S E A S O N 1 : T H E P R I N C E
"Once upon a time, there was a beautiful princess from a very powerful kingdom. The King held a contest, to find a suitable husband for his daughter. Then a prince came, won the contest and got the princess for himself. They fell madly in love. Even the moon got jealous just by watching them together."
"Pada suatu masa, ada seorang Putri cantik dari kerajaan yang sangat kuat. Raja mengadakan sayembara, untuk menemukan suami yang pantas bagi sang Putri. Saat itulah Pangeran datang, ia memenangkan sayembara, dan mendapatkan sang Putri untuk dirinya sendiri. Mereka jatuh cinta. Sampai bulan pun dibuat cemburu melihatnya."
* * *
4 tahun yang lalu, The Venetian—Macau, China.
"Lelaki kurang ajar! Apa dia pikir karena aku mencintainya, dia bisa memaksaku melakukan semua yang ia mau?!"
Sekalipun kesadaran gadis itu mulai mengabur, rutukan terus mengalun dari bibir tipisnya yang berpoles lipstick merah menyala, senada dengan gaun merah berbelahan dada tinggi dan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai. Ada gemuruh darah di telinganya, suara dingin dengan nada memerintah kekasihnya memenuhi gendang telinganya. "Lagipula, apa salahnya jika perempuan memegang kendali perusahaan?! Bisa-bisanya dia—" Rutukan gadis itu menggantung, berganti menjadi sebuah erangan begitu menyadari gelasnya kosong.
"Sial!" gadis itu kembali mengumpat kesal, menghela napas panjang, mata birunya menatap sekeliling. Meja bar casino ini sangat mewah dan berkelas, disepuh dengan warna hitam emas. Namun, dia tidak mau bersusah payah mengagumi segala kemewahan yang sudah ia dapatkan sejak pertama kali menghirup udara. Dia hanya butuh seseorang, yang bisa menuangkan Whiskey untuknya.
Malam ini ... hanya malam ini Crystal Princessa Leonidas ingin bebas. Terlepas dari segala aturan yang membelenggunya. Crystal geram. Sebagai satu-satunya putri yang pernah terlahir di keluarga Leonidas—keluarga nomor satu dunia—sudah terlalu banyak aturan yang mengikatnya. Entah itu aturan dari daddy-nya, kakaknya, bahkan semua orang di keluarganya. Cukup. Crystal tidak butuh tambahan aturan dari Aiden Lucero, kekasihnya yang sempurna, terutama untuk hal yang sudah daddynya; Javier Leonidas izinkan.
Dengan ada atau tidaknya persetujuan dari Aiden, Inquireta tetap miliknya. Crystal tetap akan mengendalikan perusahaan perhiasan itu. Dia tetaplah Leonidas sekalipun dia perempuan. Crystal bahkan yakin, dia bisa jauh lebih hebat dari Xavier Leonidas, kakaknya jika dia mau.
Crystal ingin menangis, tapi ia menahannya.
"Amber?" tanya suara serak yang mengalun lembut.
Crystal mendongak, menatap lelaki berpakaian denim yang menunduk di atasnya, berdiri dengan satu tangan menyangga ke meja di dekat Crystal—seakan mengurungnya. Crystal mengerjap, begitu pandangannya menangkap wajah kemerahan dan berkeringat itu. Beberapa helai anak rambut lelaki itu menempel di pelipis, dengan tubuh seperti mesin yang diminyaki dengan baik—tinggi, tegap, dan terbentuk sempurna. Semua keindahan itu membayang jelas lewat kaos hitam tipis di balik jaket denim lelaki itu. Belum lagi aroma tubuh maskulin yang menggoda hidung Crystal, semakin menghilangkan kewarasannya. Dia lupa pada apa pun yang menyiksa pikirannya tadi. Dia hanya ingin mengagumi keindahan ciptaan Tuhan yang sempurna ini, terutama mata birunya ....
