Sudah dua hari cuaca di sekitar Padang kembali dihantui badai. Senja itu, di salah satu titik di perbatasan antara Kota Padang dan Kabupaten Solok, sekelompok pekerja sudah mulai beristirahat di tengah kelelahan mereka memperbaiki jalanan yang putus karena tertutup longsor. Satu jalur sebenarnya sudah mulai bisa dibuka, namun mereka tetap menutup jalan tersebut untuk menghindari potensi adanya longsor baru.
Namun ada satu buah mobil yang berangkat dari arah Kabupaten Solok memaksakan diri untuk melewati jalan tersebut. Saat ini, beberapa orang pekerja nampak sedang ribut adu mulut dengan pengendara mobil tersebut.
“Apa kalian tak tahu siapa saya?” bentak si pengendara mobil itu.
“Memangnya siapa benar Bapak?” sanggah salah seorang pekerja.
“Ini urusan keselamatan, Pak. Masalah keselamatan tidak ada pandang bulu siapa Bapak dan apa jabatan Bapak,” jelasnya.Tiba-tiba pengendara mobil itu menurunkan jendel
Petugas polisi itu memberikan satu berkas laporan kepada lelaki paruh baya tersebut. Sementara petugas-petugas yang lain, lengkap dengan mantel hujan dan masing-masing mereka memegang satu senter sorot, nampak sibuk menyisiri area. Meski saat itu gerimisnya lumayan bersemangat turun membasahi bumi, namun rindangnya pohon-pohon berkanopi membuat mereka tidak terlalu basah kuyub di bawahnya. Setelah beberapa saat membalik-balik berkas laporan itu, si pria paruh baya itu berjalan menghampiri salah seorang ahli forensik. “Apa sudah bisa dipastikan kapan waktu kematiannya?” tanyanya. “Belum begitu pasti,” jawab petugas forensik tersebut.“Saya belum dapat laporan dari lab.” “Kamu..?! Sepertinya kamu masih baru ya di forensik?” tanya pria paruh baya itu. “Ah, i.. iya Pak!” jawabnya nampak serba salah. Sesaat pekerja forensik baru itu mencoba menyibukkan dirinya di
Hingga esok paginya cuaca masih sedikit mendung. Tanah, rumput, semak-semak serta pepohonan masih terlihat basah. Ketika Dewi menuju lantai dua vila untuk melihat keadaan Adi, dia sama sekali tidak menemukannya. Begitu juga dengan Mike dan Mansa.Namun dari pintu itu, melalui jendela yang terbuka lebar, Dewi bisa melihat ketiga orang tersebut saat ini sedang berada di atas bukit belakang vila.Seperti sudah menjadi rutinitas harian bagi dua orang itu sejak dulu di hutan belakang rumah Mansa, pagi itu Mike dan Mansa juga kembali melakukan latihan kumite. Latihan itu tidak hanya membantu mereka meningkatkan keahlian dalam bertarung kontak jarak pendek, namun juga membuat mereka saling memahami kebiasaan satu sama lainnya.Di sela-sela kesibukan mereka melakukan latihan kumite dengan tempo yang cukup cepat, Mike tak lupa menyelipkan beberapa wejangannya untuk meningkatkan insight dan wisodm Mansa yang memang dalam masa pembentukan karakter.
Untuk beberapa saat Mike terdiam seperti sulit untuk menerima apa yang baru saja dilihatnya. Aguspun begitu, karena dia juga sama sekali tidak bisa membuat kesimpulan, karena itu dia memanggil Mike mencoba menganalisis semua temuannya itu. Melihat Mike yang tak kunjung melepaskan mouse yang ada di meja itu, Agus memilih untuk berdiri dari tempat duduknya dan membiarkan Mike untuk duduk di sana. Mike duduk, masih dengan tatapan yang tak bisa lepas dari foto-foto tersebut. Cukup lama dia mengganti-ganti foto itu maju mundur untuk mengamati semuanya lebih seksama. Tetap saja dia tak bisa menyangkal bahwa perawakan orang yang ditandai oleh Agus itu benar-benar sama meski foto jadul itu sendiri memang tidak sebagus foto-foto dengan kualitas High Definition zaman sekarang. “Apa mungkin penjelajah waktu?” gumam Mike sedikit berseloroh. “Yang benar saja,” sanggah Agus sedikit geleng-geleng kepala.“Aku tahu teori kons
“Musa, cobalah melayang lebih rendah!” seru Mansa.Musa yang sudah dalam wujud seonggok lidah api itu mulai mengitari gubuk tersebut dengan melayang-layang begitu rendah di atas lantai. Ketika Musa mulai melayang di dekat sebuah sudut ruangan, Mansa menyadari ada sesuatu yang aneh dengan pergerakkan nyala plasma dari tubuh Musa.Mansapun bergegas memeriksa lokasi tersebut. Meski lantai papan itu terlihat tersusun rapi sama sekali tidak ada perbedaan yang signifikan dari bentuk susunan lantai papan yang lain, tapi sekarang dia merasakan ada aliran angin samar-samar terasa seperti berhembus masuk ke dalamnya.Mansa mendekatkan telapak tangannya pada lantai tersebut dan sengaja melepas sedikit aura esper dari tangannya. Aura itu bukannya terurai ke atas, akan tetapi seperti menyusup ke sela-sela lantai papan tersebut. Itu aneh karena jika di bawah lantai papan itu hanya sekadar ruang di bawah lantai seperti gubuk pada umumnya, aliran udara
