menit lagi, lilin yang Crystal nyalakan di meja makan juga sudah terbakar separuh. Namun, belum ada tanda-tanda kemunculan lelaki itu. Kegelisahan mulai memenuhi Crystal hingga jemarinya berkali-kali gemetar.Where are you?Satu pesan lagi Crystal kirimkan ke ponsel Xander. Namun, tetap tidak ada jawaban. Padahal itu cara komunikasi satu-satunya setelah Xander memutuskan koneksi micro chip mereka. Sialan. Jika lelaki itu berniat muncul di detik-detik terakhir sembari mengatakan ‘Am I late, Princess?’ dengan cengiran khasnya—maka lelaki itu akan mati. Crystal tidak akan me
TYGERWELL DOME, Yonkers, New York City—USA | 04:05 PM “Get up!” Napas Crystal terengah, ia terbaring di atas lantai keras dengan kulit dibasahi keringat. Jemarinya bahkan gemetar parah. Crystal baru saja menutupi wajahnya dengan sebelah lengan ketika Theodore melangkah mendekat. “Kau kesakitan karena cara memukulmu salah. Telunjuk dan jari tengah—itu harusnya yang menjadi tumpuanmu,” ucap Theodore, matanya menunjuk memar-memar di telapak tangan Crystal.“Kita sudah berlatih seharian! Bagaimana aku bisa memikirkan itu?!”“Kau pikir tidak akan ada kemungkinan pertarungan sebenarnya berakhir lebih lama dari ini?” Theodore mengulurkan tangannya untuk membantu Crystal bangun, menunjukkan sedikit kebaikan hati setelah melatih Crystal bak pembunuh berdarah dingin—persis seperti yang dikatakan Xander.
ELYSIUMs Mansion, Yonkers, New York City—USA | 11:57 PM “Theo, aku memintamu menjaga Crystal.” Xander berkata di depan perapian, tepat di tengah malam yang pekat. Di sekitarnya, Theodore, Rex, Lilya—bahkan Samuel sudah berkumpul. Theodore bersandar di salah satu dinding, Samuel berdiri tegap di samping Rex, sementara Lilya duduk di sofa bersama Crystal. Setelah apa yang terjadi hari ini, kaki Crystal masih terasa lumpuh. “Buat semua agent bayanganku menjaganya juga. Untuk Samuel, kembalikan dia ke markas Tygerwell.”Crystal terbelalak. “Ini bukan salah Samuel. Tidak mau. Aku tidak mau berganti penjaga!”“Kau harus.”“Sam tidak salah!”“Benar, itu kesalahan tuan Putri kita yang terlalu naif.” Sekalipun perkataan Lilya benar, Crystal tetap menatap kes
LEONARD Center, New York—USA | 12:14 AM “Akan lebih baik jika pemilihan CEO Leonard yang baru dilakukan secara terbuka. Tanpa ditunjuk—semuanya bebas mencalonkan diri dengan persetujuan dewan direksi sekalian.” Suara berat dan rendah Liam Leonard memenuhi ruang rapat besar pimpinan sekaligus dewan direksi Leonard. Lelaki tiga puluh tahun bermata coklat, tubuh tegap dengan jambang tipis itu duduk di sisi kursi sebelah kanan, bersebelahan dengan Lukas Leonard—yang terlihat tampan dengan setelan hitam resmi.Penampilan Lukas tidak berbeda jauh darinya, kecuali tubuh tegap yang lebih besar khas lelaki Italia dan wajah yang lebih tua. Xander sendiri duduk di sisi sebelah kiri, tepat di sebelah Ares Rikkard Leonard yang kursinya berada di tempat terujung meja. Pusat dari semuanya.Suara deheman mengudara, diikuti tatapan memicing Rikkard. “Apa kau sedang