Petugas polisi itu memberikan satu berkas laporan kepada lelaki paruh baya tersebut. Sementara petugas-petugas yang lain, lengkap dengan mantel hujan dan masing-masing mereka memegang satu senter sorot, nampak sibuk menyisiri area. Meski saat itu gerimisnya lumayan bersemangat turun membasahi bumi, namun rindangnya pohon-pohon berkanopi membuat mereka tidak terlalu basah kuyub di bawahnya.
Setelah beberapa saat membalik-balik berkas laporan itu, si pria paruh baya itu berjalan menghampiri salah seorang ahli forensik.
“Apa sudah bisa dipastikan kapan waktu kematiannya?” tanyanya.
“Belum begitu pasti,” jawab petugas forensik tersebut.
“Saya belum dapat laporan dari lab.”“Kamu..?! Sepertinya kamu masih baru ya di forensik?” tanya pria paruh baya itu.
“Ah, i.. iya Pak!” jawabnya nampak serba salah.
Sesaat pekerja forensik baru itu mencoba menyibukkan dirinya di
Hingga esok paginya cuaca masih sedikit mendung. Tanah, rumput, semak-semak serta pepohonan masih terlihat basah. Ketika Dewi menuju lantai dua vila untuk melihat keadaan Adi, dia sama sekali tidak menemukannya. Begitu juga dengan Mike dan Mansa.Namun dari pintu itu, melalui jendela yang terbuka lebar, Dewi bisa melihat ketiga orang tersebut saat ini sedang berada di atas bukit belakang vila.Seperti sudah menjadi rutinitas harian bagi dua orang itu sejak dulu di hutan belakang rumah Mansa, pagi itu Mike dan Mansa juga kembali melakukan latihan kumite. Latihan itu tidak hanya membantu mereka meningkatkan keahlian dalam bertarung kontak jarak pendek, namun juga membuat mereka saling memahami kebiasaan satu sama lainnya.Di sela-sela kesibukan mereka melakukan latihan kumite dengan tempo yang cukup cepat, Mike tak lupa menyelipkan beberapa wejangannya untuk meningkatkan insight dan wisodm Mansa yang memang dalam masa pembentukan karakter.
Untuk beberapa saat Mike terdiam seperti sulit untuk menerima apa yang baru saja dilihatnya. Aguspun begitu, karena dia juga sama sekali tidak bisa membuat kesimpulan, karena itu dia memanggil Mike mencoba menganalisis semua temuannya itu. Melihat Mike yang tak kunjung melepaskan mouse yang ada di meja itu, Agus memilih untuk berdiri dari tempat duduknya dan membiarkan Mike untuk duduk di sana. Mike duduk, masih dengan tatapan yang tak bisa lepas dari foto-foto tersebut. Cukup lama dia mengganti-ganti foto itu maju mundur untuk mengamati semuanya lebih seksama. Tetap saja dia tak bisa menyangkal bahwa perawakan orang yang ditandai oleh Agus itu benar-benar sama meski foto jadul itu sendiri memang tidak sebagus foto-foto dengan kualitas High Definition zaman sekarang. “Apa mungkin penjelajah waktu?” gumam Mike sedikit berseloroh. “Yang benar saja,” sanggah Agus sedikit geleng-geleng kepala.“Aku tahu teori kons
“Musa, cobalah melayang lebih rendah!” seru Mansa.Musa yang sudah dalam wujud seonggok lidah api itu mulai mengitari gubuk tersebut dengan melayang-layang begitu rendah di atas lantai. Ketika Musa mulai melayang di dekat sebuah sudut ruangan, Mansa menyadari ada sesuatu yang aneh dengan pergerakkan nyala plasma dari tubuh Musa.Mansapun bergegas memeriksa lokasi tersebut. Meski lantai papan itu terlihat tersusun rapi sama sekali tidak ada perbedaan yang signifikan dari bentuk susunan lantai papan yang lain, tapi sekarang dia merasakan ada aliran angin samar-samar terasa seperti berhembus masuk ke dalamnya.Mansa mendekatkan telapak tangannya pada lantai tersebut dan sengaja melepas sedikit aura esper dari tangannya. Aura itu bukannya terurai ke atas, akan tetapi seperti menyusup ke sela-sela lantai papan tersebut. Itu aneh karena jika di bawah lantai papan itu hanya sekadar ruang di bawah lantai seperti gubuk pada umumnya, aliran udara