"Kau …” Crystal berupaya mengendalikan diri ketika menangkap kilatan menggoda melintas di mata biru sialan itu. “Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Crystal linglung.
Tanpa Crystal persilakan, lelaki itu duduk di kursi sebelahnya. "Kenapa? Apa aku tidak diijinkan kemari, Amber?" tanya lelaki itu, sambil menyandarkan ujung siku ke pinggiran meja, lalu menyunggingkan senyum jahil menyebalkan.
Amber. Crystal tersenyum kaku, teringat nama palsu yang ia katakan pada lelaki itu beberapa hari yang lalu. Kemudian, kembali mendatarkan wajah. “siapapun yang memiliki akses boleh masuk." Menaikkan kedua bahu asal, seolah mempertanyakan apa lelaki itu masuk secara benar atau tidak.
Sebelah alis lelaki itu terangkat. "Jadi, menurutmu, wajahku tidak tampak seperti orang yang memiliki akses?"
"Terakhir kali, aku ingat kau seorang pelayan. Sekarang kau--” Crystal menaik turunkan pandangan ke lelaki itu, lalu melempar senyum meremehkan. “Kau seperti seorang boss. Apa ini baju sewaan? Atau--"
Udara di sekitar mereka mendadak dipenuhi tawa maskulin lelaki itu. "Anggap saja aku sedang menemani boss besar mengunjungi casino-nya."
Crystal belum merespon saat seorang bartender datang, hendak menuangkan whiskey ke gelasnya—yang akhirnya dilakukan lelaki itu.
Ini yang terakhir. Janji Crystal dalam hati saat pinggiran gelas sudah di depan bibirnya. "Sepertinya boss besarmu amat sangat kaya," gumam Crystal, setelah meneguk whiskey-nya.
"Dengan bisnis bawah tanahnya, ya, dia sangat amat kaya."
"Oh, ya? Sekaya apa?” Crystal menggoyangkan gelas kacanya di depan wajah si lelaki, dengan senyum percaya diri. “Tapi aku yakin, aku bisa memberikanmu bayaran lebih banyak."
Seolah ingin membalas kalimatnya, lelaki itu menatap penuh arti sambil mengisi lagi gelas Crystal. "Sangat kaya. Mungkin lebih kaya darimu dan dari semua orang di sini. Tapi, dia lebih suka menyembunyikannya."
Tawa mengejek Crystal pecah, ketika kalimat itu mengalun rendah. Siapa yang bisa lebih kaya dari keluarga Leonidas? Lelucon apa itu?
"Oh ayolah, hanya ada dua keluarga yang sampai sekarang tidak terkalahkan.” Kemudian, Crystal terdiam sejenak. Berdeham, lalu mengalihkan pandangan ke sembarang arah. Tidak berniat menjelaskan jika dia adalah salah satu anggota dari keluarga itu. Crystal kembali minum—entah sudah berapa Rock Glass yang sudah dia habiskan. Dia sudah terlalu mabuk untuk mengingat. "Tapi, jika memang perkataanmu benar, boss-mu unik juga." Crystal kembali menatap alis tebal, bibir sensual dan hidung mancung lelaki yang kini hanya berjarak beberapa inchi darinya.
Kedua sudut bibir lelaki itu melengkung dengan cara paling seksi yang pernah dilihat Crystal, membentuk senyum yang mendorong Crystal membayangkan; apa rasa bibir itu.
"Mau mengenalnya?" Tiba-tiba pertanyaan itu keluar.
Crystal memajukan tubuh, mendekat, mendaratkan telunjuknya di bibir si lelaki, lalu menyusuri bagian itu lambat-lambat.. "Dibanding mengenal dia ...." Telunjuk Crystal menepuk dua kali bibir lelaki itu. “Aku lebih suka mengenal sosok ini.” Crystal mengalihkan jemarinya ke wajah lelaki itu, membelai alis dan rahang kokoh si lelaki. Crystal sempat berhenti sepersekian detik, ketika penolakan tidak kunjung datang, jemari lentiknya semakin turun dengan berani, membelai leher lalu turun ke dada bidang lelaki itu. "So, siapa namamu? Kau belum memberitahuku."
