Yuda keluar kamar dengan pakaian rapi. Hem warna biru dengan lengan digulung hingga ke siku dan celana jeans warna yang sama. Pria itu berpandangan sejenak dengan sang ibu yang tampak cemas. "Aku akan pulang cepat, Bu."Bu Yekti hanya mengangguk. Meski perasaannya tidak rela dan masih sakit atas peristiwa bertahun yang lalu, tapi mau tak mau semua ini harus dijalani.Setelah berpamitan dan mencium tangan Bu Yekti, ayah dan anak itu berangkat ke Jombang. Kenapa harus mereka yang ke Jombang? Kenapa tidak Mahika dan keluarganya saja yang datang? Sebab Yuda sendiri yang menghendaki seperti ini. Dia tidak ingin para warga tahu pertemuan mereka yang akan kembali menjadi buah bibir di antara para tetangga. Yuda tidak ingin menambah beban pikiran ibunya, terlebih ia masih sangat berharap kalau Aisyah akan memberikan kesempatan padanya untuk bersama lagi.Jelita banyak bertanya dan bercerita sepanjang tol Kertosono-Jombang. Membuat perjalanan mereka tidak terasa sunyi. Gadis kecil itu dengan a
Beberapa pengunjung rumah makan di rest area tol Jombang-Nganjuk memperhatikan Yuda dan Jelita yang sedang makan bakso. Gadis kecil nan cantik itu menarik perhatian karena makan sambil bercerita sangat riang dengan ayahnya.Kehadiran mereka tanpa seorang wanita yang menemani menjadikan Yuda dikagumi beberapa pengunjung perempuan. Begitu telatennya seorang ayah, sendirian mengajak sang anak perjalanan jauh dan melayani putrinya dengan sabar. Apalagi anaknya masih kecil."Yah, tadi Tante May bilang kalau kapan-kapan akan mengajak Jelita menginap di rumahnya!""Terus ... Lita jawab apa?""Lita nggak mau kalau sendirian. Lita bilang kalau Ayah boleh ikut, Lita mau. Kalau Ayah nggak ikut, Lita juga nggak mau."Yuda tersenyum pada gadis kecilnya yang begitu polos. Sambil menunggu Jelita selesai makan, Yuda melihat ponselnya. Terbaca story dari Mahika yang menuliskan kekecewaannya. Ada ucapan sindirian yang tentu ditujukan padanya. Namun Yuda hanya membaca tanpa berniat untuk menanggapi. Sa
Bu Aziz tergesa-gesa menghampiri Nency yang sedang muntah di kamar mandi. Wanita itu masuk dan memijit tengkuk putrinya. Hingga Nency selesai memuntahkan isi perutnya kemudian keluar dengan tubuh lemas dan wajah pucat.Wanita anggun itu membimbing anaknya untuk duduk di sofa ruang keluarga. Pagi tadi Roy mengantarkan Nency ke rumahnya karena hari ini Roy sibuk mengurus administrasi di kampus sekalian mengurusi bengkel.Minyak kayu putih dibalurkan Bu Aziz di sekitar leher dan dada Nency."Tiga mingguan lagi kamu resepsi, lho, Cy. Kira-kira kamu kuat nggak duduk di pelaminan?""Insyaallah, Ma.""Tamu undangan papamu banyak banget. Belum lagi undangan teman-temanmu sama Roy. Kalau kamu ngasih tahu sejak awal, kan kita bisa menundanya."Nency tersenyum. "Aku saja juga baru tahu, Ma. Kupikir telat haid seperti biasanya."Bu Aziz berdiri untuk mengambilkan buah mangga dan apel yang baru saja dikupaskan oleh ART-nya."Kakakmu lagi ada masalah sama suaminya. Tadi malam dia telepon mama," kat
Yuda mengambil ponselnya di atas kasur. Kemudian membuka jendela kamar supaya semilir angin malam menyejukkan ruangan yang mendadak terasa panas oleh debaran perasaannya sendiri.Tatapannya memandang kejauhan sambil menunggu Aisyah menjawab telepon. Semenjak berpisah ini, Aisyah tidak secekatan dulu menerima panggilannya. Apakah ponsel baginya sekarang tidak seberapa penting? Atau Yuda yang sebenarnya tak penting lagi?"Halo, Assalamu'alaikum." Akhirnya dijawab juga."Wa'alaikumsalam. Lagi ngapain?" Pertanyaan sok dekat seperti ketika mereka masih dalam masa pertunangan. Meski rasa canggung menyergap tanpa ampun."Aku barusan selesai Sholat Isya. Ada apa Mas nelepon?"Yuda agak gelagapan untuk memulai percakapan. Tentu ini bukan topik yang layak diperbincangkan. Ia harus menjelaskan sesuatu yang mungkin membuat Aisyah berprasangka atas pertemuannya dengan Mahika tadi pagi. Padahal itu tidak perlu untuk orang yang sudah tidak memiliki ikatan apa-apa lagi. Namun penting bagi Yuda, karen