“Dasar bocor,” seru Agus dengan ekspresi konyol. “Kenapa?” tanya Mike. “Katanya dia akan berenang ke sini. Yang benar saja?” jelas Agus sembari geleng-geleng kepala. “Yah, menurutku bisa saja orang sepertinya berenang ke sini,” balas Mike. “Tetap saja bodoh namanya. Karena meski dia bisa berenang ke sinipun, pikirkan berapa lama dia akan sampai ke sini. Bandingkan kalau dia menunggu Yusuf menjelang jam 11. Tetap saja dia baru sampai di sini paling cepat di tengah hari.”“Apa mungkin dia sedang panik saja saat ini sampai tak bisa berpikir jernih seperti itu?” “Wah, kalau begitu seharusnya kita biarkan saja dia berenang ke sini,” balas Mike dengan ekspresi datar. “Dasar!” sahut Agus sembari menunggu teleponnya diangkat.“Suf, Mike ingin kamu ke Tarusan saat ini juga untuk menjemput si Tuan Satpam yang waktu itu.” [Sekara
Ketika dia keluar dari koridor yang agak gelap itu, dia melihat ruangan tersebut cukup luas. Di sebelah kirinya, di tempat yang posisinya sedikit lebih rendah nampak cukup ramai orang-orang berjas hitam berdiri menatap ke arahnya. Ada tiga baris meja yang sengaja disetting begitu padat lengkap dengan monitor-monitor yang saat ini masih sedang aktif. Mansa belum begitu bisa melihat apa yang ditampilkan oleh monitor-monitor tersebut. Dilihatnya Agus saat ini sedang menaiki anak tangga dengan wajah cemberut tak tahu kenapa. Ketika dia sudah sampai di tempat yang selevel dengan di mana saat ini Mansa dan Mike berdiri, Agus hanya menoleh sesaat ke arah Mike, sedikit mencibirkan bibirnya, lalu dia masuk ke dalam ruangan kerjanya. “Tempat apa ini, Mike?” tanya Mansa. “Ini adalah markas rahasia Hassan Guardian,” jelas Mike seraya mengajak Mansa untuk melihat-lihat berkeliling. Anggota Hassan Guardian yang lain kemb
Rasyifpun datang menghampir kedua orang itu yang saat ini masih berdiri di pintu masuk. Dia merangkulkan lengannya ke bahu Mansa, dan sedikit mendekapnya. “Selamat bergabung di Hassan Guardian,” ujarnya. Setelah itu dia ikut masuk ke dalam dan mengganti bajunya dengan seragam silat randai Galembong Itiak pribadi miliknya, dengan pakaian Guntiang Cino beserta celana Galambuak yang besar dan longgar. Seragam itu mampak sedikit berbeda dari pakaian silat yang dipakai oleh sebagian yang lain. Mansa cukup mengerti, sepertinya Rasyif memiliki kebanggaan tersendiri dengan tradisi dan aliran keluarganya, karena jelas pakaian randai yang sedang dipakainya saat ini memiliki bentuk uniknya tersendiri. Dia merasa sedikit sungkan melihat Rasyif sengaja mengenakan itu hanya untuk menyambut dirinya. “Sistemnya tidak rumit,” ujar Mike menepuk bahu Mansa.“Kamu hanya perlu berlatih tanding kumi
Malam harinya mereka kembali berkumpul di ruang tengah vila. Dewi dan Adi kembali dilibatkan dalam diskusi tersebut. Kali ini ibu Mansa juga ikut, duduk di sebelah Dewi, nampak akrab berbincang sembari menuggu kedatangan Mike, Agus serta Aryan yang masih belum keluar dari markas rahasia mereka.Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya mereka datang dari arah dapur. Terdengar Mike dan Aryan sedikit ribut seperti sedang berselisih pendapat. Semua yang duduk di ruang tengah itu menatap ke arah mereka. Menyadari reaksi orang-orang tersebut, Mike mencoba mengabaikan Aryan dan tetap dengan wajah santainya menepuk bahu salah seorang rekannya yang sedari tadi berdiri di ujung koridor yang menuju ke arah dapur tersebut.“Yang jaga pantai masih ada, kan?” tanya Mike.“Cukuplah,” jawabnya singkat.“Sudah berapa kali kubilang!” seru Aryan menyusul dari belakang.“Kita tidak boleh
“Aku pikir mereka juga menggunakan konsep yang sama untuk mempengaruhi penilaian seseorang dan memanipulasi isi pikiran mereka seolah pikiran itu adalah kata hati mereka sendiri. Ketidaktahuan kita tentang ini justru membuat pengaruhnya semakin efektif dalam memanipulasi isi pikiran.”“Namun hal itu mungkin bisa dicegah jika kita menyadarinya, dan tahu bahwa itu bukan suara yang berasal dari isi kepala kita sendiri.”“Tentu kita tidak akan tertipu jika kita sadar seseorang sedang mencoba menipu, kan?” tutup Mansa sedikit beretorika.“Itu kenapa aku katakan, jika kalian pergi tanpa Mansa, maka kalian tidak akan sempat berbuat apa-apa di sana,” jelas Dewi.“Dengan adanya Mansa, setidaknya dia bisa memberi peringatan jika indigo itu sedang berbuat sesuatu kepala kalian. Atau mungkin dia bisa menyerang makhluk itu secara langsung seperti yang sudah dilakukan Mansa pada makhluk yang mengikutiku di