“Aneh kenapa?” tanya Mansa yang saat ini sedang menunggu Hpnya kembali menyala.
<< Mungkin kamu tak memperhatikannya karena sibuk dengan HP itu >>
<< Tapi rasanya wanita yang baru saja lewat di sini menatapmu dengan pandangan yang buruk. Padahal seingatku, sejak dulu pertama kali kita ke sini dia sama sekali tidak memiliki ekspresi seperti itu >>
Mendengar itu, akhirnya Mansa menjauhkan pandangannya dari HPnya tersebut. Baru setelah itu, dia merasakan sensasi yang tak biasa di sekitar ruangan itu. Sesaat kemudian perhatiannya tertuju pada tiga orang asing yang baru saja datang.
“Mereka...” gumam Mansa dengan ekspresi serius sedikit keheranan.
<< Ya, aku juga merasakan sensasi yang aneh dari mereka >>
Beberapa saat kemudian, angin dingin berhembus pelan, suara daun-daun terdengar begitu jelas oleh Mansa seakan suar
Beberapa menit sebelumnya. Di sisi kota lain Mike bersama Agus dan Arif sedang bertolak ke sebuah tempat yang dulu menjadi kompleks olah raga kota Padang. Tempat itu sudah lama tidak terpakai karena kondisinya yang tak terurus. Beberapa bangunan sudah rubuh, sementara bangunan lain yang masih berdiri masih berantakan tak terurus. Tempat itu sepi dan gelap karena tidak ada yang tinggal di sana. “Tunggu sebentar Mik!” seru Agus. “Sebaiknya kita menepi saja di luar ini. Jangan bawa mobilnya ke dalam kompleks tersebut. Aku takut jika memang ada salah satu anggota kita yang terlibat, ada resiko mereka akan mengenali mobilmu ini” “Oh, ya sudah. Kalau gitu kita terus saja berjalan beberapa blok dulu.” “Kalau tiba-tiba berhenti, justru akan mencurigakan, kan?” Setelah mengendari mobil beberapa blok ke depan, Mike menyeberang dan kemudian masuk ke dalam blok perumahan lain dan menepika
Tepat seperti yang diduga oleh Mike, Aryan memang berlari ke arah di mana dirinya dan Agus tadi bersembunyi. Dari atas tribun itu dengan lincahnya Aryan melopat turun. Sekali dia berjungkir balik dan dengan elegan kedua kakinya mendarat di lantai dasar. Segera setelah itu dia memacu larinya karena preman-preman itu sudah mencoba mengejarnya. Aryan berlari ke arah di mana Mike dan Agus tadi bersembunyi, tapi mereka berdua sudah tidak lagi berada di sana. Dengan gesit Aryan menaiki dinding tembok itu dan melompat ke luar. Dari taman di halaman depan gedung Kolam Renang itu Aryan langsung berlari dan melompati pagar halaman, bergegas ke arah gedung Lapangan Basket yang berada di seberang jalan. Dia terus saja berlari dan preman itu terus memburunya sembari berteriak-teriak. Cukup aneh kenapa aryan memilih kabur, padahal bisa saja dia meladeni mereka semua. Sedikit panik dia mencoba bersembunyi di balik sebuah tong sampah, dan dengan nafas pendek nampak ragu-ragu, dia me
Kembali beberapa menit sesaat ketika Mansa tidak mendapatkan jawaban dari Mike, ketika semua temannya di rumah makan itu sudah rebah tak sadarkan diri. Dua orang asing yang datang tak diundang itu sekarang duduk santai di sebuah meja seperti tak mempedulikan kekacauan yang baru saja mereka buat. Satu orang berbadan besar dan kekar, satunya lagi sedikit lebih ramping dan sedikit lebih kecil. Meskipun begitu, keduanya terlihat jauh lebih besar dan lebih tua dari Mansa yang hanya seorang remaja SMP. “Apa yang kalian inginkan?” tanya Mansa mencoba mengulur waktu sembari memikirkan solusi untuk keluar dari masalah itu. Dia tahu kedua orang itu mengincarnya, tapi dia tak bisa lari begitu saja meninggalkan teman-temannya tergeletak seperti itu. Tak ada yang tahu apa yang akan dilakukan oleh orang-orang itu pada teman-temannya nanti jika Mansa memilih kabur. << Bagaimana menurutmu, Mansa? >> <
Pria bertubuh besar itu mulai berjalan beberapa langkah dan nampak dia merentangkan satu tangannya ke arah temannya yang satu lagi yang sebelumnya sudah nampak bersiap-siap. “Kamu tak usah ikut turun tangan, biar aku saja,” serunya. “Hey, ingat!” seru temannya itu. “Kita ke sini untuk membawanya pergi.” “Jangan sampai kau malah membunuhnya.” “Yah, kalau dia tidak bisa melindungi nyawanya, itu berarti dia tak cukup berguna bagi kita,” sahut pria itu sebelum bergerak menghadang Mansa. “Woi, jangan sembarangan,” hardik temannya itu. Tapi pria bertubuh besar itu tetap ngotot menghampiri Mansa sembari mengangkat sebuah kursi dengan sebelah tangan dan kemudian hendak menghempaskannya ke arah Mansa. Mansa takut hempasan kursi itu akan mengenai Rani yang tergeletak di lantai tak jauh dari situ. Mansapun memilih maju menghadang kemudian berguling di lanta