"Hati-hati. Kebanyakan yang terjadi, lama punya anak, eh giliran dikasih keturunan akan beruntun dalam jarak berdekatan. Nikmati dulu momen dengan si kembar. Lagian Mbak Jingga biar benar-benar pulih.""Makasih, Dok!"Fariq keluar dari ruangan dokter Sonia. Menyusuri lorong, naik lift, dan kembali ke kamar perawatan istrinya.Di antara sekian tempat kecuali rumahnya, di rumah sakit inilah saksi bisu perjalanan hidup Fariq. Andai tembok-tembok yang ia lewati bisa bicara. Mereka akan menceritakan kisah hidupnya secara detail. Rumah sakit ini merekam jejak kenangan dan kehilangan orang-orang terkasih.Seorang perawat yang dimintai tolong untuk menjaga Jingga, permisi pergi setelah Fariq kembali. Memang tidak ada kerabat yang menjaga istrinya kecuali dirinya. Sang mama juga pulang untuk membantu Mbak Mus mengurus si kembar. Kerabat sibuk karena ada resepsi di salah seorang saudara. Sementara Adam dan Laras juga tidak dikabari dengan apa yang terjadi. Jingga sendiri yang melarangnya daripa
DesirePart 123 Suatu Sore I Arak-arakan kabut menutupi pandangan Aisyah karena cerita yang dipaparkan Jelita membuat dadanya terasa sesak. Ditariknya napas dalam-dalam untuk melonggarkan dada. Itu hak Yuda untuk menentukan langkahnya, toh di antara mereka sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Walaupun kemarin laki-laki itu sempat mengajaknya kembali rujuk. Tapi ... siapa yang tahu isi hati dan perubahan pikiran manusia. Aisyah hanya butuh waktu untuk menetralkan kembali perasaannya. Bukankah ia sudah bilang pada Mbak Iin, kalau sekarang akan fokus pada tumbuh kembang janinnya saja.Dia juga tidak boleh stres, supaya tidak mengganggu janin dalam perutnya. "Bunda, adiknya nanti laki-laki apa perempuan?" tanya Jelita sambil mengusap permukaan perut Aisyah."Dokter bilang kemarin laki-laki.""Oh ya?" Mata bening gadis kecil itu berbinar-binar. Surprise sekali dia akan memiliki adik laki-laki."Kapan dia akan lahir?""Masih lama, Sayang. Lima bulanan lagi.""Jelita nggak sabar untuk m
Namun Karina makin menjadi setelah tahu tidak ditanggapi. Perempuan itu tambah berani mengungkapkan hubungannya dengan Fariq hingga ke ranah yang paling pribadi. Jingga tetap bertahan supaya tidak terpancing oleh perkataan mantan istri dari suaminya. Kalau ditanggapi apa bedanya antara dirinya dengan wanita itu."Kamu nggak cemburu?" tanya Karina ketika melihat Jingga tetap tenang.Jingga menggeleng. "Buat apa cemburu, Mbak. Kisah kalian hanya masa lalu, sedangkan aku dan anak-anakku yang sekarang menjadi kehidupan dan masa depan Mas Fariq." Jawaban tenang Jingga justru membuat Karina yang akhirnya tersulut kecemburuan. Wanita itu tiba-tiba emosi. Menuding Jingga sebagai perempuan gunung yang buruk rupa. Namun Jingga tetap menahan emosinya dan mencegah Cak Pri yang hendak mengusir Karina."Kamu itu nggak cantik. Apa istimewanya kamu?" Pertanyaan yang sangat menyakiti. Padahal Jingga menerima Karina sebagai tamu yang terhormat."Saya memang nggak secantik, Mbak Karina. Bukan anak orang
Untuk beberapa saat Yuda dan Aisyah terdiam. Untungnya tempat duduk mereka membelakangi para pengunjung lainnya. Jadi mereka tidak tahu apa yang terjadi di antara mantan pasangan suami istri itu.Mata Aisyah berkaca-kaca. "Jika ini Mas ucapkan di awal sidang cerai kita, mungkin aku bisa percaya. Sekarang aku hanya merasa menjadi tempat pelarianmu saja. Aku dicari saat sedang Mas butuhkan. Apa Mas dikecewakan lagi oleh Mbak Mahika?"Sesak dada Yuda mendengar jawaban dan pertanyaan Aisyah baru saja. "Bukankah di chat WA waktu itu Mas dan Mbak Mahika merencanakan pernikahan setelah bercerai denganku?""Waktu itu memang ada pembicaraan mengenai pernikahan. Tapi bukan Mas yang merencanakan." Yuda mengakuinya."Mas, memang diam saja. Tapi, Mas, juga nggak membantahnya, bukan? Aku masih ingat kok isi chat kalian." Aisyah diam sejenak. Hatinya bergejolak. Siapa yang bisa menjamin kalau Mahika tidak akan datang di antara mereka lagi?Hening. Semilir angin sore terasa menyejukkan. Suasana bert