Seperti teringat akan sesuatu, Mike berbalik kembali menuju ruangan Harlin. Dilihatnya pintu ruangan tersebut masih terbuka. Mikepun mengetuk pintunya sekadar berbasa-basi pada Harlin atas kedatangannya itu.
“Ada apa lagi?” tanya Harlin.
“Aku jadi ingat sesuatu,” ujar Mike sembari memberikan kantong berisi narkoba yang sedang dia selidiki saat ini bersama Agus.
“Aku hanya ingin memastikannya saja.”
“Tapi benar kan ini Opioid Sintetis?”
Mendengar nama itu, Harlinpun langsung membuang bungkusan tersebut dengan ekspresi wajah serius.
“Apa kau lupa betapa sulitnya aku ribut-ribut dengan mereka soal pabrik farmasi kita ini? Dan kau seenaknya saja membawa barang ini ke sini?” bentaknya.
“Hey, hey.. tenang dulu Harlin,” seru mike nampak panik karena sama sekali tidak menduga Harlin akan bereaksi seperti itu.
Sedikit dia menghelas nafas da
Setelah lebih dari seminggu di rawat, Chyntia kembali sehat nyaris seperti seseorang yang tak pernah mengidap kanker ataupun tumor. Satu-satunya yang tersisa dari kejadian itu hanyalah bekas sayatan yang dibuat oleh Harlin. Seperti yang dikatakan Mansa, munculnya sel tumor itu hanyalah karena ketidakstabilan dari energi makhluk halus yang sedang sekarat yang sempat menjadi parasit di tangan Chyntia. Semua berjalan nampak normal setelah itu. Begitupun dengan Mansa. Sudah berhari-hari dia seperti menikmati kehidupan yang baru. Apa lagi dalam dua hari belakangan dia nampak begitu hidup, bersemangat seperti tak memiliki beban, bahkan tak jarang Yono mendapatinya bersenandung dalam kesibukannya menyelesaikan pekerjaan. Lagi pula hari ini hari yang dinanti-nantikannya. Hari ini adalah hari diadakannya pesta perpisahan bersama teman-teman sekelasnya dulu. Bagi sebagian orang mungkin acara ini hanya terlihat sebagai acara makan-makan dan kumpul-kumpul belaka. Tapi bagi Mansa
“Aku pikir kalian tidak akan mau datang ke acara seperti ini,” ujar Mansa setelah menghampiri dua orang tersebut. “Ehem.., masih Mansa yang sama...” ujar Dodi menyambut kedatangannya. “Selalu ceplas-ceplos dengan sindiran seperti biasanya.” Meski berbicara saling menyindir seperti itu, saat ini sama sekali tidak terlihat ketiga orang tersebut saling membenci. Bahkan Eri menarik dua piring yang cukup jauh dari tempat duduknya, satu piring berisi batagor, sementara satu piring yang lebih kecil berisi saus sambal sebagai temannya, untuk ditawarkannya pada Mansa. “Duduklah,” tawar Eri mempersilakannya. “Tunggu dulu, jangan bilang tempat ini dikhususkan untuk orang-orang yang tak diharapkan kehadirannya,” seru Mansa dengan senyum jenaka seakan mengejek. Saat ini memang ada kesan Eri dan Dodi duduk menjauh dari teman-teman kelas yang lainnya. Sekarang ditambah dengan
Tak seperti kota metropolitan, Padang hampir tidak memiliki gedung-gedung tinggi. Jika dilihat dari ketinggian bukit di Panorama I itu, hanya terlihat seperti hamparan luas yang datar yang diapit oleh beberapa jari-jari Bukit Barisan bagaikan pagar yang mengelilingi kota tersebut. Pada sisi barat adalah Samudera Hindia yang menghampar luas sejauh mata memandang. Indahkah? Tidak juga. Salah satu kebiasan yang sudah menjadi turun temurun sejak zaman nenek moyang dulu yang masih dipraktekan di hampir setiap sudut kota ini adalah kebiasaan membakar sampah di sore hari. Bukan juga kebiasaan khusus. Hampir tak ada sedikitpun komando, ajakan atau himbauan yang jelas untuk melakukan kebiasaan itu. Anehnya, entah kenapa, hampir di setiap sudut kota mereka seakan serentak melakukan itu di setiap sore. Hasilnya, kota yang berada hampir sejajar dengan permukaan air laut, di negera tropis katulistiwa, yang tak seharusnya ada kabut yang menutupi, namun setiap sore kota ini
“Aneh kenapa?” tanya Mansa yang saat ini sedang menunggu Hpnya kembali menyala.<< Mungkin kamu tak memperhatikannya karena sibuk dengan HP itu >><< Tapi rasanya wanita yang baru saja lewat di sini menatapmu dengan pandangan yang buruk. Padahal seingatku, sejak dulu pertama kali kita ke sini dia sama sekali tidak memiliki ekspresi seperti itu >>Mendengar itu, akhirnya Mansa menjauhkan pandangannya dari HPnya tersebut. Baru setelah itu, dia merasakan sensasi yang tak biasa di sekitar ruangan itu. Sesaat kemudian perhatiannya tertuju pada tiga orang asing yang baru saja datang.“Mereka...” gumam Mansa dengan ekspresi serius sedikit keheranan.<< Ya, aku juga merasakan sensasi yang aneh dari mereka >>Beberapa saat kemudian, angin dingin berhembus pelan, suara daun-daun terdengar begitu jelas oleh Mansa seakan suar