“Dasar bocor,” seru Agus dengan ekspresi konyol. “Kenapa?” tanya Mike. “Katanya dia akan berenang ke sini. Yang benar saja?” jelas Agus sembari geleng-geleng kepala. “Yah, menurutku bisa saja orang sepertinya berenang ke sini,” balas Mike. “Tetap saja bodoh namanya. Karena meski dia bisa berenang ke sinipun, pikirkan berapa lama dia akan sampai ke sini. Bandingkan kalau dia menunggu Yusuf menjelang jam 11. Tetap saja dia baru sampai di sini paling cepat di tengah hari.”“Apa mungkin dia sedang panik saja saat ini sampai tak bisa berpikir jernih seperti itu?” “Wah, kalau begitu seharusnya kita biarkan saja dia berenang ke sini,” balas Mike dengan ekspresi datar. “Dasar!” sahut Agus sembari menunggu teleponnya diangkat.“Suf, Mike ingin kamu ke Tarusan saat ini juga untuk menjemput si Tuan Satpam yang waktu itu.” [Sekara
Ketika dia keluar dari koridor yang agak gelap itu, dia melihat ruangan tersebut cukup luas. Di sebelah kirinya, di tempat yang posisinya sedikit lebih rendah nampak cukup ramai orang-orang berjas hitam berdiri menatap ke arahnya. Ada tiga baris meja yang sengaja disetting begitu padat lengkap dengan monitor-monitor yang saat ini masih sedang aktif. Mansa belum begitu bisa melihat apa yang ditampilkan oleh monitor-monitor tersebut. Dilihatnya Agus saat ini sedang menaiki anak tangga dengan wajah cemberut tak tahu kenapa. Ketika dia sudah sampai di tempat yang selevel dengan di mana saat ini Mansa dan Mike berdiri, Agus hanya menoleh sesaat ke arah Mike, sedikit mencibirkan bibirnya, lalu dia masuk ke dalam ruangan kerjanya. “Tempat apa ini, Mike?” tanya Mansa. “Ini adalah markas rahasia Hassan Guardian,” jelas Mike seraya mengajak Mansa untuk melihat-lihat berkeliling. Anggota Hassan Guardian yang lain kemb
Rasyifpun datang menghampir kedua orang itu yang saat ini masih berdiri di pintu masuk. Dia merangkulkan lengannya ke bahu Mansa, dan sedikit mendekapnya. “Selamat bergabung di Hassan Guardian,” ujarnya. Setelah itu dia ikut masuk ke dalam dan mengganti bajunya dengan seragam silat randai Galembong Itiak pribadi miliknya, dengan pakaian Guntiang Cino beserta celana Galambuak yang besar dan longgar. Seragam itu mampak sedikit berbeda dari pakaian silat yang dipakai oleh sebagian yang lain. Mansa cukup mengerti, sepertinya Rasyif memiliki kebanggaan tersendiri dengan tradisi dan aliran keluarganya, karena jelas pakaian randai yang sedang dipakainya saat ini memiliki bentuk uniknya tersendiri. Dia merasa sedikit sungkan melihat Rasyif sengaja mengenakan itu hanya untuk menyambut dirinya. “Sistemnya tidak rumit,” ujar Mike menepuk bahu Mansa.“Kamu hanya perlu berlatih tanding kumi
Malam harinya mereka kembali berkumpul di ruang tengah vila. Dewi dan Adi kembali dilibatkan dalam diskusi tersebut. Kali ini ibu Mansa juga ikut, duduk di sebelah Dewi, nampak akrab berbincang sembari menuggu kedatangan Mike, Agus serta Aryan yang masih belum keluar dari markas rahasia mereka.Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya mereka datang dari arah dapur. Terdengar Mike dan Aryan sedikit ribut seperti sedang berselisih pendapat. Semua yang duduk di ruang tengah itu menatap ke arah mereka. Menyadari reaksi orang-orang tersebut, Mike mencoba mengabaikan Aryan dan tetap dengan wajah santainya menepuk bahu salah seorang rekannya yang sedari tadi berdiri di ujung koridor yang menuju ke arah dapur tersebut.“Yang jaga pantai masih ada, kan?” tanya Mike.“Cukuplah,” jawabnya singkat.“Sudah berapa kali kubilang!” seru Aryan menyusul dari belakang.“Kita tidak boleh
Dia pun menjawab panggilan itu dengan raut wajah yang nampak tegang. “Tumben, ada perlu apa Pak Jenderal menelepon saya?” tanyanya berlagak bersikap tenang. << Mike, apa kau ada hubungannya dengan kejadian di Majalengka? >> Pertanyaan yang to do point itu sukses membuat Mike terdiam. [ Aku tak tahu apa motifmu, tapi apa yang telah kau perbuat ini benar-benar serius. Kau akan membuat negera ini kacau ] “Apa maksud Bapak berbicara seperti itu?” tanya Mike dengan ekspresi wajah yang semakin suram dengan wajah yang mulai pucat. Bagaimana dia tidak pucat, tiba-tiba saja seorang jenderal meneleponnya dan sekonyong-konyong bicara soal keamanan negara. [ Aku tak tahu apakah kau sudah menyadarinya atau belum.