Si lelaki menangkap dan menahan jemari Crystal di dadanya. "Nama asli, atau nama samaran?"
Crystal mengernyit. "Bagaimana kau bisa tahu, jika yang kuberikan padamu palsu?"
"Kau membuatku nyaris gila," sahut lelaki itu. Crystal tidak mengerti, tetapi ia tersenyum. Didera rasa kantuk yang besar, Crystal memperhatikan lelaki itu bergerak bangkit—menghalangi cahaya yang menyorot padanya. "Aku mencarimu, tapi semua gadis bernama Amber Kimberly sangat berbeda denganmu. Pada akhirnya, aku sadar kau menipuku."
"Apa kau marah?"
"Ya, aku memilih melupakanmu." Lelaki itu menyentuh punggung Crystal. "Sampai ... aku melihatmu lagi di sini. Rambut merahmu, aku langsung mengenalimu."
"Hm ... okay." Mata Crystal terpejam sebentar, lalu terbuka lagi. "Setelah kau menemukanku, apa rencanamu?"
"Semua hal yang bisa kita lakukan." Lelaki itu menjawab penuh tekad, penuh dengan janji. Crystal mendongak. Lelaki itu berdiri di depannya, lalu menundukkan kepala hingga kening mereka bersentuhan. Kedua tangan besar dan hangat si lelaki merangkum dan menarik wajah Crystal mendekat, membiarkan embusan napas mereka saling sapa.
"Contohnya?" tanya Crystal serak.
"Ini.” Lelaki itu memiringkan kepala, menyapukan bibirnya ke ujung bibir Crystal. "Selanjutnya, terserah kau … tentukan apa yang boleh dan tidak boleh aku lakukan."
Crystal tidak bisa berpikir. Sentuhan lelaki itu bagai api yang siap membakarnya. Berbahaya, tetapi tidak sanggup ditolak.
Lupakan aturan.
Lupakan Aiden....
Kini hanya ada dia, si lelaki tanpa nama, dan gairah yang menuntut untuk dipuaskan.
"Aku Crystal Princessa Leonidas,” bisik Crystal sambil menjajarkan bibir mereka. "Selama hidup aku tidak pernah menyisir rambutku, atau membuka pakaianku sendiri. Pelayan yang melakukannya." Kemudian, kepalanya mendarat di bahu kiri si lelaki. "Jadi, kalau kau mau—lakukanlah sendiri. Tentukan batasanmu sendiri. Layani aku." Suara Crystal makin pelan, disusul kesadaran yang menghilang.
Waktu kini. The SEVEN SEAS EXPLORER Cruise Ship. Mediterranean Sea—Italy."Crystal Princessa Leonidas,let's get married."Crystal menoleh, menatap Aiden yang sedang menggenggam dan menatapnya hangat. Aiden begitu tinggi, terlihat kuat dan tak terkalahkan dalam balutan setelan jas yang dirancang khusus oleh desainer ternama. Tampan tidak cukup untuk menggambarkan Aiden. Rambut hitam pendek berkilau yang membingkai wajah Aiden, kontras dengan kulitnya yang pucat. Didukung struktur tulang wajah yang indah; bibir tegas, rahang kokoh, dan hidung mancung. Seakan lelaki itu adalah pahatan yang diukir para ahli tanpa cela.Crystal belum sanggup mencerna, apalagi menjawab kalimat Aiden. Dia mengalihkan pandangan dari sudut matanya, merasakan bagaimana orang-orang di sekitar mereka melirik kagum lelaki berusia dua puluh sembilan ini.