Beberapa menit sebelumnya. Di sisi kota lain Mike bersama Agus dan Arif sedang bertolak ke sebuah tempat yang dulu menjadi kompleks olah raga kota Padang. Tempat itu sudah lama tidak terpakai karena kondisinya yang tak terurus. Beberapa bangunan sudah rubuh, sementara bangunan lain yang masih berdiri masih berantakan tak terurus. Tempat itu sepi dan gelap karena tidak ada yang tinggal di sana. “Tunggu sebentar Mik!” seru Agus. “Sebaiknya kita menepi saja di luar ini. Jangan bawa mobilnya ke dalam kompleks tersebut. Aku takut jika memang ada salah satu anggota kita yang terlibat, ada resiko mereka akan mengenali mobilmu ini” “Oh, ya sudah. Kalau gitu kita terus saja berjalan beberapa blok dulu.” “Kalau tiba-tiba berhenti, justru akan mencurigakan, kan?” Setelah mengendari mobil beberapa blok ke depan, Mike menyeberang dan kemudian masuk ke dalam blok perumahan lain dan menepika
Tepat seperti yang diduga oleh Mike, Aryan memang berlari ke arah di mana dirinya dan Agus tadi bersembunyi. Dari atas tribun itu dengan lincahnya Aryan melopat turun. Sekali dia berjungkir balik dan dengan elegan kedua kakinya mendarat di lantai dasar. Segera setelah itu dia memacu larinya karena preman-preman itu sudah mencoba mengejarnya. Aryan berlari ke arah di mana Mike dan Agus tadi bersembunyi, tapi mereka berdua sudah tidak lagi berada di sana. Dengan gesit Aryan menaiki dinding tembok itu dan melompat ke luar. Dari taman di halaman depan gedung Kolam Renang itu Aryan langsung berlari dan melompati pagar halaman, bergegas ke arah gedung Lapangan Basket yang berada di seberang jalan. Dia terus saja berlari dan preman itu terus memburunya sembari berteriak-teriak. Cukup aneh kenapa aryan memilih kabur, padahal bisa saja dia meladeni mereka semua. Sedikit panik dia mencoba bersembunyi di balik sebuah tong sampah, dan dengan nafas pendek nampak ragu-ragu, dia me
Kembali beberapa menit sesaat ketika Mansa tidak mendapatkan jawaban dari Mike, ketika semua temannya di rumah makan itu sudah rebah tak sadarkan diri. Dua orang asing yang datang tak diundang itu sekarang duduk santai di sebuah meja seperti tak mempedulikan kekacauan yang baru saja mereka buat. Satu orang berbadan besar dan kekar, satunya lagi sedikit lebih ramping dan sedikit lebih kecil. Meskipun begitu, keduanya terlihat jauh lebih besar dan lebih tua dari Mansa yang hanya seorang remaja SMP. “Apa yang kalian inginkan?” tanya Mansa mencoba mengulur waktu sembari memikirkan solusi untuk keluar dari masalah itu. Dia tahu kedua orang itu mengincarnya, tapi dia tak bisa lari begitu saja meninggalkan teman-temannya tergeletak seperti itu. Tak ada yang tahu apa yang akan dilakukan oleh orang-orang itu pada teman-temannya nanti jika Mansa memilih kabur. << Bagaimana menurutmu, Mansa? >> <
Pria bertubuh besar itu mulai berjalan beberapa langkah dan nampak dia merentangkan satu tangannya ke arah temannya yang satu lagi yang sebelumnya sudah nampak bersiap-siap. “Kamu tak usah ikut turun tangan, biar aku saja,” serunya. “Hey, ingat!” seru temannya itu. “Kita ke sini untuk membawanya pergi.” “Jangan sampai kau malah membunuhnya.” “Yah, kalau dia tidak bisa melindungi nyawanya, itu berarti dia tak cukup berguna bagi kita,” sahut pria itu sebelum bergerak menghadang Mansa. “Woi, jangan sembarangan,” hardik temannya itu. Tapi pria bertubuh besar itu tetap ngotot menghampiri Mansa sembari mengangkat sebuah kursi dengan sebelah tangan dan kemudian hendak menghempaskannya ke arah Mansa. Mansa takut hempasan kursi itu akan mengenai Rani yang tergeletak di lantai tak jauh dari situ. Mansapun memilih maju menghadang kemudian berguling di lanta
Dia pun menjawab panggilan itu dengan raut wajah yang nampak tegang. “Tumben, ada perlu apa Pak Jenderal menelepon saya?” tanyanya berlagak bersikap tenang. << Mike, apa kau ada hubungannya dengan kejadian di Majalengka? >> Pertanyaan yang to do point itu sukses membuat Mike terdiam. [ Aku tak tahu apa motifmu, tapi apa yang telah kau perbuat ini benar-benar serius. Kau akan membuat negera ini kacau ] “Apa maksud Bapak berbicara seperti itu?” tanya Mike dengan ekspresi wajah yang semakin suram dengan wajah yang mulai pucat. Bagaimana dia tidak pucat, tiba-tiba saja seorang jenderal meneleponnya dan sekonyong-konyong bicara soal keamanan negara. [ Aku tak tahu apakah kau sudah menyadarinya atau belum.