Mike masih diam saja, tak menanggapi pertanyaan kedua pria asing itu. Namun Mike cukup sadar bahwa pria berkaca mata itu tak begitu memerlukan jawaban darinya. Dari reaksinya, jelas terlihat kalau dia sudah bisa membacanya sejauh itu.“Aku cukup mengerti jika kau memilih diam soal ini, karena dia adalah orang yang paling dicari saat ini,” lanjut pria berkaca mata itu.“Aku tak tahu apakah ini juga ada hubungannya denganmu, tapi dari informasi yang kami dapatkan, dalam waktu dekat mereka akan kembali melakukan pergerakan di Eropa. Awalnya aku tak begitu mengerti karena dari kabar, katanya mereka akan berburu serigala di sana,” jelasnya.Mendengar cerita itu, reaksi Mike nampak berubah dan pria itu menangkap perubahan itu dengan cermat.Laki-laki itu nampak tersenyum karena deduksinya seperti mencapai titik temunya.&nb
Sementara itu, di halaman rumah terdengar suara Acil dan ‘Aini. Mereka nampak kebingungan sekaligus ngeri dengan kondisi di tempat itu.“Apa yang sebenarnya terjadi di tempat ini?” gumam Acil, menutupi mulutnya seperti sedang berusaha menahan diri agar tidak muntah.Wajah mereka nampak pucat. Mereka pun semakin tercengang begitu berdiri di pintu masuk rumah. Pada detik itu, Acil tak lagi kuasa menahan diri dan memuntahkan semua isi perutnya. Sementara ‘Aini masih nampak berdiri melongo di pintu masuk itu.Hingga tiba-tiba Mike sadar dan bangkit. Tanpa sepenuhnya sadar dengan kondisinya, dia membiarkan kain itu terlepas dari badannya.“Hey, Mike!” seru Mansa kaget, berusaha mengingatkan.Namun ‘Aini sudah terlanjur melihatnya. Dia berteriak dan sesaat kemudian pingsan, kaget karena ti
Suara burung gagak itu menarik perhatian dua orang asing yang masih sibuk di perkarangan halaman. Mereka menyaksikan burung gagak berapi itu terus terbang menuju sedikit celah di bagian puncak dari kelopak bunga raksasa yang tidak sepenuhnya menutup itu.“Did you see that, mate?” tanya pria yang berkaca mata.“Apa mungkin itu Ki Bejo? Aku tak menyangka kalau dia juga chimera, tapi bentuk apa itu? Burung Phoenix?” balas pria yang berambut afro itu dengan berbahasa inggris.“Dasar bodoh, mana ada chimera model phoenix,” balas temannya.“Tapi entahlah, aku juga tak tahu apa itu. Sebaiknya kita coba periksa ke dalam,” seru pria berkaca mata itu, bergegas berlari ke dalam rumah.Begitu mereka masuk ke dalam rumah, ruangan tengah itu sudah begitu sesak oleh
Ki Bejo nampak menoleh ke sana ke mari, mencari di mana kerisnya berada. Dia tak tahu bahwa pria itu sebelumnya telah menendang keris itu dan saat ini berada di bawah kulkas tak jauh dari tempatnya bersimpuh. Namun entah bagaimana, Ki Bejo seperti menyadari keberadaan keris itu. Dia pun mulai meraba-raba ke bawah kulkas itu, berusaha meraihnya dengan jari-jarinya. Pria itu menyeret kaki Mansa ketika dia hendak menghampiri Ki Bejo di bagian dapur. Musa langsung datang mencoba menolongnya. Namun pria itu hanya berteriak, melepaskan tekanan energi yang cukup besar. Tekanan energi yang dilepaskannya itu mendorong Musa cukup jauh dan membuat sebagian besar tubuhnya terurai. Setelah itu pria tersebut kembali berjalan menghampiri Ki Bejo. Begitu sampai, diapun menginjak tangannya hingga patah. “Sayang sekali, sepertinya tanganmu tak bisa menjangkau keris itu,” ujarnya nampak menatap d