"Elias? Dia juga ikut?!"Crystal memutar bola mata mendengar suara terkejut Xavier. Mereka duduk di sofa panjang, tepat di balik tembok kaca besar yang membatasi ruangan kaca itu dengan area panahan. Aiden sudah berada di sana—bersiap untuk membidik. Terlihat sangat bertekad membuktikan bahwa sayembara gila Javier Leonidas adalah kesalahan, dan rengekan Crystal sepanjang malam tidak sia-sia."Memangnya apa yang kau pikirkan? Aku Crystal Leonidas! C-R-Y-S-T-A-L! Hanya orang bodoh dan gila yang akan melewatkan kesempatan untuk bisa menikahiku!""Semua orang boleh ikut, tidak dengan Elias. Tugasnya adalah menjaga Axelion dan Aurora!" Xavier berdiri dengan gelisah, mata biru yang sebening milik Crystal memicing ke arah pria berambut pirang yang juga tengah membidik—Elias Parks,bodyguard-nya sendiri. "Christian. Cari tahu, de
“Apa?! Princessa?!Mengjelek itu kau namai Princessa?!" Crystal membentak kesal, menempatkan kedua tangannya di pinggang dan menatap tajam lelaki itu. Bahkan, mata kucing ini biru, gumam Crystal dalam hati.Crystal terbiasa menjaditrendsetter,bahkan untuk orang-orang kalangan atas. Itu menunjukkan jika dia lebih daripada mereka. Namun, mendapati seekor kucing memplagiatnamanya lebih mencuri perhatian, Crystal tidak terima!Lelaki itu memandangnya sambil mengernyit. "Huh?Meng?Jelek?""Ganti namanya! Princessa itu nama tengahku!" Crystal bersikeras, tanpa mau repot menjelaskan jikaMengadalah sebutan neneknya di Indonesia untuk kucing-kucing peliharaannya. Dia hanya mau nama kucing itu diganti, titik.Lelaki itu mengangka
Lelaki gila. Mereka harus mendarat darurat, tapi yang ia pikirkan hanya kucing jelek itu?! gerutu Crystal dalam hati.Crystal mendengus, mengalihkan pandangannya dari Xander dan kembali fokus pada helicopter. Enggan menanggapi lelaki menyebalkan ini. Masih ada beberapa menit hingga bahan bakar helicopter ini habis. Crystal bergegas mengirimkan signal SOS, berharap siapa pun, terutama Quinn menjemputnya, sekaligus mempersiapkan pendaratan darurat di air. Bukankah seharusnya ada pelampung yang bisa membuat helicopter tetap mengapung?Namun, alarm yang makin nyaring membuat Crystal panik. Crystal tidak bisa berpikir. Bayangan helicopter ini akan meledak seketika berkelebat di kepala Crystal. Dia memang berniat menghindari sayembara sialan itu, tapi bukan dengan menuju surga!"Oh, Jesus! Jika kau menyelamatkanku sekarang, aku akan mempertimbangkan untu
The SEVEN SEAS EXPLORER Cruise Ship. Mediterranean Seas—Italy | 7:02 PM"Anne, apa sekarang aku kurang cantik? Kurang seksi?"Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, ketika Crystal masih memutar-mutar tubuhnya di depan cermin. Mengagumi, sekaligus meragukan tiap sudut tubuh moleknya yang terbalut dress biru tua tanpa lengan dengan motif abstrak setelah percobaan berpuluh-puluhdresslain. Elegan dan seksi. Rambut tergerai yang tengah disisir Anne juga cukup memberikan kesan manis. Tapi, tetap saja, untuk pertama kali dalam hidupnya Crystal merasa tidak percaya diri."Anda selalu cantik, Nona. Hanya orang buta yang tidak akan terpikat pada Anda," ucapNannyberusia setengah abad yang selalu melayaninya.Crystal menyematkan kedua tangannya di pinggang, membusungkan dada. "Ya, kau benar. Jika sampai si berengsek itu masih jug