Mike masih diam saja, tak menanggapi pertanyaan kedua pria asing itu. Namun Mike cukup sadar bahwa pria berkaca mata itu tak begitu memerlukan jawaban darinya. Dari reaksinya, jelas terlihat kalau dia sudah bisa membacanya sejauh itu.“Aku cukup mengerti jika kau memilih diam soal ini, karena dia adalah orang yang paling dicari saat ini,” lanjut pria berkaca mata itu.“Aku tak tahu apakah ini juga ada hubungannya denganmu, tapi dari informasi yang kami dapatkan, dalam waktu dekat mereka akan kembali melakukan pergerakan di Eropa. Awalnya aku tak begitu mengerti karena dari kabar, katanya mereka akan berburu serigala di sana,” jelasnya.Mendengar cerita itu, reaksi Mike nampak berubah dan pria itu menangkap perubahan itu dengan cermat.Laki-laki itu nampak tersenyum karena deduksinya seperti mencapai titik temunya.&nb
Sementara itu, di halaman rumah terdengar suara Acil dan ‘Aini. Mereka nampak kebingungan sekaligus ngeri dengan kondisi di tempat itu.“Apa yang sebenarnya terjadi di tempat ini?” gumam Acil, menutupi mulutnya seperti sedang berusaha menahan diri agar tidak muntah.Wajah mereka nampak pucat. Mereka pun semakin tercengang begitu berdiri di pintu masuk rumah. Pada detik itu, Acil tak lagi kuasa menahan diri dan memuntahkan semua isi perutnya. Sementara ‘Aini masih nampak berdiri melongo di pintu masuk itu.Hingga tiba-tiba Mike sadar dan bangkit. Tanpa sepenuhnya sadar dengan kondisinya, dia membiarkan kain itu terlepas dari badannya.“Hey, Mike!” seru Mansa kaget, berusaha mengingatkan.Namun ‘Aini sudah terlanjur melihatnya. Dia berteriak dan sesaat kemudian pingsan, kaget karena ti
Suara burung gagak itu menarik perhatian dua orang asing yang masih sibuk di perkarangan halaman. Mereka menyaksikan burung gagak berapi itu terus terbang menuju sedikit celah di bagian puncak dari kelopak bunga raksasa yang tidak sepenuhnya menutup itu.“Did you see that, mate?” tanya pria yang berkaca mata.“Apa mungkin itu Ki Bejo? Aku tak menyangka kalau dia juga chimera, tapi bentuk apa itu? Burung Phoenix?” balas pria yang berambut afro itu dengan berbahasa inggris.“Dasar bodoh, mana ada chimera model phoenix,” balas temannya.“Tapi entahlah, aku juga tak tahu apa itu. Sebaiknya kita coba periksa ke dalam,” seru pria berkaca mata itu, bergegas berlari ke dalam rumah.Begitu mereka masuk ke dalam rumah, ruangan tengah itu sudah begitu sesak oleh
Ki Bejo nampak menoleh ke sana ke mari, mencari di mana kerisnya berada. Dia tak tahu bahwa pria itu sebelumnya telah menendang keris itu dan saat ini berada di bawah kulkas tak jauh dari tempatnya bersimpuh. Namun entah bagaimana, Ki Bejo seperti menyadari keberadaan keris itu. Dia pun mulai meraba-raba ke bawah kulkas itu, berusaha meraihnya dengan jari-jarinya. Pria itu menyeret kaki Mansa ketika dia hendak menghampiri Ki Bejo di bagian dapur. Musa langsung datang mencoba menolongnya. Namun pria itu hanya berteriak, melepaskan tekanan energi yang cukup besar. Tekanan energi yang dilepaskannya itu mendorong Musa cukup jauh dan membuat sebagian besar tubuhnya terurai. Setelah itu pria tersebut kembali berjalan menghampiri Ki Bejo. Begitu sampai, diapun menginjak tangannya hingga patah. “Sayang sekali, sepertinya tanganmu tak bisa menjangkau keris itu,” ujarnya nampak menatap d