Mansa yang mulai menyadari keunikan tubuh dari pria misterius itu langsung menyerangnya dari belakang dengan tenaga espernya. Serangan itu mengenai bahunya, dan membuat bagian itu pecah seperti kembali ke bentuk api.Pria itu memang nampak kesakitan, namun dia segera menyerang Mike yang ada di dekatnya dan mengabaikan Mansa. Tubuhnya kembali memadat, dan mulai menghantam Mike ke lantai.Mulut Mike yang sudah seperti kepala serigala itu menganga seperti mencoba menerkam pria itu. Namun dia langsung memukul kepalanya begitu brutal.Sementara itu, Mansa diam saja melihat Mike menjadi bulan-bulanan. Ternyata serangan yang terakhir itu telah menguras staminanya. Meski dia masih bisa berdiri dan pandangannya belum benar-benar kabur, namun dia sudah mulai kesulitan mengumpulkan aura espernya.“Diam kau!” ujar pria itu terus memukuli mulut Mike yang terus saja meronta.
Meskipun terlihat saling mengenal, tak nampak bahwa kedua orang tersebut memiliki hubungan yang baik. Ki Bejo sendiri meski sedang mengintimidasi pria yang dipanggilnya Mantir itu, dia sendiri nampak ragu dengannya.Kedua orang itu nampak saling waspada satu sama lainnya. Hanya ketika pria misterius itu sudah merasa cukup memperhatikan kondisi Ki Bejo, dia pun nampak bersikap tenang.“Apa yang bisa kau lakukan dengan kondisimu saat ini?” tanya pria itu mulai bersikap santai.Lantas pria itu bergerak sesaat, dan tiba-tiba Ki Bejo langsung menyabetkan keris yang dipegangnya. Ternyata memang benar, dalam sekejap pria itu sudah mendekati Ki Bejo dan saat ini tangannya terkena sabetan keris dari Ki Bejo.Pria itu langsung kembali mundur, memegangi lengannya yang terkena sabetan keris. Tangannya yang terkena sabetan keris itu seperti terbakar dan berubah seperti ongg
Mike kembali berdiri, melepaskan satu pukulan Oizuki dari jarak jauh. Pria misterius itu hanya sedikit memiringkan tubuhnya. Dengan mudah dia menghindari serangan tersebut. Namun saat itu Mike langsung bergerak ke arahnya. Dia sudah bergitu dekat, siap menyerang dengan kedua lengan dan kuku-kuku tajamnya. Braakk!!! Tiba-tiba pria misterius itu menghempaskan satu bangku kayu ke tubuh Mike. Mike pun dibanting ke salah satu dinding dapur dan lansung tergeletak di lantai. Pria misterius itu hendak membantingkan bangku kayu di tangannya itu ke arah Mike. Namun bangku kayu itu langsung hancur berantakan sebelum dia berhasil melakukannya. Pria misterius itu menoleh ke arah Mansa. Salah satu alis matanya naik, memperhatikan Mansa dalam postur tubuh Oizukinya. Namun secara tiba-tiba Mansa kembali melancarkan serangan cepat ke arahnya. Se
“Jadi benar kalian adalah orang-orangnya Belial yang dari Amerika itu?” tanya Mike.“Maaf saja, tapi dua orang yang sedang kalian cari sudah tewas, dan kalian pun akan bernasib sama jika mengganggu kami,” lanjutnya mengancam.Ekspresi laki-laki berambut afro itu sedikit berubah mendengar kata-kata dari Mike.“Dari caramu berbicara, sepertinya aku bisa menebak siapa yang membunuh mereka. Tapi soal anak buah Belial, sepertinya kau salah paham dan itu cukup bisa aku pahami,” balas laki-laki itu.Namun dedemit baru terus bermunculan, baik itu dari dalam rumah maupun dari tanah. Mereka pun tak punya waktu untuk meluruskan kesalahpahaman mereka.“Nanti saja kita bicarakan, yang jelas kita harus cari jalan keluar dari tempat ini,” ujar laki-laki berambut afro itu.