THE GUARDIAN :WILLIAM CORPS'S BANKRUPTCY : The World’s Economy is Shaken Up!Manhattan, NY. Berita mengejutkan datang dari William Corp; perusahaan teknologi, perminyakan dan infrastruktur yang dalam beberapa waktu terakhir masih menempati posisi satu dunia. Dilansir dariRouters,perusahaan multinasional ini mulai mengalami penurunan saham sejak satu bulan yang lalu. Nilai sahamnya terus merosot, bahkan saat ini sudah menyentuh kisaran harga—Crystal mengerang, melempar ponselnya kedashboardmobil. Xavier salah. Bukan tiga hari, tapi perlu waktu satu bulan bagi Leonidas untuk meratakanWilliam Corp. Menekan pedal gas keras-keras, Crystal melajukanLamborghini Aventadorputihnya membelah jalanprivateyang menghubungkan gerbang utama dengan 
FOUR SEASONS HOTEL, New York—USA | 02:15 PM"Terima kasih. Jika bukan karena kau, Axelion mungkin masih uring-uringan." Crystal menoleh pada Aiden yang tengah mendorong kursi untuknya, sementara beberapa pelayan menata makan siang sekaligus menuangwinemereka. "Kau bahkan melewatkan makan siangmu untuk mengajaknya bermain piano.""It's okay,"jawab Aiden, seraya memutari meja lalu duduk di depan Crystal. "Lagipula, aku lebih suka makan bersamamu." Ekspresi Aiden datar, tapi Crystal tetap bisa merasakan cinta yang besar di mata Aiden."Apa aku harus mengulangi kalimatmu?""Hm?""Berkata jika aku juga lebih suka makan bersamamu?"Aiden tersenyum. Senyum yang hanya akan diberikan pada Crystal saja. Lelaki itu mengulurkan tangan, menggenggam jemari Crystal dan mengelus lembut cincin pertunangan mereka. "S
INQUIRETA's office, Manhattan, New York—USA | 04:01 PMSetelah memastikan pegawainya menempelkan plester terakhir ke jemari Aiden dengan benar, Crystal meminta orang itu segera keluar dari ruangannya. Dalam waktu yang cukup lama, dia dan Aiden duduk bersebelahan tanpa mencoba membuka obrolan. Keduanya kompak memusatkan perhatian pada televisi yang menampilkan berita kebangkrutan perusahaan Xander.Perekonomian dunia memburuk, diakibatkan terkena efek domino terkait ancaman kebangkrutan William corp. Beberapa aksi dilakukan oleh para pekerja di seluruh dunia untuk menuntut pembatalan PHK. Dimulai dari Hong Kong, Jerman, Canada, Belanda, Amerika, dan kini merembet ke wilayah Asia. Bukan hanya para buruh pekerja, beberapa perusahaan yang berkaitan dengan William Corp juga terkena imbasnya. Beberapa dari mereka memilih melepaskan saham, tapi tidak sedikit juga yang memilih mempertahankan—yakin jika
“Do you think this is the end? Poor of your delusional heart, Asshole. I’ll be back and show you the real nightmare. I swear!” – Persephone.FALLING for THE BEAST | EPILOGX A N D E R TYGERWELL’s Hidden Quarters, Rome—Italy Hanya butuh beberapa detik bagi Xander melewati sistem keamaan bunker Tygerwell dengan mudah. Membiarkan alat-alat canggih itu menganalisis dan mencocokkan profilnya dengan database secara otomatis.Suara ‘AUTHORIZED’ dan ‘WELCOME ELYSIUM’ dengan aksen robotik bergema di sepanjang lorong—sebelum dinding besi di ujung lorong itu terbuka. Sebuah ruanga