Mansa yang mulai menyadari keunikan tubuh dari pria misterius itu langsung menyerangnya dari belakang dengan tenaga espernya. Serangan itu mengenai bahunya, dan membuat bagian itu pecah seperti kembali ke bentuk api.Pria itu memang nampak kesakitan, namun dia segera menyerang Mike yang ada di dekatnya dan mengabaikan Mansa. Tubuhnya kembali memadat, dan mulai menghantam Mike ke lantai.Mulut Mike yang sudah seperti kepala serigala itu menganga seperti mencoba menerkam pria itu. Namun dia langsung memukul kepalanya begitu brutal.Sementara itu, Mansa diam saja melihat Mike menjadi bulan-bulanan. Ternyata serangan yang terakhir itu telah menguras staminanya. Meski dia masih bisa berdiri dan pandangannya belum benar-benar kabur, namun dia sudah mulai kesulitan mengumpulkan aura espernya.“Diam kau!” ujar pria itu terus memukuli mulut Mike yang terus saja meronta.
Meskipun terlihat saling mengenal, tak nampak bahwa kedua orang tersebut memiliki hubungan yang baik. Ki Bejo sendiri meski sedang mengintimidasi pria yang dipanggilnya Mantir itu, dia sendiri nampak ragu dengannya.Kedua orang itu nampak saling waspada satu sama lainnya. Hanya ketika pria misterius itu sudah merasa cukup memperhatikan kondisi Ki Bejo, dia pun nampak bersikap tenang.“Apa yang bisa kau lakukan dengan kondisimu saat ini?” tanya pria itu mulai bersikap santai.Lantas pria itu bergerak sesaat, dan tiba-tiba Ki Bejo langsung menyabetkan keris yang dipegangnya. Ternyata memang benar, dalam sekejap pria itu sudah mendekati Ki Bejo dan saat ini tangannya terkena sabetan keris dari Ki Bejo.Pria itu langsung kembali mundur, memegangi lengannya yang terkena sabetan keris. Tangannya yang terkena sabetan keris itu seperti terbakar dan berubah seperti ongg
Mike kembali berdiri, melepaskan satu pukulan Oizuki dari jarak jauh. Pria misterius itu hanya sedikit memiringkan tubuhnya. Dengan mudah dia menghindari serangan tersebut. Namun saat itu Mike langsung bergerak ke arahnya. Dia sudah bergitu dekat, siap menyerang dengan kedua lengan dan kuku-kuku tajamnya. Braakk!!! Tiba-tiba pria misterius itu menghempaskan satu bangku kayu ke tubuh Mike. Mike pun dibanting ke salah satu dinding dapur dan lansung tergeletak di lantai. Pria misterius itu hendak membantingkan bangku kayu di tangannya itu ke arah Mike. Namun bangku kayu itu langsung hancur berantakan sebelum dia berhasil melakukannya. Pria misterius itu menoleh ke arah Mansa. Salah satu alis matanya naik, memperhatikan Mansa dalam postur tubuh Oizukinya. Namun secara tiba-tiba Mansa kembali melancarkan serangan cepat ke arahnya. Se
“Jadi benar kalian adalah orang-orangnya Belial yang dari Amerika itu?” tanya Mike.“Maaf saja, tapi dua orang yang sedang kalian cari sudah tewas, dan kalian pun akan bernasib sama jika mengganggu kami,” lanjutnya mengancam.Ekspresi laki-laki berambut afro itu sedikit berubah mendengar kata-kata dari Mike.“Dari caramu berbicara, sepertinya aku bisa menebak siapa yang membunuh mereka. Tapi soal anak buah Belial, sepertinya kau salah paham dan itu cukup bisa aku pahami,” balas laki-laki itu.Namun dedemit baru terus bermunculan, baik itu dari dalam rumah maupun dari tanah. Mereka pun tak punya waktu untuk meluruskan kesalahpahaman mereka.“Nanti saja kita bicarakan, yang jelas kita harus cari jalan keluar dari tempat ini,” ujar laki-laki berambut afro itu.