Lengannya yang besar itu datang menghadang kedua pria tersebut seperti bacokan pacul petani yang begitu semangat mencangkul sawah. Bluugh Dua orang itu berpencar menghindari serangan Musa, membuat serangannya itu hanya menghujam ke lantai. Satu petak ubin di teras rumah makan itu hancur meski lengan itu tidak terlalu dalam juga terhujam ke lantai. Dari sebelah kanan, pria yang bertubuh besar itu merunduk hendak menghantam Musa dengan bahunya dari samping, namun seketika itu Mansa datang menghadangnya. Mansa melompat dan sembari setengah berputar dia melayangkan tendangan melayang setengah putaran ke arah pria yang bertubuh besar itu. Tendangan Mansa mampu menahan momentun tubrukan dari badan pria tersebut yang tadi hendak menghantam Musa. Tanpa mempedulikan pria berbadan besar yang ada di belakangnya itu, Musa langsung melesat memburu pria yang satunya lagi. Sementara Mansa saat ini berdiri satu lawan satu dengan pria yan
Pria berbadan besar itu menarik paksa bajunya yang masih tersisa di badannya itu dan membuangnya. Tapi sekarang Mansa tidak lagi melihat adanya keanehan yang tadi sempat dilihatnya, namun ada sedikit sisa-sisa bulu berwarna hitam yang rontok berserakan di lantai. Begitu juga ketika Mansa kembali menoleh ke pria yang satunya lagi, lengannya nampak normal namun lengan kemejanya memang terlihat robek di bagian bawah siku. Meski sekarang tubuh kedua pria itu tampak normal, namun Mansa cukup yakin dengan keanehan yang baru saja ditemukannya. “Pertama kerasukan, sesudah itu seorang anak indigo.” “Jangan bilang kalau kalian itu adalah manusia siluman,” ujarnya berlagak mengejek. Sementara itu, Musa menyadari bagian bahunya yang terkena cakaran lawannya itu nampak semakin tidak stabil dan bagian yang terluka itu terus-terusan terurai ke udara. Musapun bergerak menjauh dari lawannya dan kembali menghampiri Mansa. Mansa ber
Seakan tidak peduli dengan kata-kata pria itu Mansa kembali membantu mengkondisikan tubuh Musa yang sudah kehilangan kepala. Sekarang Musa hanya tinggal badan dan dua lengan dengan cakar yang tajam. Musapun mendekap bahu Mansa nampak hendak berkomunikasi dengannya. << Kau tak perlu susah payah memperbaiki kondisi tubuh ini >> << Aku ragu apa masih bisa membantumu >> << Kalau benar mereka bisa menyembuhkan diri seperti itu, aku khawatir kamu malah akan tumbang lebih dulu >> “Tak usah khawatir, sekadar menstabilkan bentuk tubuhmu itu sama sekali tidak akan menguras tenaga. Lagipula, jika tidak kuperbaiki maka semua energi yang kulepaskan untuk membentuk tubuh itu hanya akan terbuang sia-sia.” “Lagipula, masih ada satu teknik baru yang belum aku coba?” “Mungkin ini saat yang tepat untuk mencobanya dengan makhluk seperti mereka itu.” << T
Sesaat Mansa terdiam menunduk menatapi lantai, dan setelah itu diapun menoleh ke arah pria yang satunya lagi dengan tatapan yang begitu dingin seakan begitu bernafsu untuk kembali merasakan sensasi aneh yang dirasakanya setelah membantai chimera itu. Meski sebenarnya dia sudah tidak lagi memiliki banyak tenaga yang tersisa, nafsu membunuhnya membuat dia lupa diri. Namun itu juga membuat pria yang satu itu semakin terintimidasi.Entah karena adanya DNA hewan buas di dalam dirinya, satu orang pria itu tak lagi berpikir jernih untuk menyadari kondisi Mansa yang sebenarnya sudah sangat kelelahan. Pria itu malah ketakutan karena terintimidasi oleh nafsu membunuh dari Mansa.Pria itu terintimidasi oleh dorongan insting seperti seekor hewan yang terpojok di depan pemangsa yang ingin memakannya. Dia terus berangsur pelan menyeret bokongnya mundur seiring langkah Mansa yang pelan-pelan terus mendekatinya. Sesaat kemudian pria itu menyadari ada seseorang yang terge