Crystal menggeleng pelan, terkekeh. Tubuhnya membeku. Pandangannya mengarah pada Aiden yang mendekat. Selama ini ternyata dia bekerja sama dengan Lukas.“Pengkhianat!” Lilya menggeram—menatap Rhysand dengan tatapan seganas binatang. “Berengsek kau, Rhysand!” Theodore tidak berbeda jauh, bersama Samuel, ia mengawasi sekitar lewat lirikan mata. Mencoba mencari-cari celah. Sialan. Mereka terjebak, walau bagaimana pun mereka kalah jumlah.Rhysand menyeringai, ia menggeser posisi ke sebelah Lukas, menggantikan posisi Aiden, sementara lelaki itu berhenti sepuluh kaki dari Crystal. Sangat dekat—seakan bisa Crystal raih dengan mudah. Aidennya. Lelaki yang pernah sangat ia cintai dan sekarang ia benci setengah mati.Aiden masih sangat tampan seperti yang terakhir Crystal ingat. Wajahnya memang sedikit lebih cekung, lelah juga membayangi bawah matanya. Namun, tatapan lelaki itu masih sama&mdas
“Aiden....?” Dengan kaki lunglai, Crystal melepaskan diri dari Rhysand. Namun, tidak sedikit pun pandangannya lepas. “What do you mean?” “Sama seperti keterlibatan Mr. Leonidas dengan kecelakaannya. Aku mendapatkan misi dari Mr. Leonidas utuk melakukannya.” Xavier. Tuan Rhysand adalah Xavier. Entah apa yang melatar belakangi kontrak mereka hingga lelaki ini sangat setia—Rhysand bahkan nyaris tidak pernah menyebut nama Kakaknya. Napas Crystal tersekat dalam satu detakan jantung, dia memang pernah menduga Xavier terlibat dengan kecelakaan Aiden, tapi mendengar fakta itu sendiri membuat jantungnya terasa sesak.Angeline benar, mungkin kematian Xander memang karma untuk mereka. Untuknya.Mata Crystal terasa terbakar. “Kau membunuh Aiden?”Rhysand menggeleng. “Setelah mengetahui apa yang sudah Aiden lakukan padamu, Mr.
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 07:15 PM “Aku akan mengumumkan kematian Xander tujuh hari dari sekarang.” Suara dingin Ares Rikkard Leonard memecah suasana makan malam yang hening. Semua orang di meja makan itu; Crystal, Javier, Anggy, Charlotte, Xavier, Aurora, Lilya, Quinn dan Andres—langsung menghentikan kegiatan makan mereka. Charlotte bahkan terang-terangan menatap Rikkard tidak percaya, sedangkan Crystal hanya diam—menatap piring makannya. “Setelah itu aku akan melakukan pemilihan CEO dan pewaris Leonard.”“What did you say?!” Charlotte mendesis rendah. “Anak kita belum ditemukan, dan yang kau pikirkan hanya—““Kau suka atau tidak, aku butuh pewaris. Leonard butuh pewaris. Karena itu pengumuman kematiannya diperlukan. Apa masalahnya? Bukankah kita juga sudah melarungkan bunga unt
Hari-hari berganti dengan samar.Setelah tertidur hari itu, Crystal mengalami demam tinggi, kondisinya juga tidak kunjung membaik bahkan setelah lewat seminggu. Selama itu pula tidak ada informasi berarti terkait private jet Xander. Hanya ada info rute beserta titik radar terakhir sebelum pesawat itu menghilang. Dari rekaman komunikasi Pilot dengan Air traffic Controller yang terakhir, juga tidak ditemukan tanda-tanda pesawat itu mengalami masalah. Jejaknya bersih, seakan private jet itu menghilang begitu saja.Nyaris semua headline berita dipenuhi kecelakaan pesawat pewaris Leonard, beberapa ahli bahkan memprediksi pesawat itu terjatuh karena turbulance mesin akibat cuaca buruk. Karena itu, pencarian dilakukan dengan menyisir di sekitar titik terakhir keberadaan pesawat di radar, berusaha mencari titik terang.Crystal berharap sebaliknya. Sedikit pun, ia tidak berharap bang
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 11:55 PM Xander masih belum datang.Crystal melirik jam dinding dan pintu bergantian. Hari ulang tahunnya hanya bersisa beberapa menit lagi, lilin yang Crystal nyalakan di meja makan juga sudah terbakar separuh. Namun, belum ada tanda-tanda kemunculan lelaki itu. Kegelisahan mulai memenuhi Crystal hingga jemarinya berkali-kali gemetar.Where are you?Satu pesan lagi Crystal kirimkan ke ponsel Xander. Namun, tetap tidak ada jawaban. Padahal itu cara komunikasi satu-satunya setelah Xander memutuskan koneksi micro chip mereka. Sialan. Jika lelaki itu berniat muncul di detik-detik terakhir sembari mengatakan ‘Am I late, Princess?’ dengan cengiran khasnya—maka lelaki itu akan mati. Crystal tidak akan me
TYGERWELL DOME, Yonkers, New York City—USA | 04:05 PM “Get up!” Napas Crystal terengah, ia terbaring di atas lantai keras dengan kulit dibasahi keringat. Jemarinya bahkan gemetar parah. Crystal baru saja menutupi wajahnya dengan sebelah lengan ketika Theodore melangkah mendekat. “Kau kesakitan karena cara memukulmu salah. Telunjuk dan jari tengah—itu harusnya yang menjadi tumpuanmu,” ucap Theodore, matanya menunjuk memar-memar di telapak tangan Crystal.“Kita sudah berlatih seharian! Bagaimana aku bisa memikirkan itu?!”“Kau pikir tidak akan ada kemungkinan pertarungan sebenarnya berakhir lebih lama dari ini?” Theodore mengulurkan tangannya untuk membantu Crystal bangun, menunjukkan sedikit kebaikan hati setelah melatih Crystal bak pembunuh berdarah dingin—persis seperti yang dikatakan Xander.
ELYSIUMs Mansion, Yonkers, New York City—USA | 11:57 PM “Theo, aku memintamu menjaga Crystal.” Xander berkata di depan perapian, tepat di tengah malam yang pekat. Di sekitarnya, Theodore, Rex, Lilya—bahkan Samuel sudah berkumpul. Theodore bersandar di salah satu dinding, Samuel berdiri tegap di samping Rex, sementara Lilya duduk di sofa bersama Crystal. Setelah apa yang terjadi hari ini, kaki Crystal masih terasa lumpuh. “Buat semua agent bayanganku menjaganya juga. Untuk Samuel, kembalikan dia ke markas Tygerwell.”Crystal terbelalak. “Ini bukan salah Samuel. Tidak mau. Aku tidak mau berganti penjaga!”“Kau harus.”“Sam tidak salah!”“Benar, itu kesalahan tuan Putri kita yang terlalu naif.” Sekalipun perkataan Lilya benar, Crystal tetap menatap kes
LEONARD Center, New York—USA | 12:14 AM “Akan lebih baik jika pemilihan CEO Leonard yang baru dilakukan secara terbuka. Tanpa ditunjuk—semuanya bebas mencalonkan diri dengan persetujuan dewan direksi sekalian.” Suara berat dan rendah Liam Leonard memenuhi ruang rapat besar pimpinan sekaligus dewan direksi Leonard. Lelaki tiga puluh tahun bermata coklat, tubuh tegap dengan jambang tipis itu duduk di sisi kursi sebelah kanan, bersebelahan dengan Lukas Leonard—yang terlihat tampan dengan setelan hitam resmi.Penampilan Lukas tidak berbeda jauh darinya, kecuali tubuh tegap yang lebih besar khas lelaki Italia dan wajah yang lebih tua. Xander sendiri duduk di sisi sebelah kiri, tepat di sebelah Ares Rikkard Leonard yang kursinya berada di tempat terujung meja. Pusat dari semuanya.Suara deheman mengudara, diikuti tatapan memicing Rikkard. “Apa kau sedang